1. Pendahuluan
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak
dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah
menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian.
Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu
lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian
1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau
dewasa muda. Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang
dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur
adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges,
ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau
patahnya tulang. Back dan Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah
terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang
berlebihan.
Penggunaan traksi telah dimulai 3000 tahun yang lalu. Suku Aztec dan mesir
menggunakan traksi manual dan membuat splint dari cabang pohon (Styrcula, 1994 a
and Osmond, 1990) dan Hippocrates (350 BC) menulis tentang traksi manual dan
tahanan ekstensi dan ekstensi yang berlawanan (Styrcula, 1994 a: 71). Pada tahun
1340 ahli bedah Perancis bernama Guy de Chauliac menulis tentang traksi isotonic
dengan berat yang ditahan pada kaki tempat tidur pasien, tetapi akibat pertimbangan
praktek hal ini dilakukan hingga tahun 1829 ketika traksi berkesinambungan
diaplikasikan secara luas (Peltier, 1968: 1603).
Sekitar tahun 1848 Josiah Crosby seorang klinisi amerika merupakan orang
yang pertama mempromosikan dan menunjukkan traksi kulit yang lebih efektif tidak
hanya sebagai terapi dari fraktur melainkankan juga untuk menangani deformitas
panggul (Peltier, 1968: 1609). Hal ini merupakan aplikasi yang membuat perhatian
Gurdon Buck yang pada tahun 1861 melalui pengetahuannya terhadap kerja Crosby
mempunyai traksi kulit yang dinamakan nama dirinya sendiri. Hal ini tidak dilakukan
hingga pada tahun 1921 seorang ahli bedah Australia Hamilton Russel meluaskan
konsep traksi Buck dengan menggunakan doktrin Potts (1780) bahwa fraktur tungkai
harus ditempatkan pada posisi otot yang relaks dinamakan fleksi panggul dan lutut,
dengan mengembangkan traksi Hamilton Russel (Peltier, 1968: 1612). 26 tahun
1
sebelumnya, pada bulan desember 1895, seorang professor German bernama Rntgen
mempublikasikan observasinya dengan tipe baru X-Ray dimana dimulai era baru
dalam penelitian fraktur (Peltier, 1968:1613). Dengan menggunakan X-Ray untuk
menilai terapi fraktur, dunia ortopedi berhadapan dengan kenyataan dimana terapi
traksi Buck tidak memuaskan 100% pada semua kasus dan tahun 1907 Fritz
Steinmann secara sukses mengembangkan traksi skeletal dengan menggunakan pin
yang dimasukkan kedalam kondylus femur. (Peltier, 1968: 1615).
Traksi telah menjadi sebuah ketetapan dalam management ortopedi hingga
1940 ketika fiksasi internal menggunakan nail, pin dan plate menjadi praktek yang
sering. Pengembangan ini berpasangan dengan kurangnya pembedahan fraktur
dengan kebutuhan ekonomi untuk perawatan rumah sakit yang lebih. Penggunaan
Traksi telah didokumentasikan melalui banyak literature : traksi digunakan untuk
mempromosikan istirahat/imobilisasi, dimana membuat managemen tulang dan
jaringan lunak menyembuh (Taylor, 1987; Dave 1995 and Redemann, 2002). Hal ini
menolong untuk mengistirahatkan inflamasi yang ada dan mengurangi nyeri (Taylor,
1987; Dave, 1995 andOsmond, 1999). Osmond (1999) Menyatakan bahwa hal ini
mengurangi subluksasi atau dislokasi dari sendi dan Styrcula (1994a) serta Rosen,
Chen, Hiebert dan Koval (2001) memberikan kredit dalam penggunaan traksi dengan
reduksi tahanan yang dibutuhkan ketika melakukan reduksi fraktur selama
pembedahan. Akhirnya, traksi juga dikatakan untuk membantu pergerakan dan latihan
(Dave, 1995 and Redemann, 2002).
Traksi merupakan terapi fraktur ketika reduksi fraktur
tidak dapat
dipertahankan dengan imobilisasi oleh gips dan bebat. (chapmans, 2001). Tujuan
traksi
dapat
mempertahankan
panjang
suatu
ekstremitas,
mempertahankan
sehingga
Jenis-Jenis Traksi
dan menggerakkan sendinya, jadi pastikan bahwa pasien melakukan hal ini. Traksi
membutuhkan waktu untuk diaplikasikan dan diatur, tetapi hal ini dapat dengan
mudah diatur dengan asisten. Traksi kebanyakan berguna pada kaki. Dilengan hal ini
masih kurang nyaman, tidak meyakinkan, sulit untuk dijaga, dan frustasi untuk
pasien. Untuk kesemua alasan ini, traksi lengan hanya digunakan dalam keadaan
pengecualian yang lebih jauh.
2. Definisi Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk
menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan dari traksi adalah
untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki
deformitas dan mempercepat penyembuhan. Ada dua tipe utama dari traksi : traksi
skeletal dan traksi kulit, dimana didalamnya terdapat sejumlah penanganan. Prinsip
Traksi adalah menarik tahanan yang diaplikasikan pada bagian tubuh, tungkai, pelvis,
atau tulang belakang dan menarik tahanan yang diaplikasikan pada arah yang
berlawanan yang disebut dengan countertraksi. Tahanan dalam traksi didasari pada
hukum ketiga (Footner, 1992 and Dave, 1995).
Traksi dapat dicapai melalui tangan sebagai traksi manual, penggunaan talim
splint, dan berat sebagaimana pada traksi kulit serta melalui pin, wire, dan tongs yang
dimasukkan ke dalam tulang sebagai traksi skeletal (Taylor, 1987 and Osmond, 1999).
Traksi mempunyai peran penting dalam menangani kasus-kasus Ilmu Bedah Tulang.
Traksi dapat digunakan untuk melakukan reposisi fraktur maupun mempertahankan
kedudukan yang telah dikoreksi (imobilisasi).10
Mekanisme traksi meliputi tidak hanya dorongan traksi sebenarnya tetapi juga
tahanan yang dikenal sebagai kontertraksi, dorongan pada arah yang berlawanan,
diperlukan untuk keefektifan traksi, kontertraksi mencegah pasien dari jatuh dalam
arah dorongan traksi. Tanpa hal itu, spasme otot tidak dapat menjadi lebih baik dan
4
semua keuntungan traksi hanya menjadi lewat saja. Ada dua tipe dari mekanik untuk
traksi,dimana menggunakan. Kontertraksi dalam dua cara yang berbeda. Yang
pertama dikenal dengan traksi keseimbangan, juga dikenal sebagai traksi luncur atau
berlari. Disini traksi diaplikasikan melalui kulit pasien atau dengan metode skeletal.
Berat dan katrol digunakan untuk mengaplikasikan tahanan langsung sementara berat
tubuh pasien dalam kombinasi dengan elevasi dari dorongan tempat tidur traksi untuk
menyediakan kontertraksinya (Taylor, 1987, Styrcula, 1994a; Dave, 1995 and
Osmond, 1999).
3. Tujuan Traksi
1. Dapat mempertahankan panjang suatu ekstremitas, mempertahankan kesegarisan
(alignment) maupun keseimbangan (stability) pada suatu patah tulang.
2. Dengan pemasangan traksi gerakan pada sendi dimungkinkan dengan sekaligus
tetap mempertahankan kesegarisan fragmen-fragmen patah tulang.
3. Kejang otot-otot yang disebabkan penyakit pada tulang atau sendi dapat diatasi.
4. Suatu tungkai yang mengalami pembengkakan dapat ditinggikan sehingga
mengurangi pembengkakan.
4. Jenis-Jenis Traksi
A. Traksi kulit
Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan
menempelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk,
membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera dan biasanya
digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam). Traksi kulit menunjukkan dimana
dorongan tahanan diaplikasikan kepada bagian tubuh yang terkena melalui
jaringan lunak (Taylor,1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). Hal ini bisa
dilakukan dalam cara yang bervariasi : ekstensi adhesive dan non adhesive kulit,
splint, sling, sling pelvis, dan halter cervical (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and
Osmond, 1999).
Dikarenakan traksi kulit diaplikasikan kekulit kurang aman, batasi
kekuatan tahanan traksi. Dengan kata lain sejumlah berat dapat digunakan
(Taylor, 1987;Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). Berat harus tidak melebihi
(3-4 kg) (Taylor,1987; Osmond, 1999 dan Redemann, 2002). Traksi kulit
digunakan untuk periode yang pendek dan lebih sering untuk manajemen
temporer fraktur femur dandislokasi serta untuk mengurangi spasme otot dan
nyeri sebelum pembedahan(Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Dave, 1995).
Traksi kulit dapat untuk terapi definitif maupun sementara atau sebagai
pertolongan pertama. Tenaga traksi dilanjutkan pada tulang lewat fasia
superfisialis, fasia dalam (deep) dan/serta intramuskular. Tenaga traksi berlebih
dapat menimbulkan kerusakan kulit. Berat maksimum sebaiknya tidak melebihi
5 kg, tergantung dari besar atau kecilnya penderita dan dari usia penderita. Bila
digunakan beban maksimal sebaiknya hanya 1 minggu. Apabila kurang dari
beban tersebut, dan kulit penderita diperiksa 2 kali dalam seminggu, traksi kulit
dapat digunakan dengan aman selama 4-6 minggu.
Tenaga traksi digunakan pada area kulit. Traksi yang tersebar luas lebih
nyaman dan efisien. Dalam penanganan fraktur, tenaga traksi harus digunakan
hanya pada distal fraktur. Maksimum berat beban pada traksi kulit adalah 15lb
(6,7kg). (Stewart, John D.M, 1983).
Terdapat 2 metode penggunaan traksi kulit yang sering digunakan, yaitu
traksi kulit berperekat (adhesive) dan traksi kulit tidak berperekat (nonadhesive). (Stewart, John D.M, 1983).
1.
Gambar 19. non-adhesive skin traction (Maher, A. Salmond, S., & Pellino, T, 2002).
3.
Fraktur yang sangat bengkak dan tidak stabil misalnya pada fraktur
suprakondiler humeri pada anak-anak.
4.
Dermatitis
Beban yang dibutuhkan lebih besar dari maksimal beban traksi kulit.
10
C. Traksi skeletal
Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera dan
sendi panjang untuk mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat) ke
dalam.Traksi ini menunjukkan tahanan dorongan yang diaplikasikan langsung
kesekeleton melalui pin, wire atau baut yang telah dimasukkan kedalam
tulang(Taylor, 1987; Styrcula, 1994a dan Osmond, 1999). Untuk melakukan ini
berat yang besar dapat digunakan. Traksi skeletal digunakan untuk fraktur yang
tidak stabil, untuk mengontrol rotasi dimana berat lebih besar dari 25 kg
dibutuhkan dan fraktur membutuhkan traksi jangka panjang (Styrcula, 1994a
and Osmond,1999).
Pada traksi tulang, pin metal atau kawat diletakkan melalui tulang. Hal ini
berarti tenaga traksi diaplikasikan langsung ke tulang. Traksi tulang jarang
digunakan pada penanganan fraktur bagian tubuh atas namun sering digunakan
dalam penanganan fraktur bagian tubuh bawah. Komplikasi serius pada traksi
tulang adalah osteomielitis. (Stewart, John D., 1983)
Kulit hanya bisa dapat menahan sekitar 5 kg traksi pada orang dewasa.
Jika lebih dari ini tahanan yang dibutuhkan untuk mendapatkan dalam menjaga
reduksi, traksi tulang mungkin diperlukan. Hindari traksi tulang pada anak-anakplate pertumbuhan dapat dengan mudah hancur dengan pin tulang.
Setiap tahanan diperlukan tahanan yang berlawanan. Jika traksi
mendorong tungkai kedistal pasien akan meluncur turun melalui katrol, dan
traksi tidak akan menjadi efektif. Berikan tahanan yang berlawanan dengan
meninggikan kaki dari kasur pada blok tertentu. Dengan merubah tempat tidur
pada arah berlainan tendensi untuk meluncur akan ditahan. Pada traksi servikal
sisi depan dari tempat tidur harus ditinggikan, dan dengan traksi Dunlop sisi
tempat tidur dekat dengan luka membutuhkan elevasi.
a. Indikasi
11
Fraktur vertical tidak stabil pada cincin pelvis ketika fiksasi eksternal tidak
dapat menjaga stabilitas vertical, dan ketika fiksasi internal pada bagian
posterior dari cincin pelvis tidak memungkinkan.
Fraktur tidak stabil pada asetabulum ketika salah satu dari tulang local atau
kondisi jaringan lunak atau factor sistemik kontraindikasi fiksasi interna.
Fraktur pada batang dan area suprakondilar femur dimana internal atau
eksternal fiksasi merupakan kontraindikasi.
Fraktur pada batang tibia dan fibula ketika keterlambatan dalam terapi inisial
atau pemendekan yang tidak dapat diterima dengan koreksi pembalut gips.
Fraktur kominutif pada distal tibia dan fibula dan sendi pergelangan kaki,
dimana gerakan dini pada sendi pergelangan kaki diinginkan dan internal atau
eksternal traksi merupakan kontraindikasi. (chapmans, 2001)
12
Reposisi
Pen Steinmann
13
Gambar 22. Kawat-kawat dan Pin-pin halus atau berulir sekrup (threaded)
(Subroto Saparda, 1994)
d. Panduan insersi pin atau kawat traksi
1) Inform concent.
Pemasangan pin atau kawat merupakan prosedur pembedahan, oleh karena
itu inform consent mutlak diperlukan. Pada inform consent harus terdapat
tanda tangan dan saksi.
2) Tentukan status struktur neovaskular sebelum pemasangan pin. Dalam
pemasangan pin memerlukan pengetahuan secara spesifik mengenai anatomi
dan lokasi struktur vital. Selalu mulai pemasangan pin pada sisi yang terdapat
struktur vital.
3) Persiapan kulit
Kulit harus bebas dari tanda-tanda infeksi. Kemudian lakukan asepsis dan
antisepsis pada daerah yang akan dipasang traksi.
4) Anestesia
Sulit ubtuk memperoleh anestesia yang cukup untuk mem-blok periosteum
secara komplit. Berikan anestesi pada jaringan kulit dan subkutan dengan
lidokain 1% pada sisi tubuh yang pertama kali dimulai pengeboran.
Kemudian turunkan ke daerah periosteum dengan memiringkan jarum dan
masukan lidokain disekitar area ini untuk prosedur anestesi.
Bor pin kurang lebih setengah dari dalamnya tulang, perkirakan dimana pin
akan keluar dan anestesi di sisi seberang sisinya. Pada kasus tertentu dimana
pin menembus 2 tulang seperti pada tibia dan fibula, kita tidak mungkin
untuk memberikan anestesi pada daerah antara 2 tulang tersebut, sehingga
kita harus memberi tahu kepada pasien bahwa akan terasa lebih sakit dalam
beberapa detik dan sakit akan berkurang saat pengeboran selesai. Jika
dilakukan pada departemen emergensi, sedasi bisa digunakan.
14
5) Insisi kulit
Ketika prosedur dimulai lewatkan pin atau kawat melalui tusuk yang dibuat
dengan pisau no.11. Jika infeksi dengan abses terjadi, lakukan pemasangan
drain.
6) Pemasangan pin atau kawat
Pemasangan pin atau kawat dengan menggunakan bor tangan (hand drill)
lebih baik dari pada menggunakan alat bertenaga (power equipment).
Penggunaan alat bertenaga dapat menghemat waktu namun waktu banyak
dihabiskan untuk
tenaga bor dengan kecepatan yang terlalu tinggi dan menggasilkan banyak
panas, dengan demikian dapat menyebabkan nekrosis tulang disekitar insersi
pin.
Pin yang lebih kecil dan rotasi bor tangan yang lebih pelan maka lebih cepat
pin dimasukkan. Bagian tubuh yang akan dimasukkan pin tidak boleh
bergeser karena dapat menyebabkan nyeri yang lebih lanjut.
7) Kawat atau pin traksi lebih baik ditempatkan pada metafisis, tidak pada
korteks tulang tebal.
Gunakan secara hati-hati untuk menjauhi kerusakan lempeng epifisis yang
dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Pada pasien dengan tulang yang
imatur, pin harus dimasukkan dibawah kontrol fluoroskopi untuk menjauhi
physis.
8) Kawat traksi jangan menembus sendi karena dapat menyebabkan pyarthrosis.
(Swiontkowski, 2001)
e. Tulang tulang yang sering digunakan untuk traksi skeletal : (Swiontkowski,
2001)
o Metakarpal.
o Distal radius dan ulna.
o Olekranon.
o Distal femur.
o Proksimal tibia.
15
Modifikasi :
Dengan countertraction pada humerus.
Kerugian :
Tidak dapat dilakukan bilamana terdapat luka-luka pada lengan. Bilamana
Patah tulang
16
Dislokasi
Gerakan sendi-sendi dapat lebih terjamin karena daerahdaerah pemasangan traksi lebih kecil.9
Pemasangan mudah
Kerugian:
-
2. Pen Steinmann (Steinmann Pins), ukuran 5/65 sampai 3/16 inci (diameter)
Keuntungan:
-
Kuat
Stabil
Kerugian:
-
Tak berulir:
17
Keuntungan:
-
Lebih halus
Dapat bergeser
Berulir sekrup:
Keuntungan:
Distal oedema
Kerusakan vaskular
19
20
f. Dapat digunakan untuk pemasangan traksi kulit atau dalam keadaan tertentu
dengan pin lewat tibia distal.
g. Gunakan juga sling di bawah paha pada distal bagian posterior untuk
mencegah penekanan terhadap fossa poplitea.
21
a. Melakukan traksi langsung pada tibia atau femur melalui pin atau wire
b. Tungkai diletakkan pada suatu Thomas Splint dengan atau tanpa suatu
Pearson Attachment
c. Pearson Attachment memungkinkan gerakan pada sendi lutut sehingga
berguna untuk mencegah kekakuan sendi
d. Dengan menggunakan kerekan pada Thomas Splint, tungkai dapat
mengambang bebas, dengan traksi pada tempat patah tetap berjalan.5,10
23
Fraktur femur
Tempat
tarikan
disesuaikan
sedemikian
rupa
sehingga
arah
1. Infeksi
Terkenal dengan nama Pin Tract Infection. Dimana cara-cara
pemasangan dan perawatan harus betul-betul dikuasai dan bila timbul
sequester sebaiknya pin wire dicabut.
2. Distraksi.
Harus waspada dengan mengukur / membandingkan panjang tungkai
karena bahayanya (delayed union, non union).
3. Paralisa Syaraf
Hati-hati bila menggunakan beban berat serta harus adanya observasi
seksama.
4. Patahnya pin/kawat
Gunakan busur yang baik. Kegunaan diliputi pin dalam gips (kesatuan
Charnley).
5. Decubitus
6. Kongesti paru
7. Konstipasi
8. Anoreksia
9. ISK
10. Trombosis vena profunda
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, arief.ed. (2000) kapita selekta kedokteran: bedah ortopedi. Fraktur, edisi ketiga,
jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. 346.
2. Ellis, Harold. clinical anatomy. 11 ed. Blackwall. 2006
3. Netter, F. Atlas of Human Anatomy. 3th ed. ICON: New York. 2003
4. De jong. Buku Ajar Ilmu Bedah: Sistem Muskuloskeletal. Ed 2. EGC: Jakarta. 2002. Hal 83554
5. Chapman, Michael W. Editors, 2001. Chapman's Orthopaedic Surgery, 3rd Edition, Fracture
Healing and Closed Treatment of Fractures and Dislocations. Lippincott Williams & Wilkins
6. Subroto Saparda, 1994. Bagian Ilmu Bedah FKUI. Kumpulan Kuliah ilmu Bedah: Fraktur.
Editor: Subroto Sapardan. Jakarta: Binarupa Aksara. Hal 457-65
7. Swiontkowski. Manual of Orthopedics: Traction. 6th ed. Williams and Wilkins: New York.
p138-51
8. Sjamsuhidajat R dan de Jong, Wim (Editor). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta:EGC.2005
9. Djoko Simbardjo. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,
BagianBedah FKUI.
10. Dandy DJ. Essential Orthopaedics and Trauma. Edinburg, London, Melborue, New
York:Churchill Livingstone, 1989.
11. Salter/ Textbook of Disorders and injuries of the Musculoskeletal System. 2nd
ed.Baltimore/London: Willians & Wilkins, 1983
12. Rosenthal RE. Fracture and Dislocation of the Lower Extremity. In: Early Care of the
InjuredPatient, ed IV. Toronto, Philadelphia: B.C. Decker, 1990
26