OLEH :
Gulam Gumilar
Penguji : dr. Nella Abdullah, SpAn
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN SYARIF HIDATULLAH
JAKARTA
1435 H/2015
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji Syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
nikmat islam, iman, dan ikhsan sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini
dengan baik. Shalawat serta salam kita curahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita ke zaman yang terang benderang ini.
Pertama-tama saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dokter-dokter konsulen anestesi yang telah mengajarkan saya, terutama kepada
dr.Nella Abdullah, SpAn sebagai penguji saya sehingga saya dapat menyelesaikan
referat ini dengan baik.. Kritik dan saran yang bangun sangat saya harapkan dari
semua pihak demi kesempurnaan referat ini yang diharapkan dapat bermanfaat di
masa yang akan datang.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga referat sianosis dapat
bermanfaat.
Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan untuk
penyakit itu obatnya. (HR. Al-Bukhari no 5678)
Jakarta, 22 Maret 2015
BAB I
PENDAHULUAN
Sianosis adalah diskolorasi kebiruan pada kulit dan membran mukosa
akibat konsentrasi hemoglobin tereduksi (deoksihemoglobin) dalam darah
yang berlebihan yang lebih dari 5 g% (kamus kedokteran Dorland). Molekul
hemoglobin berubah warna dari biru menjadi merah bila berikatan dengan
oksigen di paru kanan dan kiri. Jika terdapat lebih dari 50 mL
deoksihemoglobin, maka kulit akan tampak berwarna kebiruan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SIANOSIS
I.
Definisi
Sianosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir yang
terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan
dengan O2). Sianosis biasanya tidak diketahui sebelum jumlah absolut Hb
tereduksi mencapai 5 gram per 100 ml atau lebih pada seseorang dengan
konsentrasi Hb normal (saturasi oksigen [SaO2] kurang dari 90 %). Jumlah normal
Hb tereduksi dalam jaringan kapier adalah 2,5 gram per 100 ml. Pada orang
dengan konsentrasi Hb yang normal sianosis akan pertama kali terdeteksi pada
SaO2 kira-kira 75% dan PaO2 50 mmHg atau kurang. 1)
Sianosis dapat merupakan tanda insufisiensi pernapasan, meskipun bukan
merupakan tanda yang dapat diandalkan. Penderita anemia (konsentrasi Hb
rendah) mungkin tidak pernah mengalami sianosis walaupun mereka menderita
hipoksia jaringan yang berat karena jumlah absolut Hb tereduksi kemungkinan
tidak dapat mencapai 5 gram per 100 ml. Sebaliknya, orang yang menderita
polisitemia (konsentrasi Hb yang tinggi) dengan mudah mempunyai kadar Hb
tereduksi 5 gram per 100 ml walaupun hanya mengalami hipoksia yang ringan
sekali. Faktor-faktor lain yang menyulitkan pengenalan sianosis adalah variasi
ketebalan kulit, pigmentasi dan kondisi penerangan.
Sejumlah kecil
II.
Etiologi
Ada dua jenis sianosis : sianosis sentral dan sianosis perifer. Sianosis
sentral disebabkan oleh insufisiensi oksigenasi Hb dalam paru, dan paling mudah
diketahui pada wajah, bibir, cuping telinga serta bagian bawah lidah. Selain
sianosis yang disebabkan oleh insufisiensi pernapasan (sianosis sentral), akan
terjadi sianosis perifer bila aliran darah banyak berkurang sehingga sangat
menurunkan saturasi darah vena, dan akan menyebabkan suatu daerah menjadi
biru. Sianosis perifer dapat terjadi akibat insufisiensi jantung, sumbatan pada
aliran darah, atau vasokonstriksi pembuluh darah akibat udara dingin.
Sianosis sentral
Abnormalitas Hemoglobin
a. Methemoglobinemia herediter, didapat
b. Sulfhemoglobinemia - didapat
c. Karboksihemoglobinemia (bukan sianosis yang sesungguhnya)
Sianosis perifer
pada tekanan oksigen di dalam darah arterial. Keadaan ini dapat terjadi dengan
adanya penurunan tekanan oksigen di dalam udara inspirasi tanpa hiperventilasi
alveoler kompensatif yang cukup untuk mempertahankan tekanan oksigen
alveoler. 2)
Fungsi paru yang terganggu dengan serius, melalui hipoventilasi atau
perfusi alveolar pada daerah paru yang ventilasinya jelek, merupakan penyebab
sianosis sentral yang sering ditemukan. Keadaan ini dapat terjadi secara akut
seperti pada pneumonia yang luas atau edema pulmonalis, atau pada penyakit paru
kronik misalnya emfisema. Pada keadaan tertentu, polisitemia umumnya ada, dan
clubbing jari dapat terjadi. Bagaimanapun, pada banyak tipe penyakit paru kronik
dengan fibrosis dan obliterasi bantalan vaskuler kapiler, sianosis tidak terjadi
karena terdapat sedikit perfusi area yang mengalami ventilasi.
Penyebab lainnya yang menimbulkan penurunan saturasi oksigen arterial
adalah pintasan darah dari sistem vena sistemik ke dalam sirkuit arterial. Bentukbentuk tertentu penyakit jantung kongenital akan disertai dengan sianosis. Karena
darah mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan
rendah, maka agar pada defek jantung terjadi pintasan kanan ke kiri, keadaan ini
biasanya harus disertai dengan lesi obstruktif di sebelah distal defek tersebut atau
dengan kenaikan resistensi vaskuler pulmonalis. Kelainan jantung kongenital
yang paling sering ditemukan dengan sianosis pada orang dewasa adalah
kombinasi ventrikular septal defek dengan obstruksi saluran keluar pulmonalis
(tetralogi fallot). Semakin parah obstruksi, semakin besar derajat pintasan kanan
ke kiri dan sianosis resultan. Mekanisme untuk peningkatan resistensi vaskuler
Patofisiologi
Peningkatan jumlah hemoglobin yang menurun dalam pembuluh-
yang
dapat
menimbulkan
sianosis
dengan
methemoglobinemia.
Sianosis Perifer
IV.
Pemeriksaan Penunjang
Deteksi Hipoksemia
Untuk mendeteksi keadaan hipoksemia perlu dilakukan pemeriksaan anatara lain :
a. Gejala klinik
Gejala klinis pada pasien dengan hipoksemia berupa :
- Sianosis : baru terlihat bila SaO2 <85% dan tidak terlihat pada penderita dengan
anemia
- Kelelahan, disorientasi, letargi, koma
- Takipneu
- Dispneu
- Takikardia atau bradikardia
- Aritmia
- Hipertensi atau hipotensi
- Polisitemia
- Clubbing finger
Tatalaksana
1. Suplemen : pada waktu keadaan kaut yang memerlukan oksigen kurang dari
30 hari (pneumonia akut, asma akut)
2. Terapi
a. Short term oxygen therapy : bila memerlukan oksigen selama 30-90 hari,
misal pada penderita gagal jantung kongestif
b. Long term oxygen therapy : bila memerlukan oksigen >90 hari, misalnya
pada PPOK.
Metode Pemberian Terapi Oksigen
Oksigen harus diberikan dengan cara yang sederhana dan fraksi inspirasi oksigen
(FiO2) yang serendah mungkin yang dapat mempertahankan PaO2>60 mmHg dan
SaO2 >90%. Peningkatan paO2 hanya memberi dampak kecil pada peningkatan
oksigenasi tetapi akan meningkatkan resiko keracunan.
Pemilihan metode pembrian oksigen tergantung dari :
-
11
Oksigen sebaiknya diberikan dengan cara sederhana dan FiO2 yang serendah
mungkin yang dapat memberikan hasil optimal. Target pemberian oksigen adalah
mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90%. Peningkatan PaO2 hanya
memberikan kenaikan saturasi sedikit dibandingkan dengan risiko terjadinya efek
samping (komplikasi). Risiko terjadinya efek samping oksigen semakin
meningkat dengan meningkatnya FiO2 dan lamanya oksigen diberikan.
Toksisitas atau efek samping terapi oksigen sulit dinilai dan tergantung dari
beberapa faktor yaitu toleransi pasien, dosis, dan lamanya pemberian oksigen.
Selain paru, organ lain yang juga bisa terkena efek toksik pemberian oksigen dosis
tinggi adalah:
-CNS: twitching, confusion, kejang
-Respirasi: absorption atelectasis, , trakeobronkitis, kerusakan jaringan akut
dan kronik
-Mata: kerusakan retina, myopia
-Renal: kerusakan sel tubular
-Hematologik: hemolisis
-Kardiovaskular: kerusakan miosit
Yang harus diperhatikan pada terapi oksigen:
-FiO2 < 50% jarang menimbulkan kerusakan paru akut walaupun diberikan
untuk waktu yang lama
-Toksisitas O2 pada paru tidak pernah terjadi pada pemberian O2 100% dalam
waktu 24 jam atau kurang. Tidak ada kontraindikasi pemberian O2 100% dalam
keadaan darurat, walaupun demikian harus diingat bahwa mungkin saja terjadi
absorption atelectasis
-Absorption atelectasis lebih mudah terjadi pada pasien yang sudah
mempunyai kelainan di paru
12
b. Masker reservoir
Terdiri dari:
1. Masker rebreathing
2. Masker nonrebreathing
14
15
16
3. Konsentrator
Mengambil udara ruangan.
Memiliki sistem filtrasi partikel besar, bakteri, gas non O2.
Menggunakan listrik, tidak membutuhkan isi ulang.
17
Terapi
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Harrison
1. 2. pathofisiologi edisi 6, volume 2 sylvia a. Price, lorraine m. Wilson. Egc
jakarta 2006
2.Muhardi M, roesli M, Sunatrio S, dkk. Anestesiologi. Bagian anestesiologi
dan terapi intensif FKUI. Jakarta. 2007
3. Rogayah, R. The Principle Of Oxigen Therapy. Departemen Pulmonologi dan
Respiratori FK UI. Jakarta. 20093. obat-obatan anastesi edisi 2, sota omougui egc
jakarta 1997
18