Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)


DI RUANG IGD BEDAH RSUP SANGLAH DENPASAR

Oleh

IDA
AYU
ARI

WAHYUNI DEWI

NIM. 1502116007

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN LUKA BAKAR


(COMBUSTIO)

A. Konsep Dasar Luka Bakar


1. Pengertian Luka Bakar
Menurut Aziz Alimul Hidayat, A, (2008 Hal : 130) luka bakar adalah kondisi atau
terjadinya luka akibat terbakar, yang hanya disebabkan oleh panas yang tinggi, tetapi
oleh senyawa kimia, llistrik, dan pemanjanan (exposure) berlebihan terhadap sinar
matahari.
Menurut Smeltzer, dkk (2008) luka bakar (combustio) adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air
panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi.
Menurut Betz C, L & Sowden, L, A (2009, Hal : 56) luka bakar adalah kerusakan
jaringan karena karena kontak dengan agens, tremal, kimiawi, atau listrik.
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap,
listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya
berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang
mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif
(PRECISE, 2011)
Luka bakar pada badan terdiri atas hal-hal seperti dibawah ini :
1. Kepala 9%
2. Anggota gerak 9%
3. Dada atau punggung 9%
4. Perut atau punggung 9%
5. Paha 9%
6. Anggota gerak bawah 9%

2. Etiologi Luka bakar


Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari,
listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis
besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas.
Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami
kontak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin
lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan.
Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan
pola luka bakarnya.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang
tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi
dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan
oklusi jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

3. Patofisiologi Luka Bakar


Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak
baru lahir sampai 2 m2 pada orang dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajan
suhu tinggi, maka pembuluh kapiler di bawahnya, area sekitar, dan area yang
jauh sekalipun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat.
Terjadilah kebocoran cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi oedema
dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar
akan mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan
penguapan.
Kedua penyebab diatas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan
intravaskuler. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme
kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas
(lebih dari 20%) dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang khas,
seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah
menurun, serta produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan,
maksimal terjadi setelah delapan jam.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permebilitas
meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia. Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah
dapat terjadi kerusaakan mukosa jalan napas dengan gejala sesak napas,
takipnoe, stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat
juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida
sangat kuat terikat dengan hemoglobin sehingga hemoglobin tidak lagi mampu
mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan, yaitu lemas, binggung, pusing,
mual dan muntah.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan dari ruang intertisial ke pembuluh
darah yang ditandai dengan meningkatnya diuresis. Luka bakar umumnya tidak
steril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang baik untuk
pertumbuhan kuman akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi
karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami
trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau
antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit
penderita sendiri, juga kontaminasi dari kuman saluran napas atas dan
kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya
sangat berbahaya karena kumanya banyak yang sudah resisten terhadap
berbagai antibiotik.
Pada awalnya infeksi biasanya disebabkan oleh kuman gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi
invasi kuman gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat
menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal
sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat
dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi
enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan
granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng
yang mudah lepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai
dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan keropeng yang mula-
mula sehat menjadi nekrotik. Akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat
dua menjadi derajat tiga. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada
pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi luka bakar derajat dua dapat
sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai
dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel
basal, sel keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat dua yang dalam
mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara
ekstetik sangat jelek. Luka bakar yang derajat tiga yang dibiarkan sembuh
sendiri akan mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di persendian fungsi sendi
dapat berkurang atau hilang. Stres atau beban faali serta hipoperfusi daerah
splangnikus pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya
tukak di mukosa lambung atau duedonum dengan gejala yang sama dengan
gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal dengan tukak Curling atau stress
ulcer. Aliran darah ke lambung berkurang, sehingga terjadi iskemia mukosa.
Bila keadaan ini berlanjut dapat timbul ulkus akibat nekrosis mukosa lambung.
Yang dikhawatirkan dari tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan yang
tampil sebagai hematemisis dan melena.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena
eksudasi, metabolisme tinggi, dan mudah terjadi infeksi. Penguapan berlebihan
dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang
diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari
otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan
berat badan menurun. Kecatatan akibat luka bakar ini sangat hebat, terutama
bila mengenai wajah. Penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat
akibat cacat tersebut, sampai bisa menimbulkan gangguan jiwa yang disebut
schizophrenia post burn. (Sjamsuhidajat, dkk, 2010).

PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR


4. Klasifikasi Luka Bakar
Berikut ini merupakan klasifikasi luka bakar :
1. Berdasarkan penyebab:
a. Luka bakar karena api
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia
d. Luka bakar karena listrik
e. Luka bakar karena radiasi
f. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
2. Berdasarkan kedalaman luka bakar:
a. Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses
penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama
tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung
gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung
pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh
dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan
keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama akan
sembuh tanpa bekas.

Gambar 1. Luka bakar


derajat I
b. Luka bakar derajat II
Kerusakan yang terjadi pada
epidermis dan sebagian
dermis, berupa reaksi
inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah atau
pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena
ujungujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua:
1) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh
dalam waktu 10-14 hari.
2) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi
lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi
dalam waktu lebih dari satu bulan.
Gambar 2. Luka bakar derajat
II
c. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh
ketebalan dermis dan lapisan
yang lebih dalam, apendises
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada
pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan epidermis dan
dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses
epitelisasi spontan.

Gambar 3. Luka bakar derajat


III
3. Berdasarkan tingkat
keseriusan luka
a. Luka bakar ringan/ minor
1) Luka bakar dengan luas < 15
% pada dewasa
2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan,
kaki, dan perineum.
b. Luka bakar sedang (moderate burn)
1) Luka bakar dengan luas 15 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III
kurang dari 10 %
2) Luka bakar dengan luas 10 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40
tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar berat (major burn)
1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50
tahun
2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas
luka bakar
5) Luka bakar listrik tegangan tinggi
6) Disertai trauma lainnya
7) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.

5. Manifestasi Klinis Luka Bakar


Menurut Corwin Elizabeth, J. (2009, Hal : 131) manifestasi klinis pada klien dengan
luka bakar ialah sebagai berikut.
a. Luka bakar derajat pertama superfisial ditandai oleh kemerahan dan nyeri. Dapat
timbul lepuh setelah 24 jam dan kemudian kulit mungkin terkelupas.
b. Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial superfisial ditandai oleh terjadinya
lepuh ( dalam beberapa menit) dan nyeri hebat.
c. Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial dalam ditandai oleh lepuh, atau
jaringan kering yang sangat tipis yang menutupi luka yang kemudian terkelupas.
Luka mungkin tidak nyeri.
d. Luka bakar derajat ketiga ketebalan penuh tampak datar, tipis, dan kering. Dapat
ditemukan koagulasi pembuluh darah. Kulit mungin tampak putih, merah atau
hitam dan kasar.
e. Luka bakar listrik mungkin mirip dengan luka bakar panas, atau mungkin tampak
sebagai daerah keperakan yang menjadi gembung. Luka bakar listrik biasanya
timbul dititik kontak listrik. Kerusakan internal akibat luka bakar listrik mungkin
jauh lebih parah daripada luka yang tampak dibagian luar.
Luka bakar memiliki tanda dan gejala tergantung derajat keparahan dari luka
bakar tersebut, yaitu :
a. Derajat I : Kemerahan pada kulit (Erythema), terjadi pembengkakan hanya pada
lapisan atas kulit ari (Stratum Corneum), terasa sakit, merah dan bengkak.
b. Derajat II : Melepuh (Bullosa) pembengkakan sampai pada lapisan kulit ari, luka
nyeri, edema, terdapat gelembung berisi cairan kuning bersih (eksudat).
c. Derajat III : Luka tampak hitam keputih-putihan (Escarotica), kulit terbuka
dengan lemak yang terlihat, edema, tidak mumcat dengan tekanan, tidak nyeri,
folikel rambut dan kelenjar keringat rusak.
d. Derajat IV : Luka bakar sudah sampai pada jaringan ikat atau lebih dari kulit ari
dan kulit jangat sudah terbakar.

6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Luka Bakar


1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar.

7. Penatalaksanaan Medis Luka Bakar

8. Tatalaksana resusitasi luka bakar


9. 1. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
10. a. Intubasi
11. Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan
manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan
sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
12. b. Krikotiroidotomi
13. Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan
menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi.
Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal volume,
lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat
berbicara jika dibanding dengan intubasi.
14. c. Pemberian oksigen 100%
15. Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi
jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam
pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress
oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat
vasodilator dan modulator sepsis.
16. d. Perawatan jalan nafas
17. e. Penghisapan sekret (secara berkala)
18. f. Pemberian terapi inhalasi
19. Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen
jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan.
Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida
0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias
ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat
(menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis
seluler) dan steroid (masih kontroversial)
20. g. Bilasan bronkoalveolar
21. h. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
22. i. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki
kompliansi paru
23. 2. Tatalaksana resusitasi cairan
24. Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang
adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional,
sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik.
Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi
cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan
komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari
seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik
dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam
cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu
yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat
mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi
fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal
mungkin.
25. Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada
beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
26. a. Cara Evans
27. 1) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
28. 2) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
29. 3) 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
30. Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.
31. b. Cara Baxter
32. Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
33. Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.
34. 3. Resusitasi nutrisi
35. Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien
tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube
(NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein,
50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal
ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah
terjadinya atrofi vili usus.
36.
37. Perawatan luka bakar
38. Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka
bakar (Combustio) digunakan morfin dalam dosis kecil secara intravena
(dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan maintenance 5-20 mg/70 kg
setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam).
Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis
dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang
bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih
merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau methadone,
dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.
39. Terapi pembedahan pada luka bakar
40. 1. Eksisi dini
41. Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris
(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari
(biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini
adalah:
42. a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat.
Dengan dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses
inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan
proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi
edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat
mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun
menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin
lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang
diperlukan untuk penyembuhan.
43. b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi
komplikasi komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan
atas jaringan nekrosis yang melepaskan burn toxic (lipid protein
complex) yang menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
44. c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya
proses angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini
mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan
operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko
kolonisasi mikro organisme patogen yang akan menghambat
pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat tindakan
eksisi semakin sulit.
45. Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian
cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus
luka bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan
hemostasis dan juga skin grafting (dianjurkan split thickness skin
grafting). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada
pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
46. Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan
lebih dari 3 minggu.
47. Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
48. Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
49. Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang
timbul.
50. Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh
posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
51. Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang
terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang
mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat
bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan
pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan
pisau Watson maupun mesin yang dapat memotong jaringan kulit
perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar yang luas. Permukaan
kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari seluruh
luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan
hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau
pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi.
Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan skin graft.
Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit
dan keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah
perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah yang sulit
ditentukan.
52. Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka
sampai lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar
dengan ketebalan penuh (full thickness) yang sangat luas atau luka
bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik ini adalah
pisau scalpel, mesin pemotong electrocautery. Adapun keuntungan
dan kerugian dari teknik ini adalah:
53. Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak
banyak, endpoint yang lebih mudah ditentukan
54. Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada
saraf-saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari
eksisi
55. 2. Skin grafting
56. Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari
metode ini adalah:
57. a. Menghentikan evaporate heat loss
58. b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan
waktu
59. c. Melindungi jaringan yang terbuka
60. Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada
luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk
sintesis, kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah
diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien
(autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor
autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit
pasien secara autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft
atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik teknik tersebut
adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk
memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut
dapat direnggangkan dan dibuat lubang lubang pada kulit donor
(seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai
1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari
kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting,
usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit
donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan
mesin dermatome ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau
Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga
vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi.
61. Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang
dihasilkan dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan
dan hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor
juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat
diperlukan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan
penyatuan kulit donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting
adalah:
62. Kulit donor setipis mungkin
63. Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang
dilakukan grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :
64. o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)

65. o Drainase yang baik

66. o Gunakan kasa adsorben

Komplikasi Luka Bakar


1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2. Sindrom kompartemen.
3. Adult Respiratory Distress Syndrome.
4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling.
5. Syok sirkulasi
6. Gagal ginjal akut.

B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Luka Bakar

1. Biodata
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt, tnggal MRS,
dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu informasi selain
dari klien. Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan
tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian
tinggi terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen K.C). data pekerjaan
perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar agama dan
pendidikan menentukan intervensi ynag tepat dalam pendekatan

2. Keluhan utama

Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri,
sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam
melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality
(p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami
luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul
penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada
penurunan ekspansi paru.

3. Riwayat penyakit sekarang

Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya kontak,
pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama menjalan
perawatanketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase :
fase emergency (48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam
pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang)

4. Riwayat penyakit masa lalu

Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum
mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai
riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat
dan alkohol

5. Riwayat penyakit keluarga


Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah
kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi).
AIRWAY
serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan
sekresi oral dan sianosis; Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering;
merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal
indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan
nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema
laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal);
sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
BREATHING
Adanya kesulitan bernafas, sianosis, saturasi oksigen kemungkinan menurun,
irama nafas, kedalaman dan frekwensi nafas.
CIRCULATION
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler
lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan
cairan/status syok. Tanda syock hipovolemik seperti tensi menurun, nadi cepat,
lemah , akral dingin, dan suhu tubuh hipotermia.
DISABILITY
Tingkat kesadaran pasien , GCS, Pada luka bakar luas bisa terjadi penurunan
kesadaran akibat kehilangan cairan yang berlebih, kekuatan otot dapat menurun
karena nyeri.
EXPOSURE
Lokasi luka bakar , luas, derajat luka bakar, adanya bula,.

17. Pemeriksaan fisik

a. keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan
gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar
mencapai derajat cukup berat
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda
tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama

c. Pemeriksaan kepala dan leher


Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah terkena
luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar
Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda
asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok kena
air panas, bahan kimia akibat luka bakar
Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung yang
rontok, odema dan trauma inhalasi.
Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake
cairan kurang
Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan luka
bakar
Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai
kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan, ada tidaknya luka bakar area
leher yang berisiko terjadinya gangguan pola pernafasan akibat odema pada
saluran nafas.
d. Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak maksimal,
vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi
suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
e. Abdomen
Inspeksi adanya lesi luka bakar, luas luka dan kedalaman luka bakar palpasi
adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji terdapat lesi merupakan empat pertumbuhan kuman yang paling nyaman,
sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
g. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan otot menurun karena nyeri, dan ada tidaknya fraktur.
h. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun
bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok
neurogenik)
i. Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan
kedalaman luka). Prinsip pengukuran prosentase luas uka bakar menurut kaidah 9
(rule of nine lund and Browder) sebagai berikut :
BAG TUBUH 1 TH 2 TH DEWASA
Kepala leher 18% 14% 9%
Ekstrimitas atas (kanan dan kiri) 18% 18% 18 %
Badan depan 18% 18% 18%
Badan belakang 18% 18% 18%
Ektrimitas bawah (kanan dan kiri) 27% 31% 30%
Genetalia 1% 1% 1%

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nasfas tidak efektif b.d edema & efek inhalasi asap.

2. Gangguan pertukaran gas b.d keracunan karbon monoksida, inhalasi


asap & destruksi saluran nafas atas.
3. Nyeri akut b.d cedera jaringan.

4. Kekurangan volume cairan b.d peningkatan permeabilitas kapiler dan


kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka bakar.

5. Hipertermia b.d peningkatan metabolisme

6. Ketidakseimbangan nutrisis kurang dari kebutuhan tubuh b.d


ketidakmampuan ingesti/digesti/absorbsi makanan.

7. Risiko infeksi b.d peningkatan paparan dan penurunan sistem imune

8. Cemas b.d ketakutan dan dampak emosional.

9. Kerusakan mobilitas fisik b.d luka bakar,nyeri.

10. Sindrom defisit self care b.d kelemahan, nyeri.

11. PK: Anemia.

12. PK: Gagal ginjal akut.

13. PK; Ketidakseimbangan elektrolit

14. PK: Sepsis

15. Kerusakan integritas jaringan d.b mekanikal (luka bakar)

C .INTERVENSI COMBUSTIO

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan askep 1. Airway manajemenn


tidak efektif b/d jam Status
2. Bebaskan jalan nafas
banyaknya scret respirasi: terjadi
dengan posisi leher ekstensi
mucus kepatenan jalan
jika memungkinkan.
nafas dg KH:Pasien
tidak sesak nafas, 3. Posisikan pasien untuk
auskultasi suara paru memaksimalkan ventilasi
bersih, tanda
4. Identifikasi pasien secara
vital dbn.
actual atau potensial untuk
membebaskan jalan nafas.

5. Pasang ET jika
memeungkinkan

6. Lakukan terapi dada jika


memungkinkan

7. Keluarkan lendir dengan


suction

8. Asukultasi suara nafas

9. Lakukan suction melalui


ET

10. Atur posisi untuk


mengurangi dyspnea

11. Monitor respirasi dan status


oksigen jika memungkinkan

Airway Suction

1. Tentukan kebutuhan suction


melalui oral atau tracheal

2. Auskultasi suara nafas


sebelum dan sesudah
suction

3. Informasikan pada keluarga


tentang suction

4. Masukan slang jalan afas


melalui hidung untuk
memudahkan suction

5. Bila menggunakan oksigen


tinggi (100% O2) gunakan
ventilator atau rescution
manual.

6. Gunakan peralatan steril,


sekali pakai untuk
melakukan prosedur
tracheal suction.

7. Monitor status O2 pasien


dan status hemodinamik
sebelum, selama, san
sesudah suction.

8. Suction oropharing setelah


dilakukan suction trachea.

9. Bersihkan daerah atau area


stoma trachea setelah
dilakukan suction trachea.

10. Hentikan tracheal suction


dan berikan O2 jika pasien
bradicardia.

11. Catat type dan jumlah


sekresi dengan segera

2 Gangguan Setelah dilakukan askep Airway Manajemen


pertukaran gas jam Status
berhubungan dengan pernafasan seimabang
1. Bebaskan jalan nafas
perubahan membran antara kosentrasi udara
kapiler - alveolar dalam darah arteri dg 2. Dorong bernafas dalam
KH: lama dan tahan batuk

Menunjukkan 3. Atur kelembaban udara


peningkatan Ventilasi yang sesuai
dan oksigen cukup
4. Atur posisi untuk
AGD dbn mengurangi dispneu

5. Monitor frekuensi nafas b/d


penyesuaian oksigen

Monitor Respirasi

1. Monitor kecepatan,irama,
kedalaman dan upaya
bernafas

2. Catat pergerakan dada, lihat


kesimetrisan dada,
menggunakan alat bantu dan
retraksi otot intercosta

3. Monitoring pernafasan
hidung, adanya ngorok

4. Monitor pola nafas,


bradipneu, takipneu,
hiperventilasi, resirasi
kusmaul dll

5. Palpasi kesamaan ekspansi


paru

6. Perkusi dada anterior dan


posterior dari kedua paru

7. Monitor kelelahan otot


diafragma

8. Auskultasi suara nafas, catat


area penurunan dan atau
ketidakadanya ventilasi dan
bunyi nafas

9. Monitor kegelisahan, cemas


dan marah

10. Catat karakteristik batuk dan


lamanya

11. Monitor sekresi pernafasan

12. Monitor dispneu dan


kejadian perkembangan dan
perburukan

13. Lakukan perawatan terapi


nebulasi bila perlu

14. Tempatkan pasien


kesamping untuk mencegah
aspirasi

Manajemen asam Basa

1. Kirim pemeriksaan laborat


keseimbangan asam
basa ( missal AGD,urin
dan tingkatan serum)

2. Monitor AGD selama PH


rendah

3. Posisikan pasien untuk


perfusi ventilasi yang
optimum

4. Pertahankan kebersihan
jalan udara (suction dan
terapi dada)

5. Monitor pola respiorasi

6. Monitor kerja pernafsan


(kecepatan pernafasan)

3 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri :


berhubungan dengan Asuhan keperawatan .
1. Lakukan pegkajian nyeri
agen injury: fisik jam tingkat kenyamanan
secara komprehensif
klien meningkat dg KH:
termasuk lokasi,
Klien melaporkan karakteristik, durasi,
nyeri berkurang dg frekuensi, kualitas dan
scala 2-3 faktor presipitasi.

Ekspresi wajah 2. Observasi reaksi nonverbal


tenang dari ketidak nyamanan.

klien dapat istirahat 3. Gunakan teknik komunikasi


dan tidur terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien
v/s dbn
sebelumnya.
4. Kontrol faktor lingkungan
yang mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.

5. Kurangi faktor presipitasi


nyeri.

6. Pilih dan lakukan


penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis)..

7. Ajarkan teknik non


farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..

8. Berikan analgetik untuk


mengurangi nyeri.

9. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/kontrol
nyeri.

10. Kolaborasi dengan dokter


bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.

Administrasi analgetik :.

11. Cek program pemberian


analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
12. Cek riwayat alergi..

13. Tentukan analgetik pilihan,


rute pemberian dan dosis
optimal.

14. Monitor TV

15. Berikan analgetik tepat


waktu terutama saat nyeri
muncul & Evaluasi gejala
efek sampingnya.

4 Deficit volume Setelah dilakukan askep Manajemen cairan


cairan b/d .. jam
1. Monotor diare, muntah
peningkatan terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler keseimbangan 2. Awasi tanda-tanda
dan kehilangan cairan dg KH: hipovolemik (oliguri, abd.
cairan akibat Pain, bingung)
Urine 30 ml/jam
evaporasi dari luka
3. Monitor balance cairan
bakar V/S dbn
4. Monitor pemberian cairan
Kulit lembab dan
parenteral
tidak ada tanda-tanda
dehidrasi 5. Monitor BB jika terjadi
penurunan BB drastis

6. Monitor td dehidrasi

7. Monitor v/s

8. Berikan cairan peroral


sesuai kebutuhan

9. Anjurkan pada keluarga


agar tetap memberikan ASI
dan makanan yang lunak

10. Kolaborasi u/ pemberian


terapinya

5 Hypertermi b/d Setelah dilakukan Termoregulasi


proses infeksi tindakan keperawatan
1. Pantau suhu klien (derajat
selama.x 24 jam
dan pola) perhatikan
menujukan temperatur
menggigil/diaforsis
dalan batas
normaldengan kriteria: 2. Pantau suhu lingkungan,
batasi/tambahkan linen
- Bebas dari
tempat tidur sesuai indikasi
kedinginan
3. Berikan kompres hangat
- Suhu tubuh stabil
hindari penggunaan akohol
36-37 C
4. Berikan minum sesuai
kebutuhan

5. Kolaborasi untuk pemberian


antipiretik

6. Anjurkan menggunakan
pakaian tipis menyerap
keringat.

7. Hindari selimut tebal

6 Ketidak seimbangan Setelah dilakukan askep Managemen nutrisi


nutrisi kurang dari .. jam
8. Kaji pola makan klien
kebutuhan terjadi peningkatan
tubuh b/d ketidak status nutrisi dg KH: 9. Kaji kebiasaan makan klien
mampuan dan makanan kesukaannya
pemasukan b.d Mengkonsumsi 10. Anjurkan pada keluarga
faktor biologis nutrisi yang adekuat. untuk meningkatkan intake
nutrisi dan cairan
Identifikasi
kebutuhan nutrisi. 11. kolaborasi dengan ahli gizi
tentang kebutuhan kalori
Bebas dari tanda
dan tipe makanan yang
malnutrisi.
dibutuhkan

12. tingkatkan intake protein,


zat besi dan vit c

13. monitor intake nutrisi dan


kalori

14. Monitor pemberian


masukan cairan lewat
parenteral.

Nutritional terapi

15. kaji kebutuhan untuk


pemasangan NGT

16. berikan makanan melalui


NGT k/p

17. berikan lingkungan yang


nyaman dan tenang untuk
mendukung makan

18. monitor penurunan dan


peningkatan BB

19. monitor intake kalori dan


gizi
7 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan askep Kontrol infeksi.
penurunan imunitas jam infeksi
1. Batasi pengunjung.
tubuh, prosedur terkontrol, status imun
invasive adekuat dg KH: 2. Bersihkan lingkungan
pasien secara benar setiap
Bebas dari tanda
setelah digunakan pasien.
dangejala infeksi.
3. Cuci tangan sebelum dan
Keluarga tahu
sesudah merawat pasien,
tanda-tanda infeksi.
dan ajari cuci tangan yang
Angka leukosit benar.
normal.
4. Pastikan teknik perawatan
luka yang sesuai jika ada.

5. Tingkatkan masukkan gizi


yang cukup.

6. Tingkatkan masukan cairan


yang cukup.

7. Anjurkan istirahat.

8. Berikan therapi antibiotik


yang sesuai, dan anjurkan
untuk minum sesuai aturan.

9. Ajari keluarga cara


menghindari infeksi serta
tentang tanda dan
gejala infeksi dan segera
untuk melaporkan
keperawat kesehatan.

10. Pastikan penanganan aseptic


semua daerah IV (intra
vena).

Proteksi infeksi.

11. Monitor tanda dan gejala


infeksi.

12. Monitor WBC.

13. Anjurkan istirahat.

14. Ajari anggota keluarga cara-


cara menghindari infeksi
dan tanda-tanda dan gejala
infeksi.

15. Batasi jumlah pengunjung.

16. Tingkatkan masukan gizi


dan cairan yang cukup

8 Cemas berhubungan Setelah dilakukan askep Pengurangan kecemasan


dengan krisis jam kecemasan
1. Bina hubungan saling
situasional, terkontrol dg KH:
percaya.
hospitalisasi ekspresi wajah tenang ,
anak / keluarga mau 2. Kaji kecemasan keluarga
bekerjasama dalam dan identifikasi kecemasan
tindakan askep. pada keluarga.

3. Jelaskan semua prosedur


pada keluarga.

4. Kaji tingkat pengetahuan


dan persepsi pasien dari
stress situasional.
5. Berikan informasi factual
tentang diagnosa dan
program tindakan.

6. Temani keluarga pasien


untuk mengurangi ketakutan
dan memberikan keamanan.

7. Anjurkan keluarga untuk


mendampingi pasien.

8. Berikan sesuatu objek


sebagai sesuatu simbol
untuk mengurang
kecemasan orangtua.

9. Dengarkan keluhan
keluarga.

10. Ciptakan lingkungan yang


nyaman.

11. Alihkan perhatian keluarga


untuk mnegurangi
kecemasan keluarga.

12. Bantu keluarga dalam


mengambil keputusan.

13. Instruksikan keluarga untuk


melakukan teknik relaksasi.

9 Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan Terapi ambulasi


fisik berhubungan askep. jam
1. Kaji kemampuan pasien
dengan patah tulang tjd peningkatan
dalam melakukan ambulasi
Ambulasi :Tingkat
mobilisasi, Perawtan 2. Kolaborasi dg fisioterapi
diri Dg KH : untuk perencanaan ambulasi

Peningkatan 3. Latih pasien ROM pasif-


aktivitas fisik aktif sesuai kemampuan

4. Ajarkan pasien berpindah


tempat secara bertahap

5. Evaluasi pasien dalam


kemampuan ambulasi

Pendidikan kesehatan

6. Edukasi pada pasien dan


keluarga pentingnya
ambulasi dini

7. Edukasi pada pasien dan


keluarga tahap ambulasi

8. Berikan reinforcement
positip pada pasien.

10 PK: Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda anemia


askep ..... jam
Anemia 2. Observasi keadaan umum
perawat dapat
klien
meminimalkan terjadinya
komplikasi anemia : 3. Anjurkan untuk meningkatkan
asupan nutrisi klien yg bergizi
Hb >/= 10 gr/dl.
4. Kolaborasi untuk pemeberian
Konjungtiva tdk anemis
terapi initravena dan tranfusi
Kulit tidak pucat hangat darah

5. Kolaborasi kontrol Hb, HMT,


Retic, status Fe

11 PK: Insuf Renal Setelah dilakukan askep ... 1. Pantau tanda dan gejala insuf
jam Perawat akan renal ( peningkatan TD, urine
menangani atau <30 cc/jam, peningkatan BJ
mengurangi komplikasi urine, peningkatan natrium
dari insuf renal urine, BUN Creat, kalium,
pospat dan amonia, edema).

2. Timbang BB jika
memungkinkan

3. Catat balance cairan

4. Sesuaikan pemasukan cairan


setiap hari = cairan yang keluar
+ 300 500 ml/hr

5. Berikan dorongan untuk


pembatasan masukan cairan
yang ketat : 800-1000 cc/24
jam. Atau haluaran urin / 24
jam + 500cc

6. Kolaborasi dengan ahli gizi


dalam pemberian diet, rendah
natrium (2-4g/hr)

7. pantau tanda dan gejala


asidosis metabolik
( pernafasan dangkal cepat,
sakit kepala, mual muntah, Ph
rendah, letargi)

8. Kolaborasi dengan timkes lain


dalam therapinya

9. Pantau perdarahan, anemia,


hipoalbuminemia

10. Kolaborasi untuk hemodialisis

12 PK; Setelah dilakukan askep 1. Pantau td hipokalemia (poli


Ketidakseimbangan jam perawat akan uri, hipotensi, ileus,
elektrolit mengurangi episode penurunan tingkat
ketidakseimbangan kesadaran,kelemahan, mual,
elektrolit muntah, anoreksia, reflek
tendon melemah)

2. Dorong klien u/
meningkatkan intake nutrisi
yang kaya kalium

3. Kolaborasi u/ koreksi
kalium secara parenteral

4. Pantau cairan IV

13 PK: Sepsis Setelah dilakukan askep 1. Pantau tanda dan gejala


jam perawat akan septikemia ( s>38 / <36, N:>
menangani / memantau 90X/mnt, R: >20 x/mnt)
komplikasi : septikemia
2. Pantau lansia terhadap
perubahan mental,
kelemahan, hipotermi dan
anoreksia.

3. Kolaborasi dalam
pemberian therapi
antiinfeksi
4. Pantau dan berikan oxigen

5. Pantau intake nutrisinya

14 Kerusakan integritas Setelah dilakukan askep Wound Care :


jaringan d.b .. jam, integritas
1. Kaji area luka dan tentukan
mekanikal (luka jaringan membaik
penyebabnya
bakar) dengan kriteria hasil :
2. Tentukan ukuran kedalaman
melaporkan
luka
penurunan sensasi
atau nyeri pada area 3. Monitor area luka minimal

kerusakan jaringan/ sehari sekali thd perubahan

luka warna, kemerahan,


peningkatan suhu, nyeri dan
mendemonstrasikan tanda-tanda infeksi
pemahaman rencana
4. Monitor kondisi sekitar luka,
tindakan untuk
monitor praktek klien dalam
perawatan jaringan
peran serta merawat luka,
dan pencegahan
jenis sabun/pembersih yang
injuri
digunakan, suhu air, frekuensi
keadaan luka membersihkan kulit/ area luka
membaik (kering)dan dan sekitar luka
peningkatan jaringan
5. Anjurkan klien untuk tidak
granulasi
membasahi area luka dan
sekitar luka

6. Minimalkan paparan terhadap


kulit (area luka dan sekitarnya)

7. Buat rencana mobilisassi


bertahap: miring kanan/kiri,
duduk, duduk, berdiri dan
berjalan, gunakan alat bantu
jika perlu

8. Gunakan lotion untuk


kelembabkan kulit

9. Dorong intake protein adekuat

10. Anjurkan ibu untuk


menghindari cedera,
menghindar dari benda
berbahaya, menghindar
penekanan terhadap area luka
menghindar batuk, mengejan
terlalu kuat

DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz Alimul Hidayat.(2008). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan II.


Jakarta : Salemba Mardika.

Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden . 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri ed 5.
Jakarta : EGC

Corwin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : EGC

Effendi, C. 2005. Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta: EGC

Herdman, Heater. 2012. Nursing Diagnoses Definition and Classification 2012-


2014. Jakarta : EGC
Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction

Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G. 2008. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi


8. Jakarta : EGC.

Denpasar, 8 Juni 2017

Pembimbing/CI Mahasiswa

............................................ Ida Ayu Ari Wahyuni Dewi


NIP. NIM. 1502116007
Pembimbing/CT

................................................
NIP.

Anda mungkin juga menyukai