Anda di halaman 1dari 7

RMK

CORPORATE GOVERNANCE
SAP 4 DAN SAP 5

GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI DUNIA, ASIA, DAN INDONESIA


SERTA STRUKTUR KEPEMILIKAN
Dosen Pengampu: Dr. Ni Made Dwi Ratnadi, S.E., M.Si., Ak. CA.

EMA 469 C2
KELOMPOK 5

Putu Nesy Swendriani (1506305029/ Absen 06)


Ni Wayan Dhevi Sukma Dewi (1506305062/ Absen 13)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI REGULER


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2017/2018
1
1. Good Corporate Governance di Dunia, Asia, dan Indonesia
1.1 Good Corporate Governance di Dunia
Pembahasan konsep corporate governance dari perspektif keuangan dengan
menggunakan pendekatan agency theory. Agency theory membahas bagaimana mekanisme
corporate governance, seperti komite audit, kompensasi manajemen, dan sebagainya,
dipergunakan untuk menyelaraskan kepentingan pemegang saham dan manajemen
perusahaan. Konsep ini berkembang terus mengikuti perkembangan pengelolaan
perusahaan. Tahun-tahun terakhir memperlihatkan adanya perhatian yang meningkat
terhadap issue tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility atau
sering disingkat sebagai CSR). Ketakutan yang meningkat atas dampak-dampak
lingkungan dari pemanasan global, terorisme dan bahaya nuklir telah meningkatkan
perhatian publik pada issue sosial dan lingkungan.
Kebijakan dan inisiatif-inisiatif lembaga internasional terhadap corporate governance
menekankan pentingnya memperluas cakupan corporate governance. Pendekatan ini tidak
lagi memfokuskan pada kepentingan pemegang saham saja, tetapi juga kepentingan dari
seluruh pemangku (stakeholders) perusahaan. Stakeholder theory semakin menarik
perhatian dunia bisnis dan kepentingan pemangku perusahaan diperhatikan secara lebih
serius lagi oleh dunia bisnis. Disamping itu, persepsi yang timbul bahwa baik shareholder
maupun stakeholder theory bertentangan, seperti diperkirakan semula, semakin
mengerucut, bahwa kedua teori tersebut sesungguhnya memiliki banyak kesamaan.
Kesadaran mengenai tanggung jawab sosial perusahaan semakin tumbuh semenjak
industrialisasi di Inggris dan menyebar ke seluruh dunia. Corporate social responsibility
sebagai suatu disiplin ilmu, menurut Boatright bermula pada tahun 1950an. Hal itu
didasarkan pada satu pendapat bahwa semakin besar suatu perusahaan, semakin besar
potensi dampaknya terhadap masyarakat, dan karenanya semakin besar kebutuhan bagi
perusahaan tersebut untuk melakukan usahanya secara lebih bertanggung jawab.
Perhatian terhadap konsep keberlanjutan (sustainability) mendorong perusahaan untuk
memfokuskan keterbukaan informasinya pada tujuan keberlanjutan (Solomon dan
Solomon, 2004). Organisasi seperti Global Reporting Initiative (GRI) memproduksi
pedoman pelaporan keberlanjutan, yang memfokuskan keterbukaan pada 3 hal pokok
(triple bottom line) yaitu kinerja ekonomi, lingkungan, dan sosial.

1
1.2 Good Corporate Governance di Asia
Krisis ekonomi yang melanda Asia Timur pada akhir tahun 1997 telah memicu
terjadinya diskusi tentang pentingnya sistem tata kelola dalam suatu negara. Secara umum
ada tiga persoalan utama di Asia yang menyebabkan pelaksanaan good corporate
governance masih begitu lemah. Tiga persoalan ini antara lain:
1. Banyak perusahaan yang masih terbelakang atau belum didisain untuk memainkan
peran penting di pasar.
2. Pasarnya sendiri tidak bekerja secara optimal dan lingkungan bisnisnya tidak
kompetitif.
3. Sistem hukum yang lemah dan lembaga-lembaga yang menangani dan menjalankan
aturan main itu sendiri maupun keseluruhan penegakan peraturan administratif masih
lemah termasuk didalamnya penegakan peraturan di bursa saham atau standarisasi
laporan akutansi.
Hal ini berarti bahwa GCG tidak saja berakibat positif bagi pemegang saham, namun
juga bagi masyarakat yang lebih luas yang berupa pertumbuhan ekonomi nasional. Karena
itulah berbagai lembaga lembaga ekonomi dan keuangan dunia seperti World Bank dan
International Monetary Fund sangat berkepentingan terhadap penegakan corporate
governance (CG) di negara-negara penerima dana, karena mereka menganggap bahwa
corporate governance (CG) merupakan bagian penting sistem pasar yang efisien.
1.3 Good Corporate Governance di Indonesia
Istilah Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee
tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report (Tjager dkk., 2003).
Definisi Good Corporate Governance dari Cadbury Committee yang berdasar pada teori
stakeholder adalah sebagai berikut: A set of rules that define the relationship between
shareholders, managers, creditors, the government, employees and internal and external
stakeholders in respect to their rights and responsibilities. (Seperangkat aturan yang
mengatur hubungan antara para pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah,
karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal
lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka). Pengertian lain menurut
Surat Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN
No. 23/M PM/BUMN/2000 tentang Pengembangan Praktik GCG dalam Perusahaan

2
Perseroan (PERSERO), Good Corporate Governance adalah prinsip korporasi yang sehat
yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan semata-mata demi
menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan.
Pemerintah memberikan dorongan yang sangat kuat terhadap implementasi GCG di
Indonesia. Bukti dari kepedulian pemerintah dapat dilihat dari dibuatnya berbagai regulasi
yang mengatur tentang GCG. Berawal dari Dibentuknya Komite Nasional tentang
Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) melalui Keputusan Menko Ekuin Nomor:
KEP/31/M.EKUIN/08/1999 tentang pembentukan KNKCG . Menerbitkan Pedoman GCG
Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan dibentuknya Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) sebagai pengganti KNKCG melalui Surat Keputusan Menko Bidang
Perekonomian Nomor: KEP/49/M.EKON/11/2004. Terdiri dari Sub-Komite Publik dan
Sub-Komite Korporasi. Kemudian juga dikeluarkan SE Ketua Bapepam Nomor Se-
03/PM/2000 tentang Komite Audit yang berisi himbauan perlunya Komite Audit dimiliki
oleh setiap Emiten, dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI/2006 tentang GCG
yang dirubah dengan PBI No. 8/14/GCG/2006.
Implementasi GCG di BUMN dapat dilihat dengan adanya peraturan-peraturan yang
mendukungnya seperti:
1. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN Nomor Kep-133/M-PBUMN/1999
Tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN.
2. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 Tentang Pedoman Umum
Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN.
3. Keputusan Menteri BUMN No. 09A/MBU/2005 Tentang Proses Penilaian Fit and
Proper Test Calon Anggota Direksi BUMN.
4. SE Menteri BUMN No. 106 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri BUMN No. 23 Tahun
2000 Tentang Mengatur dan Merumuskan Pengembangan Praktik Good Corporate
Governance dalam perusahaan perseroan.
5. Disempurnakan dengan KEP-117/M-MBU/2002 tentang Keputusan Menteri BUMN
Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate
Governance Pada BUMN.

3
2. Strukrtur Kepemilikan
Struktur kepemilikan merupakan jenis institusi atau perusahaan yangmemegang saham
terbesar dalam suatu perusahaan. Struktur kepemilikan dapat berupa investor individual,
pemerintah, dan 16 institusi swasta. Struktur kepemilikan terbagi dalam beberapa kategori.
Secara spesifik kategori struktur kepemilikan meliputi kepemilikan oleh institusi domestik,
institusi asing, pemerintah, karyawan dan individual domestik. Struktur kepemilikan akan
memiliki motivasi yang berbeda dalam memonitor perusahaan serta manajemen dan dewan
direksinya. Struktur kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
jalannya perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Agency problem
dapat dikurangi dengan adanya struktur kepemilikan.
Proporsi jumlah kepemilikan manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan
ada kesamaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham. Sedangkan pemegang
saham institusional memiliki keahlianyang lebih dibandingkan dengan investor individu,
terutama pemegang saham institusional mayoritas atau diatas 5%. Pemegang saham
institusional besar diasumsikan memiliki orientasi investasi jangka panjang. Kepemilikan
institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Dalam pengujian
pengaruh struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan dengan keputusan keuangan sebagai
variabel intervening menemukan bahwa struktur kepemilikan manajerial akan mensejajarkan
kepentingan manajer dan pemegang saham, sehingga akan memperoleh manfaat langsung dari
keputusan yang diambil serta menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan
keputusan yang salah.
2.1 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan
yang diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen.
Meningkatkan kepemilikan manajerial dapat digunakan sebagai cara untuk mengatasi
masalah keagenan. Manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya yang juga
merupakan keinginan dari para pemegang saham, yakni semakin besar proporsi
kepemilikan saham pada perusahaan maka manajemen cenderung berusaha lebih giat
untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Kepemilikan
saham manajerial akan membantu penyatuan kepentingan antara manajer dan pemegang
saham, sehingga manajer ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusanyang

4
diambil dan ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi daripengambilan
keputusan yang salah.
2.2 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi
keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dana perwalianserta institusi
lainnya pada akhir tahun (Shien, et.al. 2006) dalam Winanda (2009). Adanya kepemilikan
oleh investor institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal
terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan
yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap kinerja manajemen.
Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan
suara dan dorongan institusi keuangan untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan
memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga
kinerja perusahaan juga akan meningkat. Keberadaan investor institusional dapat
menunjukkan mekanisme corporate governance yang kuat yang dapat digunakan untuk
memonitor manajemen perusahaan. Masalah corporate governance merupakan masalah
yang timbul sebagai akibat pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan mempunyai
kepentingan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut antara lain karena karakteristik
kepemilikan dalam perusahaan, seperti:
1. Kepemilikan Menyebar
Ditemukan bahwa perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar memberikan
imbalan yang lebih besar kepada pihak manajemen daripadaperusahaan yang
kepemilikannya lebih terkonsentrasi.
2. Kepemilikan Terkonsentrasi
Dalam tipe kepemilikan seperti ini timbul dua kelompok pemegang saham,yaitu
controlling interest (kepemilikan saham pengendalian) dan minorit interest
(kepemilikan saham minoritas) (shareholders).
3. Kepemilikan dalam BUMN
Kepemilikan dalam BUMN mempunyai artian khusus bahwa pemiliknya tidak
dapat mengontrol secara langsung perusahaannya. Pemilik hanya diwakili oleh pejabat
yang ditunjuk. Kesepakatan dapat terjadi antara wakil pemilik denganmanajemen,
wakil pemilik dan pihak manajemen dengan kreditur.

5
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Muh. Arief. 2008. The Power of Good Corporate Governance: Teori dan
Implementasi. Jakarta: Salemba Empat.

Kaihatu, Thomas S. 2006. Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia.


http://puslit2.petra.ac.id/gudangpaper/files/1957.pdf. Diakses pada 3 Oktober 2017.

Khairandy, Ridwan dan Camelia Malik. 2007. Good Corporate Governance: Perkembangan
Pemikiran dan Implementasinya di Indonesia dalam Perspektif Hukum. Yogyakarta:
Penerbit Kreasi Total Media.

Moeljono, Djokosantoso. 2005. Good Corporate Culture sebagai Inti Good Corporate
Governance. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Natan, Ferdy. 2010. Pengaruh Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap
Kinerja Perusahaan.
https://www.academia.edu/5434174/PENGARUH_CORPORATE_GOVERNANCE_DA
N_STRUKTUR_KEPEMILIKAN_TERHADAP_KINERJA_PERUSAHAAN. Diakses
pada 3 Oktober 2017.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen30 halaman
    Bab 2
    Nesy Swendriani
    Belum ada peringkat
  • Poin 2 Dan 3
    Poin 2 Dan 3
    Dokumen6 halaman
    Poin 2 Dan 3
    Nesy Swendriani
    Belum ada peringkat
  • Bab 10
    Bab 10
    Dokumen34 halaman
    Bab 10
    Nesy Swendriani
    Belum ada peringkat
  • Sap 12
    Sap 12
    Dokumen16 halaman
    Sap 12
    Nesy Swendriani
    Belum ada peringkat
  • Materi 2
    Materi 2
    Dokumen7 halaman
    Materi 2
    Nesy Swendriani
    Belum ada peringkat
  • RMK Bab 11
    RMK Bab 11
    Dokumen7 halaman
    RMK Bab 11
    Nesy Swendriani
    Belum ada peringkat
  • Bab 10
    Bab 10
    Dokumen34 halaman
    Bab 10
    Nesy Swendriani
    Belum ada peringkat