Anda di halaman 1dari 16

AKUNTANSI MANAJEMEN

RINGKASAN MATERI KULIAH SAP 12


STRATEGIC COST MANAGEMENT

OLEH:
PUTU NESY SWENDRIANI
1506305029/ABSEN 17
EMA 323 CP

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2017
SAP 12

12.1 Keunggulan Bersaing (Competitive Advantages)


1. Pengertian Competitive Advantages
Pada dasarnya persaingan setiap perusahaan dalam suatu lingkungan industri
didasari atas keinginan untuk dapat lebih unggul dibandingkan pesaingnya. Konsep
dasar dari penciptaan strategi bersaing berasal dari pengembangan formula umum
mengenai pengembangan bisnis, tujuan bisnis dalam bersaing, dan kebijakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Keunggulan bersaing (competitive advantage) adalah kemampuan bersaing yang
dilakukan melalui sumber daya dan komponen-komponen suatu perusahaan untuk
menunjukkan kinerja perusahaan yang lebih baik daripada perusahaan lain di dalam
lingkungan industri atau pasar yang sama.
Ada beberapa pendapat para ahli strategi bersaing dalam dunia pemasaran,
diantaranya yang dikemukakan oleh: Michael E. Porter, berpendapat bahwa Strategi
bersaing adalah pencarian akan posisi bersaing yang menguntungkan di dalam suatu
industri, arena fundamental tempat persaingan terjadi. (1994;1). Robert M. Grant
mengemukakan bahwa Strategi bersaing adalah kombinasi antara akhir dan tujuan
yang diperjuangakan oleh perusahaan dengan alat (kebijaksanaan) dimana perusahaan
berusaha sampai kesana. (1997;18). Sedangkan pengertian strategi bersaing menurut
Philip Kotler bahwa Strategi yang secara kuat menempatkan perusahaan terhadap
pesaing dan yang memberi perusahaan keunggulan bersaing yang sekuat mungkin.
(2001;312).
Jadi, pengertian strategi bersaing adalah suatu upaya yang dilaksanakan oleh
sebuah perusahaan dalam memenangkan sebuah pasar dalam pasar sasarannya
dengan memberikan keunggulan-keunggulan dalam bersaing, menganalisis pesaing,
serta melaksanakan strategi pemasaran bersaing yang efektif.
Pencapaian competitive advantages bagi setiap perusahaan yaitu dapat
memperoleh customer satisfaction dari pemenuhan keinginan dan kebutuhan
pelanggan yang menjadi salah satu indikator bagi perusahaan untuk mengukur sebuah
kerberhasilan perusahaan itu sendiri. Dengan tercapainya customer satisfaction
menunjukkan pelanggan telah menerima nilai yang lebih tinggi dari produk-produk
yang dihasilkan dan perusahaan juga dapat memberikan pendapatan yang besar untuk
perusahaannya. Hal tersebut terjadi saat kebutuhan dapat dipenuhi dengan
produktivitas perusahaan dan implementasi yang berkualitas tinggi serta dengan biaya
produksi perusahaan yang rendah.
2. Tujuan Pelaksanaan Strategi Bersaing
Menurut Philip Kotler dan Gary Amstrong (2001;230) terdapat lima tujuan
pelaksanaan strategi bersaing yaitu sebagai berikut:
1) Membentuk suatu positioning yang tepat, yaitu dapat menunjukkan image atau
citra tersendiri mengenai perusahaan kepada pelanggan atau pasar sasaran.
2) Mempertahankan pelanggan yang setia, yaitu pengelolaan yang baik terhadap
pemasukan yang pasti yang akan memberikan aliran pemasukan seumur hidup
yang baik kepada perusahaan.
3) Mendapatkan pangsa pasar baru, yaitu mendapatkan dan memperluas pangsa
pasar dengan menggunakan strategi bersaing setiap perusahaan untuk meraih
pasar seluas-luasnya.
4) Memaksimalkan penjualan, yaitu memaksimalkan laba atau keuntungan dari
efektifitas strategi bersaing dan sistem yang ada dalam perusahaan serta unit-unit
fungsional lainnya.
5) Menciptakan kinerja bisnis yang efektif, yaitu pengelolaan strategis baik dari
pelanggan yang akan dilayani, kebutuhan pelanggan yang akan dipenuhi, serta
teknologi yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Penerapan kekuatan strategi bisnis bertujuan untuk menguntungkan perusahaan
dengan cara mempengaruhi atau mengubah situasi dengan konsep-konsep
pengembangan sebagai penentu intensitas persaingan dan daya tarik pasar. Hal-hal
yang menjadi penentu intensitas persaingan yaitu sebagai berikut:
1) Ancaman Pendatang Baru (threat of new entrants), yaitu bertambahnya jumlah
perusahaan sejenis yang tentunya akan lebih siap bersaing di pasar dengan
melihat peluang dari perusahaan terdahulu dengan cara inovasi produk dan
penetapan harga sehingga mempengaruhi perubahan kebijakan perusahaan.
2) Kekuatan Tawar Menawar Pemasok (bargaining power of supplier), yaitu
perlunya hubungan baik dengan pemasok agar perusahaan dapat menekan harga
produksi karena semakin baik hubungan dengan pemasok maka perusahaan akan
mendapatkan harga bahan baku terbaik dibandingkan dengan perusahaan yang
tidak memiliki integritas dengan pemasok.
3) Ancaman Produk Pengganti (threat of substitute products), yaitu situasi konsumen
yang beralih ke produk pengganti. Sehingga produk yang dihasilkan perlu
memiliki nilai atau kegunaan utama dari produk sendiri dengan biaya yang
sebanding dengan nilai tersebut.
4) Kekuatan Tawar Menawar Pembeli (bargaining power of buyers), yaitu
memberikan strategi promosi tidak hanya penawaran keunggulan saja namun
dapat memberikan informasi dan edukasi sehingga dapat meyakinkan para
konsumen yang semakin selektif untuk memilih produk yang ditawarkan.
5) Persaingan Kompetitif Diantara Anggota Industri (rivalry among competitive
firms), yaitu perusahaan dapat memantau perkembangan pesaing dan segmen
pasar. Dengan adanya kerjasama antar pesaing maka akan timbul kesadaran untuk
berbagi pangsa pasar.
3. Jenis-Jenis Persaingan
Adapun jenis-jenis persaingan berdasarkan tingkat substitusi produk
menurut Philip Kotler (2000;293) yaitu sebagai berikut:
1) Persaingan Merk, yaitu ketika perusahaan lain menawarkan produk dan jasa yang
sama atau sejenis kepada pelanggan yang sama dengan kisaran harga yang sama
pula.
2) Persaingan Industri, yaitu perusahaan menganggap pesaing utamanya sebagai
semua perusahaan yang membuat produk atau jenis produk yang sama.
3) Persaingan Bentuk, yaitu semua perusahaan yang menghasilkan produk yang
memberikan manfaat yang sama.
4) Persaingan Umum, yaitu semua perusahaan yang bersaing untuk konsumsi rupiah
yang sama.

4. Strategi Keunggulan Bersaing


Keunggulan kompetitif suatu perusahaan memiliki kemampuan dengan
menganalisis perubahan struktur pasar dan selektif dalam penggunaan strategi
pemasaran yang efektif. Studi yang dilakukan Michael P. Porter menetapkan strategi
generik yang diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu sebagai berikut:
1) Strategi Biaya Rendah (Low-Cost Leadership Strategy)
Strategi biaya rendah merupakan strategi yang menitikberatkan pada upaya
memproduksi produk standar dengan biaya per unit yang sangat rendah. Strategi
ini ditujukan kepada konsumen yang menggunakan harga sebagai faktor penentu
keputusan.
Adapun ciri-ciri dari low-cost leadership strategy yaitu sebagai berikut:
Ciri-Ciri Low-Cost Leadership Strategy
Basis dari Keunggulan Biaya-biaya lebih rendah dibandingkan dengan
Kompetitif pesaing-pesaing.
Target Strategi Pangsa pasar yang luas.
Lini Produk Dasar produk yang baik dan berkualitas yang
diterima dengan pilihan produk terbatas.
Penekanan Produksi Inovasi yang giat untuk pengurangan biaya tanpa
pengurangan kualitas dan fitur-fitur penting.
Mempertahankan Pengelolaan biaya-biaya menurun di setiap waktu
Strategi dan di semua area bisnis.

Dalam menjalankan strategi biaya rendah, sebuah perusahaan harus


memenuhi syarat pada bidang sumber daya (resources) dan organisasi. Pada
bidang sumber daya perusahaan yaitu seperti kekuatan modal, keterampilan dalam
rekayasa proses (process engineering), pengawasan ketat, kemudahan produksi,
serta biaya distribusi dan promosi rendah. Sedangkan pada bidang organisasi,
perusahaan harus memiliki kemampuan mengendalikan biaya dengan ketat,
informasi pengendalian yang baik dan insentif sesuai target.
Sasaran utama pada strategi ini adalah mampu melakukan penjualan dengan
harga yang lebih rendah dari pesaing yang menyebabkan pesaing tidak mampu
bersaing karena perusahaan dapat menguasai pangsa pasar dan penjualan. Dari
faktor harga. Apabila pesaing relatif mudah meniru metode kepemimpinan biaya
lawan perusahaannya, strategi ini tidak akan bertahan cukup lama untuk
memberikan hasil yang besar di pasar. Keberhasilan strategi kepemimpinan biaya
ini yaitu ketika sebuah perusahaan dapat memastikan bahwa total biaya di seluruh
rantai nilai perusahaan lebih rendah dari total biaya pesaing. Adapun cara untuk
mencapai hal tersebut, antara lain:
a. Menjalankan aktivitas-aktivitas rantai nilai secara lebih efektif daripada
pesaing dan mengendalikan berbagai faktor yang berpengaruh pada biaya
aktivitas rantai nilai.
b. Memperbarui keseluruhan rantai nilai perusahaan untuk mengeliminasi
aktivitas-aktivitas yang menambah biaya.
Strategi kepemimpinan biaya yang berhasil biasanya memengaruhi seluruh
perusahaan, baik dari efisiensi yang tinggi, overhead yang rendah, hak istimewa
yang terbatas, ketidaktoleransian terhadap limbah, penyaringan yang ketat atas
permintaan anggaran, pengendalian yang luas, hubungan pemberian imbalan
dengan kemampuan penghematan biaya, dan partisipasi karyawan yang luas
dalam upaya pengendalian biaya. Beberapa risiko dari strategi kepemimpinan
biaya adalah kemungkinan pesaing akan "mengimitasi" strategi ini sehingga
menyebabkan penurunan laba di industri secara keseluruhan, berbagai terobosan
dalam industri bisa membuat strategi tersebut tidak efektif, atau ketertarikan
pembeli beralih ke fitur-fitur lain di luar harga.
2) Strategi Pembedaan Produk (Differentiation Strategy)
Strategi pembedaan produk adalah strategi yang menekankan pada penemuan
keunikan produk dalam sasaran pasar yang berpengaruh pada peningkatan
ketertarikan minat konsumen-konsumen potensial. Sebagai contoh dari
diferensiasi adalah berbagai kemudahan pemeliharaan, fitur tambahan,
fleksibilitas, kenyamanan dan hal-hal lain yang sulit untuk ditiru pesaing.
Diferensiasi dapat dilakukan dalam beberapa bentuk yaitu diferensiasi produk,
diferensiasi sistem penyerahan atau penyampaian produk, diferensiasi dalam
pendekatan pemasaran, diferensiasi dalam peralatan dan konstruksi, dan
diferensiasi dalam citra produk.
Adapun ciri-ciri dari differentiation strategy yaitu sebagai berikut:

Ciri-Ciri Differentiation Strategy


Basis dari Keunggulan Kemampuan menawarkan pembeli-pembeli yang
Kompetitif berbeda dari pesaing-pesaing.
Target Strategi Pangsa pasar yang luas.
Lini Produk Banyak variasi produk, banyak pilihan produk,
penekanan pilihan pada fitur yang berbeda.
Penekanan Produksi Menemukan cara untuk menciptakan nilai kepada
pembeli dan mendorong menuju produk yang
berkualitas.
Penekanan Pemasaran Membangun fitur-fitur yang memiliki kecenderungan
untuk dibayar oleh pembeli dengan harga premium
untuk menutup biaya ekstra dari fitur-fitur berbeda.
Mempertahankan Mengkomunikasikan inti yang berbeda dengan cara
Strategi yang menguntungkan dan menekankan pada inovasi
yang konstan untuk selalu berada di depan pesaing-
pesaing peniru.
Strategi jenis ini biasa ditujukan kepada para konsumen potensial yang relatif
tidak mengutamakan harga dalam pengambilan keputusannya. Strategi ini
memiliki keunggulan yaitu dapat memperpanjang siklus hidup produk, membuat
produk atau jasa akan lebih diingat oleh konsumen, membuat produk atau jasa
terlihat lebih baik dibandingkan dengan produk atau jasa yang lain, membuat nilai
jual dari produk atau jasa yang dipasarkan menjadi lebih tinggi, mengatasi
masalah kejenuhan pasar, dan membantu terciptanya image produk. Sedangkan
kelemahan utama strategi diferensiasi terletak pada kecenderungan perusahaan
untuk menurunkan biaya produk atau mengabaikan rencana pemasaran yang
agresif dan kontinyu. Resiko lain dari strategi ini adalah jika perbedaan atau
keunikan yang ditawarkan dalam pasar tidak dihargai atau tergolong biasa oleh
konsumen.
3) Strategi Fokus (Focus Strategy)
Strategi fokus adalah strategi yang digunakan untuk membangun keunggulan
bersaing dalam suatu segmen pasar yang lebih sempit. Strategi ini ditujukan untuk
melayani kebutuhan konsumen dengan jumlah relatif kecil dan pembeli relative
tidak dipengaruhi oleh harga dalam pengambilan keputusan. Strategi ini biasa
digunakan oleh pemasok niche market (segmen khusus dalam suatu pasar
tertentu) untuk memenuhi kebutuhan suatu barang dan jasa khusus.
Adapun ciri-ciri dari focus strategy yaitu sebagai berikut:

Ciri-Ciri Focus Strategy


Basis dari Keunggulan Biaya lebih rendah dalam melayani niche market
Kompetitif (focused low-cost) atau kemampuan menawarkan
pembeli pada niche market sesuatu yang sesuai
dengan kebutuhan dan selera (focused
differentiation).
Target Strategi Niche market yang sempit dimana kebutuhan dan
preferensi pembeli berbeda dari pasar lain.
Lini Produk Disesuaikan dengan kebutuhan khusus dari segmen
pasar.
Penekanan Produksi Dibuat khusus untuk niche market tertentu.
Penekanan Pemasaran Mengkomunikasikan kemampuan unik produk untuk
memuaskan kebutuhan khusus dari pembeli.
Mempertahankan Secara penuh melayani niche market semakin baik
Strategi dari pesaing-pesaing.

Penerapan strategi ini memiliki syarat yaitu adanya besaran pasar yang cukup
(market size), terdapat potensi pertumbuhan yang baik, dan tidak terlalu
diperhatikan oleh pesaing dalam rangka mencapai keberhasilannya. Strategi ini
akan menjadi lebih efektif jika konsumen membutuhkan suatu kekhasan tertentu
yang tidak diminati oleh perusahaan pesaing. Strategi ini cocok diterapkan apabila
kebutuhan pembeli terhadap suatu barang bermacam-macam, tidak ada saingan
khusus dalam target atau segmen yang sama, segmen pembeli sangat berbeda
dalam ukuran, pertumbuhan, profitabilitas, yang membuat banyak segmen lebih
menarik daripada yang lain, dan perusahaan kurang memiliki kapabilitas untuk
memenuhi kebutuhan keseluruhan pasar. Adapun resiko dari strategi fokus ini
yaitu mudah ditiru, segmen sasaran menjadi tidak menarik secara struktur,
struktur terkisis atau mengalami penurunan, permintaan hilang, perbedaan segmen
dengan segmen lain sempit, keunggulan lini yang luas meningkat, dan
para pemakai strategi fokus baru akan memecah segmen industri.

12.2 Analisi Rantai Nilai (Value Chain Analysis)


1. Pengertian Value Chain Analysis
Rantai nilai (value chain) menunjukkan cara dalam memandang suatu perusahaan
sebagai rantai aktivitas yang mengubah input menjadi output yang memiliki nilai bagi
pelanggan. Sumber dasar dari nilai bagi pelanggan yaitu aktivitas yang membedakan
produk, aktivitas yang menurunkan biaya produk, dan aktivitas yang dapat segera
memenuhi kebutuhan pelanggan.
Analisis Rantai Nilai (Value Chain Analysis) merupakan sarana untuk
menganalisa secara statistik dalam memahami secara lebih baik terhadap keunggulan
kompetitif, mengidentifikasi peningkatan value pelanggan atau penurunan biaya, dan
memahami secara lebih baik hubungan perusahaan dengan pemasok. Sifat value
chain berkaitan dengan sifat industri dan sifat yang berbeda-beda untuk perusahaan
manufaktur, perusahaan jasa, dan organisasi yang tidak berorientasi pada laba.
Dalam analisis rantai nilai yang dilakukan adalah memecah operasi suatu
perusahaan menjadi aktivitas atau proses bisnis tertentu, dengan cara
mengelompokkan aktivitas atas proses tersebut ke dalam kategori aktivitas primer
atau pendukung. Tantangan bagi manajer dalam hal ini yaitu menguraikan secara rinci
hal-hal yang sebenarnya terjadi ke dalam aktivitas-aktivitas berbeda yang dapat
dianalisa dan bukan terfokus pada kategori yang luas dan umum. Kerangka rantai
nilai membagi aktivitas dalam perusahaan menjadi dua kategori umum yaitu sebagai
berikut:
1) Aktivitas Primer (primary activities), yaitu aktivitas yang berhubungan dengan
penciptaan fisik produk, penjualan, dan distribusi kepada pembeli, serta pelayanan
setelah adanya penjualan.
2) Aktivitas Pendukung (support activities), yaitu aktivitas guna membantu
perusahaan secara keseluruhan dalam menyediakan dukungan yang diperlukan
bagi berlangsungnya aktivitas-aktivitas primer secara berkelanjutan.
Selanjutnya yang dilakukan pada analisis rantai nilai ini yaitu mencoba
menghubungkan biaya ke setiap aktivitas yang berbeda. Setiap aktivitas dalam rantai
nilai mengeluarkan biaya dan menghubungkan waktu dan aset. Manajer harus
mengalokasikan biaya dan aset ke setiap aktivitas pada analisis rantai nilai dan
menyediakan sudut pandang yang sangat berbeda terhadap biaya dibandingkan
dengan yang dihasilkan oleh metode akuntansi biaya tradisional.
2. Tahapan Value Chain Analysis
1) Mengidentifikasi Aktivitas Value Chain
Perusahaan mengidentifikasi aktivitas value chain baik dalam proses desain,
pemanufakturan, dan pelayanan kepada pelanggan. Beberapa perusahaan
mungkin terlibat dalam aktiviatas tunggal atau sebagian dari aktivitas total.
Sebagai contoh, beberapa perusahaan mungkin hanya memproduksi, sementara
perusahaan lain mendistribusikan, dan menjual produk.
2) Mengidentifikasi Cost Driver pada Setiap Aktivitas Nilai
Cost Driver merupakan faktor yang menyebabkan jumlah biaya total berubah,
sehingga tujuan pada tahap ini adalah mengidentifikasikan aktivitas perusahaan
yang mempunyai keunggulan biaya baik saat berlaku maupun keunggulan biaya
potensial. Sebagai contoh perusahaan di bidang pelayanan komputer dalam
menjalankan pemrosesan data, sehingga dapat menurunkan biaya dan
mempertahankan atau meningkatkan keunggulan kompetitif.
3) Mengembangkan Keunggulan Kompetitif dengan Mengurangi Biaya atau
Menambah Nilai
Perusahaan menentukan sifat keunggulan kompetitif potensial dengan
mempelajari aktivitas nilai dan cost driver yang diidentifikasikan pada tahap
sebelumnya. Dalam hal tersebut, perusahaan harus melakukan hal-hal seperti
mengidentiflkasi keunggulan kompetitif (cost leadership), mengidntifikasi
peluang akan nilai tambah, dan mengidentifikasi peluang untuk mengurangi
biaya.
Menurut teori value yang dikembangkan oleh ilmu ekonomi klasik, value
merupakan keuntungan yang didapatkan dari potential user dari produk atau
service yang dapat diukur (value chain analysis in quality management context,
2011). Analisis value chain yang dikenalkan oleh Michael Porter sebagai sistem
dengan aktivitas-aktivitas yang terhubung satu sama lain. Dengan value chain,
perusahaan mampu untuk mengidentifikasi area-area bisnis yang menciptakan
atau memberi nilai tambah bagi perusahaan. Untuk menjadi sumber dari
competitive advantage sebuah perusahaan harus menunjukkan aktivitas yang
menciptakan value dalam perusahaan pesaing yang tidak dapat melakukan
aktivitas tersebut.
3. Aktivitas Value Chain Analysis
Dalam analisis rantai nilai, dibedakan menjadi lima aktifitas utama dan empat
aktifitas pendukung, yaitu sebagai berikut:
1) Aktifitas Utama, yaitu sebagai berikut:
a. Penanganan dan penyimpanan bahan baku (inbound logistic).
b. Operasional (produksi pembuatan barang dan perakitan).
c. Penanganan dan penyimpanan bahan jadi (outbound logistic).
d. Penjualan dan pemasaran (marketing dan sales).
e. Pelayanan purna jual.
2) Aktifitas Pendukung, yaitu sebagai berikut:
a. Infrastruktur perusahaan (management and administrative services), seperti
manajemen, akuntansi, dan keuangan.
b. Manajemen sumber daya manusia (human resources management), seperti
penerimaan, pelatihan, dan pengembangan sumber daya manusia.
c. Pengembangan teknologi (technology development), seperti R&D,
peningkatan kualitas produk, dan proses.
d. Pengadaan barang (procurement), seperti pembelian bahan mentah, barang
dijual, mesin, dan peralatan.
Aktivitas-aktivitas tersebut harus mempunyai nilai dan dapat melakukan
peningkatan sehingga dapat menghasilkan efektivitas dan efisiensi, agar
perusahaan memperoleh competitive advantage.

12.3 Just-In-Time Manufacturing and Purchasing


1. Pengertian Just-In-Time dan Pengaruh Terhadap Sistem Manajemen Biaya
Dalam pengertian luas, Just-In-Time (JIT) adalah suatu filosofi tepat waktu yang
memusatkan pada aktivitas yang diperlukan oleh segmen-segmen internal lainnya
dalam suatu organisasi. JIT pula merupakan suatu sistem produksi yang digunakan
untuk mendapatkan kualitas, menekan biaya, dan mencapai waktu penyerahan yang
efisien dengan menghapus seluruh jenis pemborosan dalam proses produksi sehingga
perusahaan mampu menyerahkan produk baik barang maupun jasa sesuai keinginan
konsumen dengan tepat waktu.
JIT mempunyai empat aspek pokok sebagai berikut:
1) Semua aktivitas yang tidak bernilai tambah terhadap produk atau jasa harus di
eliminasi. Aktivitas yang tidak bernilai tambah meningkatkan biaya yang tidak
perlu, misalnya persediaan sedapat mungkin adalah nol.
2) Adanya komitmen untuk selalu meningkatkan mutu yang lebih tinggi. Sehingga
produk rusak dan cacat sedapat mungkin adalah nol, tidak memerlukan waktu dan
biaya untuk pengerjaan kembali produk cacat, dan kepuasan pembeli dapat
meningkat.
3) Mengupayakan penyempurnaan yang berkesinambungan (Continuous
Improvement) dalam meningkatkan efisiensi kegiatan.
4) Menekankan pada penyederhanaan aktivitas dan meningkatkan pemahaman
terhadap aktivitas yang bernilai tambah.
JIT dapat diterapkan dalam berbagai bidang fungsional perusahaan seperti
misalnya pembelian, produksi, distribusi, administrasi dan sebagainya.
1) Pembelian JIT
Pembelian JIT adalah sistem penjadwalan pengadaan barang dengan cara
sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi
permintaan atau penggunaan. Penerapan pembelian JIT mempunyai pengaruh
pada sistem akuntansi biaya dan manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
a. Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan.
b. Perubahan cost pools yang digunakan untuk mengumpulkan biaya.
c. Mengubah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya sehingga
banyak biaya tidak langsung dapat diubah menjadi biaya langsung.
d. Mengurangi perhitungan dan penyajian informasi mengenai selisih harga beli
secara individual.
e. Mengurangi biaya administrasi penyelenggaraan sistem akuntansi.
2) Produksi JIT
Produksi JIT adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau produk
yang tepat waktu, mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap
produksi berikutnya atau sesuai dengan memenuhi permintaan pelanggan.
Perusahaan yang menggunakan produksi JIT dapat meningkatkan efisiensi dalam
bidang baik lead time (waktu tunggu) pemanufakturan, persediaan bahan, barang
dalam proses, dan produk selesai, waktu perpindahan, tenaga kerja langsung dan
tidak langsung, ruangan pabrik, biaya mutu, dan pembelian bahan. Penerapan
produksi JIT mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan manajemen
dalam beberapa cara sebagai berikut:
a. Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan.
b. Mengeliminasi atau mengurangi kelompok biaya (cost pools) untuk aktivitas
tidak langsung.
c. Mengurangi frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi selisih biaya
tenaga kerja dan overhead pabrik secara individual
d. Mengurangi keterincian informasi yang dicatat dalam work tickets.

2. Pemanufakturan JIT dan Penentuan Biaya Produk


Pemanufakturan JIT adalah sistem tarikan permintaan (Demand-Pull). Tujuan
pemanufakturan JIT adalah memproduksi produk hanya jika produk tersebut
dibutuhkan dan hanya sebesar jumlah permintaan pembeli (pelanggan).
Pemanufakturan JIT menggunakan pendekatan yang lebih memusat daripada dalam
pemanufakturan tradisional. Penggunaan sistem pemanufakturan JIT mempunyai
dampak pada:
1) Meningkatkan ketertelusuran biaya.
2) Meningkatkan akurasi penghitungan biaya produk.
3) Mengurangi perlunya alokasi pusat biaya jasa (departemen jasa).
4) Mengubah perilaku dan relatif pentingnya biaya tenaga kerja langsung.
5) Mempengaruhi sistem penentuan harga pokok pesanan dan proses.

1) JIT dan Ketertelusuran Biaya Overhead


Dalam lingkungan JIT, beberapa aktivitas overhead yang tadinya digunakan
bersama untuk lebih dari satu lini produk sekarang dapat ditelusuri secara
langsung ke satu produk tunggal. Manufaktur yang berbentuk unsur-unsur, tanaga
kerja yang terinterdisipliner, dan aktivitas jasa yang terdesentralisasi adalah
karakteristik utama JIT.
2) Keakuratan Penentuan Biaya Produk dan JIT
Salah satu konsekuensi dari penurunan biaya tidak langsung dan kenaikan
biaya langsung adalah meningkatkan keakuratan penentuan biaya (Harga Pokok
Produk). Pemanufakturan JIT, dengan mengurangi kelompok biaya tidak langsung
dan mengubah sebagian besar dari biaya tersebut menjadi biaya langsung maupun
sebaliknya, dapat menurunkan kebutuhan penaksiran yang sulit.
3) JIT dan Alokasi Biaya Pusat Jasa
Dalam lingkungan JIT, banyak jasa didesentralisasikan. Hal ini dicapai dengan
membebankan pekerja dengan keahlian khusus secara langsung ke lini produk dan
melatih tenaga kerja langsung yang ada dalam unsur-unsur untuk melaksanakan
aktivitas jasa yang semula dilakukan oleh tenaga kerja tidak langsung.
4) Pengaruh JIT pada Biaya Tenaga Kerja Langsung
Sebagai perusahaan yang menerapkan JIT dan otomatisasi, biaya tenaga kerja
langsung tradisional dikurangi secara signifikan. Oleh sebab itu mengakibatkan
persentasi biaya tenaga kerja langsung dibandingkan total biaya produksi menjadi
berkurang dan biaya tenaga kerja langsung berubah dari biaya variabel menjadi
biaya tetap.
5) Pengaruh JIT pada Penilaian Persediaan
Masalah pertama akuntansi yang dapat dihilangkan dengan penggunaan
pemanufakturan JIT satu diantaranya adalah kebutuhan untuk menentukan biaya
produk dalam rangka penilaian persediaan. Jika terdapat persediaan, maka
persediaan tersebut harus dinilai, dan penilaiannya mengikuti aturan-aturan
tertentu untuk tujuan pelaporan keuangan. Dalam JIT diusahakan persediaan nol
(atau paling tidak pada tingkat yang tidak signifikan), sehingga penilaian
persediaan menjadi tidak relevan untuk tujuan pelaporan keuangan. Dalam JIT,
keberadaan penentuan harga pokok produk hanya untuk memuaskan tujuan
manajerial. Manajer memerlukan informasi biaya produk yang akurat untuk
membuat berbagai keputusan misalnya, penetapan harga jual berdasar cost-plus,
analisis trend biaya, analisis profitabilitas lini produk, perbandingan dengan biaya
para pesaing, keputusan membeli atau membuat sendiri.
6) Pengaruh JIT pada Harga Pokok Pesanan
Dalam penerapan JIT untuk penentuan order pesanan, perusahaan harus
memisahkan bisnis yang sifatnya berulang-ulang dari pesanan khusus.
Selanjutnya, unsur-unsur pemanufakturan dapat dibentuk untuk bisnis berulang-
ulang. Dengan mereorganisasi tata letak pemanufakturan, pesanan tidak
membutuhkan perhatian yang besar dalam mengelompokkan harga pokok
produksi. Hal ini dikarenakan biaya dapat dikelompokkan pada level selular dan
ukuran lot sekarang sangat kecil, maka tidak praktis untuk menyusun kartu harga
pokok pesanan untuk setiap pesanan. Maka lingkungan pesanan akan
menggunakan sifat sistem harga pokok proses.

7) Penentuan Harga Pokok Proses dan JIT


Dalam metode proses, perhitungan biaya per unit akan menjadi lebih rumit
karena adanya persediaan barang dalam proses. Dengan menggunakan JIT,
diusahakan persediaan adalah nol, sehingga penghitungan unit ekuivalen tidak
terlalu dibutuhkan, dan tidak perlu menghitung biaya dari periode sebelumnya.
JIT secara signifikan mengarah pada penyederhanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Antariksa, Yodhia. 2012. Value Chain Analysis: Pisau Analisa yang Akan Membuat Bisnis Anda
Melejit. http://strategimanajemen.net/2012/05/07/value-chain-analysis-pisau-analisa-
yang-akan-membuat-bisnis-anda-melejit/. Diakses pada 29 Mei 2017.
Arvita. 2014. Just In Time. https://arvita92.wordpress.com/2014/07/10/makalah-just-in-time/.
Diakses pada 29 Mei 2017.
Hansen. 2015. Akuntansi Manajerial. Edisi 8. Salemba Empat: Jakarta
Human Capital Journal. 2015. Langkah-Langkah Melakukan Value Chain Analysis.
http://humancapitaljournal.com/langkah-langkah-melakukan-value-chain-analysis/.
Diakses pada 29 Mei 2017.
Human Capital Journal. 2015. Ciptakan Keunggulan Bisnis Lewat Value Chain Analysis.
http://humancapitaljournal.com/ciptakan-keunggulan-bisnis-lewat-value-chain-analysis/.
Diakses pada 29 Mei 2017.
Rahmawan, Arry. 2013. Menciptakan Keunggulan Kompetitif dalam Bisnis.
http://arryrahmawan.net/menciptakan-keunggulan-kompetitif-dalam-bisnis/. Diakses
pada 19 Mei 2017.

Anda mungkin juga menyukai