Pada dasarnya setiap perusahaan yang bersaing dalam suatu lingkungan industri
mempunyai keinginan untuk dapat lebih unggul dibandingkan pesaingnya. Pengertian keunggulan
bersaing sendiri memiliki dua arti yang berbeda tetapi saling berhubungan. Ada beberapa pendapat
para ahli strategi bersaing dalam dunia pemasaran, diantaranya seperti yang dikemukakan
oleh Michael E. Porter :
Strategi bersaing adalah pencarian akan posisi bersaing yang menguntungkan di dalam
suatu industri, arena fundamental tempat persaingan terjadi(1994;1).
Strategi bersaing adalah kombinasi antara akhir dan tujuan yang diperjuangakan oleh
perusahaan dengan alat (kebijaksanaan) dimana perusahaan berusaha sampai kesana (1997;18).
Strategi yang secara kuat menempatkan perusahaan terhadap pesaing dan yang memberi
perusahaan keunggulan bersaing yang sekuat mungkin (2001;312).
Menurut Philip Kotler dan Gary Amstrong (2001;230) terdapat lima tujuan pelaksanaan
strategi bersaing yaitu:
1
4. Memaksimalkan penjualan
Proses untuk memaksimalkan laba atau keuntungan tergantung dari efektifitas strategi
bersaingnya, selain itu juga tergantung pada seluruh sistem yang ada dalam perusahaan
serta unit-unit fungsional lainnya.
5. Menciptakan kinerja bisnis yang efektif
Perusahaan harus menciptakan kinerja bisnis yang efektif, agar bisnis mereka dapat
dikelola secara strategis.
1. Persaingan Merk
Perusahaan dapat melihat pesaingnya sebagai perusahaan lain yang menawarkan
produk dan jasa yang sama atau sejenis kepada pelanggan yang sama dengan kisaran
harga yang sama pula.
2. Persaingan Industri
Perusahaan dapat melihat pesaingnya lebih luas lagi, yaitu perusahaan menganggap
pesaing utamanya sebagai semua perusahaan yang membuat produk atau jenis produk
yang sama.
3. Persaingan Bentuk
Perusahaan dapat melihat pesaingnya dengan lebih luas lagi yaitu semua perusahaan
yang menghasilkan produk yang memberikan manfaat yang sama.
4. Persaingan Umum
Perusahaan dapat memandang pesaing utamanya dalam arti yang lebih luas lagi yaitu
semua perusahaan yang bersaing untuk konsumsi rupiah yang sama.
Berikut ini Michael Porter mengidentifikasikan lima kekuatan dalam menentukan daya
Tarik struktural segmen yaitu:
2
1. Pendatang baru.
2. Pembeli
Pembeli akan selalu berusaha untuk mencari produk yang memiliki harga lebih murah
namun tetap memiliki kualitas produk dan pelayanan yang tinggi. Hal ini membuat para pesaing
saling beradu untuk memenuhi keinginan konsumen tersebut
3. Pemasok
Kekuatan pemasok akan sangat berpengaruh terhadap proses produksi sebuah industri,
terlebih jika jumlah pemasok bahan baku tidak banyak maka pemasok dapat menetapkan harga
yang tidak rendah.
4. Substitusi
Produk substitusi merupakan ancaman yang besar bagi produk lain karena selain mampu
menjadi produk alternatif dari sebuah produk yang ada, dapat juga merebut pasar dari sebuah
produk yang disubstitusikan.
5. Pesaing
Semakin banyak pesaing industri maka semakin tinggi tingkat persaingan, karena pesaing
saling bersaing untuk menjadi market leader di pasar dan untuk memiliki market share yang besar.
1. Cost leadership,
2. Diferensiasi,
3
3. Fokus ( terdiri dari cost focus dan diferensiasi focus )
Strategi Biaya Rendah menekankan pada upaya memproduksi produk standar dengan
biaya per unit yang sangat rendah. Produk ini biasanya ditujukan kepada konsumen yang relatif
mudah terpengaruh oleh pergeseran harga atau menggunakan harga sebagai faktor penentu
keputusan.Terdapat dua cara untuk mencapai hal tersebut, antara lain:
1. Menjalankan aktivitas-aktivitas rantai nilai secara lebih efektif daripada pesaing dan
mengontrol berbagai faktor yang mungkin mendongkrak biaya aktivitas rantai nilai.
2. Memperbarui keseluruhan rantai nilai perusahaan untuk mengeliminasi atau memangkas
aktivitas-aktivitas yang menambah biaya.
Diferensiasi produk
Diferensiasi system penyerahan / penyampaian produk
Diferensiasi dalam pendekatan pemasaran
Diferensiasi dalam peralatan dan konstruksi
Diferensiasi dalam citra produk
Strategi fokus digunakan untuk membangun keunggulan bersaing dalam suatu segmen
pasar yang lebih sempit. Strategi jenis ini ditujukan untuk melayani kebutuhan konsumen yang
jumlahnya relatif kecil dan dalam pengambilan keputusan. Strategi ini cocok diterapkan jika :
4
12.2 Memahami Value Chain Analysis
Value Chain menggambarkan cara untuk memandang suatu perusahaan sebagai rantai
aktivitas yang mengubah input menjadi output yang bernilai bagi pelanggan. Nilai bagi pelanggan
berasal dari tiga sumber dasar: aktivitas yang membedakan produk, aktivitas yang menurunkan
biaya produk dan aktivitas yang dapat segera memenuhi kebutuhan pelanggan.
Langkah awal dalam analisis rantai nilai adalah memecah operasi suatu perusahaan
menjadi aktivitas atau proses bisnis tertentu, dengan mengelompokkan aktivitas atas proses
tersebut ke dalam kategori aktivitas primer atau pendukung. Alokasi Biaya Langkah berikutnya
adalah mencoba mengaitkan biaya ke setiap aktivitas yang berbeda. Setiap aktivitas dalam rantai
nilai mengeluarkan biaya serta mengikat waktu dan aset.
5
Menilai Rantai Nilai
1. Misi utama perusahaan perlu mempengaruhi pilihan aktivitas yang akan diteliti secara rinci
oleh manajer;
2. Sifat dari rantai nilai dan relatif pentingnya aktivitas-aktivitas dalam rantai nilai tersebut
bervariasi dari satu industri ke industri lain;
3. Relatif pentingnya aktivitas rantai nilai dapat bervariasi sesuai dengan posisi perusahaan
dalam sistem nilai yang lebih luas yang mencakup rantai nilai.
Setiap perusahaan mengembangkan sendiri satu atau lebih dari bagian-bagian dalam value
chain, berdasarkan analisis stratejik terhadap keunggulan kompetitifnya. Dalam jurnal Widarsono
(2009), menyatakan bahwa analisis value chain mempunyai tiga tahapan yaitu:
Dalam Gereffi, Gary dan John Humphries (2005), kategori rantai nilai terdiri dari:
6
a. Hierarchical/Vertical Value Chains (Supplier-Driven): Pada kategori ini, rantai nilai
dan tata kelolanya terikat dalam perusahaan transnasional yang terintegrasi secara
vertical.
b. Captive/Directed Value Chains (Buyer-Driven): Dalam hal ini, produsen hulu sangat
bergantung pada pembeli hilir yang lebih besar dan mapan (atau disebut dengan lead
firms).
c. Relational Value Chains: Jenis rantai nilai ini mengacu pada suatu situasi dimana
perusahaan produsen, berdasarkan desain dan kapasitas produksi yang disyaratkan,
dapat menegosiasikan hubungannya dengan pembeli hilir secara lebih setara.
d. Modular atau Balanced Value Chains: Dalam situasi seperti ini, perusahaan produsen
kurang begitu bergantung pada lead firm karena penataan produksinya yang lebih
fleksibel, sehingga memungkinkan penggunaan peralatan, bahan, teknologi dan lain
sebagainya.
e. Market Driven Value Chains: Tipe ini mengacu pada suatu situasi yang mendekati
struktur pasar yang benar-benar kompetitif dalam literatur ekonomi mikro.
12.2.5 Value Chain Internal Perusahaan (The Companys Internal Value Chain)
Value chain internal perusahaan merupakan penyusunan seluruh aktivitas penciptaan nilai
yang ada di dalam perusahaan tertentu. Menurut Josep G. Donelan dan Edward A. Kaplan langkah-
langkah yang diterapkan dalam pencapain value chain internal perusahaan, yaitu:
Supaya perusahaan bisa unggul dalam persaingan yang sangat ketat dengan lingkungan
yang selalu berubah, maka perusahaan perlu mengantisipasi, menanggapi, dan mengurangi atau
mengeliminasi hal-hal yang menyebabkan ketidakekonomisan yang terjadi dalam perusahaan.
7
Sebagian besar perusahaan akan berusaha untuk bisa bertahan, bahkan berkembang dalam
bisnisnya sehingga yang menjadi andalan adalah keunggulan bersaing.
12.3 Just In Time Manufacturing and Purchasing serta Pengaruhnya Terhadap Sistem
Manajemen Biaya
8
(Continous Product Flow Improvement) Tujuan pokoknya adalah menghilangkan proses-
proses yang menimbulkan kemacetan dan semua kondisi yang tidak produktif.
5. Penyempurnaan kualitas produk (Product Quality Perfection)
Kualitas produk merupakan tujuan dari aplikasi Just in Time dalam sistem produksi.
6. Respek terhadap semua orang/karyawan (Respect to People)
Dengan metode Just in Time dalam sistem produksi setiap pekerja akan diberi kesempatan
dan otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil keputusan.
7. Mengurangi segala bentuk ketidakpastian (Seek to Eliminate Contigencies)
Inventori yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi permintaan yang berfluktuasi
dan segala kondisi yang tidak terduga, justru akan berubah menjadi waste bilamana tidak
segera digunakan.
12.3.3 Persediaan Just In Time
Just In Time adalah suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen dimana segenap sumber
daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan.
Tujuannya adalah untuk mengangkat produktifitas dan mengurangi pemborosan. Perusahaan yang
mengadopsi system Just In Time ke proses produksinya mestilah merancang kembali fasilitas
fasilitas pabrikasinya dan kejadian - kejadian yang memicu proses produksi berdasarkan prediksi
terhadap masa yang akan dating.
12.3.4 Pembelian Dalam Sistem Just In Time.
Pendekatan JIT untuk pembelian menekankan pada pengurangan jumlah pemasok serta
memperbaiki mutu bahan baku mapun fungsi pembelian. Beberapa hambatan dalam pembelian
JIT:
Layout proses produksi
Frekuensi perubahan jadual
Sikap agen pembelian dan pemasok
Keandalan pengangkutan
Jarak pemasok
9
dengan memenuhi permintaan pelanggan. Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan biaya
produksi dengan cara:
1. Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap workstation (stasiun kerja)
atau tahapan pengolahan produk (konsep persediaan nol).
2. Mengurangi atau meniadakan Lead Time (waktu tunggu) produksi (konsep waktu tunggu
nol).
3. Secara berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengurangi biaya setup
mesin-mesin pada setiap tahapan pengolahan produk (workstation).
4. Menekankan pada penyederhanaan pengolahan produk sehingga aktivitas produksi yang
tidak bernilai tambah dapat dieliminasi.
Penerapan produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan
manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
1. Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan
2. Mengeliminasi atau mengurangi kelompok biaya (cost pools) untuk aktivitas tidak
langsung
3. Mengurangi frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi selisih biaya tenaga kerja dan
overhead pabrik secara individual
4. Mengurangi keterincian informasi yang dicatat dalam work tickets
Salah satu metode untuk mengendalikan persediaan yang modern adalah metode Just In
Time atau bisa disebut juga JIT. Rumusan JIT yang digunakan adalah:
10