Anda di halaman 1dari 10

12.

1 Competitive Advantage (Keunggulan Kompetitif )

Pada dasarnya setiap perusahaan yang bersaing dalam suatu lingkungan industri
mempunyai keinginan untuk dapat lebih unggul dibandingkan pesaingnya. Pengertian keunggulan
bersaing sendiri memiliki dua arti yang berbeda tetapi saling berhubungan. Ada beberapa pendapat
para ahli strategi bersaing dalam dunia pemasaran, diantaranya seperti yang dikemukakan
oleh Michael E. Porter :

Strategi bersaing adalah pencarian akan posisi bersaing yang menguntungkan di dalam
suatu industri, arena fundamental tempat persaingan terjadi(1994;1).

Robert M. Grant mengemukakan tentang pengertian strategi bersaing sebagai berikut:

Strategi bersaing adalah kombinasi antara akhir dan tujuan yang diperjuangakan oleh
perusahaan dengan alat (kebijaksanaan) dimana perusahaan berusaha sampai kesana (1997;18).

Sedangkan pengertian strategi bersaing menurut Philip Kotler adalah :

Strategi yang secara kuat menempatkan perusahaan terhadap pesaing dan yang memberi
perusahaan keunggulan bersaing yang sekuat mungkin (2001;312).

12.1.1 Tujuan Pelaksanaan Strategi Bersaing

Menurut Philip Kotler dan Gary Amstrong (2001;230) terdapat lima tujuan pelaksanaan
strategi bersaing yaitu:

1. Membentuk suatu positioning yang tepat


Perusahaan berusaha untuk menunjukkan suatu image atau citra tersendiri mengenai
perusahaan kepada pelanggan atau pasar sasaran.
2. Mempertahankan pelanggan yang setia
Pelanggan yang setia bagaikan kekayaan untuk masa depan, yang jika dikelola dengan
baik akan memberikan aliran pemasukan seumur hidup yang baik kepada perusahaan.
3. Mendapatkan pangsa pasar baru
Perusahaan berusaha untuk mendapatkan dan memperluas pangsa pasar dengan
menggunakan strategi bersaing mereka masing-masing untuk meraih pasar seluas-
luasnya.

1
4. Memaksimalkan penjualan
Proses untuk memaksimalkan laba atau keuntungan tergantung dari efektifitas strategi
bersaingnya, selain itu juga tergantung pada seluruh sistem yang ada dalam perusahaan
serta unit-unit fungsional lainnya.
5. Menciptakan kinerja bisnis yang efektif
Perusahaan harus menciptakan kinerja bisnis yang efektif, agar bisnis mereka dapat
dikelola secara strategis.

12.1.2 Jenis-jenis Persaingan

Perusahaan seringkali mendefinisikan para pesaingnya sebagai setiap perusahaan yang


memproduksi dan menjual produk dan jasa yang sama, dengan kisaran harga yang sama, dan
kepada pelanggan yang sama. Berikut jenis-jenis persaingan berdasarkan tingkat substitusi produk
menurut Philip Kotler (2000;293):

1. Persaingan Merk
Perusahaan dapat melihat pesaingnya sebagai perusahaan lain yang menawarkan
produk dan jasa yang sama atau sejenis kepada pelanggan yang sama dengan kisaran
harga yang sama pula.
2. Persaingan Industri
Perusahaan dapat melihat pesaingnya lebih luas lagi, yaitu perusahaan menganggap
pesaing utamanya sebagai semua perusahaan yang membuat produk atau jenis produk
yang sama.
3. Persaingan Bentuk
Perusahaan dapat melihat pesaingnya dengan lebih luas lagi yaitu semua perusahaan
yang menghasilkan produk yang memberikan manfaat yang sama.
4. Persaingan Umum
Perusahaan dapat memandang pesaing utamanya dalam arti yang lebih luas lagi yaitu
semua perusahaan yang bersaing untuk konsumsi rupiah yang sama.

12.1.3 Analisis 5 Kekuatan Persaingan Menurut Michael Porter

Berikut ini Michael Porter mengidentifikasikan lima kekuatan dalam menentukan daya
Tarik struktural segmen yaitu:

2
1. Pendatang baru.

Pesaing baru memiliki hambatan-hambatan dalam memasuki pasar karena dalam


memasuki pasar, suatu produk memerlukan diferensiasi dari produk pesaing, juga dibutuhkan
modal yang besar, biaya untuk berpindah supllier, pendistribusian yang tepat dan memperhatikan
aspek kebijakan pemerintah.

2. Pembeli

Pembeli akan selalu berusaha untuk mencari produk yang memiliki harga lebih murah
namun tetap memiliki kualitas produk dan pelayanan yang tinggi. Hal ini membuat para pesaing
saling beradu untuk memenuhi keinginan konsumen tersebut

3. Pemasok

Kekuatan pemasok akan sangat berpengaruh terhadap proses produksi sebuah industri,
terlebih jika jumlah pemasok bahan baku tidak banyak maka pemasok dapat menetapkan harga
yang tidak rendah.

4. Substitusi

Produk substitusi merupakan ancaman yang besar bagi produk lain karena selain mampu
menjadi produk alternatif dari sebuah produk yang ada, dapat juga merebut pasar dari sebuah
produk yang disubstitusikan.

5. Pesaing

Semakin banyak pesaing industri maka semakin tinggi tingkat persaingan, karena pesaing
saling bersaing untuk menjadi market leader di pasar dan untuk memiliki market share yang besar.

12.1.4 Strategi Keunggulan Bersaing

Perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif senantiasa memiliki kemampuan dalam


memahami perubahan struktur pasar dan mampu memilih strategi pemasaran yang efektif. Studi
yang dilakukan Michael P. Porter selanjutnya menetapkan strategi generik yang diklasifikasikan
dalam tiga kategori, yaitu :

1. Cost leadership,
2. Diferensiasi,
3
3. Fokus ( terdiri dari cost focus dan diferensiasi focus )

Strategi Biaya Rendah (Cost Leadership)

Strategi Biaya Rendah menekankan pada upaya memproduksi produk standar dengan
biaya per unit yang sangat rendah. Produk ini biasanya ditujukan kepada konsumen yang relatif
mudah terpengaruh oleh pergeseran harga atau menggunakan harga sebagai faktor penentu
keputusan.Terdapat dua cara untuk mencapai hal tersebut, antara lain:

1. Menjalankan aktivitas-aktivitas rantai nilai secara lebih efektif daripada pesaing dan
mengontrol berbagai faktor yang mungkin mendongkrak biaya aktivitas rantai nilai.
2. Memperbarui keseluruhan rantai nilai perusahaan untuk mengeliminasi atau memangkas
aktivitas-aktivitas yang menambah biaya.

Strategi Pembedaan Produk (Differentiation)

Diferensiasi dapat dilakukan dalam beberapa bentuk, antara lain:

Diferensiasi produk
Diferensiasi system penyerahan / penyampaian produk
Diferensiasi dalam pendekatan pemasaran
Diferensiasi dalam peralatan dan konstruksi
Diferensiasi dalam citra produk

Strategi Fokus (Focus)

Strategi fokus digunakan untuk membangun keunggulan bersaing dalam suatu segmen
pasar yang lebih sempit. Strategi jenis ini ditujukan untuk melayani kebutuhan konsumen yang
jumlahnya relatif kecil dan dalam pengambilan keputusan. Strategi ini cocok diterapkan jika :

1. Kebutuhan pembeli terhadap suatu barang bermacam-macam


2. Tidak ada saingan khusus dalam target/segmen yang sama
3. Segmen pembeli sangat berbeda dalam ukuran, pertumbuhan, profitabilitas, yang
membuat banyak segmen lebih menarik daripada yang lain
4. Perusahaan kurang memiliki kapabilitas untuk memenuhi kebutuhan keseluruhan pasar.

4
12.2 Memahami Value Chain Analysis

12.2.1 Pengertian Analisis Rantai Nilai Istilah rantai nilai

Value Chain menggambarkan cara untuk memandang suatu perusahaan sebagai rantai
aktivitas yang mengubah input menjadi output yang bernilai bagi pelanggan. Nilai bagi pelanggan
berasal dari tiga sumber dasar: aktivitas yang membedakan produk, aktivitas yang menurunkan
biaya produk dan aktivitas yang dapat segera memenuhi kebutuhan pelanggan.

Pengertian Analisis Rantai Nilai Menurut Para Ahli :

1. Menurut Shank dan Govindarajan (2000), mendefinisikan Value Chain Analyisis,


merupakan alat untuk memahami rantai nilai yang membentuk suatu produk.
2. Porter (1985) menjelaskan, Analisis value-chain merupakan alat analisis stratejik yang
digunakan untuk memahami secara lebih baik terhadap keunggulan kompetitif.
12.2.2 Melakukan Analisis Rantai Nilai Identifikasi Aktivitas

Langkah awal dalam analisis rantai nilai adalah memecah operasi suatu perusahaan
menjadi aktivitas atau proses bisnis tertentu, dengan mengelompokkan aktivitas atas proses
tersebut ke dalam kategori aktivitas primer atau pendukung. Alokasi Biaya Langkah berikutnya
adalah mencoba mengaitkan biaya ke setiap aktivitas yang berbeda. Setiap aktivitas dalam rantai
nilai mengeluarkan biaya serta mengikat waktu dan aset.

12.2.3 Memahami Kesulitan dalam Akuntansi Biaya Berbasis Aktivitas

Di hampir semua perusahaan, kebutuhan informasi untuk mendukung akuntansi biaya


berbasis aktivitas dapat menciptakan pekerjaan yang berulang karena persyaratan pelaporan
keuangan dapat memaksa perusahaan untuk mempertahankan pendekatan tradisional untuk tujuan
laporan keuangan.

12.2.4 Identifikasi Aktivitas yang Membedakan Perusahaan

Mencermati rantai nilai perusahaan mungkin tidak hanya akan mengungkapkan


keunggulan atau kelemahan biaya, namun juga mengarahkan perhatian pada beberapa sumber
keunggulan diferensiasi relatif terhadap pesaing.

5
Menilai Rantai Nilai

Ketika rantai nilai didokumentasikan, para manajer perlu mengidentifikasikan aktivitas


yang penting bagi kepuasan pembeli dan keberhasilan pasar. Terdapat tiga pertimbangan penting
dalam tahap analisis rantai nilai:

1. Misi utama perusahaan perlu mempengaruhi pilihan aktivitas yang akan diteliti secara rinci
oleh manajer;
2. Sifat dari rantai nilai dan relatif pentingnya aktivitas-aktivitas dalam rantai nilai tersebut
bervariasi dari satu industri ke industri lain;
3. Relatif pentingnya aktivitas rantai nilai dapat bervariasi sesuai dengan posisi perusahaan
dalam sistem nilai yang lebih luas yang mencakup rantai nilai.

Tahapan Dalam Analisis Rantai Nilai

Setiap perusahaan mengembangkan sendiri satu atau lebih dari bagian-bagian dalam value
chain, berdasarkan analisis stratejik terhadap keunggulan kompetitifnya. Dalam jurnal Widarsono
(2009), menyatakan bahwa analisis value chain mempunyai tiga tahapan yaitu:

1. Mengidentifikasi aktivitas Value Chain Perusahaan mengidentifikasi aktivitas value


chain yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam proses desain, pemanufakturan, dan
pelayanan kepada pelanggan.
2. Mengidentifikasi Cost driver pada setiap aktivitas nilai Cost Driver merupakan faktor
yang mengubah jumlah biaya total, oleh karena itu tujuan pada tahap ini adalah
mengidentifikasikan aktivitas dimana perusahaan mempunyai keunggulan biaya baik
saat ini maupun keunggulan biaya potensial.
3. Mengembangkan keunggulan kompetitif dengan mengurangi biaya atau menambah
nilai. Pada tahap ini perusahaan menentukan sifat keunggulan kompetitif potensial dan
saat ini dengan mempelajari aktivitas nilai dan cost driver yang diidentifikasikan
diatas.

Kategori Rantai Nilai

Dalam Gereffi, Gary dan John Humphries (2005), kategori rantai nilai terdiri dari:

6
a. Hierarchical/Vertical Value Chains (Supplier-Driven): Pada kategori ini, rantai nilai
dan tata kelolanya terikat dalam perusahaan transnasional yang terintegrasi secara
vertical.
b. Captive/Directed Value Chains (Buyer-Driven): Dalam hal ini, produsen hulu sangat
bergantung pada pembeli hilir yang lebih besar dan mapan (atau disebut dengan lead
firms).
c. Relational Value Chains: Jenis rantai nilai ini mengacu pada suatu situasi dimana
perusahaan produsen, berdasarkan desain dan kapasitas produksi yang disyaratkan,
dapat menegosiasikan hubungannya dengan pembeli hilir secara lebih setara.
d. Modular atau Balanced Value Chains: Dalam situasi seperti ini, perusahaan produsen
kurang begitu bergantung pada lead firm karena penataan produksinya yang lebih
fleksibel, sehingga memungkinkan penggunaan peralatan, bahan, teknologi dan lain
sebagainya.
e. Market Driven Value Chains: Tipe ini mengacu pada suatu situasi yang mendekati
struktur pasar yang benar-benar kompetitif dalam literatur ekonomi mikro.

12.2.5 Value Chain Internal Perusahaan (The Companys Internal Value Chain)

Value chain internal perusahaan merupakan penyusunan seluruh aktivitas penciptaan nilai
yang ada di dalam perusahaan tertentu. Menurut Josep G. Donelan dan Edward A. Kaplan langkah-
langkah yang diterapkan dalam pencapain value chain internal perusahaan, yaitu:

1. Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas value chain;


2. Menentukan aktivitas value chain yang mana paling strategis;
3. Menelusuri biaya-biaya setiap aktivitas value chain;
4. Menggunakan informasi biaya aktivitas untuk mengelola setiap aktivitas value chain
secara lebih baik daripada perusahaan lain dalam industri tersebut.

12.2.6 Analisis Value Chain untuk Keunggulan Kompetitif

Supaya perusahaan bisa unggul dalam persaingan yang sangat ketat dengan lingkungan
yang selalu berubah, maka perusahaan perlu mengantisipasi, menanggapi, dan mengurangi atau
mengeliminasi hal-hal yang menyebabkan ketidakekonomisan yang terjadi dalam perusahaan.

7
Sebagian besar perusahaan akan berusaha untuk bisa bertahan, bahkan berkembang dalam
bisnisnya sehingga yang menjadi andalan adalah keunggulan bersaing.

12.3 Just In Time Manufacturing and Purchasing serta Pengaruhnya Terhadap Sistem
Manajemen Biaya

12.3.1 Pengertian Just In Time


Menurut Henri Simamora dalam bukunya Akuntansi Manajemen, Just In Time adalah
suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen dimana segenap sumber daya, termasuk bahan baku
dan suku cadang, personalia, dan fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. JIT mempunyai empat
aspek pokok sebagai berikut:
1. Semua aktivitas yang tidak bernilai tambah terhadap produk atau jasa harus di eliminasi.
Aktivitas yang tidak bernilai tambah meningkatkan biaya yang tidak perlu.
2. Adanya komitmen untuk selalu meningkatkan mutu yang lebih tinggi.
3. Selalu diupayakan penyempurnaan yang berkesinambungan (Continuous Improvement) dalam
meningkatkan efisiensi kegiatan.
4. Menekankan pada penyederhanaan aktivitas dan meningkatkan pemahaman terhadap aktivitas
yang bernilai tambah.

12.3.2 Prinsip dasar just in time (JIT)


Untuk mengaplikasikan metode JIT maka ada 7 prinsip yang harus dijadikan dasar
pertimbangan di dalam menentukan strategi sistem produksi, yaitu:

1. Berproduksi sesuai dengan pesanan Jadwal Produksi Induk


Sistem manufaktur baru akan dioperasikan untuk menghasilkan produk menunggu setelah
diperoleh kepastian adanya order dalam jumlah tertentu masuk.
2. Produksi dilakukan dalam jumlah lot (Lot Size)
Yang kecil untuk menghindari perencanaan dan lead time yang kompleks seperti halnya
dalam produksi jumlah besar.
3. Mengurangi pemborosan (Eliminate Waste)
Pemborosan (waste) harus dieliminasi dalam setiap area operasi yang ada.
4. Perbaikan aliran produk secara terus-menerus

8
(Continous Product Flow Improvement) Tujuan pokoknya adalah menghilangkan proses-
proses yang menimbulkan kemacetan dan semua kondisi yang tidak produktif.
5. Penyempurnaan kualitas produk (Product Quality Perfection)
Kualitas produk merupakan tujuan dari aplikasi Just in Time dalam sistem produksi.
6. Respek terhadap semua orang/karyawan (Respect to People)
Dengan metode Just in Time dalam sistem produksi setiap pekerja akan diberi kesempatan
dan otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil keputusan.
7. Mengurangi segala bentuk ketidakpastian (Seek to Eliminate Contigencies)
Inventori yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi permintaan yang berfluktuasi
dan segala kondisi yang tidak terduga, justru akan berubah menjadi waste bilamana tidak
segera digunakan.
12.3.3 Persediaan Just In Time
Just In Time adalah suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen dimana segenap sumber
daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan.
Tujuannya adalah untuk mengangkat produktifitas dan mengurangi pemborosan. Perusahaan yang
mengadopsi system Just In Time ke proses produksinya mestilah merancang kembali fasilitas
fasilitas pabrikasinya dan kejadian - kejadian yang memicu proses produksi berdasarkan prediksi
terhadap masa yang akan dating.
12.3.4 Pembelian Dalam Sistem Just In Time.
Pendekatan JIT untuk pembelian menekankan pada pengurangan jumlah pemasok serta
memperbaiki mutu bahan baku mapun fungsi pembelian. Beberapa hambatan dalam pembelian
JIT:
Layout proses produksi
Frekuensi perubahan jadual
Sikap agen pembelian dan pemasok
Keandalan pengangkutan
Jarak pemasok

12.3.5 Produksi JIT


Produksi JIT adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau produk yang tepat waktu,
mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap produksi berikutnya atau sesuai

9
dengan memenuhi permintaan pelanggan. Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan biaya
produksi dengan cara:
1. Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap workstation (stasiun kerja)
atau tahapan pengolahan produk (konsep persediaan nol).
2. Mengurangi atau meniadakan Lead Time (waktu tunggu) produksi (konsep waktu tunggu
nol).
3. Secara berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengurangi biaya setup
mesin-mesin pada setiap tahapan pengolahan produk (workstation).
4. Menekankan pada penyederhanaan pengolahan produk sehingga aktivitas produksi yang
tidak bernilai tambah dapat dieliminasi.

Penerapan produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan
manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
1. Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan
2. Mengeliminasi atau mengurangi kelompok biaya (cost pools) untuk aktivitas tidak
langsung
3. Mengurangi frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi selisih biaya tenaga kerja dan
overhead pabrik secara individual
4. Mengurangi keterincian informasi yang dicatat dalam work tickets

12.3.6 Perumusan Just In Time (JIT)

Salah satu metode untuk mengendalikan persediaan yang modern adalah metode Just In
Time atau bisa disebut juga JIT. Rumusan JIT yang digunakan adalah:

X1 : Unit produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu.


I : Laba sebelum pajak penghasilan
F1 : Total biaya tetap
X2 : Jumlah kuantitas berbasis nonunit
V2 : Biaya variable berbasis nonunit
P : Harga jual perunit
V1 : Biaya variable perunit

10

Anda mungkin juga menyukai