Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Ansietas


2.1.1. Pengertian Ansietas
Kecemasan (ansietas / axienty) adalah gangguan alam perasaan (affective) yang
di tandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan,tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing
Ability / RTA, masih baik), kepribadian masih tetap utuh atau tidak mengalami
keretakan kepribadian (Spilitting of Personality),prilaku dapat terganggu tetapi masih
dalam atas - batas normal (Hawari, 2011, hal. 19).
Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan
merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman
baru atau yang belum pernah dilakukan serta dalam menemukan identitas diri dan arti
kehidupan. Kecemasan memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut dan
kehati - hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan.
Kecemasan seringkali disertai dengan gejala fisik seperti sakit kepala, jantung
berdebar cepat, dada terasa sesak, sakit perut, atau tidak tenang dan tidak dapat duduk
diam. Gejala - gejala kecemasan yang muncul dapat berbeda pada masing - masing
orang (Widury, 2008, hal. 73 - 74).
Sedangkan menurut (Riyadi&Purwanto,2010) Ansietas adalah suatu perasaan
takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai gejala
fisiologis, sedangkan pada gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan yang
bermakna dan gangguan fungsi yang disebabkan oleh kecemasan tersebut.
Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang
menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidak mampuan mengatasi suatu
masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada
umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai
perubahan fisiologis dan psikologis (Rochman, 2010)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respon
seseorang berupa rasa khawatir , was-was dan tidak nyaman dalam menghadapi
suatu hal tanpa objek yang jelas.
1. Rentang Respon Kecemasan

Respon Adaptif Respon Maladaptif


2. Tingkatan Ansietas

1) Ansietas Ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan peristiwa kehidupan sehari-hari.
Lapang persepsi melebar dan orang akan bersikap hati-hati dan waspada. Orang yang
mengalami ansietas ringan akan terdorong untuk menghasilkan kreativitas. Respons-
respons fisiologis orang yang mengalami ansietas ringan adalah sesekali mengalami
napas pendek, naiknya tekanan darah dan nadi, muka berkerut, bibir bergetar, dan
mengalami gejala pada lambung. Respons kognitif orang yang mengalami ansietas
ringan adalah lapang persepsi yang melebar, dapat menerima rangsangan yang
kompleks, konsentrasi pada masalah dan dapat menjelaskan masalah secara efektif.
Adapun respons perilaku dan emosi dari orang yang mengalami ansietas adalah tidak
dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meninggi.

2) Ansietas Sedang
Pada ansietas sedang tingkat lapang persepsi pada lingkungan menurun dan
memfokuskan diri pada hal-hal penting saat itu juga dan menyampingkan hal-hal
lain. Respons fisiologis dari orang yang mengalami ansietas sedang adalah sering
napas pendek, nadi dan tekanan darah naik mulut kering, anoreksia, diare, konstipasi
dan gelisah. Respon kognitif orang yang mengalami ansietas sedang adalah lapang
persepsi yang menyempit, rangsangan luar sulit diterima, berfokus pada apa yang
menjadi perhatian. Adapun respons perilaku dan emosi adalah gerakan yang
tersentak-sentak, meremas tangan, sulit tidur, dan perasaan tidak aman .

3) Ansietas Berat
Pada ansietas berat lapang persepsi menjadi sangat sempit, individu
cenderung memikirkan hal-hal kecil dan mengabaikan hal-hal lain. Individu sulit
berpikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk memusatkan
perhatian pada area lain. Respons-respons fisiologis ansietas berat adalah napas
pendek, nadi dan tekanan darah darah naik, banyak berkeringat, rasa sakit kepala,
penglihatan kabur, dan mengalami ketegangan. Respon kognitif pada orang yang
mengalami ansietas berat adalah lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu
untuk menyelesaikan masalah. Adapun respons perilaku dan emosinya terlihat dari
perasaan tidak aman, verbalisasi yang cepat, dan blocking.

4) Panik
Pada tingkatan panik lapang persepsi seseorang sudah sangat sempit dan sudah
mengalami gangguan sehingga tidak bisa mengendalikan diri lagi dan sulit
melakukan apapun walaupun dia sudah diberikan pengarahan. Respons-respons
fisiologis panik adalah napas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi dan
koordinasi motorik yang sangat rendah. Sementara respons-respons kognitif
penderita panik adalah lapang persepsi yang sangat pendek sekali dan tidak mampu
berpikir logis. Adapun respons perilaku dan emosinya terlihat agitasi, mengamuk dan
marah-marah, ketakutan dan berteriak-teriak, blocking, kehilangan kontrol diri dan
memiliki persepsi yang kacau (Herry Zan Pieter, 2011

2.1.2. Gejala Klinis Kecemasan


Keluhan - keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami
gangguan kecemasan antara lain yaitu cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan
pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah
terkejut, takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang,gangguan pola tidur,
mimpi - mimpi yang menegangkan gangguan konsentrasi dan daya ingat, keluhan -
keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging
(tinitus), berdebar - debar, sesak nafas, gangguan pencernaan dan sakit kepala
(Hawari, 2011).
Data ansietas dapat diperoleh melalui observasi atau wawancara tentang perilaku
berikut ini:
Respon Fisik:
a. Sering napas pendek
b. Nadi dan tekanan darah naik
c. Mulut kering
d. Anoreksia
e. Diare/konstipasi
f. Gelisah
a. Lapang persepsi menyempit
b. Tidak mampu menerima rangsang luar
c. Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
Respon perilaku dan emosi:
a. Gerakan tersentak-sentak
b. Bicara berlebihan dan cepat
c. Sulit tidur
d. Perasaan tidak aman

Apabila individu sudah mengalami koping individu yang tidak efektif maka
tanda dan gejala yang dijumpai adalah:
a. Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau meminta
bantuan
b. Penggunaan mekanisme pertahanan yang tidak sesuai
c. Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan
d. Rasa khawatir kronis
e. Mengungkapkan tentang kesulitan dengan stress kehidupan
f. Ketidakmampuan menyelesaikan masalah
g. Perubahan dalam interaksi sosial
h. Perilaku destruktif
i. Sering sakit
j. Berbohong atau memanipulasi
k. Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar
l. Tidak mampu asertif
m. Perubahan dalam pola komunikasi
2.1.3. Etiologi
1 Faktor predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang yang
dapat menimbulkan kecemasan (Suliswati,2005). Ketegangan dalam kehidupan
tersebut dapat berupa :

a. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan


dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau
situasional
b. Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan
baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan
yang menimbulkan kecemasan pada individu
c. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidak mampuan individu
berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan
d. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidak berdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego
e. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri
individu
f. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress
akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami
karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarg
g. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon
individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasan
h. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan
yang mengandung benzodizepin, karena benzodizepin dapat menekan
neurotransmiter gama amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas
neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan

2. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi adalah ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan tibulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan
menjadi 2 yaitu :
1. Ancaman terhadap intregitas fisik.Ketegangan yang mengancam
integritas fisik yang meliputi :
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,
regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya hamil).
b. Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempattinggal

2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber eksternal dan internal


a. Sumber internal, kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah dan
tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap
intergritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b. Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan
status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya . (Eko Prabowo, 2014)

2.1.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecemasan


Mcfarlan dan Wasli (1997 dalam Shives,1998) mengatakan bahwa faktor yang
berkonstribusi pada terjadinya kecemasan meliputi ancaman pada:
a. Konsep diri
b. Personal security system
c. Kepercayaan, lingkungan
d. Fungsi peran, hubungan interpersonal, dan
e. Status kesehatan.

Menurut Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI (1994), faktor- faktor yang


memengaruhi kecemasan antara lain sebagai berikut
a. Perkembangan Kepribadian
Perkembangan kepribadian seorang dimulai sejak usia bayi hingga 18 tahun
dan bergantung pada pendidikan orang tua dirumah, pendidikan disekolah dan
pengaruh sosialnya, serta pengalaman dalam kehidupannya.Seseorang menjadi
pencemas terutama akibat prosesdan identifikasi dirinya terhadap kedua orang tuanya
daripada pengaruh keturunannya.
Perkembangan kepribadian akan membentuk tipe kepribadian seseorang
dimana tipe kepribadian tersebut akan memengaruhi seseorang dalam merespons
kecemasan. Dengan demikian respon kecemasan yang dialami seseorang akan
berbeda dari orang lain, bergantung pada tipe kepribadian tersebut.
b. Tingkat Maturasi
Tingkat maturasi individu akan memengaruhi tingkat kecemasan. Pada bayi
tingkat kecemasan lebih disebabkan perpisahan dan lingkungan yang tidak dikenal.
Kecemasan pada remaja lebih banyak disebabkan oleh perkembangan seksual.
Pada orang dewasa kecemasan lebih banyak ditimbulkan oleh hal-hal yang
berhubungan dengan ancaman konsep diri, sedangkan pada lansia kecemasan
berhubungan dengan kehilangan fungsi, sebagai contoh adalah wanita yang
menjelang menopouse. Mereka akan merasa cemas akibat akan mengalami
penurunan fungsi reproduktif sehingga diperlukan dukungan sosial untuk
mencegah terjadinya kecemasan tersebut .
c. Tingkat Pengetahuan
Individu dengan tingkat pengetahuannya lebih tinggi akan mempunyai koping
( penyelesaian masalah ) yang lebih adaptif terhadap kecemasan daripada individu
yang tingkat pengetahuannya lebih rendah

d. Karakteristik Stimulus
1) intensitas stressor
Intensitas stimulus yang semakin besar, semakin besar pula kemungkinan
respons cemas akan terjadi. Stimulus hebat akan menimbulkan lebih banyak
respons yang nyata daripada stimulus yang timbul perlahan-lahan. Stimulus ini
selalu memberi waktu bagi seseorang untuk mengembangkan cara penyelesaian
masalah.
2) Lama Stressor
Stressor yang menetap dapat menghabiskan energi dan akhirnya akan melemahkan
sumber-sumber penyelesaian masalah yang ada.
3) Jumlah Stressor
Stressor yang besar akan lebih meningkatkan kecemasan pada individu daripada
stimulus yang lebih kecil. (Solehati & Kosasih, 2015)

2.1.5. Tipe Kepribadian Pencemas


Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang,memandang masa depan
dengan rasa was - was atau khawatir, Kurang percaya diri, gugup apabila tampil di
muka umum,Sering merasa tidak bersalah atau menyalahkan orang lain,tidak mudah
mengalah gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah,seringkali
mengeluh ini dan itu atau keluhan somatik, khawatir berlebihan terhadap
penyakit,mudah tersinggung, suka membesarkan - besarkan masalah yang kecil,dalam
mengambil keputusan sering di liputi rasa bimbang dan ragu,kalau sedang emosi
sering bertindak dengan histeris ( Hawari, 2011).
2.1.6. Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart (2007) tingkat kecemasan dibagi menjadi :
a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari -
hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivikasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah
kelelahan, kesadaran tinggi, mampu belajar, motivasi meningkat dan tingkah
laku sesuai situasi.
b. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
masalah yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu terarah. Manifestasi
yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut
jantung dan pernafasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat
dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun
tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, mudah tersinggung, tidak
sabar, mudah lupa, marah dan menangis.
c. Kecemasan berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang
dengan kecemasan berat dan cenderung untuk memusatkan pada suatu area
lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit
kepala, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, dan tidak mau
belajar secara efektif.
d. Kecemasan panik
Kecemasan panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal
terinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali,
individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan arahan. Panik mencakup diorganisasikan kepribadian dan
menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain. Persepsi yang menyimpang, dan kehilangan
pemikiran rasional. Tingkat ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika
berlangsung terus dalam waktu yang lama dapat terjadi kematian dan kelelahan

2.1.7. Alat Ukur Kecemasan


Menurut Hawari (2011,hal. 79) Untuk mengetahui sejauh mana derajat
kecemasan seseorang apakah ringan,sedang,berat atau berat sekali orang
menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating
Scale For Anxiety. Masing - masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score)
antar lain 0 - 4 yang artinya adalah : Nilai 0 = tidak ada gejala
Nilai 1 = gejala ringan
Nilai 2 = gejala sedang
Nilai 3 = gejala berat
Nilai 4 = gejala berat sekali
Masing - masing nilai angka score dari 14 kelompok gejala tersebut di
jumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan
seseorang, yaitu Total nilai score : kurang dari 14 = tidak ada kecemasan
14 20 = kecemasan ringan
21 27 = kecemasan sedang
28 41 = kecemasan berat
42 56 = kecemasan berat sekali

2.1.8. Penatalaksanaan
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahan dan
terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencakup fisik
( somatik ) , psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkapnya seperti
pada uraian berikut :

a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :


1) Makan makanan yang bergizi dan seimbang.
2) Tidur yang cukup.
3) Olahraga yang cukup
4) Tidak merokok
5) Tidak meminum minuman keras

b. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-
obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neurotransmiter ( sinyal
penghantar syaraf ) di susunan saraf pusat otak ( limbic system ). Terapi
psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolitic), yaitu
diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspironeHCl, meprobamate dan
alprazolam.

c. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik ( somatik ) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau
akibat dari kecemasan yang berkepanjangan Untuk menghilangkan keluhan-
keluhan somatik ( fisik ) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada
organ tubuh yang bersangkutan.
d. Psikoterapi

Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:

1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi semangat atau dorongan


agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan
serta percaya diri.
2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila
dinilai bahwa ketidak mampuan mengatasi kecemasan

3) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksutkan memperbaiki (re-konstruksi)


kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.

4) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien yaitu


kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrai dan daya ingat.

5) Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses


dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu
menghadap stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.

6) Psikoterapi keluarga untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan agar faktor


keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat
dijadikan sebagai faktor pendukung .

7) Terapi psikoreligiusuntuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat


hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai
problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial. (Eko Prabowo, 2014)

e. Napas Dalam
Napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri atas pernapasan
abdominal (diafragma)
Prosedur :
1) Atur posisi yang nyaman
2) Fleksikan lutut klien untuk merelaksasi otot abdomen

3) Tempatkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tepat dibawah tulang iga.

4) Tarik napas dalam melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup. Hitung
sampai 3 selama inspirasi.

5) Hembuskan udara lewat bibir seperti meniup secara perlahan lahan


(Asmadi,2008).
2.2. Pengkajian Fokus
1. Data Yang Perlu Dikaji
a. Perilaku
Produktivitas menurun, mengamati dan waspada, kontak mata, jelek,
gelisah, melihat sekilas sesuatu , pergerakan berlebihan (seperti; foot
shuffling, pergerakan lengan/tangan), Ungkapan perhatian berkaitan
dengan merubah peristiwa dalam hidup, insomnia, perasaan gelisah
b. Afektif
Menyesal, iritabel,kesedihan mendalam, takut, gugup, suka cita
berlebihan, nyeri dan ketidak berdayaan meningkat secara menetap,
gemertak, ketidak pastian, kekhawatiran meningkat, fokus pada diri
sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan, distressed, khawatir, prihatin
dan mencemaskan
c. Fisiologis
Suara bergetar, gemetar/tremor tangan, bergoyang-goyang, respirasi
meningkat, kesegeraan berkemih ( parasimpatis), nadi meningkat, dilasi
pupil, refleks-refleks meningkat, nyeri abdomen, gangguan tidur,
perasaan geli pada ekstrimitas, eksitasi kardiovaskuler, peluh
meningkat, wajah tegang, anoreksia, jantung berdebar-debar , diarhea,
keragu-raguan berkemih kelelahan, mulut kering, kelemahan, nadi
berkurang, wajah bergejolak, vasokontriksi supervisial, berkedutan,
tekanan darah menurun mual, keseringan berkemih, pingsan, sukar
bernafas, tekanan darah meningkat .

d. Kognitif
Hambatan berfikir, bingung, preokupasi, pelupa, perenungan, perhatian,
lemah, lapang persepsi menurun, takut akibat yang tidak khas,
cenderung menyalahkan orang lain, sukar berkonsentrasi, kemampuan
berkurang terhadap:( memecahkan masalah dan belajar) , kewaspadaan
terhadap gejala fisiologis .

e. Faktor yang berhubungan

Terpapar toksin, konflik tidak disadari tentang pentingnya nilai-nilai /


tujuan hidup, hubungan kekeluargaan / keturunan, kebutuhan yang tidak
terpenuhi, interpersonal-transmisi/penularan, krisis situasional, maturasi,
ancaman terhadap konsep diri, stress, penyalah gunaan zat,ancaman
terhadap atau perubahan dalam : status peran status kesehatan , pola
interaksi, fungsi peran, lingkungan , status
ekonomi ( NANDA 2005-2006:9-11)
2. Diangosa keperawatan
Berdasarkan data-data yang ditemukan pada saat pengkajian, maka diagnosa

keperawatan:

4. Ansietas

5. Koping Individu Tidak Efektif


3. Tindakan Keperawatan
Saudara dapat memilih tindakan keperawatan berikut sesuai dengan kondisi pasien
saudara .

1. Tindakan Keperawatan pasien dengan ansietas

2. Tindakan keperawatan untuk pasien:

a. Tujuan: Diharapkan pasien mampu:

i. Mengenal ansietas

ii. Mengatasi ansietas melalui tehnik relaksasi

iii. Memperagakan dan menggunakan tehnik relaksasi untuk mengatasi


ansietas

b. Tindakan keperawatan:

i. Bina hubungan saling percaya

Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar


pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi.

Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling


percaya adalah:

1. Mengucapkan salam terapeutik

2. Berjabat tangan

3. Menjelaskan tujuan interaksi

4. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu


pasien

ii. Bantu pasien mengenal ansietas:

1. Bantu pasien untuk untuk mengidentifikasi dan menguraikan


perasaannya.

2. Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas

3. Bantu pasien mengenal penyebab ansietas

4. Bantu klien menyadari perilaku akibat ansietas


iii. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan
rasa percaya diri:

1. Pengalihan situasi

2. Latihan relaksasi:

a. Tarik napas dalam

b. Mengerutkan dan mengendurkan otot-otot

3. Hipnotis diri sendiri (latihan 5 jari)

iv. motivasi pasien melakukan tehnik relaksasi setiap kali ansietas muncul

Anda mungkin juga menyukai