Anda di halaman 1dari 5

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian menurut Arif Muttaqin (2012) anamnesis pada Bells Palsy meliputi
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, dan pengkajian psikososial.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien meminta bantuan kesehatan adalah berhubungan dengan
kelumpuhan otot wajah terjadi pada satu sisi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk menunjang keluhan
utama klien. Tanyakan dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh, dan bertambah buruk. Pada pengkajian klien Bells palsy biasanya
didapatkan keluhan kelumpuhan otot wajah pada satu sisi. Kelumpuhan fasialis ini
melibatkan semnua otot wajah satu sisi. Jika dahi dikerutkan, lipatan kulit dahi hanya
tampak pada sisi yang sehat saja. Jika klien diminta memejamkan kedua mata, maka
pada sisi yang tidak sehat, kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata dan terlihat
berputarnya bola mata ke atas. Fenomena tersebut dikenal sebagai tanda Bell.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian penyakit pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan
atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami
penyakit iskemia vascular, otitis media, tumor intracranial, trauma kapitis, penyakit virus
(herpes simplek, herpes zozter), penyakit autoimun, atau kombinasi semua faktor ini.
Pengkajian pamakaian obat-obatan yang sering digunakan klien, pengkajian tindakan
medis yan gdidapatkan klien dapat mendukung pengkajian riwayat penyakit sekarang
dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan memberikan tindakan
selanjutnya.
5. Pengkajian psikososiaspiritual
Pengkajian psikologis klien Bells Palsy meliputi beberapa penilaian yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,
kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga
penting untuk menilai respon emosi klien terhadap kelumpuhan otot wajah sesisi dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keuarga ataupun dalam masyarakat. Apapun
ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang
secara sadar biasa digunakan klien selama kesehatan saat ini yang telah diketahui dan
perubahan perilaku akibat stress.
6. Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing)
Jika tidak ada penyakit lain yang menyertai, pemeriksaan sistem pernafasan klien
dalam batas normal. Pada palpasi biasaanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi didapatkan resonan pada seluruh lapangan paru. Auskultasi tidak terdengar
bunyi nafas tambahan.
B2 (Blood)
Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan nadi dengan frekuensi dan
ritme yang normal, tekanan darah dalam batas normal, dan tidak terdengar bunyi
jantung tambahan.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sisitem lainnya.
Pengkajian tingkat kesadaran
Pada Bells Palsy biasanya kesadaran klien komposmentis.
Pengkajian fungsi serebral
Status mental meliputi observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien Bells Palsy tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
Pengkajian saraf kranial
Pemeriksaan saraf kranial meliputi pemeriksaan pada saraf kranial I-XII.
Saraf I, bisanya pada klien Bells Palsy tidak ada kelaianan pada fungus penciuman.
Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi.
Saraf III, IV, dan VI, penurunan gerakan kelopak mata pada sisi yang sakit
(lagoftalmos).
Saraf V, kelumpuhan seluruh otot wajah satu sisi, lipatan nasolabial pada sisi
kelumpuhan mendatar, adanya gerakan sinkinetik.
Saraf VII, berkurangnya ketajaman pengecapan, mungkin sekali edema saraf fasialis
di tingkat foramen srtilomastoideus meluas sampai bagian saraf fasialis, di mana
khorda timpani menggabungkan diri padanya.
Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X, paralisis otot orofaring, kesulitan berbicara, mengunyah dan
menelan, kemampuan menelan kurang baik, sehingga menggangu pemenuhan nutrisi
via oral.
Saraf XI, tidakada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius, kemampuan
mobilisasi leher baik.
Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi,
indra pengecapan pada dua pertiga lidah sisi kelumpuhan kurang tajam.
Pengkajian sistem motorik
Jika tidak melibatkan disfungsi neurologis lain, kekuatan otot normal, control
kesimbangan dan koordinasi pada Bells Palsy tidak ada kelainan.
Pengkajian refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum
derajat refleks pada respon normal. Gerakan Involunter, tidak ditemukan adanya
tremor, kejang, dan distonia. Pada beberapa keadaan sering ditemukan tic fasialis.
Pengkajian sistem sensorik
Kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri, dan suhu tidak ada kelainan.
B4 (Bledder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya menunjukkan penurunan volume
pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan
curah jantung ke ginjal.
B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungakan dengan peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada klien menurun karena anoreksia dan kelemahan otot-otot
penguyah serta gangguan proses menelan menyebabkan pemenuhan nutrisi via oral
menjadi menurun.
B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara
umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh
orang lain.
Pengkajian penatalaksanaan medis
Tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan tonus otot wajah dan untuk
mencegah atau meminimalkan denervasi. Klien harus diyakinkan bahwa keadaan
yang terjadi bukan stroke dan pulih dengan spontan dalam 3 sampai 5 minggu paa
kebanyakan klien.
Terapi kostikosteroid (prednisone) dapat diberikan untuk menurunkan inflamasi
dan edema, yang pada gilirannya mengurangi kompresi vakular dan memungkinkan
perbaikan sirkulasi darah ke saraf tersebut. Pemberian awal terapi kortikosteroid
ditujukan untuk mengurangi penyakit semakin berat, mengurangi nyeri, dan
membantu mencegah atau meminimalakan denervasi.
Nyeri wajah dikontrol dengan analgetik. Kompres panas pada sisi wajah yang
sakit dapat diberikan untuk mengurangi kenyamanan dan aliran darah sampai ke
otak tersebut.
Stimulasi listrik dapat diberikan untuk mencegah otot wajah menjadi atrofi.
Walaupun banyak klien pulih dengan pengobatan konservatif, namun eksplorasi
pembedahan pada saraf wajah dapat dilakukan pada klien melalui pembedahan dan
pembedahan untuk merehabilitasi keadaan paralisis wajah.
Pendidikan klien
Mata harus dilindungi karena paralisis lanjut dapat menyerang mata. Sering kali,
mata klien tidak dapat menutup dengan sempurna,dan refleks berkedip terbatas
sehingga mata mudah diserang hewan kecil dn benda asing. Iritasi kornea dan luka
adalah komplikasi potensial pada klien ini. Kadang-kadang keadaan ini
mengakibatkan keluarnya air mata yang berlebihan (epifora) karena keratis akibat
kornea kering dan tidak adanya refleks berkedip. Penutup mata bagian bawah
menjadi lemah akibat pengeluaran air mata. Untuk menangani masalah ini, mata
harus ditutup denna melindunginya dari cahaya silau pada malam hari. Kotoran mata
dapat merusak kornea, meskipun hal ini juga disebabkan karena beberapa kesulitan
dalam mempertahankan mata tertutup akibat paralisis parsial. Benda-benda yang
dapat digunakan pada mata saat tidur dapat diletakkan di atas mata agar kelopak
mata menempel satu dengan yang lainnya dan tetap tertutup selama tidur.
Klien dianjurkan untuk menutup kelopak mata yang mengalami paralisis secara
manual sebelum tidur. Gunakan penutup mata dengan kacamata hitam untuk
menurunkan penguapan normal dari mata. Jika saraf tidak terlalu sensitive, wajah
dapat dimasase beberapa kali untuk mempertahankan tonus otot. Teknik untuk
memasase wajah adalah dengan gerakan lembut ke atas. Latihan wajah seperti
mengkerutkan dahi, mengembungkan pipi ke luar dan bersiul, dapat dilakukan
dengan mengguanakan cermin dan dilakukan teratur untuk mencegah atrofi otot.
Hindari wajah terhadap udara dingin.

7. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan menurut NANDA (2015), yaitu:
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguanneuromuskular
2. Gangguan citratubuh yang berhubungan dengan gangguan fungsikognitif
3. Deficit pengetahuan yang perubahan fungsitubuh

8. IntervensiKeperawatan
N Dx NOC NIC
o
1. Hambatan mobilitas Setelahdilakukan tindakan keperawatan Pengaturan Posisi:
fisik b/d gangguan selama x24 jam diharapkan klien mampu Neurologi (0844)
menunjukkan Terapi Latihan :
neuromuskular
Status Neurologi (0909)
Ambulasi (0221)
Fungsisensori (2405) Monitor Neurologi
(2620)

2. Gangguan citratubuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan Citra


selama x24 jam diharapkan klien mampu
yang b/d gangguan Tubuh (5220)
menunjukkan
fungsikognitif Citra Tubuh (1200)
3. Deficit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pendidikan Kesehatan
selama x24 jam diharapkan klien mampu
yang b/d perubahan (5510)
menunjukkan
fungsitubuh Pengetahuan : Rejimen Penanganan
(1813)

Anda mungkin juga menyukai