Anda di halaman 1dari 4

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS TORJUN
JALAN RAYA TORJUN 116 TELP (0323) 326 860 TORJUN
email: puskesmastorjun@gmail.com
SAMPANG

Kerangka Acuan P2 Tuberkolosis


Upaya pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung
sejak sebelum
kemerdekaan. Setelah perang dunia kedua, secara terbatas melalui 20 balai
pengobatan dan 15 sanatorium yang pada umumnya berada di pulau
Jawa.Setelah perang kemerdekaan, diagnosis ditegakkan TB berdasarkan foto
toraks dan pengobatan pasien dilakukan secara rawat inap. Pada era tersebut
sebenarnya World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan upaya
diagnosis melalui pemeriksaan dahak langsung dan pengobatan menggunakan
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang baru saja diketemukan yaitu: INH, PAS dan
Streptomisin, serta metode pengobatan pasien dengan pola rawat jalan. Era
tahun 1960-1970 menandai diawalinya upaya pengendalian TB secara modern
dengan dibentuknya Subdit TB pada tahun 1967 dan disusunnya suatu
pedoman nasional pengendalian TB. Pada era awal tersebut penatalaksanaan
dilakukan melalui Puskesmas dengan Rumah Sakit sebagai pusat rujukan
untuk penatalaksanaan
kasus kasus sulit. Pada tahun 1977 mulai diperkenalkan pengobatan jangka
pendek (6 bulan) dengan menggunakan paduan OAT yang terdiri dari INH,
Rifampisin dan Ethambutol.Beberapa kegiatan uji pendahuluan yang
dilaksanakan menunjukkan hasil kesembuhan yang cukup tinggi. Pada tahun
1994 Departemen Kesehatan RI melakukan uji coba penerapan Strategi DOTS
di satu Kabupaten di Provinsi Jawa Timur dan satu Kabupaten di Provinsi
Jambi.Atas dasar keberhasilan uji coba yang ada, mulai tahun 1995 secara
nasional Strategi DOTS diterapkan bertahap melalui Puskesmas. Perjalanan
waktu membuktikan bahwa upaya pengendalian TB telah memberikan hasil
yang bermakna sampai dengan saat ini. Evaluasi yang dilakukan melalui Joint
External TB Monitoring Mission (JEMM) ( ) pada tanggal 11-22 Februari 2013,
dilaporkan bahwa Indonesia telah banyak mencapai kemajuan dalam upaya
pengendalian TB di Indonesiasebagai berikut:

Indonesia berpeluang mencapai penurunan angka kesakitan dan kematian


akibat TB menjadi setengahnya di tahun 2015 jika dibandingkan dengan
data tahun 1990. Angka prevalensi TB yang pada tahun 1990 sebesar 443
per 100.000 penduduk, pada tahun 2015 ditargetkan menjadi 222 per

76
100.000 penduduk. Pencapaian indikator MDGs untuk TB di Indonesia saat
ini sudah sesuai jalurnya dan diperkirakan semua indikator dapat dicapai
sebelum waktu yang ditentukan.
Selama periode 2011-2013, Program Nasional Pengendalian TB telah
menunjukkan keberhasilan dalam berbagai bidang, diantaranya dalam
peningkatan jumlah temuan kasus dan keberhasilan pengobatan di
Puskesmas. Rendahnya angka kekebalan obat di antara kasus TB baru
berdasrkan hasil survei yang ada, menunjukkan kinerja program
pengendalian TB di Indonesia sudah berjalan dengan baik.
Masuknya standar pengobatan TB sebagai salah satu komponen akreditasi
rumah sakit merupakan salah satu terobosan tpenting dari program
Nasional TB untuk menjamin
seluruh pasien TB dapat mengakses pelayanan TB yang sesuai standar di
seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan menghindarkan pasien dari TB
MDR maupun TB XDR. Komponen diagnosis TB juga mengalami kemajuan,
dengan ditunjuknya 3 Laboratorium Rujukan TB Nasional yaitu BLK Jawa
Barat (pemeriksaan Mikroskopis), BBLK (Balai Besar Laboratorium
Kesehatan) Surabaya (Biakan dan Uji kepekaan OAT) dan Departemen
Mikrobiologi FK UI (Riset Operasional dan Molekuler). Selain itu
jugapemanfaatan alat diagnosis cepat yaitu GenXpert MTB/RIF dan LPA
(HAIN test), untuk pemeriksaan penapisan TB MDR dan TB HIV. Dengan
upaya tersebut maka pasien TB dapat didiagnosis dengan cepat dan dapat
segera mendapat pengobatan, supaya tidak menjadi sumber penularan di
masyarakat.
Upaya pengendalian TB Resistan Obat elah dimulai sejak 2009 dan telah
dibuat suatu rencana pengembangan layanan ke semua propinsi di
Indonesia.
Keberhasilan dalam upaya kolaborasi TB HIV adalah diterbitkannya
beberapa buku pedoman tentang tatalaksana klinis koinfeksi TB HIV, buku
manajemen kolaborasi TB HIV dan yang terpenting adalah upaya untuk
perbaikan surveilens TB HIV denganmelakukan monitoring dan evaluasi
terpadu TB HIV di tingkat provinsi.
Program pengendalian TB bersama dengan Program AIDS Nasional dan
Program Malaria Nasional telah berhasil menyusun dan menerbitkan
Pedoman Exit Strategi Dana Hibah GF ATM, yang bertujuan untu
menyiapkan keberlanjutan pendanaan program pada saat Dana Hibah
sudah tidak ada lagi, dan mendorong kemandirian program di semua
tingkatan dalam hal pembiayaan

A. Latar belakang

Penemuan pasien bertujuan untuk mendapatkan pasien TB melalui


serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhadap terduga pasien
TB, pemeriksaan fisik dan laboratoris,

77
menentukan diagnosis, menentukan klasifikasi penyakit serta tipe pasien
TB, sehinga dapat dilakukan pengobatan agar sembuh sehingga tidak
menularkan penyakitnya kepada orang lain. Kegiatan penemuan pasien
terdiri dari penjaringan terduga pasien, diagnosis, penentuan klasifikasi
penyakit dan tipe pasien. Kegiatan ini membutuhkan adanya pasien yang
memahami dan sadar akan keluhan dan gejala TB, akses terhadap
fasilitas kesehatan dan adanya tenaga kesehatan yang
kompeten untuk melakukan pemeriksaan terhadap gejala dan keluhan
tersebut. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan
tatalaksana pasien TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular
secara bermakna akan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian
akibat TB serta sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB
yang paling efektif di masyarakat. Keikutsertaan pasien merupakan salah
satu faktor penting dalam upaya pengendalian TB.

B. Visi dan Misi

Visi

Menuju masyarakat bebas masalah TB, sehat, mandiri dan berkeadilan

Misi
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan
masyarakat madani dalam pengendalian TB.
2. Menjamin ketersediaan pelayanan TB yang paripurna, merata, bermutu
dan berkeadilan.
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya pengendalian TB.
4. Menciptakan tata kelola program TB yang baik.

C. Tujuan dan target

Tujuan

Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka


pencapaian tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat
.
Target

Merujuk pada target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional


(RPJMN) yang ditetapkan pemerintah setiap 5 tahun.

78
Pada RPJMN 2010-2014 maka diharapkan penurunan jumlah kasus TB
per 100,000 penduduk dari 235 menjadi 224, Persentase kasus baru TB
paru (BTA positif) yang ditemukan dari 73% menjadi 90% dan Persentase
kasus baru TB paru (BTA positif) yang disembuhkan dari 85% menjadi
88%..Keberhasilan yang dicapai pada RPJMN 2010-2014 akan menjadi
landasan bagi RPJMN berikutnya.
Pada tahun 2015-2019 target program pengendalian TB akan disesuaikan
dengan target pada RPJMN II dan harus disinkronkan pula dengan target
Global TB Strategy pasca 2015 dan target SDGs (Sustainable Development
Goals). Target utama pengendalian TB pada tahun 2015-2019 adalah
penurunan insidensi TB yang lebih cepat dari hanya sekitar 1-2% per
tahun menjadi 3-4% per tahun dan penurunan angka mortalitas > dari 4-
5% pertahun.
Diharapkan pada tahun 2020 Indonesia bisa mencapai target penurunan
insidensi sebesar 20% dan angka mortalitas sebesar 25% dari angka
insidensi tahu2015

Tujuan umum :

Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka


pencapaian tujuan
pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan

79

Anda mungkin juga menyukai