Anda di halaman 1dari 12

Bernyanyi merupakan kegiatan yang sangat diminati anak-anak, terutama siswa Sekolah Dasar.

Oleh karena itu perlu dirancang pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan bagi siswa. Di
bawah ini akan dikemukakan langkah-langkah pembelajaran bernyanyi di SD berdasarkan
penelitian dan pengalaman melatih vokal dan paduan suara yang penulis lakukan. Pembelajaran
bernyanyi dapat dilakukan dengan menggunakan metode, model, strategi, dan pendekatan
pembelajaran yang berlaku secara umum. Tapi ada hal-hal lain yang menjadi pertimbangan
khusus dalam pembelajaran seni musik, yaitu karakteristik penguasaan seni musik pada umur-
umur tertentu. Contoh: siswa kelas III SD mampu menyanyikan irama-irama sederhana dan
pendek. Berdasarkan hal itu guru dapat menyesuaikan perencanaan pembelajarannya.

Unsur utama yang terdapat dalam seni musik khususnya bernyanyi ada 2, yakni 1) Ekspresi, dan
2) Apresiasi. Kedua unsur inilah yang harus diberikan kepada siswa dengan tetap memperhatikan
komponen lain dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, seperti domain kognitif, afektif, dan
psikomotor.

Berikut ini akan dikemukakan 10 langkah pembelajaran bernyanyi dengan menggunakan


pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), yaitu:

1. Pilih lagu yang dekat dengan kehidupan siswa.


2. Putar lagu dengan tape recorder, CD/VCD Payer atau media lain
3. Nyanyikan lagu model secara bersama-sama.
4. Temukan isi/pesan yang terdapat pada lagu, untuk memudahkan cara mengekspresikan
lagu.
5. Penjelasan sederhana tentang teori dan latihan pemanasan sebelum bernyanyi dengan
menggunakan alat musik sederhana, seperti pianika, recorder dan lain-lain.
6. Membagi siswa menjadi beberapa kelompok berdasarkan jumlah kalimat/bait lagu.
7. Latihan membaca notasi dan melafalkan irama lagu secara sepotong-sepotong dengan
bimbingan guru.
8. Penampilan seluruh kelompok dengan beraturan tanpa terputus, sehingga lagu
dinyanyikan secara utuh. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang untuk mendapatkan
hasil yang sempurna.
9. Refleksi tentang pembelajaran dengan bimbingan guru.
10. Penugasan

Kesepuluh langkah di atas merupakan langkah pembelajaran bernyanyi yang sudah


disederhanakan. Guru dapat mengembangkan langkah-langkah pembelajaran tesebut dengan
kreatif, sehingga pembelajaran bernyanyi menjadi suatu pembelajaran yang bermakna dan
menyenangkan.

1.1 Pilih lagu yang dekat dengan kehidupan siswa (Konstruktivime, Questioning)

Pemilihan lagu adalah unsur yang penting dalam pembelajaran bernyanyi. Lagu yang terpilih
disebut dengan lagu model. Tidak semua lagu dapat dijadikan sebagai lagu model di SD.
Pemilihan ini harus didasarkan pada lagu yang sesuai dengn karakteristik siswa.
Pemilihan ini dapat dilakukan dengan mengaitkan pengalaman yang pernah dilakukan oleh siswa
pada kehidupan sehari. Pengalaman bernyanyi dalam kehidupan sehari-hari ini ditransfer ke
dunia sekolah. Sehingga siswa merasa termotivasi dengan lagu tersebut. Komponen yang dapat
digunakan adalah dengan bertanya jawab (Questioning)

1.2 Menggunakan media audio atau audio visual (Modelling)

Siswa akan mengingat kembali pengalaman yang pernah mereka lakukan di rumah dengan
menghadirkan lagu model di suasana sekolah. Siswa akan termotivasi untuk mengekspresikan
lagu tersebut, dan secara tidak langsung membuat mereka senang Lagu yang diputar dengan
menggunakan media elektronik atau media lain merupakan penjabaran penggunaan komponmen
Pemodelan (Modelling)

1.3 Menyanyikan lagu model secara klasikal (Learning Community)

Percaya diri siswa akan muncul apabila segala sesuatu dilakukan dengan bersama-sama. Begitu
juga dengan bernyanyi. Siswa akan lebih percaya diri dalam menyanyikan lagu, apabila lagu itu
dinyanyikan secara bersama-sama. Siswa akan meniru irama lagu yang dihasilkan dari media
tersebut. Hal ini akan merangsang siswa untuk mengingat kembali irama lagu yang pernah
mereka nyanyikan. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran ini merupakan kegiatan untuk penemuan
sendiri/inkuiri (Inquiry)

1.4 Menemukan Isi dan Pesan yang terdapat pada lagu (Inquiry, Questioning, Konstructivisme)

Lagu akan lebih enak diekspresikan apabila orang yang menyanyikan lagu tahu persis apa isi
atau pesan yang terdapat pada lagu. Ekspresi yang dimunculkan akan membuat penikmat atau
pendengar menjadi tahu akan maksud lagu tersebut.

Pembelajaran yang dilakukan untuk menemukan isi atau pesan yang terdapat pada lagu dapat
diperoleh dengan melaksanakan beberapa metode pembelajaran diantaranya:

Metode tanya jawab (questioning): Siswa diberikan pertanyaan tentang isi atau pesan
yang terdapat pada lagu. Siswa diberikan kesempatan untuk menjelaskan tentang isi dan
pesan yang terdapat pada lagu tersebut.
Metode Diskusi (learning community): siswa bekerja dalam kelompok untuk
mendiskusikan isi atau pesan yang terdapat pada lagu. Siswa mempresentasikan pendapat
mereka di depan kelas secara bergantian, dan kelompok atau siswa yang lain memberikan
tanggapan atas presentasi kelompok yan g tampil.

Kedua metode ini dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpendapat
dan menemukan refleksi dari metode pembelajaran yang dilakukan.

1.5 Penjelasan tentang teori bernyanyi (Konstructivisme, Modelling, Questioning)

Penyampaian teori dalam pembelajaran bernyanyi tidak terpisah satu dengan yang lain,
maksudnya teori yang disampaikan tidak berdiri sendiri. Tetapi penyampaian teori tergabung ke
dalam praktik bernyanyi itu sendiri. Dengan kata lain teori yang diberikan membaur dengan
praktik bernyanyi yang dilakukan siswa.

Penjelasanan teori yang berbaur dengan praktik pmebelajaran bernyanyi dapat berupa:

Penyampaian teori tentang cara bernyanyi yang baik yang terkait dengan aturan teknik
vokal sederhana sesuai dengan karakteristik bernyanyi siswa misalnya, 1) posisi badan,
2) pernafasan, 3) artikulasi, 4) ekspresi, dan 5) penampilan
Penyampaian teori yang dilakukan disertai dengan praktiknya, agar siswa dapat
bernyanyi sesuai dengan tatanan cara bernyanyi yang baik dan benar.

1.6 Membagi siswa dalam beberapa kelompok (Learning Community)

Pembelajaran akan lebih berarti apabila siswa melakukan sendiri terhadap apa yang dipelajari
siswa. Untuk melaksanakan hal tersebut dapat dilakukan dengan membagi siswa menjadi
beberapa kelompok, seperti, 1) kelompok besar (klasikal atau dibagi menjadi 2 kelompok besar),
2) kelompok kecil (3-5 orang per kelompok), dan 3) kelompok duet.

Pembagian jumlah kelompok dalam satu kelas dapat dibagi berdasarkan, 1) lagu utuh, 2) jumlah
bait lagu, 3) jumlah baris lagu. Kelompok yang sudah dibentuk diberikan materi tentang lagu
yang akan dipelajari. Dan disarankan dengan memberikan materi yang berbeda, hal ini dilakukan
agar siswa lebih memahami materi lagu yang dilatihkan.

1.7 Latihan Membaca dan Menyanyikan Irama Lagu (Inquiry, Learning Community, Modelling,
Konstructivisme)

Bagian terpenting dari pembelajaran bernyanyi adalah membaca notasi musik dan mengiramakan
lagu sesuai dengan ketinggian nada dari masing-masing notasi lagu tersebut. Latihan ini akan
meminimalisasi kesalahan dalam menyanyikan lagu dan sekaligus mempertajam efek rasa yang
ada pada diri siswa untuk menyanyikan lagu dengan benar.

Secara garis besar ada beberapa cara yang digunakan untuk berlatih membaca dan
mengiramakan lagu diantaranya: 1) menyanyikan irama lagu, 2) membaca notasi lagu, dan 3)
mengkombinasikan antara menyanyikan irama lagu dengan membaca notasi lagu. Ketiga cara ini
dapat dilakukan sesuai dengan tingkat kemampuan guru. Sebaiknya melakukan kombinasi antara
menyanyikan irama lagu dengan membaca notasi lagu. Alasannya, irama lagu yang dinyanyikan
atau dicontohkan guru sewaktu pembelajaran sering kali salah dalam mengiramakan lagu. Untuk
mengatasi kesalahan menyanyikan irama lagu, dilakukan pengecekan dengan membaca notasi
lagunya. Sehingga irama lagu yang dinyanyikan akan benar sesuai dengan notasi yang terdapat
pada lagu.

Latihan dapat dilakukan secara berkelompok dengan bimbingan guru. Latihan dilakukan dengan
memenggal lagu menjadi beberapa bagian. Bagian lagu yang telah dipenggal-penggal dilatihkan
kepada siswa secara berulang-ulang. Sehingga dapat memunculkan efek rasa atau sensitivitas
pada diri siswa terhadap notasi dan irama lagu yang dinyanyikan.
Setelah siswa duduk berkelompok, guru memberikan materi latihan berdasarkan pembagian per
kalimat lagu, per bait lagu, atau lagu secara keseluruhan. Pada bagian latihan ini diharapkan
sekali kreativitas guru, agar suasana latihan berjalan dengan bermakna dan menyenangkan.

1.8 Penampilan (Learning Community, Modelling)

Setelah siswa selesai melaksanakan latihan secara berkelompok dilanjutkan dengan


menampilkan hasil latihan bernyanyi. Untuk penampilan berkelompok dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu, 1) penampilan per kelompok secara terpisah, dan 2) penampilan kelompok
berdasarkan urutan kelompok yang sesuai dengan urutan lagu (baik per kalimat lagu atau perbait
lagu).

Penampilan akan terasa menarik apabila dibarengi dengan permainan sederhana, misalnya
sebelum siswa menyanyikan lagu secara utuh, terlebih dahulu dilakukan latihan secara bergiliran
berdasarkan urutan penampilan terhadap yang ditunjuk guru. Dengan cara ini dapat dilihat
kesiapan dan ketangkasan masing-masing kelompok dalam menyanyikan lagu sesuai penunjukan
guru. Setelah itu penampilan diakhiri dengan menyanyikan lagu secara utuh yang dimulai dari
kelompok 1sampai kelompok terakhir.

1.9 Refleksi (Reflection, Questioning, Inqury, Konstructivisme)

Refleksi dapat juga diartikan dengan pengambilan kesimpulan terhadap materi yang telah
dipelajari siswa selama pembelajaran bernyanyi. Siswa diberikan kesempatan untuk
mengungkapkan intisari pembelajaran yang telah dilakukan dengan bimbingan guru. Refleksi ini
dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya, dengan kegaitan tanya jawab dan dengan
melakukan diskusi ayng dipimpin oleh guru. Hal yang harus diperhatikan dalam proses refleksi
adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapatnya terlebih
dahulu.

1.10 Penugasan

Penugasan dapat dilakukan dengan melakukan latihan bernyanyi di rumah dengan panduan
orang tua atau pakar.

Contoh Pembelajaran Bernyanyi dengan Menggunakan Pendekatan CTL di SD

Berikut ini akan diberikan salah satu contoh lagu anak-anak dalam pembelajaran bernyanyi di
SD dengan menggunakan pendekatan CTL, sebagai berikut:

1. Pilih lagu yang dekat dengan kehidupan siswa.

Lagu model yang digunakan pada pembelajaran adalah lagu yang disukai, diminati, terkait
dengan mata pelajaran lainnya, serta sering dinyanyikan oleh siswa di lingkungan kehidupannya
sehari-hari. Lagu tersebut adalah lagu DUA MATA SAYA Ciptaan AT. MAHMUD.

2. Putar lagu dengan tape recorder, CD/VCD Payer atau media lain.
Pemutaran lagu Dua Mata Saya dapat dilakukan dengan berbagai cara, dan dapat juga putar
dengan menggunakan media audio, audio visual, streaming video via internet, dan media
lainnya.

3. Nyanyikan lagu model secara bersama-sama.

Sewaktu pemutaran lagu model, siswa mengikuti lagu tersebut dan diberikan keleluasaan untuk
menyanyikan lagu berdasarkan ekspresi yang mereka miliki.

4. Temukan isi/pesan yang terdapat pada lagu, untuk memudahkan cara mengekspresikan
lagu.

Setelah bernyanyi bersama-sama diringi dengan pemutaran lagu model, guru melakukan tanya
jawab dengan siswa tentang isi/pesan yang terdapat pada lagu. Atau siswa dan guru melakukan
diskusi terpimpin.

5. Penjelasan sederhana tentang teori dan latihan pemanasan sebelum bernyanyi dengan
menggunakan alat musik sederhana, seperti pianika, recorder dan lain-lain.

Setelah siswa menemukan isi/pesan yang terdapat pada lagu, pembelajaran dianjutkan dengan
pemberian teori bernyanyi sederhana yang melebur dengan praktik bernyanyi.

Guru memberikan penjelasan sederhana tentang posisi bernyanyi, pernafasan yang benar,
pengucapan yang benar, dan pengekspresian dan sikap menyanyikan lagu dengan benar.

Teori bernyanyi sederhana:

1. Bernyanyi dengan posisi duduk atau berdiri, dengan kondisi tulang belakang yang lurus
tetapi terlihat santai dan rileks.
2. Latihan pernafasan dengan menghirup nafas dari hidung dan dikeluarkan lewat mulut.
3. Latihan solmisasi dari do rendah ke do tinggi dan sebaliknya
4. Mengucapkan huruf-huruf vokal A, I, U, E, O sesuai dengan nada yang dimainkan pada
alat musik.
5. Sikap badan ketika bernyanyi yang disertai dengan mimik wajah yang sesuai dengan
maksud yang terdapat pada lirik lagu.
6. Bersama siswa menentukan tempo lagu.

6. Membagi siswa menjadi beberapa kelompok berdasarkan jumlah kalimat/bait lagu.

Pembagian kelompok didasarkan kepada jumlah bait lagu. Lagu model terdiri dari dua bait dan
kelompok siswa dibagi menjadi 2 kelompok. Masing-masing kelompok dibagikan notasi dan
lirik lagu. Untuk kelompok I dibagikan notasi dan lirik lagu bait pertama, sedangkan untuk
kelompok II diberikan notasi dan lirik lagu bait ke II.

7. Latihan membaca notasi dan melafalkan irama lagu secara sepotong-sepotong dengan
bimbingan guru.
Setelah siswa duduk berkelompok, pembelajaran dilanjutkan dengan berlatih membaca dan
menyanyikan irama lagu per kelompok dengan bimbingan guru. Guru memodelkan cara
membaca notasi dan menyanyikan irama lagu dengan memenggal lagu tersebut menjadi
beberapa bagian dan menggunakan alat musik sederhana sebagai patokan nada atau untuk
menyamakan suara.

Latihan secara potongan notasi ini dilakukan secara berulang-ulang sampai siswa merasakan
perjalanan melodi dan irama lagu. Setelah efek rasa siswa terbentuk, maka guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berlatih secara mandiri, dan tetap dengan bimbingan guru.

8. Penampilan

Setelah siswa selesai berlatih dengan bimbingan guru dilakukan penampilan untuk melihat hasil
belajar bernyanyi siswa. Penampilan dapat dilakukan dengan memberikan permainan (games)
agar siswa merasa termotivasi dan bersemangat dalam menampilkan lagu. Guru memberikan
penilaian terkait dengan penampilan siswa.

Penampilan dapat berupa:

1. Masing-masing kelompok menampilkan hasil latihan kelompok secara terpisah.


2. Masing-masing kelompok hanya menyanyikan lagu latihannya di tempat duduk masing-
masing dengan urut penampilan dimulai dari kelompok I dan dilanjutkan dengan
kelompok II tanpa terputusa. Sehingga dari hasil penampilan tersebut terdengar lagu
dinyanyikan secara utuh.

9. Refleksi tentang pembelajaran dengan bimbingan guru.

Refleksi pembelajaran dapat dilakukan dengan tanya jawab dan diskusi terpimpin. Siswa
diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dalam menyimpulkan pembelajaran.

10. Penugasan

Penugasan diberikan apabila lagu yang ditampilkan belum maksimal. Siswa diberikan
kesempatan untuk latihan di rumah dengan dibimbing oleh orang tua atau para pakar.

https://desyandri.wordpress.com/2011/09/20/pembelajaran-bernyanyi/
tu sendiri. Karena pada hakekatnya matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur, dan
hubungan-hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis dan berkenaan dengan konsep
yang abstrak.

Pembelajaran konsep dan prinsip matematika perlu diubah dari guru aktif menjadi siswa aktif
dengan tujuan pembelajaran yang dilaksanakan menjadi berarti bagi siswa. Lebih lanjut
diterangkan bahwa belajar matematika merupakan proses membangun dan mengkonstruksi
konsep dan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu pembelajaran konsep dan prinsip
matematika jangan disajikan pada siswa dengan cara penggrojokan pengetahuan semata. Sebab
bila demikian maka pembelajaran matematika terkesan pasif dan statis, serta pembelajaran
matematika tidak kreatif dan dinamis.

Berat dan massa sebagai bagian dari matematika juga selayaknya diajarkan melalui cara-cara
yang aktif dan inovatif. Siswa tidak melulu mendengarkan penjelasan guru, tetapi siswa juga
harus melakukan sendiri sebagai bekal pengalaman mereka dalam hal mengukur berat,
menentukan alat ukur berat, menentukan satuan berat, maupun menyelesaikan masalah sehari-
hari yang berhubungan dengan berat. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah banyak
dilakukan, matematika secara umum atau materi berat dan massa pada umumnya sagat cocok
disampaikan dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik.

Yuwono menyatakan bahwa model pendekatan PMR ini berusaha mengajarkan matematika
secara bermakna. Seorang siswa dikatakan belajar secara bermakna jika informasi yang akan
dipelajari disusun sesuai dengan struktur kognitifnya sehingga ia dapat mengaitkan informasi
baru dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

Siswa dalam pendekatan PMR akan diberi permasalahan yang harus diproses sendiri oleh siswa,
sehingga menemukan suatu konsep matematika dengan bantuan dan bimbingan dari guru. Guru
di sini bukan sebagai pemberi informasi tetapi sebagai fasilitator yang akan meluruskan arah
pemikiran yang sekiranya melenceng dari pokok bahasan yang dipelajari. Guru dalam
pendekatan ini hanya menyajikan permasalahan dan membimbing siswa dalam menemukan
pemecahan masalah. Oleh sebab itu buku ajar matematika dengan pendekatan PMR ini sangat
diperlukan demi mewujudkan PMR yang seutuhnya.

Prinsip pendekatan PMR menurut Streefland adalah sebagai berikut:

1. Pengkonstruksian dan pengkonkretan (constructing and concretizing). Pada prinsipnya


ini dikatakan bahwa belajar matematika adalah aktivitas konstruksi. Karakteristik
konstruksi ini tampak jelas pada pembelajaran, yaitu siswa menemukan sendiri prosedur
untuk dirinya sendiri. Pengkonstruksian ini akan lebih berhasil apabila menggunakan
pengalaman dan benda-benda konkret.
2. Level dan model (levels and models). Belajar konsep matematika atau keterampilan
adalah suatu proses yang merentang panjang yang bergerak pada level abstraksi yang
bervariasi. Untuk dapat menerima peningkatan dalam level ini dari batas konteks
aritmetika informal sampai aritmetika formal, dalam pembelajaran digunakan model
supaya dapat menjembatani gap antara konkret dan abstrak.
3. Refleksi dan penilaian khusus (reflection and special assignment). Belajar matematika
dan kenaikan khusus dari belajar ditingkatkan melalui refleksi. Penilaian terhadap
seseorang tidak hanya berdasar pada hasil saja, tetapi juga memahami bagaimana proses
berpikir seseorang. Perlu dipertimbangkan bagaimana memberikan penilaian terhadap
jawaban siswa yang bervariasi.
4. Konteks sosial dan interaksi (social context and interaction). Belajar bukan hanya
aktivitas individu, tetapi sesuatu yang terjadi dalam masyarakat dan langsung
berhubungan dengan konteks sosio kultural. Sehingga di dalam belajar siswa harus diberi
kesempatan bertukar pikiran, adu argumen, dan lain sebagainya.
5. Struktur dan keterkaitan (structuring and intertwining). Belajar matematika tidak terdiri
dari penyerapan kumpulan pengetahuan dan unsur-unsur yang berhubungan, tetapi
mengkonstruksi pengetahuan dan kesatuan pada kesatuan struktur. Konsep baru dan
objek mental harus cocok dengan dasar pengetahuan yang lebih besar atau lebih kecil,
sehingga dalam pembelajaran diupayakan agar ada keterkaitan antara yang satu dengan
yang lainnya.

Prinsip pendekatan pebelajaran matematika realistik menurut Gravemeijer adalah sebagai


berikut:

1. Penemuan terbimbing dan matematisasi progresif (guided reinvention and progressive


mathematizing). Berdasarkan prinsip reinvention siswa harus diarahkan untuk
menemukan prosedur informal. Cara yang digunakan ialah dengan memberikan masalah
kontekstual yang mempunyai beragam solusi, dilanjutkan dengan mematematisasi
prosedur solusi yang benar serta penyusunan rancangan belajar sehingga siswa dapat
menemukan sendiri hasil dan konsep matematikanya.
2. Fenomena didaktik (didactical phenomenology). Menurut prinsip ini, materi matematika
yang diberikan mempertimbangkan dua alasan, yaitu materi tersebut diantisipasi dapat
digunakan dalam proses pembelajaran dan materi tersebut dapat digunakan untuk
memunculkan paradigm prosedur solusi sebagai dasar matematisasi vertikal.
3. Pengembangan model secara mandiri (self developed model). Pada waktu mengerjakan
masalah kontekstual siswa mengembangkan model mereka sendiri yang dapat
menjembatani antara pengalaman informal dengan formal. Matematika diperoleh
berdasar intuisi, coba-coba, dugaan, pengujian dugaan, kemudian hasil bersih yang
berupa algoritma, konsep, maupun rumus-rumus. Dengan demikian dalam proses
pembelajaran matematika siswa harus sering melalui tahapan-tahapan intuisi, coba-coba,
dugaan, penyimpulan, dan diakhiri dengan bahasa matematika formal yang berupa
konsep, algoritma, dan rumus. Dalam prinsip ini berarti siswa mengembangkan
pemahaman mereka sendiri. Ini berarti siswa telah mengembangkan model pemecahan
masalah secara mandiri reflection and special assignment.

Pendekatan PMR menurut Treffers dan Van Den Heuvel memiliki lima karakteristik, antara lain
adalah:
1. Menggunakan masalah kontekstual. Pembelajaran matematika di awali dengan masalah
kontekstual, sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman atau pengetahuan
yang telah dimiliki sebelumnya secara langsung. Masalah kontekstual tidak hanya
berfungsi sebagai sumber pematematikaan, tetapi juga sebagai sumber untuk
mengaplikasikan kembali matematika. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik
awal pembelajaran, hendaknya masalah sederhana yang dikenali oleh siswa. Masalah
kontekstual dalam pendekatan PMR memiliki empat fungsi, yaitu:1) untuk membantu
siswa menggunakan konsep matematika. 2) untuk membentuk model dasar matematika
dalam mendukung pola pikir siswa bermatematika. 3) untuk memanfaatkan realitas
sebagai sumber aplikasi matematika. 4) untuk melatih kemampuan siswa, khususnya
dalam menerapkan matematika pada situasi nyata/realitas. 5) Menggunakan berbagai
model-model matematika yang dibangun sendiri oleh siswa dalam mengaktualisasikan
masalah secara pribadi terhadap aktivitas matematika yang bermakna. Pembelajaran
dirancang berawal dari pemecahan masalah yang ada di sekitar siswa dan berdasarkan
pada pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa. 6) Kontribusi siswa. Sumbangan atau
gagasan siswa perlu diperhatikan, dipertimbangkan, dan dihargai agar terjadi pertukaran
ide dalam proses pembelajaran. Gagasan siswa dikomunikasikan kepada siswa lain dan
guru, sehingga belajar matematika tidak hanya melalui aktivitas individu, melainkan juga
melalui aktivitas bersama.
2. Interaktif. Dalam belajar matematika harus muncul interaksi yang kuat antara siswa
dengan siswa lainnya, menyangkut hasil pemikiran para siswa yang dikonfrontasikan
dengan siswa lain. Guru hanya sebagai fasilitator komunikasi matematika siswa, sehingga
pembelajaran akan berlangsung secara interaktif.
3. Keterkaitan. Belajar merupakan kegiatan untuk membangun pengetahuan yang terkait.
Perlu ada jalinan antar topik atau antar pokok bahasan. Konsep baru perlu dikaitkan atau
dicari pijakannya pada konsep lama yang telah dimiliki siswa.

Materi massa dan berat secara umum diajarkan di setiap kelas pada jenjang sekolah dasar.
Berhubungan dengan adanya masalah penggunaan bahasa yang cocok antara massa dan berat di
sekolah dasar, perlu terlebih dahulu dipaparkan kembali mengenai perbedaan keduanya. Sumber
masalahnya adalah bahwa bahasa ilmiah dan arti dari kata-kata matematik tidak sama dengan
yang digunakan oleh banyak orang dalam percakapan sehari-hari. Dalam istilah ilmiah massa
suatu benda adalah jumlah materi dalam objek. Hal ini diukur dalam kilogram dan tidak
bervariasi sesuai dengan posisinya. Sedangkan berat suatu benda adalah gaya grafitasi yang
diberikan pada objek (daya tarik terhadap pusat bumi). Hal ini dapat bervariasi karena beberapa
alasan, termasuk posisinya, misalnya objek yang berada di dataran tinggi atau di bawah
permukaan laut akan berbeda. Berat diukur dalam newton dan sama dengan massa kali
percepatan gravitasi. 1 newton adalah gaya yang diperlukan untuk memberikan massa 1
kilogram percepatan 1 meter per detik per detik. Percepatan gravitasi dekat permukaan bumi
adalah sekitar 9.8 meter per detik menuju pusat bumi.
Ide pertama berat badan sering diperkenalkan pada tahun-tahun awal sekolah dasar. Hal ini
biasanya melibatkan bahasa perbandingan berat: misalnya, lebih berat, lebih ringan, terberat,
paling ringan. Demonstrasi praktis dengan keseimbangan sederhana diperkenalkan sebagai cara
pengujian perbedaan dalam berat badan. Unit informal seperti biji-bijian dan
kelereng digunakan sebelum satuan standar diperkenalkan. Tampaknya cukup tepat untuk usia
lima tahun untuk mengatakan, misalnya, bahwa berat bola sama dengan berat 6 kelereng. Bahkan
jika keseimbangan sederhana digunakan, sebenarnya itu adalah massa yang dibandingkan. Akan
tetapi, sebagai gaya gravitasi sama di kedua sisi keseimbangan.

Ada masalah tentang satuan yang standar untuk memperkenalkan pertama kali kepada anak-
anak. Kilogram adalah dasar satuan SI untuk massa, akan tetapi ini terlalu berat bagi anak-anak
untuk bisa memahami dengan baik. Jika gram digunakan, angka cenderung besar dan mungkin
akan keluar dari jangkauan yang anak-anak untuk bisa memahaminya. Biasanya 10, 20 dan 50
massa gram (atau bobot) yang digunakan dalam ruang kelas. Timbul pertanyaan untuk apa yang
mereka harus disebut. Beberapa guru merasa mereka harus akurat dan merujuk kepada mereka
sebagai massa 50 gram, yang lain ingin menghubungkan kelas untuk pengalaman anak-anak
dari sekolah dan menyebutnya 50 gram berat. Dalam istilah sehari-hari, tampaknya aneh bahwa
kata kerja untuk menimbang berarti mencari massa dan tidak berat obyek. Hal ini mungkin
penting bagi guru untuk konsisten dalam bahasa mereka. Pada saat mereka berusia 11 tahun,
anak-anak harus menyadari bahwa ada perbedaan antara massa dan berat.

Berdasar pada paparan tersebut, bahwa istilah ilmiah massa akan sulit untuk dipahami anak-
anak, maka dalam pendidikan dasar SD/MI menggunakan istilah berat sebagai bahasa sehari-hari
mereka dan dirasa lebih mudah untuk dipahami. Berikut ini dipaparkan materi berat/massa yang
ada di SD/MI.

Untuk kelas 1, materi berat pertama kali dikenalkan melalui perbandingan berat dua benda.
Materi disampaikan melalui perbedaan istilah berat dan ringan. Anak-anak diajak untuk
membandingkan berat beras satu karung dengan berat apel satu biji. Siswa menentukan mana
benda yang ringan dan berat. Pada materi ini, siswa dikenalkan konsep bahwa berat dan ringan
adalah ukuran untuk berat suatu benda. Selain itu, anak-anak juga dikenalkan dengan berbagai
kegiatan mengukur berat yang ada di masyarakat. Misalnya menimbang tomat, ikan, emas, berat
badan dan yang lain sebagainya. Anak-anak dikenalkan dengan alat untuk mengukur berat, yakni
timbangan. Anak-anak diajak untuk mempraktikkan menimbang beberapa benda dan
menentukan mana yang ringan dan berat.

Untuk kelas 2, materi berat ditekankan pada alat ukur berat. Materi diawali dari konsep bahwa
semua benda mempunyai berat. Kemudian membandingkan dua benda untuk dicari mana yang
lebih berat. Materi mulai ditingkatkan dengan tambahan penyelesaian masalah sehari-hari yang
berkaitan dengan mengukur berat menggunakan satuan baku, yaitu kilogram. Mula-mula anak-
anak diajak untuk menaksir berat benda yang sudah diketahui beratnya.

Untuk kelas 3, materi masih ditekankan pada alat ukur berat. Pada level ini, anak-anak
dikenalkan dengan beberapa alat ukur berat seperti timbangan berat badan, timbangan bahan kue,
neraca, dan yang lain sebagainya. Anak-anak diajak untuk menentukan jenis timbangan atau alat
ukur yang cocok digunakan untuk benda-benda yang berbeda. Misalnya mengukur berat telur
dengan alat ukur timbangan biasa, mengukur berat badan menggunakan timbangan berat badan
dala lain sebagainya. Pada level ini, anak-anak juga diajak untuk menaksir dan mengukur berat
benda sampai satuan kilogram terdekat.

Untuk kelas 4, materi berat lebih dikembangkan lagi. Pada level ini materi mencakup berbagai
macam satuan berat mulai kilogram sampai milligram. Kemudian anak-anak diajak untuk
menentukan hubungan antar satuan berat. Anak-anak juga diajak untuk menyelesaikan masalah
sehari-hari yang berkaitan dengan satuan berat.

Untuk kelas 5 dan 6, materi berat sudah sangat kompleks, berhubungan dengan materi-materi
lain dari komponen matematika. Materi berat masuk pada materi penyelesaian masalah
kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa materi berat yang
diajarkan di jenjang sekolah dasar cukup sistematis melihat tingkat perkembangan kognitif
siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Hudoyo, Herman. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. IMSTED:


JICA.

Prasetyowati, Wahyu. 2007. Penyusunan Perangkat Pembelajaran Matematika Konsep Pecahan


di Kelas V SD berdasarkan Pendekatan PMR. Skripsi. Malang: Program sarjana UM.

Wahyuni, Sri. 2009. Peningkatan Pemahaman Konsep Perkalian Bilangan Cacah melalui
Pendekatan PMR pada Siswa Kelas II SDN Karangsarin01 Kecamatan Rejotangan Kabupaten
Tulungagung Tahun Ajaran 2008/2009. Skripsi. Malang: program Sarjana UM.

Anda mungkin juga menyukai