Anda di halaman 1dari 13

materi Kesehatan

Senin, 01 Desember 2014


ASKEP Gadar :KONSEP ADRENERGIK BETA BLOKER

Manggarai,,,

I. KONSEP ADRENERGIK BETA BLOKER


A. Pendahuluan
Sistem saraf otonom atau sistem saraf tidak sadar mengatur kerja otot yang terdapat pada organ
dan kelenjar. Contohnya fungsi vital seperti denyut jantung, salivasi dan pencernaan yang
berlangsung terus-menerus diluar kesadaran baik waktu bangun maupunwaktu tidur.Sistem saraf
otonom dapat dibagi kedalam dua kelompok besar yang umumnya satu sama lain saling
menyeimbangkan.
Kedua sestem saraf tersebut adalah:
1. Sistem saraf simpatis : Mempunyai efek eksitasi antara lain melonggarkan saluran pernafasan,
dan meningkatkan aliran darah ke ekstremitas.
2. Sistem saraf parasimpatis : Mempunyai efek inhibisi misalnya melambatkan denyut jantung,
dan menghambat aliran darah ke ekstremitas
Meskipun kerja fungsional dari kebanyakan organ dihasilkan karena kerjasama kedua sistem
tersebut, otot-otot disekeliling pembuluh darah hanya memberikan respon terhadap sinyal saraf
simpatik. Pembuluh darah mengalami dilatasi atau kontriksi tergantung kepada perangsangan
relatifnya terhadap reseptor alfa atau beta.
Neurotransmitter adalah senyawa yang menghantarkan sinyal dari satu neuron ke neuron lain
atau mencetuskan respon pada efektor yaitu otot atau organ.
Neurotransmiter pada saraf simpatik adalahAdrenalin dan noradrenalin, dan pada saraf
parasimpatik adalah asetilkolin.
Reseptor saraf parasimpatik adalah, 1 dan 2. Reseptor pada sistem saraf
parasimpatik terdiri dari : Reseptor muskarinik : M1 pada sel parietal lambung dan otak, M2
pada jantung dan M3 pada otot polos dan kelenjar. Dan reseptor nikotinik.
Efek stimulasi reseptor pada sistem saraf otonom :
1. Adrenergik
o Reseptor alfa 1 : mengaktivasi organ-organ efektor misalnya otot polos (vasokonstriksi),
bertambahnya sekresi ludah dan keringat
o Reseptor alfa 2: menghambat pelepasan noradrenalin pada saraf-saraf adrenergik menyebabkan
turunya takanan darah
o Reseptor beta 1: Memperkuat daya dan frekuensi denyut jantung
o Reseptor beta 2: Bronkodilatasi dan stimulasi glikogen dan lemak.
2. Kolinergik
o Reseptor Muskarinik
o Reseptor Nikotinik

Ada tiga tipe reseptor beta dan masing-masing mengontrol beberapa fungsi berdasarkan pada
lokasi mereka dalam tubuh.
o Reseptor Beta-1 ditemukan di jantung, otak, mata, neuron adrenergik perifer, dan ginjal; Reseptor
1 merupakan reseptor yang bertanggung jawab untuk menstimulasi produksi katekolamin yang
akan menstimulasi produksi renin. Dengan berkurangnya produksi renin, maka cardiac
output akan berkurang yang disertai dengan turunnya tekanan darah.
o Reseptor Beta-2 ditemukan dalam paru, saluran pencernaan, hati, rahim (uterus), pembuluh darah,
dan otot rangka;
o Reseptor Beta-3 dapat ditemukan pada sel-sel lemak.
Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu pelepasan neurotransmitter yang
meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta1 pada nodus sinoatrial
dan miokardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada
ginjal akan menyebabkan pelepasan renin, meningkatkan aktivitas system
reninangiotensinaldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan
tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air

B. Pengertian obat penghambat adrenergik (simpatolitik)


1. Penghambat Adrenergik
Obat-obat yang menghambat efek neurotransmiter adrenergik disebut sebagai penghambat
adrenergik, atau simpatolitik . Obat-obat ini merupakan antagonis terhadap agonis adrenergik
dengan menghambat tempat-tempat reseptor alfa dan beta.Obat-obat ini menghambat efek
neurotransmiter secara langsung dengan menempati reseptor alfa atau beta, atau tidak langsung
dengan menghambat pelepasan neurotransmiter, norepinefrin dan epinefrin .

2. Penghambat Beta/Beta Blocker (beta-adrenergic blocking agents) :


Obat-obat yang menghambat norepinephrine dan epinephrine (adrenaline) agar tidak berikatan
dengan reseptor-reseptor beta.Betablocker akan mengantagonis semua efek neurotransmiter
sehingga terjadi penurunan tekanan darah.

C. Jenis-jenis beta bolcker:


1. Non-selective beta blockers, contohnya, propranolol (Inderal), menghambat Beta-1 dan Beta-2
receptors dan, oleh karenanya, mempengaruhi jantung, pembuluh darah, dan respirasi.
2. Selective beta blockers, contohnya, metoprolol (Lopressor, Toprol XL) terutama menghambat
Beta-1 receptors dan, oleh karenanya, kebanyakan mempengaruhi jantung dan tidak
mempengaruhi respirasi.
Beberapa beta blockers, contohnya, pindolol (Visken) mempunyai intrinsic sympathomimetic
activity (ISA), yang berarti mereka meniru efek-efek dari epinephrine dan norepinephrine dan
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dan denyut jantung.Beta blockers dengan ISA
mempunyai efek-efek yang lebih kecil pada denyut jantung daripada agen-agen yang tidak
mempunyai ISA.

D. Indikasi :
1. Irama jantung yang abnormal,
2. Hypertensi
3. Gagal jantung,
4. Angina Pectoris (nyeri dada),
5. Tremor,
6. Pheochromocytoma, dan
7. Pencegahan migrain.

E. Kontra indikasi
1. Penghambat beta nonselektif (beta1 dan beta2) tidak boleh dipakai oleh pada penderita penyakit
paru obstruksi menahun(PPOM) atau asma.
2. Propranolol (Inderal), tidak boleh diberikan pada penderita asma, atau blok jantung derajat 2
atau 3
3. Hypotensi dan bradikardia
F. Efek samping obat
Efek samping yang sering timbul pada penghambat beta adalah :
1. Bradikardia, Hypotensi
2. Pusing,
3. Mual/muntah,
4. Hiperglikemi,
5. Bertambah beratnya hipoglikemi,
6. Depresi SSP : bingung, dan
7. Granulasitosis.
Blokade reseptor beta2 pada bronkhi dapat mengakibatkan bronkhospasme, bahkan jika
digunakan betabloker kardioselektif.Bradikardia, gangguan kontraktil miokard, dan tangankaki
terasa dingin karena vasokonstriksi akibat blokade reseptor beta2 pada otot polos pembuluh
darah perifer.
Kesadaran terhadap gejala hipoglikemia pada beberapa pasien DM tipe 1 dapat berkurang. Hal
ini karena betablocker memblok sistem saraf simpatis yang bertanggung jawab untuk memberi
peringatan jika terjadi hipoglikemia.. Pada pasien diabetes tipe 1, harus diwaspadai gejala
hipoglikemik seperti tremor dan takikardia terkait penggunaan beta-blockers non-selektif.Pada
pasien yang sangat bergantung pada insulin ini sebaiknya diberikan beta-blockers selektif.
Berkurangnya aliran darah simpatetik juga menyebabkan rasa malas pada pasien. Mimpi buruk
kadang dialami, terutama pada penggunaan betablocker yang larut lipid seperti propanolol.
Betablockers nonselektif juga menyebabkan peningkatan kadar trigilserida serum dan
penurunan HDL.
Beta blockers tidak boleh dihentikan dengan tiba-tiba karena penghentian secara tiba-tiba
mungkin akan memperburuk angina (nyeri dada) dan menyebabkan serangan-serangan jantung
atau bahkan kematian mendadak

G. Tanda dan gejala overdosis


Depresi konduksi dan kontraktilitas jantung, depresi pernapasan, koma, kejang dan hipoglikemia
sertakadang terjadi reaksi anafilaksis.
Tabel 1.Gejala terjadi 1-2 jam setelah overdosis.
No Sistem Akut Kronis
1 Tanda vital Bradikardi, hipotensi
2 Susunan saraf pusat Pusing, kejang, Insomnia
katatonia, delirium
3 Kardiovaskuler Bradikardia, hipotensi
4 Pernafasan Bronkospasme, Fibrosis paru. Edema
depresi pernapasan
5 Gastroenterohepatologi Mual, muntah, diare,
konstipasi
6 Dermatologi Pucat dan dingin Alopesia
7 Hematologi Agranulositosis,
trombositopenia
8 Endokrinologi Hipoglikemia
Infark miokard bisa terjadi sesudah penghentian propanolol.

H. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Gula darah
Elektrolit : Kalium
AGD
Kreatinin kinase serum pada pasien dengan kejang lama atau koma untuk melihat
rhabdomiolisis
Pungsi lumbal, biakan bakteri dan tes lain pada pasien dengan perubahan status mental yang tak
diketahui penyebabnya.
2. EKG dan monitor untuk melihat disritmia, gangguan konduksi intraventrikuler (blok AV tingkat
1, QRS memanjang, gelombang P menghilang) atau iskemi.
3. Foto thorak pada pasien dengan gejala gangguan paru.

I. Penatalaksanaan
1. Stabilisasi
2. Dekontaminasi gastrointestinal
Induksi muntah: tidak dianjurkan
Aspirasi dan bilas lambung: efektif jika dilakukan dalam 2-4 jam pertama setelah penelanan,
harus dengan teknik yang benar.
Arang aktif: dosis tunggal 1 gr/kg atau dewasa 30-100 gr, anak-anak 15-30 gr.
Cara pemberian: dicampur rata perbandingan 5-10 gram arang aktif dengan 100-200 ml air
sampai jadi bubur kental. Dosis dewasa 10 gram, anak 5 gram tiap 20 menit.
3. Antidotum spesifik
Glucagon
Indikasi: bradikardi dan hipotensi
Cara pemberian: bolus intravena 50-150 ug/kgBB dalam 5-10 menit diikuti infuse kecepatan 2-
10 mg/jam
Efek samping: muntah dan hiperglikemia, asidosis.
Isoproterenol
Dewasa: mulai dengan dosis 4 ug/menit sesuai respon. Beberapa pasien mungkin memerlukan
dosis yang lebih tinggi, misalnya 200 ug/menit.
4. Terapi suportif:
Calsium
Bradikardia: atropin, isoproterenol, vasopressor, dan pacu jantung
Ventrikel takiaritmia: lidokain, kardioversi
Kejang: diazepam IV 0,01 mg/kg sekitar 10 menit.
Hipoglikemia: dekstrose
Bronkospasme: Inhalasi agonis, epinefrin sc, dan aminofilin 5 mg/kg sebagai loading dose,
diteruskan 0,5-1 mg/kg/jam untuk menjaga kadar aminofilin dibawah 20 ug/ml

Propranolol
(inderal)
Ringkasan Penghambat Adrenergik-Beta: Propranolol
Kontraindikasi Interaksi

Asma, PPOM, blok jantung, payah Digoksin, penghambat kalsium,


jantung kongestif, bradikardi, syok fenitoin, santin, isoproterenol, NSAID,
kardiogenik, penyakit hati atau ginjal barbiturat, alkohol, narkotik
yang berat.
Farmakokinetik
Absorpsi: PO: diabsorpsi dengan baik
Distribusi: PP: 92%
Metabolisme: t : 3-6jam (rata-rata 4jam)
Eliminasi: Hati dan Ginjal
Farmakodinamik
PO: Mula: 30 menit
P: 1-1,5 jam
L: 6-12 jam
PO (SR): Mula: 1-2 jam
P: 6 jam
L: 6-12 jam
IV: mula: segera
P: 10 menit
D: 3-6 jam
Efek Terapeutik
Mengobati aritmia jantung, takikardia, hipertensi
Reaksi yang merugikan
Trombositopenia, edema paru-paru laringispasme
Efek samping
Bradikardia, hipotensi, depresi, letih, mengantuk, sesak, mual, muntah, diare
II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian primer yang difokuskan pada masalah mendesak meliputi:
a. Airway :
Bagaimana patensi jalan napas
Apakah ada sumbatan atau penumpukan sekret pada jalan napas.(pasien koma bisa tidak terdengar
suara nafas dan terjadi sianosis)
Bagaimana bunyi napas, adakah suara tambahan
Adanya distress pernafasan
b. Breathing
Bagaimana pola napas, frekwensi dan iramanya
Memastikan pasien masih bernafas atau sudah tidak bernafas, diantarannya dengan 3 cara:
o LOOK: lihat pergerakan dada, irama, kedalaman, simetris atau tidak
o LISTEN: dengarkan suara nafas dengan stetoskop
o FEEL: rasakan adanya hembusan nafas dari hidung
c. Circulation
Kajiada tidaknya denyut nadi, frekwensidan tekanan darah
Kaji Capillary refillnya, adakah akral dingin, sianosis atau oliguria
Adakah penurunan kesadara dan berapa GCS
Bagaimana tanda-tanda vital : S, T, N, RR, dan HR
2. Pengkajian sekunder, meliputi :
a. Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, bangsa, status, pekerjaan,
b. Riwayat penyakit :
Sekarang :riwayat overdosis/keracunan , obat yang digunakan,berapa lama diketahui setelah
keracunan,ada masalah lain sebagi pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan
dan kapan terjadinya.
Sebelumnya :Apakah klien pernah menderita astma/COPD, DM, Hypo/hypertensi dan penyakit
jantung, diare dan muntah yang berlebihan, atau intoksikasi.
3. Pengkajian berdasarkan pola (setelah kegawatan teratasi)
a. Aktifitas dan Istirahat :
Adakah kelemahan, malaise, kesulitan aktifitas
b. Sirkulasi
Nadi lemah (hipovolemia), bradikardia,hipotensi (pada kasus berat) ,aritmia jantung,sianosis,
dan akral dingin, oliguria, dan perubahan warna urin lebih pekat
c. Makanan dan cairan
Adakah dehidrasi, mual , muntah, anoreksia,nyeri epigastrik
Bagaimana turgor kulit/kelembaban,berkeringat banyak
d. Neurosensori
Adakah keluhan pusing,penglihatan kabur, pupil midriasi,mengecil,kram otot/kejang
Bagaimana status mental,penurunan lapang perhatian,ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori,penurunan tingkat kesadaran(azotemia), koma,syok.
e. Nyaman/nyeri
Adakah nyeri,sakit kepala
Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
f. Pernapasan
Bagaimana pola napas teratur/tidak, adakah depresi pernapasan,hipoksia, dispnoe,peningkatan
frekuensi,kusmaul,batuk produktif
g. Keamanan
Adakah penurunan tingkat kesadaran,koma,syok,asidemia
h. Penyuluhan/pembelajaran
Riwayat terpapar toksin(obat/racun),obat beta blocker penggunaan berulang Contoh : Keracunan
propanolol.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung
2. Ketidakefektifan pola napas
C. Rencana Intervensi
1. Penurunan curah jantung
a. Observasi tanda-tanda vital TD, nadi, suhu, dan RR
b. Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)
c. Kaji adanya disritmia dan adanya tanda/gejala penurunan cardiac putput
d. Monitor status kardiovaskuler, pernafasan yang menandakan gagal jantung
e. Kolaborasi terapi cairan
f. Monitor intake-output (balance cairan)
g. Monitor adanya perubahan tekanan darah Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
antiaritmia
h. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan oropneu
i. Kajifrekwensi, irama jantung, dan bunyi jantung
j. Monitor suhu, warna, kelembaban kulit dan sianosis perifer

2. Ketidak efektifnya pola nafas


a. KajiVital sign TD, N, S, HR dan RR serta kaji status respirasi : frekuensi kedalaman
pernapasan dan ekspansi dada, penggunaanotot bantu pernafasan / pelebarannasal.
b. Bebaskan jalan nafas : suction,dan bila perlu pasang mayo
c. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
d. Auskultasi suara nafas, kaji adanya suara tambahan
e. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
f. Lakukan fisioterapi dada dan ajarkan tehnik batuk efektif bila pasien sadar.
g. Pertahankan jalan nafas yang paten
h. Atur aliran oksigen dan pertahankan posisi pasien
i. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi : sianosis, akral yang dingin
j. Kolaborasi pemberian bronkodilator
k. Jelaskan kepada keluarga tentang penggunaan peralatan : O2, suction, kemungkinan tindakan
untuk patensi jalan napas (intubasi/pemasangan respirator).
l. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
KEPUSTAKAAN

1. Joice, L. Kee, (1996), Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan, Jakarta : EGC


2. Herdman, T. Heather, (2012), Diagnosis Keperawatan Definsi dan Klasifikasi, Jakarta : EGC
3. Tim PUSBANKES, BAKER, PERSI, (2010), Penanggulangan Penderita Gawat Darurat,
Yogyakarta : BAKER-PERSI

Diposkan oleh Vinsen Bate di 17.52


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog
2014 (22)
o Desember (22)
asuhan keperawatan DIABETES KETOASIDOSIS (DKA)
ASUHAN KEPERAWATAN HIPOGLIKEMI
ASUHAN KEPERAWATAN ASMA
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT EMBOLI PARU
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT GAGAL NAPAS
AKUT...
ASUHAN KEPERAWATAN PEMBERIAN OBAT SISTEM
REPRODUK...
ASUHAN KEPERAWATAN THALASSEMIA
ASUHAN KEPERAWATAN PENGOBATAN SISTEM URINARIA
Komunikasi Terapeutik
<!--[if !mso]>v\:* {behavior:url(#default#VML);}o\...
ASKEP HIRSCHSPRUNG
ASKEP thypus abdominalis
ASKEP KEKURANGAN ENERGI PROTEIN
ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS
ASKEP Leukimia
PERTUMBUHAN JANIN
ASKEP Hiperglikemi
ASUHAN KEPERAWATAN Subdural hematoma
Supervisi Keperawatan,(Vinsen bate,Manggarai-Flrol...
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN KONDUKSI
ATRIA...
ASKEP Gadar :KONSEP ADRENERGIK BETA BLOKER
manajemen keperawatan: problem solving dan decisio...

2013 (7)

Mengenai Saya

Vinsen Bate
Lihat profil lengkapku
Template Simple. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai