Anda di halaman 1dari 4

Pengobatan

Rencana pengobatan dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi dan stadium tumor
bila tumor ganas. (2)

Sampai sekarang belum ada parameter pengobatan untuk tumor ganas hidung dan sinus
paranasal. Hal ini antara lain karena kasusnya jarang sehingga belum ada yang
berpengalaman untuk dapat membuat ketentuan yang dapat diikuti, juga karena standar
klasifikasi dan penentuan stadium belum resmi ada. Untuk membuat rencana pengobatan
harus dinilai kasus demi kasus karena respon tiap jenis tumor tidak sama terhadap suatu cara
pengobatan dan juga harus dilihat sampai dimana perluasan tumornya. Kebanyakan pakar
berpendapat bahwa satu macam cara pengobatan saja hasilnya buruk, sehingga mereka
mengajukan cara terapi kombinasi antara operasi, radioterapi dan kemoterapi. (2,11)

Di bagian THT FK-UI/RSCM pengobatan tumor ganas hidung dan sinus paranasal adalah
kombinasi operasi dan radiasi, kecuali untuk pasien yang sudah inoperable atau menolak
tindakan operasi. Untuk pasien ini diberikan radioterapi sesudah dibuatkan antrostomi. (2)

Radioterapi dapat dilakukan sebelum atau sesudah operasi. Masing-masing mempunyai


kelebihan dan kekurangannya. Untuk tumor yang sangat besar, radioterapi dilakukan lebih
dulu untuk mengecilkan tumornya dan mengurangi pembuluh darah sehingga operasi akan
lebih mudah. Tetapi bila telah dilakukan radiasi dulu, sesudah selesai banyak pasien yang
kemudian tidak kembali untuk operasi karena merasa tumornya sudah mengecil atau ada
yang tidak mau operasi karena efek samping radioterapi yang berkepanjangan. Sekarang
lebih disukai radiasi paska operasi, karena sekaligus dimaksudkan untuk memberantas mikro-
metastasis yang terjadi atau bila masih ada sisa tumor yang tidak terangkat pada waktu
operasi. (2)

Luasnya operasi tergantung pada sampai dimana batas tumornya. Bila tumor di sinus maksila
dan infrastruktur dilakukan maksilektomi parsial. Bila tumor sudah memenuhi maksila
dilakukan maksilektomi radikal, yaitu mengangkat seluruh isi rongga sinus maksila,
ginggivo-alveolaris dan palatum durum. Bila tumor sudah sampai ke mata dilakukan
eksenterasi orbita. Bila sinus sfenoid terkena dilakukan operasi kranio-fasial dengan bantuan
ahli bedah saraf. Bila tumor sudah meluas ke nasofaring dan fosa pterigopalatina kita anggap
sudah inoperable dan hanya diberikan penyinaran saja. (2)

Operasi maksilektomi memerlukan prostesis untuk mengganti kedudukan maksila yang


dibuang. Protesis ini dikerjakan oleh dokter gigi dan harus dipersiapkan sebelum operasi dan
langsung dipasang pada waktu operasi karena kalau tidak, akan terjadi kontraksi jaringan
yang akan sulit diperbaiki kemudian. Pada eksenterasi orbita, juga diperlukan protesis bola
mata. Pada kebanyakan operasi tumor hidung dan sinus, sesudah operasi sering diperlukan
perbaikan wajah dengan bedah plastik. (2)
Jadi, untuk penanganan tumor ganas hidung dan sinus, diperlukan kerja sama yang baik antar
berbagai disiplin ilmu, yaitu ahli bedah THT, ahli radiologi, ahli patologi, ahli bedah mata,
ahli bedah saraf, ahli bedah plastik dan dokter gigi.

Penatalaksanaan
Pasien dengan kanker sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis menggunakan
pendekatan holistik multidisiplin ilmu. Setiap pasien menerima rencana pengobatan yang
disesuaikan untuk memenuhi kebutuhannya. Pilihan pengobatan utama untuk tumor sinus
paranasal meliputi:
1. Pembedahan

Terapi bedah yang dilakukan biasanya adalah terapi kuratif dengan reseksi bedah. Pengobatan
terapi bedah ini umumnya berdasarkan staging dari masing-masing tumor. Secara umum, terapi
bedah dilakukan pada lesi jinak atau lesi dini (T1-T2). Terkadang, pembedahan dengan
margin/batas yang luas tidak dapat dilakukan karena dekatnya lokasi tumor dengan struktur-
struktur penting pada daerah kepala, serta batas tumor yang tidak jelas. Radiasi post operatif
sangat dianjurkan untuk mengurangi insiden kekambuhan lokal. Pada beberapa kasus eksisi
paliatif ataupun debulking perlu dilakukan untuk mengurangi nyeri yang hebat, ataupun untuk
membebaskan dekompresi saraf optik dan rongga orbita, serta untuk drainase sinus paranasalis
yang mengalami obstruksi. Jenis reseksi dan pendekatan bedah yang akan dilakukan bergantung
pada ukuran tumor dan letaknya/ekstensinya.4,7
Tumor yang berlokasi di kavum nasi dapat dilakukan berbagai pendekatan bedah seperti reseksi
endoskopi nasal, transnasal, sublabial, sinus paranasalis, lateral rhinotomy atau kombinasi dari
bedah endoskopi dan bedah terbuka (open surgery). Tumor tahap lanjut mungkin membutuhkan
tindakan eksenterasi orbita, total ataupun parsial maksilektomi ataupun reseksi anterior cranial
base, dan kraniotomi. Maksilektomi kadang-kadang direkomendasikan untuk tatalaksana kanker
sinus paranasal, dan umumnya dapat menyelamatkan organ vital seperti mata yang berada dekat
dengan kanker sedangkan reseksi kraniofasial atau skull base surgery sering direkomendasikan
untuk keganasan pada sinus paranasal. Terapi ini mengharuskan untuk membebaskan beberapa
jaringan tambahan disamping dilakukannya maksilektomi. 1,7,13
Kontraindikasi absolut untuk terapi pembedahan adalah pasien dengan gangguan nutrsi, adanya
metastasis jauh, invasi tumor ganas ke fascia prevertebral, ke sinus kavernosus, dan keterlibatan
arteri karotis pada pasien-pasien dengan resiko tinggi, serta adanya invasi bilateral tumor ke
nervus optik dan chiasma optikum. Keuntungan dari pendekatan bedah endoskopik adalah
mencegah insisi pada daerah wajah, angka morbiditas rendah, dan lamanya perawatan di rumah
sakit lebih singkat.4,13
Reseksi luas dari tumor kavum nasi dan sinus paranasalis dapat menyebabkan
kecacatan/kerusakan bentuk wajah, gangguan berbicara dan kesulit an menelan. Tujuan utama
dari rehabilitasi post 25 ppembedahan adalah penyembuhan luka, penyelamatan/preservasi dan
rekonstruksi dari bentuk wajah, restorasi pemisahan oronasal, hingga memfasilitasi kemampuan
berbicara, menelan, dan pemisahan kavum nasi dan kavum cranii.1,4,7
2. Radioterapi

Terapi radiasi juga disebut radioterapi kadang-kadang digunakan sendiri pada stadium I dan II,
atau dalam kombinasi dengan operasi dalam setiap tahap penyakit sebagai adjuvant radioterapi
(terapi radiasi yang diberikan setelah dilakukannya terapi utama seperti pembedahan). Pada tahap
awal kanker sinus paranasal, radioterapi dianggap sebagai terapi lokal alternatif untuk operasi.
Radioterapi melibatkan penggunaan energi tinggi, penetrasi sinar untuk menghancurkan sel-sel
kanker di zona yang akan diobati. Terapi radiasi juga digunakan untuk terapi paliatif pada pasien
dengan kanker tingkat lanjut. Jenis terapi radiasi yang diberikan dapat berupa teleterapi (radiasi
eksternal) maupun brachyterapi (radiasi internal). 2,9
3. Kemoterapi

Kemoterapi biasanya diperuntukkan untuk terapi tumor stadium lanjut. Selain terapi lokal, upaya
terbaik untuk mengendalikan sel-sel kanker beredar dalam tubuh adalah dengan menggunakan
terapi sistemik (terapi yang mempengaruhi seluruh tubuh) dalam bentuk suntikan atau obat oral.
Bentuk pengobatan ini disebut kemoterapi dan diberikan dalam siklus (setiap obat atau kombinasi
obat-obatan biasanya diberikan setiap tiga sampai empat minggu). Tujuan kemoterapi untuk
terapi tumor sinonasal adalah sebagai terapi tambahan (baik sebagai adjuvant maupun
neoadjuvant), kombinasi dengan radioterapi (concomitant), ataupun sebagai terapi paliatif.
Kemoterapi dapat mengurangi rasa nyeri akibat tumor, mengurangi obstruksi, ataupun untuk
debulking pada lesi-lesi masif 26

eksternal. Pemberian kemoterapi dengan radiasi diberikan pada pasien-pasien dengan resiko
tinggi untuk rekurensi seperti pasien dengan hasil PA margin tumor positif setelah dilakukan
reseksi, penyebaran perineural, ataupun penyebaran ekstrakapsular pada metastasis regional

Alat-alat
1.lampu Kepala
2.Spatel lidah
3.Spekulum hidung
4.Corong telinga
5.Garpu Tala
6.Kaca laring

Gawat darurat
Membersihkan hidung dari darah dan bekuan darah dengan bantuan alat pengisap
Tampon
Pisau bedah
klem arteri bengkok
Penrose drain
Pengait (haak)
Cunam
Kaca tenggorokan
Forsep pengangkat

Alkes di Klinik THT:

1. Alkes dsr, minus reflex hammer


2. Head lamp (lampu kepala): alat bantu penerangan yg biasa dikenakan pd kepala
dokter spesialis THT.
3. Otoscope: alat optic u/ memeriksa rongga telinga.
4. Audiometri: alat u/ memeriksa tingkat penurunan kemampuan pedengaran seseorang.
5. Ear Speculum: alat u/ memeriksa liang telinga
6. Pneumoscope Siegel: alat u/ menilai gndg tlng.
7. Myringotomi: alat u/ meng-incisi gndg tlng.
8. Hack cerumen: alat u/ meng-evakuasi cerumen atau bensa asing dlm liang tlng.
9. Tampon tang: alat yg berfungsi u/ memasang atau mengambil tampon dlm s/
canal/saluran.
10. Canule suction: ujung dari alat penghisap yg dibentuk sedemikan rupa shg tdk
melukai tbh px.
11. Nasal speculum: alat u/ meng-ekpos rongga hdg.
12. Aplicator: alat bantu pembawa sesuatu, mis: kapas

Alkes di Klinik Gigi:

1. Alkes dsr
2. Dental Unit, yaitu satu set kursi periksa gigi yg bisa di atur dlm berbagai posisi,
dilengkapi dg:
o Pneumatic hand drill
o Air compressor
o Water supply
o Suction pump
o Operating lamp
3. Set Diagnostik
4. Set Ekstraksi gigi (cabut gigi)
5. Set Konservasi (tambal gigi)
6. Set Scalling (membersihkan karang gigi)

Anda mungkin juga menyukai