Anda di halaman 1dari 8

A.

Pendahuluan

Definisi Konseling Realita

Terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan kepada tingkah laku
sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan klien
dengan cara-cara yang bisa membantu menghadapi kenyataan dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti
terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi, yang dipersamakan dengan
kesehatan mental. Terapi realitas yang menguraikan prinsip-prinsip dan prosedur-
prosedur yang dirancang untuk membantu orang-orang dalam mencapai suatu
identitas keberhasilan dapat diterapkan pada psikoterapi, konseling, pengajaran,
kerja kelompok, konseling perkawinan, pengelolaan lembaga dan perkembangan
masyarakat. Terapi realitas meraih popularitas di kalangan konselor sekolah, para
guru dan pimpinan sekolah dasar dan menengah, dan para pekerja rehabilitasi.

Sedangkan menurut Paul D. Meier, dkk., terapi realitas yang diperkenalkan


oleh William Glasser memusatkan perhatiannya terhadap kelakuan yang bertanggung
jawab, dengan memperhatikan tiga hal (3-R): realitas (reality), melakukan hal yang
baik (do right), dan tanggungjawab (responsiblility).

Individu harus berani menghadapi realitas dan bersedia untuk tidak


mengulangi masa lalu. Hal penting yang harus dihadapi seseorang adalah mencoba
menggantikan dan melakukan intensi untuk masa depan. Seorang terapis bertugas
menolong individu membuat rencana yang spesifik bagi perilaku mereka dan
membuat sebuah komitmen untuk menjalankan rencana-rencana yang telah dibuatnya.
Dalam hal ini identitas diri merupakan satu hal penting kebutuhan sosial manusia
yang harus dikembangkan melalui interaksi dengan sesamanya, maupun dengan
dirinya sendiri. Perubahan identitas biasanya diikuti dengan perubahan perilaku di
mana individu harus bersedia merubah apa yang dilakukannya dan mengenakan
perilaku yang baru. Dalam hal ini terapi realitas dipusatkan pada upaya menolong
individu agar dapat memahami dan menerima keterbatasan dan kemampuan dalam
dirinya.
Perspektif Historis

Konseling realita (reality counseling atau reality therapy) dikembangkan oleh


William Glasser pada tahun 1960-an sebagai reaksi penolakan terhadap konsep-
konsep dalam konseling psikoanalisa. Glasser memandang Psikoanalisa sebagai suatu
model perlakuan yang kurang memuaskan, kurang efektif,dan oleh karena itu ia
termotivasi untuk memodifikasi konsep-konsep psikoanalisa dan mengembangkan
pemikirannya sendiri berdasarkan pengalaman hidup dan pengalaman klinisnya.

Glasser lahir pada tahun 1925 di Ohio, USA. Pada awal karirnya Glasser
adalah seorang insyinyur kimia yang kemudian beralih ke bidang medis dan meraih
gelar dokter pada tahun 1953 dari Case Westem Reserve University. Setelah itu
Glasser berlatih dibidang psikiarti di Veterans Administrasion Center dan di
University of California. Konseling realita dikembangkan oleh Glasser atas dasar
pengalamanya selama peraktek klinisnya antara 1956-1967. Pengalaman
kehidupannya pada masa kanak-kanak yang keras dan cenderung tidak menyenagkan
juga mempengaruhi pandangan teoritiknya,khususnya tentang penekanan pada
pentingnya tanggung jawab pribadi, tidak merugikan orang lain, dan hubungan
perkawinan. Seperti dikemukakan oleh Glasser sendiri (1998), ayah dan ibunya
menerapkan pendidikan yang keras dan otoriter terhadap dirinya dan oleh karenanya
ia tidak rukun dengan mereka.

Buku pertama yang yang ditulis oleh Glasser, Mental Healt or Mental Illnes?
Menjadi grandwork bagi perkembangan teori konseling realita. Buku keduanya,
Really Therapy (1965) menegaskan prinsip-prinsip dasar dalam Konseling realita,
yakni tentang pentingnya hubungan dan tanggung jawab guna mencapai tujuan dan
kebahagiaan hidup. Ia memiliki keyakinan bahwa konselor yang hangat dan penuh
penerimaan merupakan aspek esensial bagi keberhasilan perlakuan, dan hubungan
yang akrab dan positif adalah esensial bagi perkembangan pribadi yang sehat.
Tilisan-tulisan dalam materi kuliahnya tidak hanya menekankan pada konseling
realita sebagai metode perlakuan, tetapi menerapkan pada lingkungan sekolah dan
lingkungan bisnis. Robert E. Wubbolding adalah salah satu pengikut Glesser yang
memberikan kontribusi sangat penting bagi perkembangnan konseling realita.
B. Konsep-konsep Utama
Pandangan tentang sifat manusia
Terapi realitas berlandaskan premis bahwa ada suatu kebutuhan psikologis
tunggal yang hadir sepanjang hidup, yaitu kebutuhan akan identitas yang mencakup
suatu kebutuhan untuk merasakan keunikan, keterpisahan, dan ketersedirian.
Kebutuhan akan identitas menyebabkan dinamika-dinamika tingkah laku, dipandang
sebagai universal pada semua kebudayaan.
Menurut terapi realitas, akan sangat berguna apabila menganggap identitas
dalam pengertian identitas keberhasilan lawan identitas kegagalan. Menurut
Glasser (1965, hlm. 9), basis dari terapi realitas adalah membantu para klien dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang mencakup kebutuhan
untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna
baik bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain. Pandangan tentang manusia
mencakup pernyataan bahwa suatu kekuatan pertumbuhan mendorong kita untuk
berusaha mencapai suatu identitas keberhasilan.
Pandangan terapi realitas menyatakan bahwa, karena individu-individu bisa
mengubah cara hidup, perasaan, dan tingkah lakunya, maka mereka pun bisa
mengubah identitasnya.

Menurutn Glasser, hakikat manusia adalah:

1. Bahwa manusia mempunyai kebutuhan yang tunggal, yang hadir di seluruh


kehidupannya, sehingga menyebabkan dia memiliki keunikan dalam
kepribadiannnya.
2. Setiap orang memiliki kemampuan potensial untuk tumbuh dan berkembang
sesuai pola-pola tertentu menjadi kemampuan aktual. Karennya dia dapat menjadi
seorang individu yang sukses.
3. Setiap potensi harus diusahakan untuk berkembang dan terapi realitas berusaha
membangun anggapan bahwa tiap orang akhirnya menentukan nasibnya sendiri

Ciri-ciri Terapi Realitas

1. Terapi realitas menolak konsep tentang penyakit mental. Ia berasumsi bahwa


bentuk-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari
ketidakbertanggungjawaban. Pendekatan ini tidak berurusan dengan diagnosis-
diagnosis psikologis.
2. Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan dan
sikap-sikap. Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan dan sikap itu tidak
penting, terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku sekarang.
3. Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau. Karena
masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa diubah hanyalah saat
sekarang dan masa yang akan datang.
4. Terapi raelitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas
menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas
tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yang membantu kegagalan yang
dialaminya.
5. Terapi realitas tidak menekankan transferensi. Ia tidak memandang konsep
tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting. Ia memandang
transferensi sebagai suatu cara untuk bersembunyi sebagai pribadi. Tetapi realitas
menghimbau agar para terapis menempuh cara beradanya yang sejati, yakni
bahwa mereka menjadi diri sendiri, tidak memainkan peran sebagai ayah dan ibi
klien.
6. Terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadran, bukan aspek-aspek
ketaksadaran.
7. Terapi realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian
hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman untuk
kegagalan melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan perkuatan identitas
kegagalan pada klien dan perusakan hubungan terapeutik.
8. Terapi realitas menekankan tanggung jawab. Glesser mendefinisikannya sebagai
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya
dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka.

C. Proses Terapi
Tujuan-tujuan Terapi

a. Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat menentukan
dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
b. Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala resiko
yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya dalam perkembangan dan
pertumbuhannya.
c. Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
d. Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang
sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan individu
untuk mengubahnya sendiri.
e. Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri.

Fungsi dan Peran Terapis


Tugas dasar terapis adalah melibatkan diri dengan klien dan kemudian
membuatnya menghadpai kenyataan. Glasser (1965) merasa bahwa ketika terapis
menghadapi para klien, dia memaksa mereka untuk memutuskan apakah mereka akan
atau tidak akan menempuh jalan yang bertanggung jawab. Terapis tidak membuat
pertimbangan-pertimbangan nilai dan putusan-putusan bagi para klien, sebab tindakan
demikian akan menyingkirkan tanggung jawab yang mereka miliki. Tugas terapi
adalah bertindak sebagai pembimbing yang membatu klien agar bisa menilai tingkah
lakunya sendiri secra realitas.
Terapis diharapkan memberikan pujian apabila para klien bertindak dengan
cara yang bertanggung jawab dan menunjukkan ketidaksetujuan apabila mereka tidak
bertindak demikian. Terapis realitas berasumsi bahwa klien bisa menciptakan
kebahagiannya sendiri dan bahwa kunci untuk menemukan kebahagiaan adalah
penerimaan tanggung jawab.
Fungsi penting lainnya dari terapis realitas adalah memasang batas-batas,
mencakup batas-batas dalam situasi terapeutik dan batas-batas yang ditempatkan oleh
kehidupan pada seseorang.

Pengalaman Klien Dalam Terapi


Para klien dalam terapi realitas bukanlah orang-orang yang telah belajar
menjalani kehidupan secara bertanggung jawab, melainkan orang-orang yang
termasuk bertanggung jawab. Meskipun tingkah lakunya tidak layak, tidak realistis,
dan tidak bertanggung jawab, tingkah laku para klien itu masih merupakan upaya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar mereka akan cinta dan rasa berguna.
Para klien diharapkan berfokus kepada tingkah laku mereka sekarang alih-alih
kepada perasaan dan sikap-sikap mereka. Terapis menantang para klien untuk
memandang secara kritis apa yang mereka perbuat dengan kehidupan mereka dan
kemudian membuat pertimbangan-pertimbangan nilai yang menyangkut keefektifan
tingkah laku mereka dalam mencapai tujuan-tujuan. Karena para klien bisa
mengendalikan tingkah lakunya lebih mudah daripada mengendalikan perasaan-
perasaan dan pikirannya, maka tingkah laku mereka itu menjadi fokus terapi.

Hubungan antara Terapis dan Klien


Sebelum terjadi terapi yang efektif, keterlibatan antara terapis dank lien harus
berkembang. Para klien perlu mengetahui bahwa orang yang membantu mereka,
yakni terapis, menaruh perhatian yang cukup kepada mereka, menerima dan
membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka di dunia nyata.
Tinjauan ringkas atas prisip-prinsip atau konsep-konsep yang spesifik yang
menyajikan kerangka proses belajar yang terjadi sebagai hasil dari hubungan antara
twrapis dank lien atau antara guru dan siswa, yang dikemukakan oleh Glasser dan
Zunin.
1. Terapi realitas berlandaskan hubungan atau keterlibatan pribadi antara terapis dan
lien. Terapis, dengan kehangatan, pengertian, penerimaanm dan kepercayaannya
atas kesanggupan klien untuk mengembangkan suatu identitas keberhasilan, harus
mengomunikasikan bahwa dia menaruh perhatian. Terapis juga menunjukkan
perhatiannya dengan enolak penyalahan atau dalih-dalih dari klien. Terapis
mengembangkan hubungan yang hangat seraya menghindari hubungan yang
menjurus kepada percintaan.
2. Perencanaan adalah hal yang esensial dalam terapi realitas. Situasi terapeutik tidak
ternatas pada diskusi-diskusi antara terapis dank lien. Mereka harus membentuk
rencana-rencana yang jika telah terbentuk harus dijalankan. Kerja yang paling
penting dalan terapeutik adalah membantu klien agar mengenali cara-cara yang
spesifik untuk mengubah tingkah laku kegagalan menjadi tingkah laku
keberhasilan. Rencana-rencana harus dibuat realistis dan ada dalam batas-batas
motivasi dan kesanggupan-kesanggupan masing-masing klien. Rencana-rencana
tindakan harus spesifik, kongkrit, dan bisa diukur. Jika suatu rencana tidak
dijalanka, maka rencana tersebut harus dievaluasi, dan rencana lain bisa diajukan.
3. Komitmen adalah kunci utama terapi realitas. Setelah para klien membuat
pertimbangan-pertimbangan nilai mengenai tingkah laku mereka sendiri dam
memutuskan rencana-rencana tindakan, terapis membantu mereka dalam membuat
suatu komitmen untuk melaksanakan rencana-rencana itu dalam kehidupan sehari-
hari mereka.
4. Terapi realitas tidak menerima dalih. Jelas bahwa tidak semua komitmenklien bisa
terlaksana. Rencana-rencana bisa gagal. Akan tetapi, jika rencana-rencana gagal,
tetapi realitas tidak menerima dalih.
Proses Konseling (Terapi)

Konselor berperan sebagai:

a. Motivator, yang mendorong konseli untuk: (a) menerima dan memperoleh


keadaan nyata, baik dalam perbuatan maupun harapan yang ingin dicapainya; dan
(b) merangsang klien untuk mampu mengambil keputusan sendiri, sehingga klien
tidak menjadi individu yang hidup selalu dalam ketergantungan yang dapat
menyulitkandirinya sendiri.
b. Penyalur tanggung jawab, sehingga: (a) keputusan terakhir berada di tangan
konseli; (b) konseli sadar bertanggung jawab dan objektif serta realistik dalam
menilai perilakunya sendiri.
c. Moralist; yang memegang peranan untuk menetukan kedudukan nilai dari tingkah
laku yang dinyatakan kliennya. Konselor akan memberi pujian apabila konseli
bertanggung jawab atas perilakunya, sebaliknya akan memberi celaan bila tidak
dapat bertanggung jawab terhadap perilakunya.
d. Guru; yang berusaha mendidik konseli agar memperoleh berbagai pengalaman
dalam mencapai harapannya.
e. Pengikat janji (contractor); artinya peranan konselor punya batas-batas
kewenangan, baik berupa limit waktu, ruang lingkup kehidupan konseli yang
dapat dijajagi maupun akibat yang ditimbulkannya.

Kelemahan

Klien bisa belajar tingkah laku yang lebih realistic dan karenanya bisa mencapai
keberhasilan
Jangka waktu terapi yang relatif pendek dan berurusan dengan masalah tingkah
laku sadar
Teknik yang digunakan kurang mampu mengungkapkan data yang dialami dari
diri pribadi klien
Hanya menekankan perilaku tanpa mempertimbangkan sisi perasaan
Tidak memberikan penekanan yang cukup pada dinamika tidak sadar dan pada
masa lampau individu sebagai salah satu determinan dari TLnya sekarang
Bisa terjadi suatu tipe campur tangan yang dangkal karena ia menggunakan
kerangka yang terlampu disederhanakan

Kelebihan

Klien bisa belajar TL yang lebih realistic dan karenanya bisa tercapai
keberhasilan
Jangka waktu terapi yang relatif pendek dan berurusan dengan masalah TL sadar
Langsung lebih cepat menyadarkan klien karena menggunakan secara langsung
mengajak klien berbuat
Bersifat praktis, luwes dan efektif
Mudah dilaksanakan dan tidak memerlukan pengetahuan tentang diagnosis dan
psikopatologi.

Anda mungkin juga menyukai