Anda di halaman 1dari 19

MENIKAH DI BAWAH UMUR OLEH MASYARAKAT MADURA

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974

Mata Kuliah : Hukum Adat

Dosen Pengampu: Anti Mayastuti, S.H., M.H.

Disusun Oleh: Kelompok I

1. Aditya Putra S. (E0016010)


2. Adwin Prabowo (E0016014)
3. Ambar Murtiah (E0016050)
4. Arif Bayuaji (E0016080)
5. Nur Miftahul J. (E0016472)
6. Royyan Eka P. P. (E0015367)
7. Yulista Triyani (E0016461)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET


SURAKARTA

2017

1
ABSTRAK

Makalah ini berjudul Menikah di Bawah Umur oleh Masyarakat


Madura Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Studi ini diangkat
karena banyak terjadi perkawinan di bawah umur yang dilakukan
masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak Utara. Makalah ini
menunjukkan: 1) Kekuatan hukum perkawinan yang dilakukan di bawah
umur tanpa adanya dispensasi dari pengadilan pada masyarakat Madura di
Kecamatan Pontianak Utara sangat lemah; 2) Faktor yang menyebabkan
terjadinya kawin di bawah umur pada masyarakat Madura di Kecamatan
Pontianak Utara adalah faktor ekonomi, budaya, pendidikan, agama, telah
melakukan hubungan intim, hamil di luar nikah dan lingkungan sementara
faktor ekonomi merupakan faktor paling dominan; 3) Faktor yang
menyebabkan masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak Utara tidak taat
pada Pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah
faktor kemauan masyarakat, faktor moral penegak hukum yang tidak dapat
diteladani, dan faktor instrumental atau perangkat undang-undang tersebut
tidak didukung oleh hukum yang lebih universal seperti HAM tidak
menyebutkan batas usia minimal untuk menikah; 4) Upaya yang dapat
dilakukan oleh instansi terkait untuk meminimalisir terjadinya perkawinan
di bawah umur pada masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak Utara
melalui sosialisasi undang-undang / peraturan perkawinan, bimbingan,
edukasi, dan seminar.

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun Makalah
MENIKAH DI BAWAH UMUR OLEH MASYARAKAT MADURA
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974, Makalah ini
kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Adat dan juga
memberikan penjelasan mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan
pernikahan dibawah umur oleh masyarakat Madura. Semoga Makalah yang kami
buat ini dapat bermanfaat dan membantu menambah wawasan.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan. Oleh


karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun kami harapkan guna
kesempurnaan tugas ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing mata kuliah Hukum Adat, Ibu Anti Mayastuti, S.H., M.H. dan kepada
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Makalah ini.

Surakarta, 19 April 2017

Penyusun

3
DAFTAR ISI
ABSTRAK...................................................................................................1
KATA PENGANTAR................................................................................2
I. PENDAHULUAN
A. LatarBelakang .................................................................................5
B. RumusanMasalah .............................................................................7
C. Tujuan ..............................................................................................7
D.Kegunaan ..........................................................................................8
II. TINJAUN PUSTAKA
A. Pengertian Perkawinan Adat ...........................................................9
B. Asas-Asas Perkawinan Adat ..........................................................10
C. Tujuan Perkawinan ........................................................................12
D.Sahnya Perkawinan .........................................................................12
III. PEMBAHASAN
A. Bagaimanakah kekuatan hukum perkawinan yang dilakukan di
bawah umur tanpa adanya dispensasi dari pengadilan pada
masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak Utara?.....................13
B. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kawin di bawah umur
pada masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak Utara?..............14
C. Faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat Madura di
Kecamatan Pontianak Utara tidak taat pada pasal 7 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974?........................................16
D. Upaya apa yang dapat dilakukan oleh instansi terkait untuk
meminimalisir terjadinya perkawinan di bawah umur pada
masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak Utara?.....................17

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................18

B. Saran ..............................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA DANLAMPIRAN

4
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkawinan dalam hukum adat adalah suatu ikatan antara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan untuk membentuk rumah tangga yang dilaksanakan
secara adat dan agamanya dengan melibatkan keluarga kedua belah pihak saudara
maupun kerabat. Hukum perkawinan adat sendiri adalah hukum yang menjadi
kebiasaan masyarakat yang menjadi tingkah laku sehari-hari antara yang satu
dengan yang lain dan terdapat sanksi di dalamnya.
Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
adalah sebagai berikut : Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk dapat
mewujudkan tujuan perkawinan, salah satu syaratnya adalah bahwa para pihak yang
akan melakukan perkawinan telah matang jiwa dan raganya. Oleh karena itu di
dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ditentukan batas umur minimal untuk
melangsungkan perkawinan.
Implementasi Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 di
masyarakat saat ini sudah cukup baik, dimana undang-undang ini tidak
menganjurkan pernikahan di bawah umur terjadi di masyarakat. Ketentuan
mengenai batas umur minimal dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 menyatakan bahwa Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Dari hal
tersebut ditafsirkan bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak
mengehendaki pelaksanaan perkawinan di bawah umur. Pembatasan umur minimal
untuk kawin bagi warga negara pada prinsipnya dimaksudkan agar orang yang akan
menikah diharapkan sudah memiliki kematangan berpikir, kematangan jiwa dan
kekuatan fisik yang memadai.
Kemungkinan keretakan rumah tangga yang berakhir dengan perceraian
dapat dihindari, karena pasangan tersebut memiliki kesadaran dan pengertian yang
lebih matang mengenai tujuan perkawinan yang menekankan pada aspek

5
kebahagiaan lahir dan batin. Tetapi perkawinan di bawah umur dapat dengan
terpaksa dilakukan karena Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 masih
memberikan kemungkinan penyimpangannya. Dalam Pasal 7 ayat (2)
Undangundang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu dengan adanya dispensasi dari
Pengadilan bagi yang belum mencapai batas umur minimal tersebut.
Dalam pelaksanaannya, di Kecamatan Pontianak Utara berdasarkan hasil
pra riset menunjukan bahwa: Perbuatan cabul 1 kasus, perlindungan anak 1 kasus,
melarikan anak di bawah umur 0 kasus (Sumber: Polsek Pontianak Utara). Hal ini
menunjukkan bahwa kasus perkawinan di bawah umur yang masih sering terjadi di
tengah-tengah masyarakat tidak dilaporkan sebagai kasus perlindungan anak.
Ketika peneliti mendatang KUA Pontianak Utara tidak ditemukan adanya
pernikahan di bawah umur. Hal ini menunjukkan bahwa orangtua yang menikahkan
anaknya di bawah umur memalsukan identitasnya dengan menaikan usia, menikah
sirih dulu atau tidak menikah di KUA selama usia belum mencukupi.
Salah satu faktor penyebab terjadinya perkawinan di bawah umur adalah
sistem pengesahan dokumen perkawinan masih memberi peluang bagi masyarakat
untuk bisa menikahkan anaknya di bawah umur. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengubah usia anaknya dengan dibuatkan Kartu Tanda Penduduk yang
menunjukkan usia sudah cukup untuk kawin. Hal lainnya yang sering dilakukan
masyarakat Madura Pontianak Utara untuk dapat menikah di bawah umur adalah
dengan melakukan ijab kabul terlebih dahulu dan atau nikah sirih terlebih dahulu,
sampai batas usia yang dibolehkan baru melaksanakan pernikahan di Kantor
Urusan Agama setempat.
Berdasarkan pada penjelasan sebelumnya, maka merasa perlu untuk
mengkaji lebih mendalam tentang implementasi pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait dengan perkawinan yang
dilakukan di bawah umur.
peristiwa nikah di bawah umur sudah menjadi tradisi di kalangan
masyarakat Pontianak Utara terutama etnis Madura. Perkawinan di bawah umur
akan menimbulkan berbagai akibat yang kurang menguntungkan, seperti kurang
dapatnya suami atau isteri dalam mengatasi masalah yang timbul dalam keluarga

6
yang dibentuknya itu, di samping itu juga timbulnya angka fertilitas yang cukup
tinggi dari wanita kawin usia muda yang menimbulkan masalah kenaikan jumlah
penduduk secara cepat.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah kekuatan hukum perkawinan yang dilakukan di bawah umur


tanpa adanya dispensasi dari pengadilan pada masyarakat Madura di
Kecamatan Pontianak Utara?
2. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kawin di bawah umur pada
masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak Utara?
3. Faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat Madura di Kecamatan
Pontianak Utara tidak taat pada pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974?
4.Upaya apa yang dapat dilakukan oleh instansi terkait untuk meminimalisir
terjadinya perkawinan di bawah umur pada masyarakat Madura di
Kecamatan Pontianak Utara?

C. TUJUAN
Tujuan dalam Makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui dan memahami kekuatan hukum perkawinan yang dilakukan di
bawah umur tanpa adanya dispensasi dari pengadilan pada masyarakat Madura.
b. Mengetahui dan memahami Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
kawin di bawah umur pada masyarakat Madura
c. Mengetahui dan memahami Faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat
Madura di Kecamatan Pontianak Utara tidak taat pada pasal 7 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
d. Mengetahui dan memahami Upaya apa yang dapat dilakukan oleh instansi
terkait untuk meminimalisir terjadinya perkawinan di bawah umur pada
masyarakat Madura.

7
D. KEGUNAAN
Kegunaan Makalah ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu :
a. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis makalah ini dapat digunakan sebagai bahan
kajian dan acuan untuk mengembangkan wawasan terutama hukum adat lebih
khususnya hukum adat Madura mengenai Perkawinan anak di bawah umur.
b. Kegunaan praktis
Kegunaan praktis Makalah ini adalah untuk :
1. Memperluas wawasan penulis dalam lingkup hukum adat khususnya hukum
adat Madura dalam bidang hukum perkawinan, terkhusus mengenai
perkawinan anak di bawah umur.
2. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat, akademisi, dan kalangan birokrat
pemerintahan yang ada kaitannya dengan hukum adat.
3. Referensi bahan bacaan dan sebagai sumber data atau acuan bagi penelitian
yang berhubungan dengan hukum adat, khususnya hukum adat Madura
mengenai perkawinan anak di bawah umur.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perkawinan Adat

Arti perkawinan bagi hukum adat adalah penting karena tidak saja
menyangkut hubungan antara kedua mempelai, akan tetapi juga menyangkut
hubungan antara kedua pihak mempelai seperti saudara mereka atau keluarga
mereka lainnya. Bahkan dalam hukum adat diyakini bahwa pernikahan bukan saja
merupakan peristiwa penting bagi mereka yang hidup, tetapi juga merupakan
peristiwa penting bagi leluhur mereka yang telah tiada. Arwah-arwah leluhur kedua
pihak diharapkan juga merestui kelangsungan rumah tangga mereka akan lebih
rukun dan bahagia.

Karena begitu penting arti perkawinan ini, maka pelaksanaan perkawinan


itu pun senantiasa dan seterusnya disertai dengan berbagai upacara lengkap dengan

8
sesajennya. Ini semua seakan-akan adalah tahyul, tetapi pada kenyataannya hal ini
hingga sekarang sangat meresap pada kepercayaan sebagian besar rakyat Indonesia
dan oleh karena itu masih tetap juga dilakukan dimana-mana. (Prof. Dr. C. Dewi
W., 2009: 48)

Pengertian Perkawinan Adat Menurut Para Ahli

1. Menurut Soerjono Soekanto


Menurut Soekanto, di dalam Perkawinan adat tidak dapat dengan
tepat dipastikan mengenai saat perkawinan dimulai. Hal ini berbeda
dengan hukum islam atau kristen yang waktunya itu ditetapkan,
waktu adalah pasti. (Titik, 2006 :18)
2. Menurut Datuk Usman
Perkawinan adalah suatu ikatan untuk membolehkan/menghalalkan
hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang
mana hubungan itu sebelumnya dilarang. (Malem Ginting: 20)
3. Menurut Hilman Hadikusuma
Perkawinan adat adalah ikatan antara seorang laki-laki dengan
seorang perempuan dalam ikatan tali perkawinan dengan tujuan
melanjutkan garis keturunan. (Hilman H., 1990: 67)

Selain itu, pengertian tentang perkawinan secara umum terdapat dalam


Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: Perkawinan
ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

C. Tujuan Perkawinan

Menurut Undang-undang

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1, tujuan perkawinan adalah


Untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.

9
Bahagia adanya kerukunan dalam hubungan antara suami isteri dan anak-anak
dalam rumah tangga. Kebahagiaan yang dicapai bukanlah yang sifatnya sementara,
tetapi kebahagiaan yang kekal karenanya perkawinan yang diharapkan adalah
perkawinan yang kekal, yang dapat berakhir dengan kematian salah satu pasangan
dan tidak boleh diputuskan atau dibubarkan menurut kehendak pihakpihak.

Menurut Hukum Adat

Tujuan perkawinan menurut hukum adat bukan hanya semata untuk membentuk
keluarga yang kekal dan bahagia yang merupakan tujuan pribadi antara laki-laki
dan perempuan, akan tetapi untuk kebahagian dua keluarga besar dan bahkan
tetangga serta untuk mempertahankan hukum adat keluarga. Oleh karena itu, tujuan
perkawinan adat sangatlah kompleks karena tidakhanya mengedepankan
kebahagiaan saja, akan tetapi untuk mempertahankan semua hukum adat dalam
keluarga.

D. Sahnya Perkawinan

Menurut Hukum Adat

Sahnya perkawinan menurut hukum adat bagi masyarakat hukum adat di Indonesia
pada umumnya bagi penganut agama tergantung pada agama yang dianut
masyarakat adat bersangkutan. Hanya saja meskipun sudah sah menurut agama
yang dianut masyarakat adat belum tentu sah menjadi warga adat dari masyarakat
adat bersangkutan.

Menurut Undang-undang

Menurut Pasal 2 UU No.I/1974sahnya perkawinan apabila dilakukan menurut


hukum masing-masing agamnya dan kepercayaannya itu (Pasal 2 ayat 1).

Ayat 2 mengatakan:Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-


undangan dengan yang berlaku. Bagi yang beragama islam perkawinan itu di
catatkan di Kantor Urusan Agama (KUA), sedangkan yang beragama non islam
perkawinan itu wajib di catatkan di kantor Catatan Sipil. Pencatatan itu berkaitan

10
dengan keabsahan perkawinan dalam hukum administrasi, yang berfugsi sebagai
alat pembuktian dalam hukum privat formal.

III. PEMBAHASAN

sebagian besar masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak Utara


memegang teguh budaya mereka yang berkeyakinan bahwa perkawinan itu sah
apabila dilakukan menurut hukum Islam yaitu memenuhi rukun dan syarat: ada
calon suami, ada calon istri, ada wali nikah, ada dua orang saksi dan ada ijab Kabul,
tanpa memandang batasan usia dan tidak harus dicatat oleh Kantor Urusan Agama.
Keyakinan agama masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak Utara seperti inilah
yang membuat sebagian besar di antara mereka menikah di bawah umur dan
menikah di bawah tangan.

A. Kekuatan Hukum Nikah di Bawah Umur


Sebagian besar masyarakat Madura tidak mendapat dispensasi dari
pengadilan karena bukan budaya orang Madura membawa hukum keluarga ke
pengadilan. Dalam penelitian ini ada 25% responden yang menikah pada usia dini
dari 100% responden yang masih berhubungan namun dipenuhi dengan konflik.
Responden yang menikah di bawah umur tanpa konflik berjumlah 30% atau
5% lebih besar dari yang rumah tangganya mengalami konflik. Sisanya 45% sudah
bercerai tanpa kejelasan atau tidak tertulis sebagaimana menikahnya sehingga
merugikan pihak wanita ketika ingin menikah lagi dengan orang lain. Pihak
keluarga tidak dapat menuntut karena tidak memiliki kekuatan hukum sama sekali.
Selain itu ada pula pernikahan dini antara gadis berusia 16 tahun ke bawah dengan
pria tua tiga kali lipat lebih usianya sebanyak 2 responden atau 10%.
Permasalahan nikah di bawah umur bagi masyarakat Madura Pontianak
Utara yang hampir seluruhnya dilakukan dengan tidak mentaati aturan hukum
positif begitu rumit, karena secara hukum sangat lemah. Lemah karena umumnya
mereka menikah secara siri karena persyaratan nikah di KUA dalam kondisi
tersebut harus mengajukan dispensasi ke Pengadilan Agama. Kalau pun menikah

11
di KUA tetap menggunakan caracara yang melanggar hukum, yaitu memalsukan
identitas dengan menaikan umur, semua identitas dibuat baru dengan cara
pemutihan misalnya karena rumah terbakar. Ketika permasalahan datang, anak
yang melakukan pernikahan dini tersebut sangat dirugikan misalnya ditinggalkan
begitu saja oleh suaminya tanpa diberi nafkah, sulit melakukan pernikahan yang
sesungguhnya dengan pria lain karena umumnya ketika pernikahan kedua (baik
secara sah di KUA maupun sama seperti cara pernikahan pertama) berhasil, suami
pertamanya melihat dari kejauhan, iri hati dan tiba-tiba muncul bahwa dirinya
belum bercerai dengan wanita tersebut. Kondisi ini sering menimbulkan
pembunuhan.

B. Faktor Nikah di Bawah Umur


1) Faktor Lingkungan Alasan orang tua segera menikahkan anaknya dalam
usia muda adalah untuk segera mempersatukan ikatan kekeluargaan antara kerabat
mempelai laki-laki dan kerabat mempelai perempuan yang mereka inginkan
bersama. Keinginan adanya ikatan tersebut akan membawa keuntungan-
keuntungan bagi kedua belah pihak, yaitu dimana mempelai laki-laki setelah
menikah tinggal di rumah mertua serta anak laki-laki tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai bantuan tenaga kerja bagi mertuanya. Selain itu untuk memelihara
kerukunan dan kedamaian antar kerabat dan untuk mencegah adanya perkawinan
dengan orang lain yang tidak disetujui oleh orang tua atau kerabat yang
bersangkutan dengan dilaksanakannya perkawinan tersebut.
2) Faktor Ekonomi Alasan orang tua menikahkan anaknya dalam usia
muda dilihat dari faktor ekonomi adalah: a) Untuk sekedar memenuhi kebutuhan
atau kekurangan pembiayaan hidup orang tuanya, khususnya orang tua mempelai
wanita; b) Untuk menjamin kelestarian ataupun perluasan usaha orang tua
mempelai laki-laki dan orang tua mempelai perempuan sebab dengan
diselenggarakannya perkawinan anaknya dalam usia muda dimaksudkan agar kelak
si anak dari kedua belah pihak itu yang sudah menjadi suami istri, dapat menjamin
kelestarian serta perkembangan usaha dari kedua belah pihak orang tuanya.

12
3) Faktor Agama Agama untuk mengatur seluruh aspek kehidupan
manusia sepanjang zaman. Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia juga
disertai dengan pedoman agama, hal ini untuk menjaga agar manusia tidak hancur
ke dalam perbuatan dosa, dan disamping itu juga dibekali oleh akal sebagai alat
untuk berpikir dan menalar segala permasalahan yang dihadapinya, salah satunya
aspek yang diatur oleh agama adalah lembaga perkawinan. Lembaga perkawinan
juga mempunyai andil besar dalam pernikahan seseorang. Tugas yang seharusnya
dilakukan adalah menikahkan anak- anak yang sudah mempunyai kecukupan umur
dan mempunyai kesiapan secara psikologis serta mempunyai kemampuan secara
finansial yang bisa menunjang kehidupan rumah tangganya esok.
4) Faktor Pendidikan Rendahnya tingkat pendidikan menjadikan para
remaja tidak mengetahui berbagai dampak negatif dari pernikahan anak. Dengan
demikian meraka menikah tanpa memiliki bekal yang cukup.Tentang dampak bagi
kesehatan reproduksi, mereka tentu tidak tahu. Untuk itu perlu sosialisasi dampak
negatif ini, karena rata-rata mereka hanya lulusan SD. Padahal pentingnya untuk
memberikan pendidikan seks mulai anak berusia dini. Hal ini bertujuan agar anak
nantinya setelah dewasa mengetahui betul perkembangan reproduksi mereka,
bagaimana menjaga kesehatan reproduksi mereka, dan kapan atau pada usia berapa
mereka sudah bisa memantaskan diri untuk siap melakukan hubungan yang sehat.
5) Faktor Budaya Faktor budaya juga turut mengambil andil yang cukup
besar, karena kebudayaan ini diturunkan dan sudah mengakar layaknya
kepercayaan. Dalam budaya setempat mempercayai apabila anak perempuannya
tidak segera menikah, itu akan memalukan keluarga karena dianggap tidak laku
dalam lingkungannya. Tak lepas dari hal tersebut, tentu saja banyak dampak yang
tidak terpikir oleh mereka sebelumnya.
6) Faktor Free Sex Faktor telah melakukan hubungan biologis sebelum
menikah merupakan faktor paling mutakhir. Masyarakat Madura sebenarnya paling
pantang melakukan ini sebelum menikah. Namun karena kemajuan sosial dan
perubahan cara berpikir masyarakat global, muda-mudi etnis terpengaruh karena
mereka juga bagian dari masyarakat global.

13
7) Faktor Hamil Hamil lebih dulu sebagai akibat dari telah melakukan
hubungan biologis, namun dibedakan dari faktor free sex karena faktor free sex
belum tentu hamil. Faktor hamil sudah pasti hamil. Keduanya memang
menimbulkan nikah yang dipaksakan oleh tanggung jawab sebagai konsekuensi
perbuatan yang dianggap memalukan kedua keluarga.

C. Faktor yang Menyebabkan Masyarakat Madura Tidak Taat Hukum


Tidak taat hukum di sini maksudnya hanya hukum batasan usia
perkawinan yang tertera dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Pernikahan.
Bahwa faktor terbesar penyebab masyarakat Madura di Kecamatan
Pontianak Utara tidak taat pada pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 adalah masyarakat / sosial itu sendiri yang menghendaki nikah di
bawah umur atau mereka tidak mau diatur karena kemauan sendiri. Bahwa mereka
tidak mentaati undan-undang tersebut tidak terkait dengan moral penegak hukum,
isi undan-undang dan perangkat hukum lainnya melainkan karena masyarakat /
sosialnya menghendaki seperti itu.
Faktor terbesar kedua penyebab masyarakat Madura di Kecamatan
Pontianak Utara tidak taat pada pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 adalah isi undang-undang perkawinan itu tidak sejalan dengan arus
utama pandangan masyarakat Madura yang tidak memiliki batasan usia nikah.
Bahwa mereka tidak taat pada undang-undang tersebut karena isi undang-
undangnya tidak sepaham dengan kebanyakan masyarakat Madura.
Faktor ketiga penyebab masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak
Utara tidak taat pada pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
adalah moralitas penegak hukum yang tidak lebih bersih dari orang Madura itu
sendiri. Bahwa mereka mereka tidak mentaati undang-undang tersebut tidak terkait
dengan isi undang-undang, masyarakat / sosial dan perangkat hukum lainnya
melainkan karena penegak hukum tidak dapat dipercaya. Sebagian mereka
mengungkapkan ada aparat hukum sudah tua yang menikah sirih dengan wanita
muda.

14
Faktor penyebab terendah mengapa masyarakat Madura di Kecamatan
Pontianak Utara tidak taat pada pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 adalah karena instrumen undang-undang yang mengatur batasan usia
nikah tidak sejalan dengan atau tidak didukung oleh instrumen hukum yang lebih
universal seperti HAM. Bahwa mereka tidak taat pada undang-undang tersebut
karena cacat instrumental, karena instrumen HAM saja tidak mengatur batasan usia
nikah.

D. Upaya Meminimalisir Penikahan Dini


Usaha pertama melalui sosialisasi undang-undang dan peraturan
perkawinan. Undang-undang negara kita telah mengatur batas usia perkawinan.
Dalam Undang-undang Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa
perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas)
tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas tahun) tahun.
Usaha kedua melalui bimbingan kepada remaja dan kejelasan tentang sex
education. Pendidikan seks atau pendidikan mengenai kesehatan reproduksi
(kespro) atau istilah kerennya sex education sudah seharusnya diberikan kepada
anak-anak yang sudah beranjak dewasa atau remaja, baik melalui pendidikan
formal maupun informal. Ini penting untuk mencegah biasnya pendidikan seks
maupun pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja.
Usaha ketiga dengan memberikan penyuluhan kepada orang tua dan
masyarakat. Memang mengubah suatu kepercayaan, dan budaya masayarakat
tidaklah mudah dan membutuhkan waktu yang lama. Namun penyuluhan ini
sangatlah penting agar para orang tua dan masyarakat mengetahui dampak apa saja
yang dapat ditimbulkan karena pernikahan dini.
Usaha keempat bekerja sama dengan tokoh agama dan masyarakat melalui
kegiatan sosialisasi. Beberapa tokoh agama dan masyarakat diundang mengikuti
kegiatan misalnya sosialisasi keluarga sakinah.

IV. PENUTUP

15
A. Kesimpulan
Implementasi pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan terkait dengan perkawinan yang dilakukan di bawah umur
pada masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak Utara dilaksanakandengan cara
melanggar hukum, undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia.
1) Kekuatan hukum perkawinan yang dilakukan di bawah umur tanpa
adanya dispensasi dari pengadilan pada masyarakat Madura di Kecamatan
Pontianak Utara sangat lemah karena dispensasi dari Pengadilan Agama bagi
pelaku nikah di bawah umur merupakan salah satu syarat diterbitkannya surat
nikah.
2) Faktor yang menyebabkan terjadinya kawin di bawah umur pada
masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak Utara adalah faktor ekonomi, budaya,
pendidikan, agama, telah melakukan hubungan intim, hamil di luar nikah dan
lingkungan.
3) Faktor yang menyebabkan masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak
Utara tidak taat pada pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
adalah faktor kemauan masyarakat / sosial Madura itu sendiri, faktor content atau
isi undang-undang yang tidak dapat selaras dengan kemauan masyarakat, faktor
moral penegak hukum yang tidak dapat diteladani, dan faktor instrumental atau
perangkat undang-undang tersebut tidak didukung oleh hukum yang lebih universal
seperti HAM tidak menyebutkan batas usia minimal untuk menikah.
4) Upaya yang dapat dilakukan oleh instansi terkait untuk meminimalisir
terjadinya perkawinan di bawah umur pada masyarakat Madura di Kecamatan
Pontianak Utara melalui sosialisasi undang-undang / peraturan perkawinan secara
intensif.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas dan pembahasan pada bagian sebelumnya,
dapat disarankan sebagai berikut:
1) Menikah di bawah umur baik oleh masyarakat Madura maupun etnis
lainnya sebaiknya jangan dilakukan karena efek negatif terkait kesiapan mental dan
fisik anak, sosial dan ekonomi anak yang masih labil.

16
2) Faktor ekonomi hendaknya tidak dijadikan alasan untuk menikahkan
anak di bawah umur. Selain itu, ada kebiasaan dan pemahaman agama yang
eksklusif seharusnya diselaraskan atau paling tidak dibandingkan dengan main
stream atau arus utama pemikiran positif yang sedang berkembang bahwa segala
sesuatu yang merugikan diri sendiri dan keluarga itu tidak pantas dilakukan dengan
beralaskan agama dan budaya atau dengan membuat alibi serta pembenaran yang
sebenarnya bertentangan dengan hati nurani yang paling dalam.
3) Seharusnya masyarakat apa pun mentaati setiap undang-undang produk
dalam negeri meskipun tidak universal karena kita harus memiliki kearifan lokal,
termasuk mentaati pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Pernikahan terkait batas usia minimum untuk dapat menikah.
4) Pemerintah harus berkomitmen serius dalam menegakkan hukum yang
berlaku terkait pernikahan anak di bawah umur sehingga pihak-pihak yang ingin
melakukan pernikahan dengan anak di bawah umur berpikir dua kali terlebih dahulu
sebelum melakukannya. Pemerintah harus semakin giat mensosialisasikan undang-
undang terkait pernikahan anak di bawah umur beserta sanksi-sanksi bila
melakukan pelanggaran dan menjelaskan resikoresiko terburuk yang bisa terjadi
akibat pernikahan anak di bawah umur kepada masyarakat, termasuk Madura
Pontianak Utara.

17
DAFTAR PUSTAKA

Dewi Wulansari, 2009, Hukum Adat Indonesia-Suatu Pengantar.


Bandung, PT Refika Aditama.

Djamanat Samosir, 2013, Hukum Adat Indonesia eksistensi dalam


dinamika perkembangan hukum di indonesia, Bandung, CV. Nuansa Aulia.

Hilman Hadikusumo, 1990, Hukum Perkawinan Adat, Bandung, Citra


Adya Bakti.

Lili Rasjidi, Alasan Perceraian Menurut U.U. No.1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan.

Malem Ginting, Diktat Hukum Adat, Medan, Fakultas Hukum USU.

Neng Djubaidah, 2010, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak


Dicatat (Menurut Hukum Tertulis Indonesia dan Hukum Islam), Jakarta, Sinar
Grafika.

Sudarsono, 2005, Hukum Perkawinan Nasional, Jakarta, Rineka Cipta.

Soetojo Prawirohamidjojo, 1988, Pluralisme Dalam Perundang-


undangan Perkawinan di Indonesia, Surabaya, Airlangga University Press.

Titik Triwulan Tutik, 2006, Pengantar Hukum Perdata, Jakarta, Prestasi


Pusaka.

Tolib Setiady, 2008, Intisari Hukum Adat Indonesia, Bandung, Alfabeta.

Dokumen/Artikel :

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Aris Sujarwono, Menikah Dibawah Umur Oleh Masyarakat Madura


Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (Skripsi), Pontianak, Universitas
Tanjungpura Pontianak Kalimantan Barat.

18
19

Anda mungkin juga menyukai