2017
1
ABSTRAK
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun Makalah
MENIKAH DI BAWAH UMUR OLEH MASYARAKAT MADURA
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974, Makalah ini
kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Adat dan juga
memberikan penjelasan mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan
pernikahan dibawah umur oleh masyarakat Madura. Semoga Makalah yang kami
buat ini dapat bermanfaat dan membantu menambah wawasan.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
ABSTRAK...................................................................................................1
KATA PENGANTAR................................................................................2
I. PENDAHULUAN
A. LatarBelakang .................................................................................5
B. RumusanMasalah .............................................................................7
C. Tujuan ..............................................................................................7
D.Kegunaan ..........................................................................................8
II. TINJAUN PUSTAKA
A. Pengertian Perkawinan Adat ...........................................................9
B. Asas-Asas Perkawinan Adat ..........................................................10
C. Tujuan Perkawinan ........................................................................12
D.Sahnya Perkawinan .........................................................................12
III. PEMBAHASAN
A. Bagaimanakah kekuatan hukum perkawinan yang dilakukan di
bawah umur tanpa adanya dispensasi dari pengadilan pada
masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak Utara?.....................13
B. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kawin di bawah umur
pada masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak Utara?..............14
C. Faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat Madura di
Kecamatan Pontianak Utara tidak taat pada pasal 7 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974?........................................16
D. Upaya apa yang dapat dilakukan oleh instansi terkait untuk
meminimalisir terjadinya perkawinan di bawah umur pada
masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak Utara?.....................17
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................18
B. Saran ..............................................................................................19
4
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan dalam hukum adat adalah suatu ikatan antara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan untuk membentuk rumah tangga yang dilaksanakan
secara adat dan agamanya dengan melibatkan keluarga kedua belah pihak saudara
maupun kerabat. Hukum perkawinan adat sendiri adalah hukum yang menjadi
kebiasaan masyarakat yang menjadi tingkah laku sehari-hari antara yang satu
dengan yang lain dan terdapat sanksi di dalamnya.
Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
adalah sebagai berikut : Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk dapat
mewujudkan tujuan perkawinan, salah satu syaratnya adalah bahwa para pihak yang
akan melakukan perkawinan telah matang jiwa dan raganya. Oleh karena itu di
dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ditentukan batas umur minimal untuk
melangsungkan perkawinan.
Implementasi Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 di
masyarakat saat ini sudah cukup baik, dimana undang-undang ini tidak
menganjurkan pernikahan di bawah umur terjadi di masyarakat. Ketentuan
mengenai batas umur minimal dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 menyatakan bahwa Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Dari hal
tersebut ditafsirkan bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak
mengehendaki pelaksanaan perkawinan di bawah umur. Pembatasan umur minimal
untuk kawin bagi warga negara pada prinsipnya dimaksudkan agar orang yang akan
menikah diharapkan sudah memiliki kematangan berpikir, kematangan jiwa dan
kekuatan fisik yang memadai.
Kemungkinan keretakan rumah tangga yang berakhir dengan perceraian
dapat dihindari, karena pasangan tersebut memiliki kesadaran dan pengertian yang
lebih matang mengenai tujuan perkawinan yang menekankan pada aspek
5
kebahagiaan lahir dan batin. Tetapi perkawinan di bawah umur dapat dengan
terpaksa dilakukan karena Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 masih
memberikan kemungkinan penyimpangannya. Dalam Pasal 7 ayat (2)
Undangundang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu dengan adanya dispensasi dari
Pengadilan bagi yang belum mencapai batas umur minimal tersebut.
Dalam pelaksanaannya, di Kecamatan Pontianak Utara berdasarkan hasil
pra riset menunjukan bahwa: Perbuatan cabul 1 kasus, perlindungan anak 1 kasus,
melarikan anak di bawah umur 0 kasus (Sumber: Polsek Pontianak Utara). Hal ini
menunjukkan bahwa kasus perkawinan di bawah umur yang masih sering terjadi di
tengah-tengah masyarakat tidak dilaporkan sebagai kasus perlindungan anak.
Ketika peneliti mendatang KUA Pontianak Utara tidak ditemukan adanya
pernikahan di bawah umur. Hal ini menunjukkan bahwa orangtua yang menikahkan
anaknya di bawah umur memalsukan identitasnya dengan menaikan usia, menikah
sirih dulu atau tidak menikah di KUA selama usia belum mencukupi.
Salah satu faktor penyebab terjadinya perkawinan di bawah umur adalah
sistem pengesahan dokumen perkawinan masih memberi peluang bagi masyarakat
untuk bisa menikahkan anaknya di bawah umur. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengubah usia anaknya dengan dibuatkan Kartu Tanda Penduduk yang
menunjukkan usia sudah cukup untuk kawin. Hal lainnya yang sering dilakukan
masyarakat Madura Pontianak Utara untuk dapat menikah di bawah umur adalah
dengan melakukan ijab kabul terlebih dahulu dan atau nikah sirih terlebih dahulu,
sampai batas usia yang dibolehkan baru melaksanakan pernikahan di Kantor
Urusan Agama setempat.
Berdasarkan pada penjelasan sebelumnya, maka merasa perlu untuk
mengkaji lebih mendalam tentang implementasi pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait dengan perkawinan yang
dilakukan di bawah umur.
peristiwa nikah di bawah umur sudah menjadi tradisi di kalangan
masyarakat Pontianak Utara terutama etnis Madura. Perkawinan di bawah umur
akan menimbulkan berbagai akibat yang kurang menguntungkan, seperti kurang
dapatnya suami atau isteri dalam mengatasi masalah yang timbul dalam keluarga
6
yang dibentuknya itu, di samping itu juga timbulnya angka fertilitas yang cukup
tinggi dari wanita kawin usia muda yang menimbulkan masalah kenaikan jumlah
penduduk secara cepat.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
Tujuan dalam Makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui dan memahami kekuatan hukum perkawinan yang dilakukan di
bawah umur tanpa adanya dispensasi dari pengadilan pada masyarakat Madura.
b. Mengetahui dan memahami Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
kawin di bawah umur pada masyarakat Madura
c. Mengetahui dan memahami Faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat
Madura di Kecamatan Pontianak Utara tidak taat pada pasal 7 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
d. Mengetahui dan memahami Upaya apa yang dapat dilakukan oleh instansi
terkait untuk meminimalisir terjadinya perkawinan di bawah umur pada
masyarakat Madura.
7
D. KEGUNAAN
Kegunaan Makalah ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu :
a. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis makalah ini dapat digunakan sebagai bahan
kajian dan acuan untuk mengembangkan wawasan terutama hukum adat lebih
khususnya hukum adat Madura mengenai Perkawinan anak di bawah umur.
b. Kegunaan praktis
Kegunaan praktis Makalah ini adalah untuk :
1. Memperluas wawasan penulis dalam lingkup hukum adat khususnya hukum
adat Madura dalam bidang hukum perkawinan, terkhusus mengenai
perkawinan anak di bawah umur.
2. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat, akademisi, dan kalangan birokrat
pemerintahan yang ada kaitannya dengan hukum adat.
3. Referensi bahan bacaan dan sebagai sumber data atau acuan bagi penelitian
yang berhubungan dengan hukum adat, khususnya hukum adat Madura
mengenai perkawinan anak di bawah umur.
Arti perkawinan bagi hukum adat adalah penting karena tidak saja
menyangkut hubungan antara kedua mempelai, akan tetapi juga menyangkut
hubungan antara kedua pihak mempelai seperti saudara mereka atau keluarga
mereka lainnya. Bahkan dalam hukum adat diyakini bahwa pernikahan bukan saja
merupakan peristiwa penting bagi mereka yang hidup, tetapi juga merupakan
peristiwa penting bagi leluhur mereka yang telah tiada. Arwah-arwah leluhur kedua
pihak diharapkan juga merestui kelangsungan rumah tangga mereka akan lebih
rukun dan bahagia.
8
sesajennya. Ini semua seakan-akan adalah tahyul, tetapi pada kenyataannya hal ini
hingga sekarang sangat meresap pada kepercayaan sebagian besar rakyat Indonesia
dan oleh karena itu masih tetap juga dilakukan dimana-mana. (Prof. Dr. C. Dewi
W., 2009: 48)
C. Tujuan Perkawinan
Menurut Undang-undang
9
Bahagia adanya kerukunan dalam hubungan antara suami isteri dan anak-anak
dalam rumah tangga. Kebahagiaan yang dicapai bukanlah yang sifatnya sementara,
tetapi kebahagiaan yang kekal karenanya perkawinan yang diharapkan adalah
perkawinan yang kekal, yang dapat berakhir dengan kematian salah satu pasangan
dan tidak boleh diputuskan atau dibubarkan menurut kehendak pihakpihak.
Tujuan perkawinan menurut hukum adat bukan hanya semata untuk membentuk
keluarga yang kekal dan bahagia yang merupakan tujuan pribadi antara laki-laki
dan perempuan, akan tetapi untuk kebahagian dua keluarga besar dan bahkan
tetangga serta untuk mempertahankan hukum adat keluarga. Oleh karena itu, tujuan
perkawinan adat sangatlah kompleks karena tidakhanya mengedepankan
kebahagiaan saja, akan tetapi untuk mempertahankan semua hukum adat dalam
keluarga.
D. Sahnya Perkawinan
Sahnya perkawinan menurut hukum adat bagi masyarakat hukum adat di Indonesia
pada umumnya bagi penganut agama tergantung pada agama yang dianut
masyarakat adat bersangkutan. Hanya saja meskipun sudah sah menurut agama
yang dianut masyarakat adat belum tentu sah menjadi warga adat dari masyarakat
adat bersangkutan.
Menurut Undang-undang
10
dengan keabsahan perkawinan dalam hukum administrasi, yang berfugsi sebagai
alat pembuktian dalam hukum privat formal.
III. PEMBAHASAN
11
di KUA tetap menggunakan caracara yang melanggar hukum, yaitu memalsukan
identitas dengan menaikan umur, semua identitas dibuat baru dengan cara
pemutihan misalnya karena rumah terbakar. Ketika permasalahan datang, anak
yang melakukan pernikahan dini tersebut sangat dirugikan misalnya ditinggalkan
begitu saja oleh suaminya tanpa diberi nafkah, sulit melakukan pernikahan yang
sesungguhnya dengan pria lain karena umumnya ketika pernikahan kedua (baik
secara sah di KUA maupun sama seperti cara pernikahan pertama) berhasil, suami
pertamanya melihat dari kejauhan, iri hati dan tiba-tiba muncul bahwa dirinya
belum bercerai dengan wanita tersebut. Kondisi ini sering menimbulkan
pembunuhan.
12
3) Faktor Agama Agama untuk mengatur seluruh aspek kehidupan
manusia sepanjang zaman. Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia juga
disertai dengan pedoman agama, hal ini untuk menjaga agar manusia tidak hancur
ke dalam perbuatan dosa, dan disamping itu juga dibekali oleh akal sebagai alat
untuk berpikir dan menalar segala permasalahan yang dihadapinya, salah satunya
aspek yang diatur oleh agama adalah lembaga perkawinan. Lembaga perkawinan
juga mempunyai andil besar dalam pernikahan seseorang. Tugas yang seharusnya
dilakukan adalah menikahkan anak- anak yang sudah mempunyai kecukupan umur
dan mempunyai kesiapan secara psikologis serta mempunyai kemampuan secara
finansial yang bisa menunjang kehidupan rumah tangganya esok.
4) Faktor Pendidikan Rendahnya tingkat pendidikan menjadikan para
remaja tidak mengetahui berbagai dampak negatif dari pernikahan anak. Dengan
demikian meraka menikah tanpa memiliki bekal yang cukup.Tentang dampak bagi
kesehatan reproduksi, mereka tentu tidak tahu. Untuk itu perlu sosialisasi dampak
negatif ini, karena rata-rata mereka hanya lulusan SD. Padahal pentingnya untuk
memberikan pendidikan seks mulai anak berusia dini. Hal ini bertujuan agar anak
nantinya setelah dewasa mengetahui betul perkembangan reproduksi mereka,
bagaimana menjaga kesehatan reproduksi mereka, dan kapan atau pada usia berapa
mereka sudah bisa memantaskan diri untuk siap melakukan hubungan yang sehat.
5) Faktor Budaya Faktor budaya juga turut mengambil andil yang cukup
besar, karena kebudayaan ini diturunkan dan sudah mengakar layaknya
kepercayaan. Dalam budaya setempat mempercayai apabila anak perempuannya
tidak segera menikah, itu akan memalukan keluarga karena dianggap tidak laku
dalam lingkungannya. Tak lepas dari hal tersebut, tentu saja banyak dampak yang
tidak terpikir oleh mereka sebelumnya.
6) Faktor Free Sex Faktor telah melakukan hubungan biologis sebelum
menikah merupakan faktor paling mutakhir. Masyarakat Madura sebenarnya paling
pantang melakukan ini sebelum menikah. Namun karena kemajuan sosial dan
perubahan cara berpikir masyarakat global, muda-mudi etnis terpengaruh karena
mereka juga bagian dari masyarakat global.
13
7) Faktor Hamil Hamil lebih dulu sebagai akibat dari telah melakukan
hubungan biologis, namun dibedakan dari faktor free sex karena faktor free sex
belum tentu hamil. Faktor hamil sudah pasti hamil. Keduanya memang
menimbulkan nikah yang dipaksakan oleh tanggung jawab sebagai konsekuensi
perbuatan yang dianggap memalukan kedua keluarga.
14
Faktor penyebab terendah mengapa masyarakat Madura di Kecamatan
Pontianak Utara tidak taat pada pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 adalah karena instrumen undang-undang yang mengatur batasan usia
nikah tidak sejalan dengan atau tidak didukung oleh instrumen hukum yang lebih
universal seperti HAM. Bahwa mereka tidak taat pada undang-undang tersebut
karena cacat instrumental, karena instrumen HAM saja tidak mengatur batasan usia
nikah.
IV. PENUTUP
15
A. Kesimpulan
Implementasi pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan terkait dengan perkawinan yang dilakukan di bawah umur
pada masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak Utara dilaksanakandengan cara
melanggar hukum, undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia.
1) Kekuatan hukum perkawinan yang dilakukan di bawah umur tanpa
adanya dispensasi dari pengadilan pada masyarakat Madura di Kecamatan
Pontianak Utara sangat lemah karena dispensasi dari Pengadilan Agama bagi
pelaku nikah di bawah umur merupakan salah satu syarat diterbitkannya surat
nikah.
2) Faktor yang menyebabkan terjadinya kawin di bawah umur pada
masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak Utara adalah faktor ekonomi, budaya,
pendidikan, agama, telah melakukan hubungan intim, hamil di luar nikah dan
lingkungan.
3) Faktor yang menyebabkan masyarakat Madura di Kecamatan Pontianak
Utara tidak taat pada pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
adalah faktor kemauan masyarakat / sosial Madura itu sendiri, faktor content atau
isi undang-undang yang tidak dapat selaras dengan kemauan masyarakat, faktor
moral penegak hukum yang tidak dapat diteladani, dan faktor instrumental atau
perangkat undang-undang tersebut tidak didukung oleh hukum yang lebih universal
seperti HAM tidak menyebutkan batas usia minimal untuk menikah.
4) Upaya yang dapat dilakukan oleh instansi terkait untuk meminimalisir
terjadinya perkawinan di bawah umur pada masyarakat Madura di Kecamatan
Pontianak Utara melalui sosialisasi undang-undang / peraturan perkawinan secara
intensif.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas dan pembahasan pada bagian sebelumnya,
dapat disarankan sebagai berikut:
1) Menikah di bawah umur baik oleh masyarakat Madura maupun etnis
lainnya sebaiknya jangan dilakukan karena efek negatif terkait kesiapan mental dan
fisik anak, sosial dan ekonomi anak yang masih labil.
16
2) Faktor ekonomi hendaknya tidak dijadikan alasan untuk menikahkan
anak di bawah umur. Selain itu, ada kebiasaan dan pemahaman agama yang
eksklusif seharusnya diselaraskan atau paling tidak dibandingkan dengan main
stream atau arus utama pemikiran positif yang sedang berkembang bahwa segala
sesuatu yang merugikan diri sendiri dan keluarga itu tidak pantas dilakukan dengan
beralaskan agama dan budaya atau dengan membuat alibi serta pembenaran yang
sebenarnya bertentangan dengan hati nurani yang paling dalam.
3) Seharusnya masyarakat apa pun mentaati setiap undang-undang produk
dalam negeri meskipun tidak universal karena kita harus memiliki kearifan lokal,
termasuk mentaati pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Pernikahan terkait batas usia minimum untuk dapat menikah.
4) Pemerintah harus berkomitmen serius dalam menegakkan hukum yang
berlaku terkait pernikahan anak di bawah umur sehingga pihak-pihak yang ingin
melakukan pernikahan dengan anak di bawah umur berpikir dua kali terlebih dahulu
sebelum melakukannya. Pemerintah harus semakin giat mensosialisasikan undang-
undang terkait pernikahan anak di bawah umur beserta sanksi-sanksi bila
melakukan pelanggaran dan menjelaskan resikoresiko terburuk yang bisa terjadi
akibat pernikahan anak di bawah umur kepada masyarakat, termasuk Madura
Pontianak Utara.
17
DAFTAR PUSTAKA
Lili Rasjidi, Alasan Perceraian Menurut U.U. No.1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan.
Dokumen/Artikel :
18
19