Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Periode pascapersalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi
dan keluarganya secara fisiologis, emosional dan social. Baik di Negara
maju maupun Negara berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi
terlalu banyak tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara
keadaan yang sebenarnya justru merupakan kebalikannya, oleh karena
resiko kesakitan dan kematian ibu serta bayi lebih sering terjadi pada masa
pascapersalinan. Keadaan ini terutama disebabkan oleh konsekuensi
ekonomi, disamping ketidaktersediaan pelayanan atau rendahnya peranan
pasilitas kesehatan dalm menyediakan pelayanan kesehatan yang cukup
berkualitas. Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan juga menyebabkan
rendahnya keberhasilan promosi kesehatan dan deteksi dini sera
penatalaksanaan yang adekuat terhadap masalah dan penyakit yang timbul
pada masa pascapersalinan (Saifuddin, 2008).
Walaupun menderita nyeri dan tidak nyaman, kelahiran bayi
biasanya merupakan peristiwa yang menyenangkan karena dengan
berakhirnya masa kehamilan yang telah lama ditunggu-tunggu dan
dimulainya suatu kehidupan baru. Namun kelahiran bayi juga merupakan
suatu masa kritis bagi kesehatan ibu. Kemungkinan timbul masalah atau
penyulit
Masa nifas merupakan masa yang diawali sejak beberapa jam
setelah plasenta lahir dan berakhir setelah 6 minggu setelah melahirkan.
Akan tetapi seluruh organ kandungan baru pulih kembali, seperti dalam
keadaan sebelum hamil dalam waktu 3 bulan setelah bersalin. Masa nifas
tidak kalah penting dengan masa-masa ketika hamil, karena pada saat ini
organ-organ reproduksi sedang mengalami proses pemulihan setelah
terjadinya proses kehamilan dan bersalin.
Masa nifas dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu pasca nifas, masa
nifas dini, dan masa nifas lanjut, yang masing-masing memiliki cirri khas

1
tertentu. Pasca nifas adalah masa setelah persalinan sampai 24 jam
sesudahnya (0-24 jam setelah melahirkan). Masa nifas dini adalah masa
permulaan nifas yaitu 1 hari sesudah melahirkan sampai 7 hari lamanya (1
minggu pertama). Masa nifas lanjut adalah 1 minggu sesudah melahirkan
sampai dengan 6 minggu setelah melahirkan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa penyulit dan komplikasi masa nifas dan menyusui pada:
a. Merasa sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya dan diri
sendiri

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa penyulit dan komplikasi masa nifas dan
menyusui pada:
a. Merasa sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya dan diri
sendiri.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Merasa Sedih atau Tidak Mampu Mengasuh sendiri bayinya dan
Diri Sendiri
Pada minggu minggu awal setelah persalinan sampai kurang
lebih 1 tahun ibu postpartum cenderung akan mengalami perasaan
perasaan yang tidak pada umumnya, seperti merasa sedih, tidak
mampu mengasuh dirinya sendiri atau bayinya.
Faktor penyebab:
1) Kekecewaaan emosional yang mengikuti kegiatan bercampur
rasa takut yang di alami kebanyakan wanita selama hamil dan
melahirkan
2) Rasa nyeri pada awal masa nifas
3) Kelelahan akibat kurang tidur selama persalinan dan telah
melahirkan kebanyakan dirumah sakit
4) Kecemasanakan kemampuannya untuk merawat bayinya
setelah meninggalkan rumah sakit.
5) Ketakutanakan menjadi tidak menarik lagi.
Macam-macam depresi pada masa nifas:
1. Postpartum Blues/ Maternity Blues/ Baby Blues
a. Pengertian
Adalah gangguan suasana hati yang dialami oleh sekitar 50
% wanita dalam 3 sampai 6 hari setelah melahirkan (kendell
dkk, 1987) terdapat bukti bahwa kemurungan (blues) ini dipicu
oleh turunnya progesterone (Harris dkk, 1994) .
Adalah gejala depresi yang biasanya dialami oleh
perempuan pasca persalinan pada antara hari ke 7 hingga 14,
yang terjadi untuk sementara waktu dan akan hilang dengan
sendirinya tanpa pengobatan.
Postpartum blues merupakan kesedihan atau kemurungan
setelah melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu
yakni sekitar dua hari hingga dua minggu sejak kelahiran bayi.

3
Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam
menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada
minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan,
baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita
berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian
lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami
gangguan-gangguan psikologis, salah satunya yang disebut
Postpartum Blues.
Post partum blues merupakan depresi yang terjadi setelah
melahirkan (post partum). Ibuyang baru melahirkan biasanya
diharapkan untuk merasa sangat gembira setelah melahirkan.
Tetapi karena perubahan hormonal yang besar waktu
melahirkan dan tantangan untuk merawat bayi, sekitar dua per
tiga wanita merasa ssedih. Kira-kira 10 sampai 15 % menderita
depresi klinis. Dan sekitar 1 dari 1000 menjadi depresi berat
sehingga perlu masuk rumah sakit demi keselamatannya dan
keselamatan bayi mereka.
Post partum blues disebut juga depresi masa nifas, yaitu
keadaaan depresi yang terjadi karena pengaruh perubahan
hormonal, adanya proses involusi dan ibu kurang tidur serta
lelah karena mengurus bayi dan sebagainya. Depresi juga
biasanya timbul jika ibu dan keluarganya diilit konflik rumah
tangga, anak yang lahir tidak diharapkan keadaan atau trauma
karena telah melahirkan anak cacat.
b. Tanda Gejala
Beberapa gejala yang timbul pada klien yang mengalami
Postpartum Blues diantaranya:
1) Cemas tanpa sebab.
2) Menangis tanpa sebab.
3) Tidak sabar.
4) Tidak percaya diri.
5) Sensitive.

4
6) Mudah tersinggung.
7) Merasa kurang menyayangi bayinya.
8) Jika Postpartum Blues ini dianggap enteng, keadaan ini
bisa serius dan bisa bertahan dua minggu sampai satu
tahun dan akan berlanjut menjadi Postpartum Sindrome.
9) Insomnia
10) Mudah sedih
11) Depresi
12) Anxietas
13) Gangguan konsentrasi
14) Iritabilitas
15) Labilitas afek
c. Penyebab
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues
sampai saat ini belum diketahui. Namun, banyak faktor yang
diduga berperan terhadap terjadinya postpartum blues, antara
lain:
1) Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan
kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estradiol.
Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat
berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum
karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim
monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja
mengaktifasi adrenalin dan serotonin yang berperan dalam
perubahan mood dan kejadian depresi.
2) Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3) Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan,
status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan,
riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi
serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya
(suami, keluarga dan teman). Apakah suami menginginkan
juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman

5
memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu
pekerjaan rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu
mengadu atau berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa
kehamilannya atau timbul permasalahan, misalnya suami
yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri
maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan
orang tua dan mertua, problem dengan anak sebelumnya.
4) Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
Namun ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa
Post partum blues tidak berhubungan dengan perubahan
hormonal, biokimia atau kekurangan gizi. Antara 8%
sampai 12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran
sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga
mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para wanita
lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika
mereka terisolasi secara sosial dan emosional serta baru
saja mengalami peristiwa kehidupan yang menakan.
5) Ibu belum siap menghadapi persalinan
6) Ketidaknyamanan fisik yang dialami wanita menimbulkan
gangguan padapsikologi ibu seperti adanya pembengkakan
pada payudara yang menyebabkan rasa nyeri ataupun
jahitan yang belum sembuh
7) Marital dysfunction atau ketidak mampuan membina
hubungan dengan orang lain, merasa terisolasi
8) Masalah medis dalam kehamilan (PIH, diabetes melitus,
disfungsi tiroid)
9) Pengalaman dalam proses persalinan dan kehamilan yang
bersifat trauma (seperti seksio cesaria,dan epistomi)
10) kelahiran anak dengan kecacatan/penyakit
11) Riwayat depresi, penyakit mental dan alkoholik (orang
orang mempunyai latar belakang gangguan mental dan
pernah bermasalah secara psikis sebelum hamil, berisiko

6
tinggi mengalami post partum blues. Resikonya bias 2-3
kali lipat dibandingkan mereka yang tidak mempunyai
latar belakang masalah tersebut. Pada wanita yang tidak
berisiko pun, bila di saat persalinannya ada masalah, bias
meningkatkan insiden PBB. Ibu yang melahirkan dengan
operasi karena terjadi keracunan kehamilan seperti
preeclampsia, bias berisiko mengalami PBB.)
12) Karakter pribadi (harga diri, ketidakdewasaan)
13) Stress dalam keluarga, misalnya : Faktor ekonomi
memburuk, persoalan dengan suami, problem dengan
mertua. stress yang dialami wanita itu sendiri misalnya
ASI tidak keluar,frustasi karena bayi tidak mau tidur,
stress melihat bayi sakit,rasa bosan dengan hidup yang
dijalani.
Ada juga yang berpendapat bahwa kemunculan dari
postpartum blues ini disebabkan oleh beberapa factor dari
dalam dan luar individu. Penelitian dari Dirksen dan De
Jonge Andriaansen (1985) menunjukkan bahwa depresi
tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi
perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge
Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis
(penggunaan alat-alat obstetrical) dalam pertolongan
melahirkan dapat memicu depresi postpartum blues ini.
Misalnya saja pada pembedahan caesar dan episiotomi dan
sebagainya. Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu
pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu.
Peyebab lain menurut para ahli adalah :
1) Sarafino (Yanita dan Zamralita, 2001), faktor lain
yang dianggap sebagai penyebab munculnya gejala
ini adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin
mengalami penolakan dari orang tuanya atau orang
tua yang overprotective, kecemasan yang tinggi

7
terhadap perpisahan, dan ketidakpuasaan dalam
pernikahan. Perempuan yang memiliki sejarah
masalah emosional rentan terhadap gejala depresi
ini, kepribadian dan variable sikap selama masa
kehamilan seperti kecemasan, kekerasan dan kontrol
eksternal berhubungan dengan munculnya gejala
depresi.
2) LlewellynJones (1994), karakteristik wanita yang
berisiko mengalami depresi postpartum adalah :
wanita yang mempunyai sejarah pernah mengalami
depresi, wanita yang berasal dari keluarga yang
kurang harmonis, wanita yang kurang mendapatkan
dukungan dari suami atau orangorang terdekatnya
selama hamil dan setelah melahirkan, wanita yang
jarang berkonsultasi dengan dokter selama masa
kehamilannya misalnya kurang komunikasi dan
informasi, wanita yang mengalami komplikasi
selama kehamilan.
3) Pitt (Regina dkk, 2001), mengemukakan 4 faktor
penyebeb depresi postpartum sebagai berikut :
a) Faktor konstitusional.
Gangguan post partum berkaitan dengan
status paritas adalah riwayat obstetri pasien
yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin
serta apakah ada komplikasi dari kehamilan
dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih
banyak pada wanita primipara. Wanita
primipara lebih umum menderita blues
karena setelah melahirkan wanita primipara
berada dalam proses adaptasi, kalau dulu
hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi
lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan

8
menjadi bingung sementara bayinya harus
tetap dirawat.
b) Faktor fisik.
Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan
memuncaknya gangguan mental selama 2
minggu pertama menunjukkan bahwa faktor
fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama
merupakan faktor penting. Perubahan
hormon secara drastis setelah melahirkan
dan periode laten selama dua hari diantara
kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan
ini sangat berpengaruh pada keseimbangan.
Kadang progesteron naik dan estrogen yang
menurun secara cepat setelah melahirkan
merupakan faktor penyebab yang sudah
pasti.
c) Faktor psikologis.
Peralihan yang cepat dari keadaan dua
dalam satu pada akhir kehamilan menjadi
dua individu yaitu ibu dan anak bergantung
pada penyesuaian psikologis individu. Klaus
dan Kennel (Regina dkk, 2001),
mengindikasikan pentingnya cinta dalam
menanggulangi masa peralihan ini untuk
memulai hubungan baik antara ibu dan anak.
d) Faktor sosial.
Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan
bahwa pemukiman yang tidak memadai
lebih sering menimbulkan depresi pada ibu
ibu, selain kurangnya dukungan dalam
perkawinan.

9
d. Klasifikasi
1) Ringan : post partum blues atau sering juga disebut
maternityblues/ syndroma ibu baru dimengerti sebagai
suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering tampak
pada minggu pertama setelah persalinan, ditandai dengan
gejala gejala : Reaksi depresi/ sedih/ disporia, sering
mengais, mudah tersinggung, cemas , labilitas perasaan.
2) Berat : depresi berat dikenal sebagai syndroma depresi non
psikotik pada kehamilan namun umumnya terjadi dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah kelahiran.
Gejala gejala depresi berat : perubahan pada mood,
gangguan pada pola tidur dan makan, perubahan mental
dan libido, dapat pula muncul fobia, ketakutan akan
menyakiti diri sendiri dan bayinya, depresi berat akan
memiliki resiko tinggi pada wanita atau keluarga yang
pernah mengalami kelainan psikiatrik atau pernah
mengalami premenstrual syndrome. Kemungkinan rekuren
pada kehamilan berikutnya.
Penatalaksanaan depresi berat : dukungan
keluarga dan lingkungan sekitar, terapi psikologis dan
psikiater dan psikolog, kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian anti depresan (hati hati) pemberian
depresan pada wanita hamil dan menyusui, pasien
dengan percobaan bunuh diri sebaiknya tidak ditinggal
sendirian dirumah, jika diperluakan lakukan perawatan
dirumah sakit, tidak dianjurkan untuk rooming in atau
rawat gabung dengan bayinya. (Sukrisno, 2010)
e. Pencegahan
Berikut ini beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi
resiko Postpartum Blues yaitu :
1) Pelajari diri sendiri

10
Pelajari dan mencari informasi mengenai Postpartum
Blues, sehingga Anda sadar terhadap kondisi ini.
Apabila terjadi, maka Anda akan segera mendapatkan
bantuan secepatnya.
2) Tidur dan makan yang cukup
Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan
usaha yang terbaik dengan makan dan tidur yang
cukup. Keduanya penting selama periode postpartum
dan kehamilan.
3) Olahraga
Olahraga adalah kunci untuk mengurangi postpartum.
Lakukan peregangan selama 15 menit dengan berjalan
setiap hari, sehingga membuat Anda merasa lebih baik
dan menguasai emosi berlebihan dalam diri Anda.
4) Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah
melahirkan
Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar
seperti membeli rumah atau pindah kerja, sebelum atau
setelah melahirkan. Tetaplah hidup secara sederhana
dan menghindari stres, sehingga dapat segera dan lebih
mudah menyembuhkan postpartum yang diderita.
5) Beritahukan perasaan
Jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan
perasaan yang Anda inginkan dan butuhkan demi
kenyamanan Anda sendiri. Jika memiliki masalah dan
merasa tidak nyaman terhadap sesuatu, segera
beritahukan pada pasangan atau orang terdekat.
6) Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan
Dukungan dari keluarga atau orang yang Anda cintai
selama melahirkan, sangat diperlukan. Ceritakan pada
pasangan atau orangtua Anda, atau siapa saja yang
bersedia menjadi pendengar yang baik. Yakinkan diri

11
Anda, bahwa mereka akan selalu berada di sisi Anda
setiap mengalami kesulitan.
7) Persiapkan diri dengan baik
Persiapan sebelum melahirkan sangat diperlukan.
8) Senam Hamil
Kelas senam hamil akan sangat membantu Anda dalam
mengetahui berbagai informasi yang diperlukan,
sehingga nantinya Anda tak akan terkejut setelah
keluar dari kamar bersalin. Jika Anda tahu apa yang
diinginkan, pengalaman traumatis saat melahirkan akan
dapat dihindari.
9) Lakukan pekerjaan rumah tangga
Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat membantu
Anda melupakan golakan perasaan yang terjadi selama
periode postpartum. Kondisi Anda yang belum stabil,
bisa Anda curahkan dengan memasak atau
membersihkan rumah. Mintalah dukungan dari
keluarga dan lingkungan Anda, meski pembantu rumah
tangga Anda telah melakukan segalanya.
10) Dukungan emosional
Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga,
akan membantu Anda dalam mengatasi rasa frustasi
yang menjalar. Ceritakan kepada mereka bagaimana
perasaan serta perubahan kehidupan Anda, hingga
Anda merasa lebih baik setelahnya.
11) Dukungan kelompok Postpartum Blues
Dukungan terbaik datang dari orang-orang yang ikut
mengalami dan merasakan hal yang sama dengan
Anda. Carilah informasi mengenai adanya kelompok
Postpartum Blues yang bisa Anda ikuti, sehingga Anda
tidak merasa sendirian menghadapi persoalan ini.

12
f. Penatalaksanaan
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya
tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada
momen-momen lainya. Para ibu yang mengalami post-partum
blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu
ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya.
Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga
kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka
membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga
mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan
seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang
praktis.
Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin
perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin
sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan,
disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan
perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan
pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau
konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk
mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya
gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan
penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan
merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang
diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas
obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan,
misalnya dengan cara memberikan informasi yang
memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan,
termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-
masa tersebut serta penanganannya.

13
Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar
tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur
ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan
peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi
bayi, membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya,
bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru.
Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum
blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan
medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan
pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan
harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan
penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial
dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan
lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman
dekatnya.
Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan
postpartum blues dengan cara yaitu :
1) Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik
Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah
menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien
dalam rangka kesembuhannya dengan cara :
a) Mendorong pasien mampu meredakan
segala ketegangan emosi
b) Dapat memahami dirinya
c) Dapat mendukung tindakan konstruktif.
d) Dengan cara peningkatan support mental

Beberapa cara peningkatan support mental yang


dapat dilakukan keluarga diantaranya :
a) Sekali-kali ibu meminta suami untuk
membantu dalam mengerjakan pekerjaan

14
rumah seperti : membantu mengurus
bayinya, memasak, menyiapkan susu dll.
b) Memanggil orangtua ibu bayi agar bisa
menemani ibu dalam menghadapi kesibukan
merawat bayi
c) Suami seharusnya tahu permasalahan yang
dihadapi istrinya dan lebih perhatian
terhadap istrinya
d) Menyiapkan mental dalam menghadapi anak
pertama yang akan lahir
e) Memperbanyak dukungan dari suami
f) Suami menggantikan peran isteri ketika
isteri kelelahan
g) Ibu dianjurkan sering sharing dengan teman-
temannya yang baru saja melahirkan
h) Bayi menggunakan pampers untuk
meringankan kerja ibu
i) mengganti suasana, dengan bersosialisasi
j) Suami sering menemani isteri dalam
mengurus bayinya
Selain hal diatas, penanganan pada klien postpartum
blues pun dapat dilakukan pada diri klien sendiri,
diantaranya dengan cara :
a) Belajar tenang dengan menarik nafas
panjang dan meditasi
b) Tidurlah ketika bayi tidur
c) Berolahraga ringan
d) Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai
ibu
e) Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi
bayi
f) Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan

15
g) Bersikap fleksibel
h) Kesempatan merawat bayi hanya datang 1 x
i) Bergabung dengan kelompok ibu

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Baby blues atau postpartum blues adalah keadaan di mana seorang
ibu mengalami perasaan tidak nyaman setelah persalinan, yang berkaitan
dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri.
Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan
hormon yang melibatkan endorphin, progesteron, dan estrogen dalam
tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional
Ibu.
Banyak faktor diduga berperan pada sindroma ini, antara lain
adalah faktor hormonal, faktor demografik yaitu umur dan paritas,
pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan, takut kehilangan
bayi, bayi sakit ( kuning, dll ), takut untuk memulai hubungan suami istri
(ML), anak akan terganggu, dan latar belakang psikososial wanita yang
bersangkutan.
Penanganan gangguan mental postpartum pada prinsipnya tidak
berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen
lainya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga
kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan
kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari
situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan
dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat
pertolongan yang praktis.
Inti dari Asuhan yang diberikan mencakup perilaku, emosional,
intelektual, sosial dan psikologis klien secara bersamaan dengan
melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman
dekatnya.
B. Saran
Dengan pembuatan makalah ini diharapkan pembaca bisa
memahami konsep dasar postpartum blues dan bagaimana penerapan

17
asuhan yang tepat diberikan kepada pasien yang menderita masalah
tersebut. Post-partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan
mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak
terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya, akhirnya
dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat
membuat perasaan perasaan tidak nyaman bagi wanita yang
mengalaminya. Setelah diketahui bagaimana asuhan yang benar maka
diharapkan postpartum blues ini berkurang atau dapat ditangani dengan
benar. Selain itu, diharapkan pembaca dapat membagi informasi ini
kepada masyarakat dan dapat mempraktekkan ilmunya saat di lapangan
nantinya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia.

Pusdiknakes, 2003. Asuhan Kebidanan Post Partum. Jakarta: Pusdiknakes.

Saleha, 2009. Asuhan KebidananPadaMasa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.

Suherni, 2008. PerawatanMasa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.

19

Anda mungkin juga menyukai