Anda di halaman 1dari 7

Jumat 13 Oktober 2017, 00:00 WIB

Berkat Perbaikan Kualitas Aset, Laba


Bersih BNI Tumbuh 31,6%

Jakarta -
Pada kuartal III 2017, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (IDX:
BBNI) mencatat laba sebesar Rp 10,16 triliun atau tumbuh 31,6%
dibandingkan laba yang diraih pada periode yang sama tahun 2016
sebesar Rp 7,72 triliun.

Kenaikan laba bersih ini terutama ditopang oleh penyaluran kredit BNI
yang tumbuh 13,3% atau lebih cepat dibandingkan pertumbuhan kredit
industri yang berada pada level 8,2% (per Juli 2017). Penyaluran kredit
tidak hanya bertumbuh, melainkan juga disertai peningkatan kualitas,
dengan ditandai oleh menurunnya credit cost BNI dari 2,4% pada
kuartal III 2016 menjadi 1,7 % pada kuartal III 2017.

Kinerja Keuangan BNI Kuartal III Tahun 2017 tersebut disampaikan


oleh Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta, Kamis (12/10/2017).
Pada kesempatan tersebut, hadir segenap direksi BNI.

Laba bersih BNI tersebut terbentuk berkat Pendapatan Bunga Bersih


(NII) yang tumbuh 7,5% dari Rp 21,87 triliun pada kuartal III 2016
menjadi Rp 23,51 triliun pada kuartal III 2017, seiring dengan
peningkatan kualitas kredit BNI dengan tetap menjaga Net Interest
Margin (NIM) di level 5,5%.

Laba juga ditopang oleh pendapatan non-bunga Kuartal III 2017 yang
juga merupakan bisnis utama bank. Pendapatan non-bunga kuartal III
2017 naik15,1%, dari Rp 6,24 triliun pada kuartal III 2016 menjadi Rp
7,18 triliun pada kuartal III 2017. Peningkatan pendapatan non-bunga
tersebut didapat dari trade finance, bancassurance, bank guarantee,
loan sindication, dan bisnis kartu.

(dalam Rp triliun, kecuali Laba per saham)


Kredit Tumbuh

BNI mencatat kredit yang tersalurkan hingga akhir kuartal III 2017
sebesar Rp 421,41 triliun atau tumbuh 13,3% di atas realisasi kredit
pada periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp 372,02 triliun.
Realisasi kredit tersebut jauh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan
kredit di industri yang mencapai 8,2% per Juli 2017.

Beberapa strategi dilakukan manajemen BNI untuk mendorong


pertumbuhan kredit di atas industri. Pertama, menggali potensi pasar
pembiayaan BUMN dengan fokus pada proyek infrastruktur dan sektor
industri yang memiliki risiko rendah dan terkontrol. Kedua,
mengoptimalkan jaringan dan outlet untuk mampu menggarap potensi
pasar yang ada. Ketiga, menggali potensi supply chain debitur
korporasi untuk menangkap potensi debitur baru.
Penyaluran kredit BNI ke sektor business banking menjadi yang utama
dengan komposisi 78,3 % dari total kredit atau sebesar Rp 329,75
triliun, tumbuh 13,9% dibandingkan periode yang sama tahun 2016
senilai Rp 289,47 triliun. Pada sektor business banking ini, kredit BNI
disalurkan ke segmen korporasi (sebesar 23,6% dari total kredit),
kredit BUMN (19,4 %), lalu ke segmen menengah (16,1%), dan segmen
kecil (12,8%).

Untuk meningkatkan penyaluran kredit ke segmen korporasi,


manajemen BNI telah melaksanakan paduan strategi. Pertama, fokus
pada pembiayaan proyek infrastruktur dan BUMN. Kedua, fokus pada
pembiayaan sektor berisiko rendah seperti pertanian dan
perkebunan. Ketiga, tidak melakukan ekspansi ke sektor yang berisiko
cukup tinggi karena faktor eksternal, seperti pertambangan.

Kemudian terdapat pula strategi yang disiapkan oleh manajemen


dalam mengoptimalkan penyaluran kredit ke segmen menengah.
Pertama, mengoptimalkan debitur-debitur segmen menengah yang
merupakan supply chain financing debitur korporasi. Kedua,
meningkatkan kualitas monitoring pembiayaan kredit segmen
menengah melalui pemberian kewenangan pimpinan wilayah.

Sementara itu, penguatan kredit pada segmen kecil dilakukan dengan


mengoptimalkan jaringan melalui penetapan outlet sebagai full branch.
Selain itu, fokus pada pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Di samping kredit ke sektor business banking, BNI juga mengucurkan
pembiayaan ke sektor bisnis konsumer yang teralokasikan sebesar
16,3% dari total kredit atau sebesar Rp 68,53 triliun, tumbuh 9,2%
diatas realisasi periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp 62,73
triliun. Kredit ke sektor consumer banking terutama mengalir untuk
kredit kepemilikan rumah (BNI Griya), kartu kredit, dan fleksi.

Pertumbuhan ini diraih dengan dua strategi utama, yaitu optimalisasi


potensi pembiayaan melalui produk payroll nasabah dari debitur
institusi. Kemudian, melakukan optimalisasi cross selling.

Kualitas Aset

BNI mencatat total Aset pada kuartal III tahun 2017 sebesar Rp 668,21
triliun atau tumbuh 16,9 % dibandingkan periode yang sama tahun
2016 sebesar Rp 571,51 triliun yang kualitas asetnya tetap terjaga
pada kondisi yang masih dapat terkelola dengan sehat. BNI dapat
menghimpun aset di level rendah risiko berkat manajemen risiko kredit
yang efektif dan ekspansi kredit yang dilaksanakan secara selektif
hanya kepada debitur-debitur berkualitas.

Indikasi kualitas aset yang meningkat itu ditandai dengan membaiknya


NPL, dari 3,1% pada kuartal III tahun 2016 menjadi 2,8% pada kuartal
III tahun 2017. Begitu juga dengan loan at risk ratio yang menunjukkan
tren membaik dari 11,8% pada kuartal III 2016 menjadi ke level 11,1%
pada kuartal III 2017.

(Rp triliun)

Ekspansi kredit yang terus dilakukan menunjukkan fungsi intermediasi


BNI berjalan dengan baik, ditunjukkan oleh Loan to deposit ratio (LDR)
yang stabil pada posisi 87,9%. Pertumbuhan kredit tersebut tetap
didukung oleh fundamental yang kuat yang tingkat kecukupan
permodalan atau capital adequacy ratio (CAR) tetap terjaga baik, yaitu
naik dari 18,4% menjadi 19,0%.

Secara fundamental, penyisihan pencadangan juga tetap terjaga


dengan baik dengan tingkat coverage ratio naik dari 143,2% menjadi
147,4% yang mengindikasikan kehati-hatian BNI.

(dalam %)

Semakin efisien

Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terhimpun per kuartal III tahun 2017
mencapai Rp 480,53 triliun atau naik 19,6% dari posisi kuartal III 2016
sebesar Rp 401,88 triliun. Komponen dana murah (current account
saving account/ CASA) pun menunjukkan peningkatan, yaitu dari
sebesar 59,7% dari total DPK pada Kuartal III 2016 menjadi 60,4 %
pada kuartal III 2017.

Hal tersebut mengantarkan cost of fund BNI membaik dari level 3,1%
pada Kuartal III 2016 menjadi 3,0% pada kuartal III 2017.
Pada saat yang sama, BNI terus mendorong terjadinya efisiensi, yang
terlihat dari Cost to Income Ratio (CIR) pada kuartal III tahun 2017
sebesar 41,9% turun dari 42,3% pada kuartal III tahun 2016.
Peningkatan transaksi melalui channel-channel elektronik (e-banking)
dan pengembangan digital banking merupakan langkah BNI dalam
menciptakan efisiensi dan mendorong pertumbuhan CASA.

Pertumbuhan DPK ini juga tidak terlepas dari upaya BNI untuk terus
meningkatkan kualitas layanan. Dalam rangka meningkatkan layanan
tersebut BNI menyediakan 2.102 outlet di seluruh Indonesia, belum
termasuk kantor-kantor perwakilan di luar negeri. Selain itu, BNI juga
menyiapkan 17.966 ATM yang mendukung layanan electronic
banking (e-banking) BNI, termasuk di Hong Kong dan Singapura, selain
SMS banking dan internet banking.

BNI juga giat mendukung program-program pemerintah yang dapat


memberikan dampak pada perluasan basis nasabah BNI seperti
pembukaan Tabungan Simpanan Pelajar (SimPel) bagi pelajar penerima
dana Program Indonesia Pintar (PIP), pembukaan tabungan untuk para
petani penerima Kartu Tani, serta pembukaan rekening-rekening baru
bagi ibu rumah tangga penerima Bantuan Sosial Program Keluarga
Harapan (PKH).

Semua program tersebut didukung penuh oleh program Agen46 BNI


yang merupakan kepanjangan tangan BNI dalam memberikan layanan
perbankan kepada masyarakat yang memiliki akses terbatas ke outlet
BNI. Jumlah Agen46 BNI saat ini sudah mencapai lebih dari 62 ribu di
seluruh Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai