Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MAKALAH !

IMUNOSEROLOGI
MEKANISME IMUN PADA VIRUS DI MUKOSA

DISUSUN OLEH

KELOMPOK VII

Alfrida fitrah amalia


Fera Angelina Putri
Siskia Azizah
Yulianti

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES KENDARI

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat dan hidayah-
Nya, kami tetap diberikan kekuatan, kesehatan dan kesempatan sehingga dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul IMUNOSEROLOGI Mekanisme Imun Pada Virus Di Mukosa.

Dalam makalah ini kami menjelaskan mengenai mekanisme imun , contoh-contoh penyakit
dan contoh pemeriksaannya, Makalah ini telah kami susun semaksimal mungkin agar para pembaca
memahami isi dari materi ini.

Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah. Semoga materi dari makalah ini bermanfaat bagi semua
pembaca.

Kendari, 29 April 2017

PENULIS
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang ......................................................................................................... 1


2. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
3. Tujuan ........................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Imun ........................................................................................................ 3


2.2 Pengertian Imunologi Mukosa ................................................................................... 5
2.3 Mekanisme Imun Pada Virus .................................................................................. 16
2.4 Jenis Pemeriksaan Pada Mukosa............................................................................. 19
2.5 Contoh Penyakit Mukosa ........................................................................................ 21

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................................. 26
B. Saran ........................................................................................................................ 26
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis
yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan
bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan
virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem
kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga
menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat
berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel
tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena
beberapa jenis kanker.
Kata imun berasal dari bahasa Latin immunitas yang berarti pembebasan
(kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka
terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah,
istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan
terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular. Sistem imun adalah
suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya,
yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti
kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh.
Imunitas adalah kemampuan untuk melawan infeksi oleh patogen. Kekebalan aktif
dihasilkan dari respon kekebalan terhadap patogen dan pembentukan sel-sel memori.
Kekebalan pasif hasil dari transfer antibodi terhadap orang yang belum terkena patogen.
Apakah memberikan suntikan imunisasi untuk anak-anak adalah hal yang baik? Banyak,
jika tidak sebagian besar, anak-anak benci pergi ke dokter, karena sering identik dengan
mendapat suntikan imunisasi.
Sistem imunitas mukosa merupakan bagian sistem imunitas yang penting dan
berlawanan sifatnya dari sistem imunitas yang lain. Sistem imunitas mukosa lebih bersifat
menekan imunitas, karena hal-hal berikut; mukosa berhubungan langsung dengan
lingkungan luar dan berhadapan dengan banyak antigen yang terdiri dari bakteri
komensal, antigen makanan dan virus dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan sistem
imunitas sistemik. Antigen-antigen tersebut sedapat mungkin dicegah agar tidak
menempel mukosa dengan pengikatan oleh IgA, barier fisik dan kimiawi dengan enzim-
enzim mukosa.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Mengetahui pengertian dari imun
2. Mengetahui pengertian dari imunologi mukosa
3. Mengetahui pengertian dari mekanisme imun pada virus
4. Mengetahui jenis pemeriksaan pada mukosa
5. Mengetahui contoh penyakit dari mukosa

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari imun
2. Untuk mengetahui pengertian dari imunologi mukosa
3. Untuk mengetahui pengertian dari mekanisme imun pada virus
4. Untuk mengetahui jenis pemeriksaan pada mukosa
5. Untuk mengetahui contoh penyakit dari mukosa

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN DARI IMUN

Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis
yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan
bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan
virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem
kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga
menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat
berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel
tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena
beberapa jenis kanker.
Apakah yang dimaksudkan dengan sistem imun? Kata imun berasal dari bahasa Latin
immunitas yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator
Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan
terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga
pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi,
terhadap penyakit menular. Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri
dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif
dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau
racunnya, yang masuk ke dalam tubuh.
Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh, maka
sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi. Pada
umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena
tubuh belum mempunyai pengalaman. Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan
seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga
pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih
banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya,
dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan
pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun,
tidak akan menimbulkan akibat yang fatal.
Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif adalah
pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan
tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah
imunisasi polio atau campak. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah
antibodi, sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan
ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain
adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai
jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama masa kandungan, misalnya
antibodi terhadap campak.
Kita cenderung menganggap kalau pikiran dan tubuh sebagai sesuatu yang terpisah,
padahal mereka merupakan satu kesatuan: psikoneiroimunologis. Sistem imun merupakan
pelindung kesehatan tubuh kita. Sedikit saja gangguan timbul, baik serangan penyakit
dari luar (bakteri maupun virus), atau gangguan dari dalam tubuh kita seperti stres dan
depresi akan dapat menimbulkan penyakit. hampir semua jenis penyakit dari reaksi alergi
hingga penyakit degeneratif, dan dari penyakit infeksi hinga kanker.
Dengan memahami seluk beluk sitem daya pertahanan tubuh yang terdiri atas
berbagai aspek biokimiawi dan berbagai macam sel darah putih, serta hubungan antara
otak, daya pikir, perasaan dan sistem imun maka kita seyogyanya tidak hanya bertindak
saat penyakit telah timbul, tetapi jauh sebelum itu. Sebagai petugas kesehatan, khususnya
sebagai perawat kita harus membantu setiap orang agar mampu hidup sehat dengan benar,
berfikir benar dengan cara hidup gembira, tidak stress, bahkan penuh cinta terhadap setiap
orang dan setiap keadaan.
Dengan cara berfikir positif, hidup penuh semangat jauh dari tekanan batin, depresi
dan lain sebagainya pasti sel tubuh akan menjadi sehat, termasuk sistem imun tubuh
karena zat biokimiawi yang dilepas otak itu mengandung unsur yang membangkitkan
kekuatan bagi sel tersebut, seperti misalnya endorfin.
Sistem imun adalah sistem pertahanan yang ada pada tubuh manusia yang berfungsi
untuk menjaga manusia dari benda-benda yang asing bagi tubuh manusia. Pada sistem
imun ada istilah yang disebut Imunitas. Imunitas sendiri adalah ketahanan tubuh kita atau
resistensi tubuh kita terhadap suatu penyakit. Jadi sistem imun pada tubuh kita
mempunyai imunitas terhadap berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan
tubuh kita.

2.2 PENGERTIAN IMUNOLOGI MUKOSA


Sistem imunitas mukosa merupakan bagian sistem imunitas yang penting dan
berlawanan sifatnya dari sistem imunitas yang lain. Sistem imunitas mukosa lebih bersifat
menekan imunitas, karena hal-hal berikut; mukosa berhubungan langsung dengan
lingkungan luar dan berhadapan dengan banyak antigen yang terdiri dari bakteri
komensal, antigen makanan dan virus dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan sistem
imunitas sistemik. Antigen-antigen tersebut sedapat mungkin dicegah agar tidak
menempel mukosa dengan pengikatan oleh IgA, barier fisik dan kimiawi dengan enzim-
enzim mukosa.
1. Antigen yang telah menembus mukosa juga dieliminasi dan reaksi imun yang terjadi
diatur oleh sel-sel regulator. Hal ini untuk mencegah terjadinya respons imun yang
berlebihan yang akhirnya merugikan oleh karena adanya paparan antigen yang sangat
banyak. Sedangkan sistem imunitas sistemik bersifat memicu respons imun oleh
karena adanya paparan antigen.
2. Sistem imunitas mukosa menggunakan beberapa mekanisme untuk melindungi
pejamu dari respons imunitas yang berlebihan terhadap isi lumen usus. Mekanisme
yang dipakai adalah barier fisik yang kuat, adanya enzim luminal yang mempengaruhi
antigen diri yang alami, adanya sel T regulator spesifik yang diatur fungsinya oleh
jaringan limfoid usus, dan adanya produksi antibodi IgA sekretori yang paling cocok
dengan lingkungan usus.
3. Semua mekanisme ini ditujukan untuk menekan respons imunitas. Kelainan beberapa
komponen ini dapat menyebabkan peradangan atau alergi.

1. Struktur Sistem Imunologi Mukosa


a. Jaringan mukosa ditemukan di saluran napas bagian atas, saluran cerna, saluran
genital dan kelenjar mammae. Mekanisme proteksi terhadap antigen pada mukosa,
terdiri dari: membran mukosa yang menutupi mukosa dan enzim adalah
perlindungan mekanik dan kimiawi yang sangat kuat, sistem imun mukosa innate
berupa eliminasi antigen dengan cara fagositosis dan lisis, sistem imun mukosa
adaptif dimana selain melindungi permukaan mukosa juga melindungi bagian
dalam badan dari masuknya antigen lingkungan. Sistem imun lokal ini merupakan
80% dari semua imunosit tubuh pada orang sehat. Sel-sel ini terakumulasi di
dalam atau transit antara berbagai Mucosa-Assosiated Lymphoid Ttisssue
(MALT), bersama-sama membentuk sistem organ limfoid terbesar pada mamalia.
b. Sistem imun mukosa mempunyai tiga fungsi utama yaitu; (i) melindungi membran
mukosa dari invasi dan kolonisasi mikroba berbahaya yang mungkin menembus
masuk, (ii) melindungi pengambilan (uptake) antigen-antigen terdegradasi
meliputi protein-protein asing dari makanan yang tercerna, material di udara yang
terhirup dan bakteri komensal, (iii) melindungi berkembangnya respons imun
yang berpotensi merugikan terhadap antigen-antigen tersebut bila antigen tersebut
mencapai dalam tubuh. Sehingga disini MALT menyeleksi mekanisme efektor
yang sesuai dan mengatur intensitasnya untuk menghindari kerusakan jaringan
dan proses imun berlebih. Sistem MALT terlihat sebagai suatu sistem imun
kompartemenisasi yang bagus dan fungsi esensialnya berdiri sendiri dari aparatus
sistem imun. Secara fungsional, MALT terdiri dari dua komponen yaitu jaringan
limfoid mukosa terorganisir dan sistem imunologi mukosa tersebar.

2. Respons Umum Imunologi Mukosa


a. Antigen yang berada di lumen diambil oleh sel epitelial abortif dan sel epitelial
spesifik (sel membran atau sel mikrofold atau sel M) di mukosa induktif, dibawa
atau langsung ditangkap oleh antigen-presenting cel (APC) profesional (APC
terdiri dari; sel dendritik (DC), sel limfosit B dan makrofag) dan dipresentasikan
kepada sel-sel T konvensional CD4+ dan CD8+, semuanya berada pada tempat
induktif. Beberapa antigen juga bisa langsung diproses dan dipresentasikan oleh
sel epitelial kepada sel T intraepitelial tetangga (neighboring intraepithelial T
cells) meliputi sel T dengan limited resevoire diversity (sel T dan sel NKT).
Respons imun mukosa dipengaruhi oleh alamiah antigen, tipe APC yang terlibat
dan lingkungan mikro lokal. Dengan kebanyakan tipe adalah antigen non patogen
(protein makanan), jalur normal untuk sel dendritik mukosa dan APC lain terlihat
melibatkan sel T helper 2 dan respons berbagai sel T regulator, biasanya hasilnya
adalah supresi aktif imunitas sistemik, toleransi oral. Antigen dan adjuvant,
meliputi kebanyakan patogen, mempunyai motif disensitisasi oleh APC mukosa
sebagai pertanda bahaya (contoh; ligan toll-like reseptor (TLR)) disatu sisi dan
kondisi proinflamasi pada umumnya, menghasilkan respons imun yang lebih kuat
dan luas, baik sekresi hormonal maupun sisi efektor imunitaas seluler dan tidak
menghasilkan toleransi oral. Ini diasumsikan bahwa pengenalan patogen oleh TLR
APC mukosa membedakan dari respons pada flora komensal. Tetapi terakhir
ditemukan bahwa pada kondisi normal, bakteri komensal dapat dikenali oleh TLR,
interaksi ini tampaknya suatu yang penting untuk menjaga homeostasis epitel di
usus.
b. Sel B maupun sel T yang tersensitisasi, meninggalkan tempat asal dimana
berhubungan dengan antigen (contohnya plak payeri), transit melewati kelenjar
limfe, masuk ke sirkulasi, dan kemudian menempatkan diri pada mukosa
terseleksi, umumnya pada mukosa asal dimana mereka kemudian berdeferensiasi
menjadi sel plasma dan sel memori, membentuk IgA sekretori (Gambar 11-1).
Afinitas sel-sel ini kelihatannya dipengaruhi secara kuat oleh integrin pada tempat
spesifik (homing reseptors) pada permukaannya dan reseptor jaringan spesifik
komplementari (adressin) pada sel endotel kapiler. Pada penelitian terbaru
mengindikasikan bahwa sel dendritik mukosa dapat mempengaruhi properti
homing . Sel dendritik dari plak payeri dan limfonodi mesentrik, tetapi tidak sel
dendritik dari limfa dan perifer, meningkatkan ekspresi reseptor homing mukosa
47 dan reseptor CCR9, suatu reseptor untuk gut-assosiated chemokine sel T
memori dan sel T CD8+ memori, untuk lebih suka homing di epitel intestinal.
Juga, sel dendritik imprinting of gut homing specifity, terlihat terdiri dari retinoid
acid yang diproduksi oleh sel dendritik intestinal tetapi tidak oleh sel dendritik
limfoid lain. Ini mungkin bisa menjelaskan dugaan sistem imun mukosa umum
dimana imunosit teraktivasi pada suatu tempat menyebarkan imunitas ke jaringan
mukosa jauh dari pada oleh karena imunitas sistemik. Pada saat yang sama, oleh
karena kemokin, integrin dan sitokin terekspresi berbeda diantara jaringan
mukosa, fakta tersebut juga bisa menerangkan sebagian, mengapa didalam sistem
imun mukosa, ada hubungan kompartemenisasi khas dengan tempat mukosa
terinduksi (contohnya usus dengan glandula mamae dan hidung dengan saluran
pernafasan dan genital).
c. Adanya hubungan kompartemenisasi ini menjadi pertimbangan tempat
diberikannya imunisasi mukosa akan efek yang diharapkan. Imunisasi oral akan
menginduksi antibodi di usus halus (paling kuat di proksimal), kolon asenden,
glandula mamae dan glandula saliva tetapi tidak efektif menginduksi antibodi di
segmen bawah usus besar, tonsil dan genital wanita. Sebaliknya imunisasi
perektal, akan menghasilkan respons antibodi yang kuat di rektum tetapi tidak di
usus halus dan colon proksimal. Imunisasi per nasal dan tonsil akan memberikan
respons antibodi di mukosa pernafasan atas dan regio sekresi (saliva dan nasal)
tanpa respons imun di usus, tetapi juga terjadi respons imun di mukosa vagina
seperti yang terlihat pada usaha imunisasi HIV. Penelitian pada tikus ditemukan
bahwa suntikan transkutan bisa menimbulkan efek imunitas di mukosa vagina.
3. Mekanisme efektor pada imunologi mukosa
a. Selain mekanisme pembersihan antigen mekanis dan kimiawi, imuitas mukosa
terdiri dari sel lain berupa sistem imune innate yang meliputi netrofil fagositik dan
makrofag, denritik sel, sel NK (natural killer), dan sel mast. Sel-sel ini berperan
dalam eliminasi patogen dan inisisasi respons imun adaptif.
b. Mekanisme pertahanan sistem imun adaptif di permukaan mukosa adalah suatu
sistem yang diperantarai antibodi IgA sekretori, kelas imunoglobulin predominan
dalam sekresi eksternal manusia. Imunoglobulin ini tahan terhadap protease
sehingga cocok berfungsi pada sekresi mukosa. Induksi IgA melawan patogen
mukosa dan antigen protein terlarut bergantung pada sel T helper. Perubahan sel B
menjadi sel B penghasil IgA dipengaruhi oleh TGF- dan iterleukin (IL)10
bersama-sama dengan IL-4. Diketahui bahwa sel T mukosa menghasilkan dalam
jumlah yang banyak TGF-, IL-10 dan IL-4, sel epitelial mukosa menghasilkan
TGF- dan IL-10, menjadi petunjuk bahwa maturasi sel B penghasil IgA
melibatkan lingkungan mikro mukosa yaitu sel epitel dan limfosit T tetangga
c. Walaupun IgA predominan sebagai mekanisme pertahanan humoral, IgM dan
IgG juga diproduksi secara lokal dan berperan dalam mekanisme pertahanan
secara signifikan. Sel T limfosit sitolitik mukosa (CTL) mempunyai peran penting
dalam imunitas pembersihan patogen virus dan parasit intraseluler. Sel CTL ini
juga akan terlihat setelah pemberian imunisasi oral, nasal, rektal ataupun vaginal
dan yang terbaru perkutaneus.
4. Mekanisme regulator pada imunologi mukosa
a. Sistem imun mukosa telah mengembangkan berbagai cara untuk menjaga
toleransi terhadap antigen-self, antigen lingkungan pada mikroflora, antigen
makanan dan material udara terhirup. Tolerasi tersebut melalui mekanisme;
aktifasi sel penginduksi kematian (induce-cell death), anergi dan yang paling
penting induksi sel T regulatori. Anergi terhadap sel T antigen spesifik terjadi bila
inhalasi atau menelan sejumlah besar protein terlarut, dan penghilangan (deleting)
sel T spesifik terjadi setelah pemberian antigen dosis nonfisiologis, secara masif.
Pada percobaan tikus sudah diketahui ada 4 sel T regulator, yaitu; (i) antigen-
induced CD4+ T helper 2 like cells yang memproduksi IL-4 dan IL-10, dan
antagonis sel efektor T helper 1, (ii) sel CD4+CD45RBlow yang memproduksi IL-
10, (iii) sel CD4+ dan CD8+ yang memproduksi TGF- (T helper 3), (iv) Sel Treg
(CD4+CD25+) yang mensupresi proliferasi melalui suatu sel contact-dependent
mechanism.
b. Meskipun in vitro, sel yang terakhir dapat dikembangkan menjadi suatu bentuk sel
antigen spesifik in vivo setelah imunisasi. Sel ini bisa juga mengubah aktifitas
supresor pada sel CD4+ lain dengan cara menginduksi ekspresi dari transkripsi
faktor Foxp3 dan atau ikatan MHC klas II dengan molekul LAG-3 pada sel seperti
infectious tolerance. Mereka juga mempunyai hubungan langsung antara sel T
inhibitor oleh Sel Treg , T helper 3, sel Tr 1. Selanjutnya natural human
CD4+CD25+ Treg mengekspresikan integrin 47 mukosa, ketika bersama sel T
CD4+ konvensional menginduksi sel T sekresi Tr 1 like IL 10 dengan aktifitas
supresor kuat terhadap sel T efektor, dimana 41 Treg positif lain
memperlihatkan cara yang sama dengan cara menginduksi Thelper 3-like TGF--
secreting supressor T cells.
c. Data dari studi terakhir mengindikasikan bahwa kesemua sel regulator yang
berbeda tipenya dan mekanismenya dapat diinduksi atau ditambah (expand) oleh
adanya antigen mukosa mengawali terjadinya toleransi perifer. (Sun et al). Sel T
CD8+ intraepitelial mukosa respirasi dan usus juga dicurigai berperan dalam
toleransi mukosa. Jadi, mekanisme pertahanan mukosa dari autoagressive dan
penyakit alergi melibatkan berbagai tahap regulasi. Sedangkan aktivasi, survival
dan ekspansi sel regulator ini tampaknya dikontrol oleh jenis terspesialisasi APC,
khususnya sel dendritik jaringan spesifik meliputi sel dendritik di hati, plak
payeri, mukosa intestinal dan paru.
5. Imunitas Mukosa Pada Masing-Masing Organ
a. Sistem imunitas mukosa saluran napas Sistem imunitas mukosa saluran napas
terdiri dari nose-associated lymphoid tissue (NALT), larynx-associated lymphoid
tissue (LALT), and the bronchus-associated lymphoid tissue (BALT).1 BALT
terdiri dari folikel limfoid dengan atau tanpa germinal center terletak pada dinding
bronkus. Sistem limfoid ini terdapat pada 100% kasus fetus dengan infeksi
amnion dan jarang terdapat walaupun dalam jumlah sedikit pada fetus yang tidak
terinfeksi. Pembentukan jaringan limfoid intrauterin ini merupakan fenomena
reaktif dan tidak mempengaruhi prognosis.
b. Respons imun diawali oleh sel M (microfold cells) yang berlokasi di epitel yang
melapisi folikel MALT. Folikel ini berisi sel B, sel T dan APC yang dibutuhkan
dalam pembentukan respons imun. Sel M bertugas untuk uptake dan transport
antigen lumen dan kemudian dapat mengaktifkan sel T. Sel APC dalam paru
terdiri dari sel dendritik submukosa dan interstitial dan makrofag alveolus.
Makrofag alveolus merupakan 85% sel dalam alveoli, dimana sel dendritik hanya
1%. Makrofag alveolus ini merupakan APC yang lebih jelek dibandingkan sel
dendritik. Karena makrofag alveolus paling banyak terdapat pada alveolus, sel ini
berperan melindungi saluran napas dari proses inflamasi pada keadaan normal.
Saat antigen masuk, makrofag alveolus akan mempengaruhi derajat aktivitas atau
maturasi sel dendritik dengan melepaskan sitokin. Sel dendritik akan menangkap
antigen, memindahkannya ke organ limfoid lokal dan setelah melalui proses
maturasi, akan memilih limfosit spesifik antigen yang dapat memulai proses imun
selanjutnya
c. Setelah menjadi sel memori, sel B dan T akan bermigrasi dari MALT dan kelenjar
limfoid regional menuju darah perifer untuk dapat melakukan ekstravasasi ke
efektor mukosa. Proses ini diperantarai oleh molekul adesi vaskular dan kemokin
lokal, khususnya mucosal addressin cell adhesion molecule-1 (MAdCAM-1). Sel
T spesifik antigen adalah efektor penting dari fungsi imun melalui sel terinfeksi
yang lisis atau sekresi sitokin oleh Th1 atau Th2. Perbedaan rasio atau polarisasi
sitokin ini akan meningkatkan respons imun dan akan membantu sel B untuk
berkembang menjadi sel plasma IgA.

d. Sistem imunitas mukosa saluran cerna Luas permukaan saluran cerna mencapai
hampir 400m2 dan selalu terpajan dengan berbagai antigen mikroba dan makanan
sehingga dapat menerangkan mengapa sistem limfoid saluran cerna (gut
associated lymphoid tissue /GALT) memegang peranan pada hampir 2/3 seluruh
sistem imun. Pertahanan mukosa adalah struktur komplek yang terdiri dari
komponen selular dan non selular. Pertahanan yang paling kuat masuknya antigen
ke jaringan limfoid mukosa adalah adanya enzim yang terdapat mulai dari mulut
sampai ke kolon. Enzim proteolitik di dalam lambung (pepsin, papain) dan usus
halus (tripsin, kimotripsin, protease pankreatik) berfungsi untuk digesti.
Pemecahan polipeptida menjadi dipeptida dan tripeptida bertujuan agar dapat
terjadi proses digesti dan absorpsi bahan makanan, dan membentuk protein
imunogenik yang bersifat nonimun (peptida dengan panjang asam amino <8-10
bersifat imunogenik yang buruk). Efek protease berlipat ganda dengan adanya
garam empedu yang memecah karbohidrat dan akan didapatkan suatu sistem yang
poten untuk meningkatkan paparan antigen(Ag). Kadar pH yang sangat rendah di
dalam lambung dan usus halus dan produk bakteri di dalam kolon berfungsi
sebagai respons imun terhadap antigen oral. Sebagian besar respons imun ini
berfungsi melindungi manusia dari bahann patogen. Perubahan untuk merespons
atau menekan respons imun berhubungan dengan cara antigen masuk ke dalam
tubuh. Patogen invasif (yang merusak pertahanan) memicu respons agresif,
sedangkan untuk kolonisasi luminal dibutuhkan yang lebih bersifat respons
toleran.
e. Komponen utama pertahanan tubuh adalah produk gen musin. Glikoprotein musin
melapisi permukaan epitel dari rongga hidung/orofaring sampai ke rektum. Sel
goblet yang menghasilkan mukus secara kontinu memberikan pertahanan yang
kuat pada persambungan epitel. Partikel, bakteri dan virus menjadi terperangkap
dalam lapisan mukus dan akan dikeluarkan dengan proses persitaltik. Pertahanan
ini mencegah patogen dan antigen masuk ke bagian bawah epitel, disebut proses
eksklusi nonimun. Musin juga berfungsi sebagai cadangan IgA. Antibodi ini
berasal dari epitel dan dikeluarkan ke dalam lumen.
f. Antibodi sIgA terdapat dalam lapisan mukus berikatan dengan bakteri/virus dan
mencegah menempel pada epitel. Hubungan faktor-faktor, disebut sebagai faktor
trefoil, membantu memperkuat pertahanan dan memicu pemulihannya bila
terdapat defek. Tidak adanya produk gen musin atau faktor trefoil, manusia
menjadi lebih rentan terhadap inflamasi dan kurang mampu memperbaiki
kerusakan barier. Apakah defek tersebut berperan pada pasien dengan alergi
makanan masih dalam penelitian.
g. Lapisan barier berikutnya adalah sel epitel. Bersama-sama dengan persambungan
bagian apeks dan basal yang kuat, membran dan ruang antara sel membatasi
masuknya makromolekul yang besar. Namun demikian, persambungan yang kuat
ini masih mungkin dilalui oleh di- dan tripeptida serta oleh ion-ion tertentu. Pada
keadaan inflamasi, persambungan ini menjadi kurang kuat sehingga
makromolekul dapat masuk ke dalam lamina propria, contohnya respons terhadap
antigen makanan atau masuknya mikroorganisme lumen. Pada keadaan ini,
antigen makanan akan menjadi antigen asing, dimana pada individu yang
memiliki bakat alergi akan menginduksi proses alergi menjadi berlanjut.
h. Sel epitel usus dapat memproses sebagian antigen lumen dan
mempresentasikannya ke sel T dalam lamina propria. Dalam keadaan normal,
interaksi ini menyebabkan aktivasi selektif sel T CD8+ regulator. Pada penyakit
tertentu (contohnya inflammatory bowel disease), aktivasi beberapa sel rusak
sehingga menyebabkan inflamasi menetap. Pada alergi makanan, alergen yang
menembus epitel akan menempel pada sel mast mukosa .
i. Sel T yang teraktivasi dalam Peyers patch setelah paparan dengan antigen
disebut sebagai Th3. Sel ini berfungsi mengeluarkan transforming growth factor-
, memicu sel B untuk menghasilkan IgA dan berperan pada terjadinya toleransi
oral (aktivasi antigen spesifik non respons terhadap antigen yang masuk per oral).
j. Sel T regulator yang paling baru dikenal adalah dengan fenotip CD4+ CD25+
CD45RA+. Sel ini awalnya dikenal pada gastritis autoimun dan berfungsi
menghambat kontak antar sel dan dapat menyebabkan kelainan autoimun pada
neonatus yang mengalami timektomi.

2.3 MEKANISME IMUN PADA VIRUS


Virus mempunyai sifat-sifat khusus, diantaranya dapat menginfeksi jaringan tanpa
menimbulkan respons inflamasi, dapat berkembang biak dalam sel pejamu tanpa
merusaknya, ada kalanya menganggu fungsi khusus sel yang terinfeksi tanpa merusaknya
secara nyata, kadang-kadang virus merusak sel atau menganggu perkembangan sel
kemudian menghilang dari tubuh. Sebagai contoh, golongan virus herpes terdiri atas
sedikitnya 60 jenis, 5 diantaranya sering menyebabkan infeksi pada manusia, yaitu HSV1
dan HSV2, VZV, CMV, dan EBV. Patogenesis infeksi dengan virus ini secara umum
adalah bahwa transmisi terjadi melalui kontak langsung, kecuali pada CMV yang dapat
ditularkan melalui transfuse dan transplantasi, dan bahwa setelah infeksi primer virus
herpes umumnya menetap dalam tubuh.
Seperti hanya respon imun terhadap mikroorganisme yang lain, respon imun terhadap
infeksi virus juga melibatkan respon non spesifik maupun spesifik. Ada 2 mekanisme
utama respon non-spesifik terhadap virus, yaitu: infeksi virus secara langsung
merangsang produksi IFN oleh sel-sel terinfeksi,IFN berfungsi menghambat replikasi
virus, sel NK melisiskan berbagai jenis sel terinfeksi sel. Sel NK mampu melisiskan sel
terinfeksi virus, walaupun virus menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC 1,
karena sel NK cenderung di aktivasi oleh sel sasaran yang MHC-negatif.
Untuk membatasi penyebaran virus dan mencegah reinfeksi, system imun harus
mampu menghambat masuknya virion kedalam sel dan memusnahkan sel yang terinfeksi
. antibody spesifik mempunyai peran penting pada awal terjadinya infeksi, dimana ia
dapat menetralkan antigen virus dan melawan virus sitopatik yang dilepaskan oleh sel
yang mengalami lisis. Peran antibody dalam menetralkan virus terutama efektif untuk
virus yang bebas atau virus dalam sirkulasi. Proses netralisasi virus dapat dilakukan
dengan beberapa cara, di ataranya dengan cara menghambat perlekatan virus pada
reseptor yang terdapat pada permukaan sel, sehingga virus tidak dapat menembus
membransel, dengan demikian replikasi virus dapat dicegah. Antibody dapat juga
menghancurkan virus dengan cara aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau
menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis dan dihancurkan melalui
proses yang sama seperti diuraikan diatas, antibody dapat mencegah penyebaran virus
yang dikeluarkan dari sel yang telah hancur. Tetapi seringkali antibody dapat mencegah
penyebaran virus yang dikeluarkan dari sel yang telah hancur. Tetapi seringkali antibody
tidak cukup mampu untuk mengendalikan virus yang telah mengubah struktur antigennya
dan yang melepaskan diri (building off) melalui membrane sel sebagai partikel yang
infeksius, sehingga virus dapat menyebar ke dalam sel yang berdekatan secara langsung.
Jenis virus yang mempunyai sifat seperti ini, diantaranya adalah virus oncorna, (termasuk
didalamnya virus leukemogenik),virus dengue,virus herpes,rubella dan lain-lain.
Walaupun tidak cukup mampu menetralkan virus secara langsung, antibody dapat
berfungsi dalam reaksi ADCC.
Disamping respon antibody, respon imun selular merupakan respons yang paling
penting, terutama pada infeksi virus yang non-sitopatik respon imun seluler melibatkan T-
sitotoksik,sel NK, ADCC dan interaksi dengan MHC kelas 1. Pera IFN sebagai anti-virus
cukup besar, khususnya IFN A DA IFN B. dampak anti-virus dari IFN terjadi melalui
peningkatan ekspresi MHC kelas 1, aktivasi sel NK dan makrofag, menghambat replikasi
virus. Ada juga yang menyatakan bahwa IFN menghambat penetrasi virus ke dalam sel
maupun budding virus dari sel yang terinfeksi.
Seperti halnya pada infeksi dengan mikroorganisme lain, sel T-sitotoksik selain
bersifat protektif juga dapat merupakan penyebab kerusakan jaringan,misalnya yang
terlihat pada infeksi dengan virus LCMV (lymphocyte choriomeningitis virus) yang
menginduksi inflamasi pada selaput susunan saraf pusat.
Pada infeksi virus makrofag juga dapat membunuh virus seperti halnya ia membunuh
bakteri. Tetapi pada infeksi dengan virus tertentu, makrofag tidak membunuhnya bahkan
sebaliknya virus memperoleh kesempatan untuk replikasi didalamnya. Telah diketahui
bahwa virus hanya dapat berkembang biak intraseluler karena ia memerlukan DNA-
pejamu untuk replikasi. Akibatnya ialah bahwa virus selanjutnya dapat merusak sel-sel
organ tubuh yang lain terutama apabila virus itu bersifat sitopatik. Apabila virus itu
bersifat nin-sitopatik ia menyebabkan infeksi kronik dengan menyebar ke sel-sel lain.
Pada infeksi sel secara langsung di tempat masuknya virus (port dentre), misalnya
diparu, virus tidak sempat beredar dalam sirkulasi dan tidak sempat menimbulkan respons
primer, dan antibody yang dibentuk seringkali terlambat untuk mengatasi infeksi. Pada
keadaan ini respons imun selular mempunyai persn lebih menonjol, karena sel T
sitotoksik pada penderita yang tersensitisasi bersifat sitotoksiklangsung terhadap sel yang
terinfeksi virus. Sel T sitotoksik mampu mendeteksi virus melalui resptor terhadap
antigen virus sekalipun struktur virus telah berubah. Sel T sitotoksik kurang spesifik
dibandingkan antibody dan dapat melakukan reaksi silang dengan spectrum yang lebih
luas. Namun ia tidak dapat menghancurkan sel sasaran yang menampilkan HMC kelas 1
yang berbeda. Beberapa jenis virus dapat menginfeksi sel-sel system imun sehingga
menganggu fungsinya dan mengakibatkan imunodepresi, misalnya virus influenza,polio
dan HIV.
Sebagian besar infeksi virus membatasi diri sendiri (self limiting), pada sebagian lagi
menimbulkan gejala klinik atau subklinik. Penyembuhan dari infeksi virus umumnya
diikuti imunitas jangka panjang.

2.4 JENIS PEMERIKSAAN PADA MUKOSA


Pemeriksaan Laboratorium
Kultur bakteri tidak secara rutin dilakukan pada lesi-lesi ronga mulut karena masaah
kontaminasi silang. Kultur virus dilakukan dengan frekuensi yang lebih, terutama pada
pasien imunosupresi dengan dugaan lesi oral yang disebabkan oleh virus. (Image 27). Tes
Tzanck digunakan untuk melihat adanya akantolisis pada penyakit virus (misalnya
herpes labialis) dan penyakit mukokutan autoimun (pemphigus vulgaris) biasanya
digunakan. Kedua tes sayangnya memerlukan lesi yang intak yang kadang susah
didapatkan pada kasus, antigen virus spesifik dapat juga dideteksu pada spesimen biopsi
menggunakan teknik imunohistokimia yang bervariasi.
Infeksi jamur juga merupakan penemuan umum pada rongga mulut. Potasium
hidroksida sering digunakan untuk menegakkan diagnosis; mikroskop mdan gelap dan
fase kontras juga membantu dalam menegakkan diagnosis. Sampel yang diwarnai secara
histokimia biasanya memakan waktu lebih lama dan lebih maha. Kultur jamur
mempunyai nilai yang rendah pada kebanyakan kasus karena karakteristik jamur yang
tumbuh lama. Diagnosis yang cepat dapat dilakukan dengan cara aglutinasi lateks yang
dapat digunakan untuk mendiagnosis kandidiasis vulvovaginal (Image 28). Kit ini relatif
tidak mahal, akurat dan diagnosis dapat didapatkan dalam waktu 2 menit.

Tes Lain-lain
Beberapa tes diagnostik rutin digunakan untuk menunjang pemeriksaan menyeluruh
dan memberikan informasi tambahan yang penting untuk menegakkan diagnosis definitif
dan rencana perawatan. Prosedur dan tes yang dilakukan harus berdasar pada nilai
diagnostik, resiko berkaitan (morbiditas) dan biaya. Diagnosis yang lebih awal biasanya
mengarah pada perawatan yang lebih awal dan prognosis yang lebih baik.
Biopsi jaringan lunak merupakan tes diagnostik yang paling sering digunakan.
Prosedur ini relatif sederhana dan operator berpengalaman biasanya mudah
melakukannya. Pencahayaan dan suction yang memadai sangat esensial. Antibiotika
premedikasi diperlukan pada pasien resiko endokarditis dan pasien dengan protesa sendi.
Vasokonstriktor (epinefrin) yang ada pada anestesi lokal disarankan digunakan untuk
mengontrol perdarahan dan mengurangi difusi anestesi lokal pada jaringan sekitar; meski
pada beberapa pasien, vasokonstriktor dikontraindikasikan karena hipersensitivitas atau
faktor komplikasi lainnya. Lidokain topikal secara rutin digunakan pada daerah insersi
jarum untuk meminimalisir ketidaknyamanan berkaitan dengan insersi jarum (Image 22).
Pemilihan lokasi biopsi dan teknik biopsi ditentukan berdasarkan diagnosis dugaan
dan lokasi lesi. Sebagai contoh, penyakit mukokutan memerlukan biopsi insisi untuk
menentukan diagnosis spesifik dan perawatannya. Pada kasus tersebut, biopsi punch insisi
berdiameter 3-4 mm sudah cukup (Image 23). Lesi yang bermasa lebih besar misalnya
mucocele di dasar mulut memerlukan eksisi scalper (Image 24).
Karena vaskularitas regio anatomis ini, incisi skalpel sebaiknya dilakukan pada arah
anteroposterior untuk meminimalisir perlukaan pada struktur neuromuskuler. Gingiva tepi
sebaiknya tidak diikutkan karena alasan estetik, terutama pada maksilla anterior.
Spesimen dijepit dengan forsep Adson daripada dengan forsep gigi-tikus yang dapat
merusak integritas spesimen. Spesimen selanjutnya diletakkan pada medium fiksatif
setelah keluar dari ronggamulut. Larutan buffer formalin netral 10 persen merupakan
pilihan, larutan Michel merupakan media transport terbaik jika akan dilakukan direct
immunofluoresence staining (Image 25).

Perkembangan terbaru teknik biopsi rongga mulut adalah biopsi sikal mukosa
(mucosal brush biopsy) (Image 26). Teknik ini menggunakan sikat disposable untuk
mengumpulkan sel sampel transepitelial. Sampel kemudian diskrining dengan komputer
berjaring neural yang diprogram untuk mendeteksi perubahan sitologis berkaitan dengan
premalignansi dan carcinoma sel skuamous. Spesimen kemudian ditinjau oleh ahli
patologi untuk mendapatkan diagnosis akhir. Teknik ini ideal untuk menentukan
kebutuhan akan biopsi skalpel pada leukoplakia mukosa yang tampak benigna.

2.5 CONTOH PENYAKIT MUKOSA


1. Faringitis
Faringitis adalah radang pada faring karena infeksi sehingga timbul rasa nyeri pada
waktu menelan makanan ataupun kerongkongan terasa kering. Gangguan ini
disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Bakteri yang biasa menyerang penyakit ini
adalah Streptococcus pharyngitis. Peradangan juga dapat terjadi karena terlalu banyak
merokok, ditandai dengan rasa sakit saat menelan dan rasa kering di kerongkongan.
2. Asma
Asma merupakan penyakit radang paru-paru yang menimbulkan serangan sesak napas
dan mengi yang berulang. Asma merupakan salah satu kelainan paru-paru paling
banyak dan bervariasi, menyerang satu dari empat anak di beberapa daerah.
3. Sesak nafas
Otot dinding saluran udara berkontraksi seperti kejang, menyebabkan saluran udara
menyempit, sehingga terjadi serangan sesak napas. Penyempitan diperburuk oleh
sekresi lendir yang berlebihan. Sebagian besar kasus terjadi di masa kanak-kanak dan
biasanya berkaitan dengan penyakit yang didasari oleh alergi seperti eksema dan
keduanya mempunyai faktor penyakit turunan.

4. Influenza (Flu)
Penyakit influenza disebabkan oleh virus influenza. Gejala yang ditimbulkan antara
lain pilek, hidung tersumbat, bersin-bersin, dan tenggorokan terasa gatal. Influenza
merupakan suatu penyakit infeksi akut saluran pernapasan terutama ditandai oleh
demam, gigil, sakit otot, sakit kepala dan sering disertai pilek, sakit tenggorok dan
batuk yang tidak berdahak. Lama sakit berlangsung antara 2-7 hari dan biasanya
sembuh sendiri.
5. Emfisema
Emfisema adalah penyakit pada paru-paru yang ditandai dengan pembengkakan pada
paru-paru karena pembuluh darahnya kemasukan udara. Emfisema disebabkan
hilangnya elastisitas alveolus. Emfisema ditandai dengan pernapasan yang pendek
yang disebabkan oleh kesulitan untuk menghembuskan seluruh udara keluar dari
paru-paru karena tekanan udara yang berlebihan dari kantung udara di dalam paru-
paru (alveoli). Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas. Asap rokok dan
kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paru-
paru ini. ( Obat Emfisema Herbal )
6. Bronkitis
Bronkitis adalah suatu peradangan pada cabang tenggorok (bronchus) (saluran udara
ke paru-paru). Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh
sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit
jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius. (
Obat Herbal Bronkitis )
7. Asbestosis
Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernapasan yang terjadi akibat menghirup
serat-serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk jaringan parut yang luas. Asbestos
terdiri dari serat silikat mineral dengan komposisi kimiawi yang berbeda. Jika
terhisap, serat asbes mengendap di dalam dalam paru-paru, menyebabkan parut.
Menghirup asbes juga dapat menyebabkan penebalan pleura (selaput yang melapisi
paru-paru).
8. Sinusitis
Sinusitis merupakan penyakit peradangan pada bagian atas rongga hidung atau sinus
paranasalis. Penyakit sinusitis disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, virus,
menurunnya kekebalan tubuh, flu, stress, kecanduan rokok, dan infeksi pada gigi. (
Obat Sinusitis Herbal )
9. Tuberculosis (TBC)
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman
Mycobacterium tuberkulosis yang bersifat sistemik, yang dapat bermanifestasi pada
hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan
lokasi infeksi primer. Bakteri ini menyerang paru-paru sehingga pada bagian dalam
alveolus terdapat bintil-bintil. Penyakit ini menyebabkan proses difusi oksigen yang
terganggu karena adanya bintik-bintik kecil pada dinding alveolus. ( Obat Herbal
TBC )
10. Pneumonia
Pneumonia atau juga di sebut dengan Radang paru-paru merupakan suatu penyakit
pada paru-paru dimana pulmonary aveolus yang bertangggung jawab menyerap
oksigen dari atmosfer meradang dan terisi oleh cairan. Radang paru-paru dapat
disebabkan oleh beberapa penyebab termasuk oleh infeksi bakteria, virus, jamur, atau
pasilan (parasit). Radang paru-paru dapat disebabkan oleh bakteri streptococcus dan
mycopalsma pneumoniae. Radang paru-paru juga dapat disebabkan oleh kepedihan
zat-zat kimia atau cedera jasmani pada paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit
lainnya.Seperti kanker paru-paru atau berlebihan minum alkohol. ( Cara
Menyembuhkan Pneumonia )
11. Dipteri
Dipteri adalah infeksi pada saluran pernapasan bagian atas. Pada umumnya,
disebabkan oleh Corynebacterium diphterial. Pada tingkat lanjut, penderitanya dapat
mengalami kerusakan selaput jantung, demam, lumpuh, bahkan meninggal dunia.
12. Renitis
Renitis merupakan peradangan pada rongga hidung sehingga hidung menjadi bengkak
dan banyak mengeluarkan lendir. Gejala-gejala yang timbul pada seseorang yang
menderita renitis antara lain bersin-bersin, hidung gatal, hidung tersumbat, dan berair
(ingus encer). Renitis bisa timbul karena alergi atau faktor lain.
13. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
Upper Respiratory tract Infection (URI) merupakan penyakit yang menyerang sistem
pernapasan manusia bagian atas, yaitu hidung, laring (tekak), dan tenggorokan.
Penyakit ini sering dijumpai pada masa peralihan cuaca. Penyebab munculnya ISPA
hampir sama dengan influenza, yaitu karena kekebalan tubuh yang menurun.
Sedangkan bakteri yang dapat menyebabkan ISPA berasal dari jenis Stafilokokus,
Streptokokus, dan Pneumokokus.ISPA dibagi dalam tiga tingkat, yaitu ringan, sedang,
dan berat. Gejala ISPA ringan berupa batuk, suara serak, hidung berlendir
(mengeluarkan ingus), dan demam (atau suhu badan terasa meningkat tidak seperti
biasanya). ( Cara Menyembuhkan ISPA
14. Kanker Paru-Paru
Penyakit ini merupakan salah satu yang paling berbahaya. Sel-sel kanker pada paru-
paru terus tumbuh tidak terkendali. Penyakit ini lamakelamaan dapat menyerang
seluruh tubuh. Salah satu pemicu kanker paru-paru adalah kebiasaan merokok.
Merokok dapat memicu terjadinya kanker paru-paru dan kerusakan paru-paru.
15. SARS
SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) adalah sebuah penyakit pernapasan yang
disebabkan oleh virus Coronavirus dari ordo Coronaviridae. Virus ini menginfeks i
saluran pernapasan. Gejalanya berbedabeda pada tiap penderita, misalnya pusing,
muntah-muntah, disertai panas tinggi dan batuk. Sementara itu, gangguan yang tidak
disebabkan oleh infeksi antara lain rinitis, yaitu peradangan pada membran lendir
(mukosa) rongga hidung. Banyaknya lendir yang disekresikan, mengakibatka n
peradangan. Biasanya, terjadi karena alergi terhadap suatu benda, seperti debu atau
bulu hewan.
16. Rinitis
Rinitis adalah radang pada rongga hidung akibat infeksi oleh virus, missal virus
influenza. Rinitis juga dapat terjadi karena reaksi alergi terhadap perubahan cuaca,
serbuk sari, dan debu. Produksi lendir meningkat.
17. Laringitis
Laringitis adalah radang pada laring. Penderita serak atau kehilangan suara.
Penyebabnya antara lain karena infeksi, terlalu banyak merokok, minum alkohol, dan
terlalu banyak serak.
18. Legionnaries
Legionnaries adalah penyakit paru-paru yang disebabkan bakteri legionel la
pneumophilia. Bentuk infeksinya mirip dengan pneumonia.
19. Asfiksi
Asfiksi adalah gangguan dalam pengangkutan jaringan toksigen ke jaringan yang
disebabkan oleh terganggunya fungsi paru-paru, pembuluh darah, atau jaringan tubuh.
Asfiksi disebababkan oleh: tenggelam (akibat alveolus terisi air), pneumonia
(akibatnya alveolus terisi cairan lendir dan cairan limfa), keracunan CO dan HCN,
atau gangguan sitem sitokrom (enzim pernapasan )
20. Hipoksia
Hipoksia yaitu gangguan pernapasan dimana kondisi sindrom kekurangan oksigen
pada pada jaringan tubuh yang terjadi akibat pengaruh perbedaan ketinggian.Pada
kasus yang fatal dapat menyebabkan kematian pada sel-sel. Namun pada tingkat yang
lebih ringan dapat menimbulkan penekanan aktivitas mental (kadang-kadang
memuncak sampai koma), dan menurunkan kapasitas kerja otot. ( Obat Herbal untuk
Penderita Hipoksia )
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis
yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan
bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan
virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem
kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga
menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat
berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel
tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena
beberapa jenis kanker.
Sistem imunitas mukosa merupakan bagian sistem imunitas yang penting dan
berlawanan sifatnya dari sistem imunitas yang lain. Sistem imunitas mukosa lebih bersifat
menekan imunitas, karena hal-hal berikut; mukosa berhubungan langsung dengan
lingkungan luar dan berhadapan dengan banyak antigen yang terdiri dari bakteri
komensal, antigen makanan dan virus dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan sistem
imunitas sistemik. Antigen-antigen tersebut sedapat mungkin dicegah agar tidak
menempel mukosa dengan pengikatan oleh IgA, barier fisik dan kimiawi dengan enzim-
enzim mukosa.

3.2 SARAN

Imunoserologi mengenai mekanisme imun pada virus di mukosa yang telah disajikan

dalam makalah ini, dapat dijadikan referensi ataupun tambahan wawasan bagi pembaca sehingga

dapat membedakannya dan dapat menerapkanya secara tepat.


DAFTAR PUSTAKA

AbbasAK,Lichtman AH, Pober JS. Laboratory techniques commonly used in


immunology.Dalam;celluler and molecular immunology 4thed. Philadelhia,
WBSaunders Co, 2000;515-28

Nakamura RMand Fucher ES. Antybody as reagent. Dalam: Henry JB(ed) Todd-Sanford-
Davidshon, Clinical Laboratory Imunology.3rded. Washington DC,Am SocMicrobiol
1986; 14-24

Connor JM,Ferguson-Smith MA. DNA analysis. Dalam: Essential medical Geneyics. 3rd ed.
Lando, Blackwell SC Publ 1991;22-25

Hellerstain MK. Measuremn of T-cell kinetics: recent methodologic advences. Immonol


Today; 1999;20:438-41

Rolfs A, Schuller I, Finckh U,Waber-Rolfs I. PCR : Clinical diagnostic and research. Berlin;
Springer Verlag, 1992

Anda mungkin juga menyukai