Anda di halaman 1dari 10

Tugas

Askep Encephalitis

Nama : Rudi Hartono


Nim : 2015012

Dosen Pembimbing : Ns.Arlina Jamaran,S.Kep,M.Kep

Akademi Keperawatan
YPTK Solok
2015/2016
A. Konsep dasar Medis
1. Pengertian
Ensefalitis adalah merupakan proses radang akut yang melibatkan meningen dan jaringan
sampai tingkat yang bervariasi, infeksi ini relative lazim dan dapat disebabkan oleh sejumlah
agen yang berbeda. (Donna. L. Wong, 2000).
Enchepalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat disebabkan
karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Enchepalitis karena bakteri dapat masuk melalui
fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan serangga, nyamuk (arbo
virus) yang kemudian masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah. Pemberian
imunisasi juga berpotensi mengakibatkan enchepalitis seperti pada imunisasi polio.
Enchepalitis karena amuba diantaranya amuba Naegleria Fowleri, acantamuba culbertsoni,
yang masuk melalui kulit yang terluka. ( Dewanto, 2007).
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa,
jamur, ricketsia atau virus. (Arif Mansur, 2000).
Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang
ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis atau komplikasi dari
penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri).
Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic.
(Tarwoto & Wartonah, 2007).
2. Etiologi
1. Mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus.
Macam-macam Encephalitis virus menurut Robin :
a. Infeksi virus yang bersifat epidermik :
- Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO.
- Golongan virus ARBO : Western Equire Encephalitis, St. Louis Encephalitis, Eastern
Equire Encephalitis, Japanese B. Encephalitis, Murray Valley Encephalitis.
b. Infeksi virus yang bersifat sporadic :
Rabies, herpes simplek, herpes zoster, limfogranuloma, mumps, limphotic,
choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c. Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca vaksinia,
pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus
respiratorius yang tidak spesifik.
2. Reaksi toksin seperti pada thypoin fever, campak, chicken pox.
3. Patofisiologi

4. Manifestasi Klinis
1. Demam
2. Sakit kepala dan biasanya pada bayi disertai jeritan
3. Pusing
4. Muntah
5. Nyeri tenggorokan
6. Malaise
7. Nyeri ekstrimitas
8. Pucat
9. Halusinasi
10. Kejang
11. Gelisah
12. Gangguan kesadaran

5. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan cairan serebrospinal warna dan jernih terdapat pleocytosis berkisar
antara 50-200 sel dengan dominasi sel limfosit. Protein agak meningkat sedangkan
glukosa dalam batas normal.
2. Pemeriksaan EEG memperlihatkan proses inflamasi yang difuse bilateral dengan
aktivitas rendah.
3. Pemeriksaan virus ditemukan virus pada CNS didapatkan kenaikan titer antibodi
yang spesifik terhadap virus penyebab.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada encaphilitis menurut Victor, 2001 antara lain :
a. Isolasi : bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
a) Ampicillin: 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
b) Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara signifikan
dapat menurun mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara
intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk
mencegah kekambuhan.
d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
e. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak.
f. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan yang diberikan
tergantung keadaan anak.
g. Glukosa 20 %, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set
untuk menghilangkan edema otak.
h. Kortikosteroid intramusculas atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan
edema otak.
i. Mengontrol kejang : Obat ontikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang.
Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
j. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
k. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bisa diulang dengan dosis yang sama.
l. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan
dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
m. Mempertahankan ventilasi : bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-
31/menit)
n. Penatalaksanaan shock septik.
o. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
p. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang
mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan,
daerah proksimal beris dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2
mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi
dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau
parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral.

7. Komplikasi
Komplikasi pada encephalitis berupa :
a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Gangguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis
i. Anak menjadi perusak dan melakukan tingakan asosial lain.
8. Masalah yang Lazim Timbul
1. Risiko infeksi b.d diseminata hematogen dari patogen. Stasis cairan tubuh. Penekanan
respon inflamasi (akibat obat). Pemajanan orang lain terhadap patogen.
2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d edema cerebral yang
mengubah/menghentikan aliran darah/vena.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
4. Nyeri b.d adanya proses infeksi/inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
5. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromoskuler penurunan
kekuatan/ketahanan.
6. Hipertermi.
7. Risiko cedera.
8. Ketidakmampuan koping keluarga.
9. Distres spiritual b.d ketidakmampuan berinteraksi sosial, perubahan hidup, sakit
kronis.
10. Defisit perawatan diri.
11. Disfungsi seksual.

B. Konsep dasar Asuhan Keperawatan Ensefalitis


I. Riwayat Penyakit
A. Keluhan Utama
Hal yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah kejang disertai penurunan tingkat kesadaran.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pengkajian klien ensefalitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan
akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan tersebut diantaranya sakit kepala dan
demam yang merupakan gejala awal yang sering terjadi. Sakit kepala berhubungan
dengan ensefalitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi selaput otak. Demam
umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan
atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkan klien mengalami campak,
cacar air, herpes, dan bronkopneumenia. Pengakajian pada anak mungkin didapatkan
riwayat menderita penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti virus influenza, varisela,
adenovirus, coxsachie, ekhovirus, atau parainfluenza, infeksi bakteri, parasit sel satu,
cacing, fungus, riketsia. Pengkajian penggunaan obat-obat yang sering digunakan klien,
seperti pemakaian obat kortikosteroid, antibiotik dan reaksinya (untuk menilai resistensi
pemakaian antibiotik) dapat meningkatkan kompherensifnya pengkajian.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dan
lain-lain. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus, E, Coli, dan lain-lain.
E. Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien ensefalitis meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan perilaku
klien.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga
dan masyarakat serta respon dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecacatan, cemas, serta ketidak mampuan untuk untuk melakukan
aktifitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan klien selama
masa setres, meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini
yang telah diketahui dan perubahan perilaku akibat setres.

II. Pemeriksaan Fisik


1) Tanda-Tanda Vital (TTV)
Pada klien ensefalitis biasanya didapatkan peningkatan suhu lebih dari normal 39-41.
Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput otak yang sudah
mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan
tanda-tanda peningkatan TIK. Jika disertai peningkatan frekuensi nafas sering berhubungan
dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernafasan
sebelum mengalami ensefalitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena
tanda-tanda peningkatan TIK.
2) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas,
dan peningkatan frekuensi nafas yang sering didapatkan pada klien ensefalitis yang
disertai adanya gangguan pada sistem pernafasan. Palpasi biasanya taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan ensefalitis karena akumulasi sekret dari penurunan kesadaran.
3) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovelemik) yang
sering terjadi pada klien ensefalitis yang telah mengganggu autoregulasi dari sistem
kardiovaskuler.
4) B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
Pengkajian tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya berkisar pada tingkat
letargi, stupor dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma, penilaian GCS
sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau
pemberian asuhan.
Pengkajian fungsi serebral
Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien ensefalitis tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
Pengkajian saraf kranial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf I-XII
Saraf I : biasanya pada klien ensefalitis tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada
kelainan.
Saraf II : tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema
mungkin didapatkan terutama pada ensefalitis supuratif disertai abses serebri dan
efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.
Saraf III, IV dan VI : pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien ensefalitis
yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut
ensefalitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi
dan reaksi pupil akan di dapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien
ensefalitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap
cahaya.
Saraf V : pada klien ensefalitis didapatkan paralisis pada otot sehingga mengganggu proses
mengunyah.
Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis
unilateral.
Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik, sehingga mengganggu
pemenuhan nutrisi via oral.
Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari
klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
Saraf XII : lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecapan normal.
Pengkajian sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan, dan koordinasi pada ensefalitis tahap
lanjut mengalami perubahan.
Pengkajian refleks
Pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum
derajat refleks pada respon normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien
ensefalitis dengan tingkat kesadaran koma.
Gerakan involunter : tidak ditemukan adanya tremor, tic dan distonia. Pada keadaan
tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan ensefalitis
disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga
berhubungan dengan ensefalitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang
peka.
Pengkajian sistem sensorik
Pemeriksaan sensoris pada ensefalitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri dan suhu yang
normal, tidak ada sensasi abnormal dipermukaan tubuh, sensasi propriosefsi dan diskriminatif
normal. Inflamasi pada selaput otak mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali
pada ensefalitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, yaitu adanya upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesulitan karena adanya spasme otot-otot leher.
5) B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem kemih biasanya didapatkan penurunan volume urine output,
yang berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
6) B5 (Bowel)
Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi
pada klien ensefalitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.
7) B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara
umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang lain.

III. Diagnosis Keperawatan


1) Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret,
kemampuan batuk menurun akibat penurunan tingkat kesadaran
3) Resiko pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
4) Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status
mental dan penurunan tingkat kesadaran
5) Nyeri yang berhubungan dengan iritasi lapisan otak
6) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,
penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif
7) Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang
sensori, transmisi sensori, dan integrasi sensori

IV. Perencanaan
Sasaran klien dapat meliputi jalan nafas klien yang bersih dan kembali efektif, klien bebas
dari cedera, dan nutrisi klien terpenuhi

Anda mungkin juga menyukai