Anda di halaman 1dari 25

BAB I

Pendahuluan

Latar Belakang Masalah


Dalam perjalanan sejarah eksistensi Pancasila sebagai dasar
filsafat Negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam
interpretasi dan manipulasi poliltik sesuai dengan kepentingan
penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung di
balik legitimasi ideology Negara Pancasila. Dengan kata lain Pancasila
tidak lagi dijadikan Pandangan hidup bangsa dan Negara Indonesia.

Berdasarkan kenyataan tersebut diatas gerakan reformasi


berupaya untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu
sebagai dasar Negara Republik Indonesia yang direalisasikan dalam
TAP SI MPR No. XVIII/MPR/1998 disertai dengan pencabutan P-4 dan
sekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya azas bagi
Organisasi Sosial Politik (ORSOSPOL) di Indonesia.

Pancasila merupakan pandangan hidup dan falsafah bangsa


Indonesia yang mana dahulu pernah akan digantikan keberadaannya
dari hati sanubari rakyat Indonesia oleh paham ideology lain.
Pancasila adalah pandangan hidup yang ber-Ketuhanan Maha Esa
yang artinya bahwa manusia adalah makhluk ciptaan tujan yang wajib
percaya dan menyembah-NYA. Pancasila menjunjung tinggi
kemanusiaan, keadilan, persatuan, kesatuan, keserasian, keselarasan
dan keseimbangan. Pancasila bersifat akomodatif dan menganut
system pemerintahan demokrasi berdasarkan kebijaksanaan
musyawarah dan mufakat. Pancasila diamalkan melalui pembangunan
nasional dalam empat bidang politik, ekonomi, social budaya dan
pertahanan keamanan. Dengan mendalami nilai-nilai luhur Pancasila
tentu kita sadar dan yakin akan keunggulan Pancasila.

1
Hal-hal tersebut diatas merupakan modal utama untuk menangkal
bahaya laten komunisme ataupun laten-laten yang lain. Cara pandang
masyarakat mengenai Pancasila mulai masa Orde Baru sampai Orde
Reformasi mengalami perkembangan persepsi yang berbeda. Masa
Orde Baru dimana penerapan Pancasila dilaksanakan secara
konsisten dan terarah walaupun masih banyak penyimpangannya. Dari
dulu hingga sekarang kita kenal dengan Wawasan Nusantara yang
artinya cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan
lingkungan nya kini lambat laun pudar dan hampir-hampir siswa
sekolah kurang mengerti akan hal ini, itu merupakan salah satu contoh
kemunduran dari penerapan dari nilai-nilai Pancasila. Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang biasa kita kenal
dengan P4 mungkin merupakan salah satu contoh upaya pemerintah
dalam menanamkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila
tapi pada masa reformasi nilai-nilai tersebut mulai pudar dan hilang
dalam pandangan masyarakat Indonesia. Pada masa reformasi
penghayatan dan pengamalan Pancasila rupanya mulai hilang dari
benak warga Indonesia. Ancaman disintegrasi bangsa merupakan
salah satu contoh kurangnya pemahaman terhadap nilai luhur
Pancasila. Toleransi beragama pun juga mengalami pengapuran. Jadi
bila dibandingkan dengan masa reformasi penerapan nilai-nilai luhur
Pancasila lebih baik pada masa orde baru yang pelaksanaannya
dilakukan dengan konsisten serta tanggungjawab. Tapi mengapa TAP
MPR No. 2 tahun 1978 di cabut tanpa harus ada formula
penggantinya? Banyak sekali permasalahan yang harus kita sikapi
dengan cermat mengenai perlunya kita memahami Pancasila dan
bagaimana menjalankannya secara murni dan konsekuen ?

Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis Pancasila beserta Permasalahannya yang berkaitan
dengan masalah SARA, HAM dan Krisis Ekonomi

2
2. Dapat memahami dan memperluas wawasan tentang
permasalahan-permasalahan yang sering terjadi dewasa ini di
Indonesia
3. Menyimpulkan dan mencari jalan keluar (solusi) dari berbagai
macam masalah yang berkaitan dengan penerapan dan
pengamalan Pancasila.

3
BAB II
PANCASILA dan PERMASALAHANNYA
(SARA, HAM dan KRISIS EKONOMI)

2. Permasalahan
2. 1. Isu SARA
Realitas budaya nusantara yang plural berdasarkan
kemajemukan komunitas etnis yang hidup di atas pulau atau
gugusan pulau yang dipisahkan oleh lautan menunjukkan
berbagai macam perbedaan. Perbedaan peta geografis dan etnis-
kultural inilah yang berpotensi sebagai sumber dari berbagai jenis
konflik yang timbul secara alamiah atau yang dengan sengaja
direkayasa menjadi konflik. Jenis konflik ditimbulkan, antara lain,
oleh isu SARA dan oleh adanya ketegangan antara keinginan
untuk mempertahankan diri sebagai komunitas lokal pada satu
sisi, dan pada sisi lain lemahnya perekat keadilan yang
seharusnya dapat merekat seluruh komunitas agar dapat
mempersatukan diri sebagai sebuah bangsa dengan makna
dalam ungkapan bhinneka tunggal ika sebagai jatidiri.

Secara alamiah timbul konflik pada sebagian komunitas


nusantara yang ingin mempertahankan identitas komunalnya
dalam konteks etnis-kultural, termasuk SARA, menghadapi
nasionalisme melalui arus transformasi politik yang ingin
membangun sebuah masyarakat baru, yaitu masyarakat bangsa
dari seluruh komunitas nusantara yang hidup di dalam bekas
wilayah jajahan Hindia Belanda yang heterogenik. Berdasarkan
keinginan alamiah inilah pula, maka ada elite yang ingin
daerahnya merdeka sebagai negara atau merdeka di dalam
status negara federal setelah proklamasi 17 Agustus 1945.

4
Di antara konflik yang paling meresahkan ialah konflik yang
bersumber dari isu SARA dan isu yang ditimbulkan oleh
kecenderungan kuat sebagian warga dan kelompok komunitas
nusantara yang menolak persatuan Indonesia (NKRI) atau tak
menginginkan terbangunnya masyarakat baru yang bernama
bangsa Indonesia. Konflik di dalam membangun sebuah
masyarakat bangsa yang utuh, aman, dan damai ditimbulkan oleh
transformasi politik yang diwujudkan melalui pembangunan
bangsa secara tak adil atau yang menyimpang dari tujuan
nasional sebagai manifestasi dari kepentingan bersama.

Secara fenomenal dapat disimak bahwa sebagian


kerusuhan dan pemberontakan di sejumlah daerah bermuatan
bibit konflik yang berisu SARA atau berisu separatisme. Sebagian
pemberontakan yang bernuansa separatisme disebabkan oleh
kesenjangan dari proses pembangunan dan hasilnya antara pusat
dan daerah. Keadilan yang tidak dapat atau kurang dinikmati, baik
di dalam partisipasi pembangunan, maupun di dalam penikmatan
hasil pembangunan antara pusat dan daerah, telah melahirkan
kesenjangan yang mengundang konflik dan ketegangan yang
berkembang menjadi pemberontakan.

Pemadaman pemberontakan terhadap gerakan separatis di


sejumlah daerah, seperti RMS, PRRI/Permesta, Daud Beureu di
Aceh, Kartosuwiryo di Jabar, Kahar Muzakkar di Sulsel, dan
gerakan OPM, secara militer atau secara represif tidak
menyelesaikan akar persoalan. Selama keadilan yang menjadi
substansi utama yang dapat merekat segenap masyarakat plural
di atas bumi nusantara gagal diwujudkan, selama itu potensi
konflik akan tetap mengancam, termasuk ancaman politik yang
bernuansa separatisme.

5
Berbagai kerusuhan yang bernuansa SARA selama ini dan
api pemberontakan di tahun 50-an dan sesudahnya beraroma
separatisme sudah berhasil dipadamkan. Namun, bara apinya
mungkin saja masih tersisa. Lanjutan tindakan pemulihan
kehidupan masyarakat melalui pembangunan yang berkeadilan
dan berkeseimbangan adalah jawaban jitu untuk benar-benar
memadamkan seluruh sumber api kerusuhan dan pemberontakan
dalam berbagai bentuknya. Terwujudnya keadilan akan
menyempitkan kesenjangan sebagai lahan subur bagi tumbuh
dan berkembangnya potensi konflik, baik yang bernuansa SARA,
maupun yang bermuatan isu separatisme.

Isu-isu SARA yang saat ini sedang menjadi perbincangan di


kalangan publik tentang maraknya paham-paham sesat yang
sangat meresahkan bahkan sampai kasus penistaan agama yang
dilakukan oleh salah satu ormas agama tertentu tehadap agama
lain sangat mengganggu ketentraman kehidupan berbangsa dan
bernegara kita. Bila kita bertolak dari dasar Negara kita yaitu
Pancasila sebagai Pandangan hidup bangsa Indonesia
khususnya sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa telah
dijelaskan secara gamblang bahwa setiap warganegara Indonesia
diwajibkan memeluk agama yang telah ada untuk diyakini. Dalam
pengertian inilah maka Negara menegaskan dalam Pokok Pikiran
ke IV UUD 1945 bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan yang
Maha Esa atas dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Pada proses reformasi dewasa ini di beberapa wilayah Negara
Indonesia terjadi konflik sosial yang bersumber pada masalah
SARA khususnya masalah agama. Hal ini menunjukkan
kemunduran bangsa Indonesia kearah kehidupan beragama yang
tidak berkemanusiaan dan betapa melemahnya toleransi
kehidupan beragama yang berdasarkan Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab. Bila kita mengerti dan memahami apa yang telah

6
dijabarkan dalam butir-butir Pancasila tentunya kasus-kasus
konflik social yang menjurus pada SARA tentunya dapat kita
hindari. Dengan semangat saling menghormati perbedaan
keyakinan, toleransi beragama dan tenggang rasa tentu kita
bisa mewujudkan suasana kehidupan yang harmonis dan
penuh kerukunan menuju Indonesia yang Merdeka seutuh-
utuhnya.

2. 2. Hak Asasi Manusia (HAM)


Masalah HAM menjadi salah satu pusat perhatian manusia
sejagat, sejak pertengahan abad kedua puluh. Hingga kini, ia
tetap menjadi isu aktual dalam berbagai peristiwa sosial, politik
dan ekonomi, di tingkat nasional maupun internasional.

Menurut konsiderans UU Hak Asasi Manusia No. 39 tahun


1999 bahwa yang dimaksud dengan hak asasi manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-NYA yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Disamping itu menurut UU No. 39 ttahun 1999 tersebut juga
menentukan Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar atau hak-
hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah
Tuhan Yang Maha Esa. Hak Asasi ini menjadi dasar daripada
hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang lain.

Hak Asasi tidak dapat dituntut pelaksanaannya secara


mutlak karena penuntutan pelaksanaan hak asasi secara mutlak
berarti melanggar hak asasi yang sama dari orang lain.

7
Hak Asasi Manusia yang kemudian disingkat HAM adalah
permasalahan yang selama dua atau tiga tahun terakhir menjadi
bahan perbincangan masyarakat. Banyak contoh kasus-kasus
pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Pelanggaran HAM
pada saat pelaksanaan jajak pendapat Referendum Timor Timur.
Kasus Daerah Operasi Militer (DOM) di daerah Serambi Mekkah
Aceh yang banyak menelan korban jiwa dari pihak masyarakat
sipil dan disinyalir banyak di lakukan oleh oknum-oknum tentara
yang notabene adalah para aparat-aparat Negara sampai dengan
kasus sengketa tanah yang melibatkan salah satu unsur alat
pertahanan negara yaitu tentara dalam hal ini Marinir dengan
warga Alas Tlogo Pasuruan. Hal ini sangat bertentangan dengan
apa yang terkandung dalam nilai-nilai Pancasila. Banyak tokoh
yang dinyatakan sebagai tersangka tapi pada kenyataannya para
pelaku masih bebas berkeliaran sementara keluarga korban
menanti kepastian hukum tentang apa yang dialaminya. Tapi
perlu kita ketahui sebenarnya kesalahan maupun pelanggaran itu
juga tidak sepenuhnya dilakukan oleh para oknum tentara.
Masyarakat sipil mempunyai hak untuk hidup tentara pun
demikian. UU No. 39 tahun 1999 juga menentukan Kewajiban
Dasar Manusia yaitu seperangkat kewajiban yang apabila tidak
dilaksanakan tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak
asasi manusia. Seperti yang tertuang dalam Undang-undang
Dasar 1945 pasal 28i ayat 5 (amandemen ke 2) yang berbunyi
Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai
dengan prinsip Negara hukum yang demokratis maka
pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 28j ayat 1 dan 2
(amandemen ke 2) yang intinya setiap manusia wajib
menghormati hak asasi manusia dan wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang sesuai dengan

8
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokratis. Jadi dalam masalah
ini kita perlu secara cermat menanggapi kasus-kasus seperti ini
karena permasalahan yang demikian sangatlah kompleks dan
sangat rentan terhadap perpecahan atau ancaman diintegrasi
bangsa.

Hak Asasi Manusia: Makna dan Historisitas.


Dari membandingkan beberapa definisi tentang hak, ia dapat
dimaknai sebagai sesuatu nilai yang diinginkan seseorang untuk
melindungi dirinya, agar ia dapat memelihara dan meningkatkan
kehidupannya dan mengembangkan kepribadiannya. i Hak itu
mengimplisitkan kewajiban, karena pada umumnya seseorang
berbicara tentang hak manakala ia mempunyai tuntutan yang
harus dipenuhi pihak lain. Dalam pergaulan masyarakat, adalah
mustahil membicarakan tanpa secara langsung mengaitkan hak
itu dengan kewajiban orang atau pihak lain.

Dari sejumlah hak-hak manusia itu ada yang dinilai asasi.


Dalam kata asasi terkandung makna bahwa subjek yang memiliki
hak semacam itu adalah manusia secara keseluruhan, tanpa
membedakan status, suku, adat istiadat, agama, ras, atau warna
kulit, bahkan tanpa mengenal kenisbian relevansi menurut waktu
dan tempat. Dengan demikian, hak asasi manusia haruslah
sedemikian penting, mendasar, diakui oleh semua peradaban,
dan mutlak pemenuhannya.

Kesadaran akan hak asasi dalam peradaban Barat timbul


pada abad ke-17 dan ke 18 Masehi sebagai reaksi terhadap
keabsolutan raja-raja kaum feodal terhadap rakyat yang mereka
perintah atau manusia yang mereka pekerjakan. Sebagaimana
dapat diketahui dalam sejarah, masayarakat manusia pada

9
zaman dahulu terdiri dari dua lapisan besar : lapisan atas,
minoritas, yang mempunyai hak-hak; dan lapisan bawah, yang
tidak mempunyai hak-hak tetapi hanya mempunyai kewajiban-
kewajiban, sehingga mereka diperlakukan sewenang-sewenang
oleh lapisan atas. Kesadaran itu memicu upaya-upaya
perumusan dan pendeklerasian HAM, menurut catatan sejarah
HAM berkembang melalalui beberapa tahap. Hal ini terutama
dapat dilihat dalam sejarah ketatanegaraan di Inggris dan
Prancis. Yaitu ditandainya dengan keberhasilan rakyat Inggris
memperoleh hak tertentu dari raja dan pemerintahan Inggris yang
dituangkan dalam berbagai piagam seperti: Petition Of Rights
tahun 1628, Habeas Corpus Act tahun 1679 dan Bill Of Rights
tahun 1689 serta dikeluarkannya Declaration des D du Citoyen
tahun 1789 di Prancis.ii Selain dua negara di atas, Bill Of Rights
juga terjadi di negara bagian Virginia tahun 1776, deklarasi
kemerdekaan 13 Negara Bagian Amerika Serikat tahun 1789.

Setelah berakhirnya perang dunia I dan II dibentuk PBB dan


dikeluarkan pernyataan HAM internasional : Universal Declaration
of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948, dan disusul
dengan Covenant on Civil and Political Rights tahun 1966 dan
Covenant on Economic, Social and Cultur Rights tahun 1966 dan
Optional Protocol to he Covenant on Civil and Political Rights
tahun 1966. Kempat dokumen HAM internasional sering disebut
sebagai The International Bill Of Human Rights.

Dokumen-dokumen tersebut merupakan instrumen normatif


HAM internasional yang harus dihormati dan dipatuhi oleh setiap
negara anggota PBB. Bahkan dalam Covenant on Civil and
Political Rights dimuat beberapa HAM yang penerapannya tidak
dapat diperkecualikan meskipun dalam keadaan sabagai luar

10
biasa. Apapun kedaaannya hak-hak yang dianggap sebagai
intisari dari HAM harus tetap dihormati.

Adanya pengakuan dan perlindungan kedudukan pribadi


dalam instrumen HAM tersebut menunjukkan adanya kemajuan
dalam nilai dan norma yang mendasari hubungan antar negara.
HAM yang dulu lebih merupakan urusan dalam negri masing-
masing negara telah bergeser menjadi nilai dan hubungan
internasional, yaitu dibuktikan dengan adanya persetujuan semua
negara, setidak-tidaknya negara-negara anggota PBB terhadap
deklarasi, konvensi dan konvenan HAM internasional.

Deklarasi PBB tersebut dapat diklasifakasikan dalam tiga


katagori:
1. Hak sipil dan hak ploitik, hak persamaan /kemerdekaan sejak lahir
(pasal 1), hak untuk hidup (pasal 3), hak untuk memperoleh
keadilan didepan hukum (pasal 6-8), hak untuk memperoleh
perlakuan yang manusiawi (tidak sewenang-wenang) dalam
penyelesain tertib sosial (pasal 5, dan 9-11), hak untuk bebas
bergerak, mencari suaka ke negara lain, dan menetapkan suatu
kewarganegaraan (pasal 13-15), hak untuk menikah dan
membangun keluarga (pasal 16), hak untuk bebas berpikir,
berkesadaran dan beragama (pasal 18-19), dan hak untuk
berkumpul dan berserikat (pasal 20-21).
2. Hak eknomi dan sosial (pasal 22- 28) antara lain; hak untuk
bekerja dan memeperoleh upah yang layak, hak untuk beristirahat
dan berkreasi, hak untuk mendapat liburan periodik dengan
(tetap) mendapat upah, hak untuk menikmati standar hidup yang
cukup, termasuk perumahan dan pelayanan medis, hak untuk
memperoleh jaminan sosial, hak untuk memperoleh pendidikan,
dan hak untuk berperan serta dalam kegiatan kebudayaan.

11
3. Dan hak kolektif mencakup hak semua bangsa untuk menentukan
nasibnya sendiri, hak semua ras dan suku bangsa untuk bebas
dari segala bentuk diskrimainasi, hak masyarakat untuk bebas
dari neo-kolonialisme (pasal 28-30).

Hak-hak asasi manusia di atas, walaupun merupakan


dekalarasi PBB dimana seluruh bangsa dari pelbagai penjuru
dunia terlibat, namun harus diakui berasal dari buah pemikiran
dan anak peradaban barat.

Pengaturan HAM di Indonesia dapat dilihat dari berbagai


peraturan perundang-undangan, khususnya dalam pembukaan
dan batang tubuh Undang-undang Dasar 1945 serta peraturan
perundangan lain diluar UUD 1945, misalnya HAM yang
berhubungan dengan proses peradilan dalam UU No. 14 Tahun
1970 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
dan UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan sebagainya.
Sedangkan konsepsi HAM bangsa Indonesia dapat dilihat dalam
ketetapan MPR No. II/MPR/1998 tentang Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN) dan tercantum dalam Bidang
Pembangunan Hukum yang menyatakan bahwa :
"HAM sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa adalah hak-hak
dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia dan Meliputi
: hak untuk hidup layak, hak memeluk agama dan beribadat
menurut agama masing-masing, hak untuk berkeluarga dan
memperoleh keturunan melalui perkawinan yang sah, hak untuk
mengembangkan diri termasuk memperoleh pendidikan, hak
untuk berusaha, hak milik perseorangan, hak memperoleh
kepastian hukum dan persamaan kedudukan dalam hukum,
keadilan dan rasa aman, hak mengeluarkan pendapat, berserikat
dan berkumpul."

12
Dari latar historis beberapa perumusan dan dekalarasi HAM
(yaitu: perlindungan terhadap kebebasn individu di depan
kekuasan raja, kaum feodal atau negara yang domina atau
tersentaralisasi), dan kesadaran ontologis tentang struktur
deklarasi PBB, serta kesadaran historis tentang peradaban yang
melahirkannya, dapatlah diidentifikasi karektaristik utama HAM.
Perspektif Barat dalam melihat HAM dapat disebut bersifat
antrhoposentris, dengan pengertian bahwa manusia dipandang
sebagai ukuran bagi segala sesuatu karena ia adalah pusat atau
ttitik tolak dari semua pemikiran dan perbuatan. Produk dari
perspektif antrhoposentris ini tidak lain adalah individu yang
otonom.

Hak dapat dimaknai sebagai suatu nilai yang diinginkan


seseorang untuk melindungi dirinya, agar ia dapat ia memelihara
dan meningkatkan kehidupannya dan mengembangkan
kepribadiannya. Ketika diberi imbuhan asasi, maka ia sedemikian
penting, mendasar, diakui oleh semua peradaban, dan mutlak
pemenuhannya.

Setelah melalui proses yang panjang, kesadaran akan hak


asasi manusia mengglobal sejak 10 Desember 1948 dengan
ditetapkannya oleh PBB Deklarasi tentang Hak Asasi Manusia.
Deklarasi PBB ini, juga deklarasi-deklarasi sebelumnya,
dirancang untuk melindungi kebebasan individu di depan
kekuasaan raja, kaum feodal, atau negara yang cenderung
dominan dan terdesentralisasi. Karena itu, deklarasi-deklarasi
tersebut, yang nota bene anak peradaban Barat, melihat hak-hak
asasi manusia dalam perspektif anthroposentris.

Dalam hal pelaksanaan hak-hak asasi manusia dalam


Pancasila yang perlu mendapat perhatian kita adalah bahwa

13
disamping hak-hak asasi, wajib-wajib asasi harus kita penuhi
terlebih dahulu dengan penuh rasa tanggungjawab. Hak-hak
asasi manusia dilaksanakan dalam rangka hak-hak serta
kewajiban warga Negara.

2. 3. Krisis Ekonomi
TAHUN 1998 menjadi saksi bagi tragedi perekonomian
bangsa. Keadaannya berlangsung sangat tragis dan tercatat
sebagai periode paling suram dalam sejarah perekonomian
Indonesia. Mungkin dia akan selalu diingat, sebagaimana kita
selalu mengingat black Tuesday yang menandai awal resesi
ekonomi dunia tanggal 29 Oktober 1929.

Hanya dalam waktu setahun, perubahan dramatis terjadi.


Prestasi ekonomi yang dicapai dalam dua dekade, tenggelam
begitu saja. Dia juga sekaligus membalikkan semua bayangan
indah dan cerah di depan mata menyongsong milenium ketiga.

Selama periode sembilan bulan pertama 1998, tak pelak lagi


merupakan periode paling hiruk pikuk dalam perekonomian. Krisis
yang sudah berjalan enam bulan selama tahun 1997,berkembang
semakin buruk dalam tempo cepat. Dampak krisis pun mulai
dirasakan secara nyata oleh masyarakat, dunia usaha.

Dana Moneter Internasional (IMF) mulai turun tangan sejak


Oktober 1997, namun terbukti tidak bisa segera memperbaiki
stabilitas ekonomi dan rupiah. Bahkan situasi seperti lepas
kendali, bagai layang-layang yang putus talinya. Krisis ekonomi
Indonesia bahkan tercatat sebagai yang terparah di Asia
Tenggara.

14
Seperti efek bola salju, krisis yang semula hanya berawal
dari krisis nilai tukar baht di Thailand 2 Juli 1997, dalam tahun
1998 dengan cepat berkembang menjadi krisis ekonomi, berlanjut
lagi krisis sosial kemudian ke krisis politik.

Akhirnya, dia juga berkembang menjadi krisis total yang


melumpuhkan nyaris seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa.
Katakan, sektor apa di negara ini yang tidak goyah. Bahkan kursi
atau tahta mantan Presiden Soeharto pun goyah, dan akhirnya
dia tinggalkan. Mungkin Soeharto, selama sisa hidupnya akan
mengutuk devaluasi baht, yang menjadi pemicu semua itu.

Efek bola salju


Faktor yang mempercepat efek bola salju ini adalah
menguapnya dengan cepat kepercayaan masyarakat,
memburuknya kondisi kesehatan Presiden Soeharto memasuki
tahun 1998, ketidakpastian suksesi kepemimpinan, sikap plin-
plan pemerintah dalam pengambilan kebijakan, besarnya utang
luar negeri yang segera jatuh tempo, situasi perdagangan
internasional yang kurang menguntungkan, dan bencana alam La
Nina yang membawa kekeringan terburuk dalam 50 tahun
terakhir.

Dari total utang luar negeri per Maret 1998 yang mencapai
138 milyar dollar AS, sekitar 72,5 milyar dollar AS adalah utang
swasta yang dua pertiganya jangka pendek, di mana sekitar 20
milyar dollar AS akan jatuh tempo dalam tahun 1998. Sementara
pada saat itu cadangan devisa tinggal sekitar 14,44 milyar dollar
AS.

Terpuruknya kepercayaan ke titik nol membuat rupiah yang


ditutup pada level Rp 4.850/dollar AS pada tahun 1997, meluncur

15
dengan cepat ke level sekitar Rp 17.000/dollar AS pada 22
Januari 1998, atau terdepresiasi lebih dari 80 persen sejak mata
uang tersebut diambangkan 14 Agustus 1997.

Rupiah yang melayang, selain akibat meningkatnya


permintaan dollar untuk membayar utang, juga sebagai reaksi
terhadap angka-angka RAPBN 1998/ 1999 yang diumumkan 6
Januari 1998 dan dinilai tak realistis.

Krisis yang membuka borok-borok kerapuhan fundamental


ekonomi ini dengan cepat merambah ke semua sektor. Anjloknya
rupiah secara dramatis, menyebabkan pasar uang dan pasar
modal juga rontok, bank-bank nasional dalam kesulitan besar dan
peringkat internasional bank-bank besar bahkan juga surat utang
pemerintah terus merosot ke level di bawah junk atau menjadi
sampah.

Puluhan, bahkan ratusan perusahaan, mulai dari skala kecil


hingga konglomerat, bertumbangan. Sekitar 70 persen lebih
perusahaan yang tercatat di pasar modal juga insolvent atau nota
bene bangkrut.

Sektor yang paling terpukul terutama adalah sektor


konstruksi, manufaktur, dan perbankan, sehingga melahirkan
gelombang besar pemutusan hubungan kerja (PHK).
Pengangguran melonjak ke level yang belum pernah terjadi sejak
akhir 1960-an, yakni sekitar 20 juta orang atau 20 persen lebih
dari angkatan kerja.

Akibat PHK dan naiknya harga-harga dengan cepat ini,


jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan juga meningkat
mencapai sekitar 50 persen dari total penduduk. Sementara si

16
kaya sibuk menyerbu toko-toko sembako dalam suasana
kepanikan luar biasa, khawatir harga akan terus melonjak.

Pendapatan per kapita yang mencapai 1.155 dollar/kapita


tahun 1996 dan 1.088 dollar/kapita tahun 1997, menciut menjadi
610 dollar/kapita tahun 1998, dan dua dari tiga penduduk
Indonesia disebut Organisasi Buruh Internasional (ILO) dalam
kondisi sangat miskin pada tahun 1999 jika ekonomi tak segera
membaik.

Data Badan Pusat Statistik juga menunjukkan,


perekonomian yang masih mencatat pertumbuhan positif 3,4
persen pada kuartal ketiga 1997 dan nol persen kuartal terakhir
1997, terus menciut tajam menjadi kontraksi sebesar 7,9 persen
pada kuartal I 1998, 16,5 persen kuartal II 1998, dan 17,9 persen
kuartal III 1998. Demikian pula laju inflasi hingga Agustus 1998
sudah 54,54 persen, dengan angka inflasi Februari mencapai
12,67 persen.

Di pasar modal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)


Bursa Efek Jakarta (BEJ) anjlok ke titik terendah, 292,12 poin,
pada 15 September 1998, dari 467,339 pada awal krisis 1 Juli
1997. Sementara kapitalisasi pasar menciut drastis dari Rp 226
trilyun menjadi Rp 196 trilyun pada awal Juli 1998.

Di pasar uang, dinaikkannya suku bunga Sertifikat Bank


Indonesia (SBI) menjadi 70,8 persen dan Surat Berharga Pasar
Uang (SBPU) menjadi 60 persen pada Juli 1998 (dari masing-
masing 10,87 persen dan 14,75 persen pada awal krisis),
menyebabkan kesulitan bank semakin memuncak. Perbankan
mengalami negative spread dan tak mampu menjalankan
fungsinya sebagai pemasok dana ke sektor riil.

17
Di sisi lain, sektor ekspor yang diharapkan bisa menjadi
penyelamat di tengah krisis, ternyata sama terpuruknya dan tak
mampu memanfaatkan momentum depresiasi rupiah, akibat
beban utang, ketergantungan besar pada komponen impor,
kesulitan trade financing, dan persaingan ketat di pasar global.

Selama periode Januari-Juni 1998, ekspor migas anjlok


sekitar 34,1 persen dibandingkan periode sama 1997, sementara
ekspor nonmigas hanya tumbuh 5,36 persen.

Anomali
Krisis kepercayaan ini menciptakan kondisi anomali dan
membuat instrumen moneter tak mampu bekerja untuk
menstabilkan rupiah dan perekonomian. Sementara di sisi lain,
sektor fiskal yang diharapkan bisa menjadi penggerak ekonomi,
juga dalam tekanan akibat surutnya penerimaan.

Situasi yang terus memburuk dengan cepat membuat


pemerintah seperti kehilangan arah dan orientasi dalam
menangani krisis. Di tengah posisi goyahnya, Soeharto sempat
menyampaikan konsep "IMF Plus", yakni IMF plus CBS (Currency
Board System) di depan MPR, sebelum akhirnya ide tersebut
ditinggalkan sama sekali tanggal 20 Maret, karena memperoleh
keberatan di sana-sini bahkan sempat memunculkan ketegangan
dengan IMF, dan IMF sempat menangguhkan bantuannya.

Ditinggalkannya rencana CBS dan janji pemerintah untuk


kembali ke program IMF, membuat dukungan IMF dan
internasional mengalir lagi. Pada 4 April 1998, Letter of Intent
ketiga ditandatangani. Akan tetapi kelimbungan Soeharto, telah

18
sempat menghilangkan berbagai momentum atau kesempatan
untuk mencegah krisis yang berkelanjutan.

Bahkan memicu adrenali masyarakat, yang sebelumnya


terbilang tenang menjadi beringas. Kemarahan rakyat atas
ketidakberdayaan pemerintah mengendalikan krisis di tengah
harga-harga yang terus melonjak dan gelombang PHK, segera
berubah menjadi aksi protes, kerusuhan dan bentrokan berdarah
di Ibu Kota dan berbagai wilayah lain, yang menuntun ke
tumbangnya Soeharto pada 21 Mei 1998.

Tragedi berdarah ini memicu pelarian modal dalam skala


yang disebut-sebut mencapai 20 milyar dollar AS, gelombang
hengkang para pengusaha keturunan, rusaknya jaringan distribusi
nasional, terputusnya pembiayaan luar negeri, dan
ditangguhkannya banyak rencana investasi asing di Indonesia.

Munculnya pemerintahan baru yang tidak memiliki legitimasi,


dan lebih sibuk dengan manuvernya untuk merebut hati rakyat,
tidak banyak menolong keadaan. Pemburukan kondisi ekonomi,
sosial, dan politik dengan cepat ini setidaknya terus berlangsung
hingga kuartal kedua, bahkan kuartal ketiga 1998. Begitulah, kita
telah menyaksikan episode terburuk perekonomian sepanjang
tahun 1998.

Pemulihan Ekonomi Tergantung Penyelesaian Agenda Politik


PELAKSANAAN agenda politik secara aman, lancar, tertib
dan sesuai dengan aspirasi sebagian besar rakyat merupakan
keharusan, apabila diinginkan ekonomi akan segera pulih.
Sebaliknya, bila kerusuhan sosial terus meningkat dan pemilu
tidak dapat dilaksanakan, maka pemulihan ekonomi sulit
diharapkan dalam waktu cepat.

19
Laksamana Sukardi menilai, kondisi perekonomian di tahun
1999 berada dalam situasi yang kritis. Artinya perekonomian
nasional berada di persimpangan jalan antara kemungkinan
terjadi recovery dan kehancuran. Peluangnya separuh-separuh.

Investor bersikap menunggu, apakah pemilu akan berjalan


jujur dan adil, serta demokratis. Kedua hal itu menjadi syarat
pembentukan pemerintahan yang bisa dipercaya rakyat. Apabila
demikian, maka dengan cepat ekonomi Indonesia akan pulih,
karena investor pasti akan datang kembali ke Indonesia.

Oleh karena itu, keinginan seluruh rakyat Indonesia yang


menghendaki agar pemilu berlangsung jujur, adil, transparan,
serta demokratis harus benar-benar dilaksanakan dan tidak bisa
ditawar-tawar lagi. Menurut dia, masuknya aliran modal asing
sebagai jalan terbaik dalam pemulihan ekonomi hanya bisa terjadi
kalau ada pemerintahan yang bersih, didukung rakyat, adanya
kepastian hukum dan sistem peradilan yang independen.

Suksesnya pemilu dan Sidang Umum di tahun 1999 tidak


serta merta terjadi begitu saja. Mulai saat ini harus dipersiapkan.
Namun bayangan kegagalan masih berkecamuk, mengingat
intensitas kekerasan dan kejadian perampokan dan penjarahan
yang membuat masyarakat merasa tidak aman masih sering
terjadi.

MELIHAT pentingnya faktor penyelesaian politik, rencana


pegelaran dialog nasional sangat penting. Melalui dialog nasional
tersebut, diharapkan tokoh-tokoh yang terlibat menyamakan
persepsi bahwa pemilu harus berhasil dan sesuai aspirasi rakyat.

20
Kita sama-sama menghendaki, pemerintahan yang
demokratis dan didukung rakyat. Pemerintah sekarang berani
mengakui, bahwa dirinya bersifat transisi dan hanya
mempersiapkan pemerintahan yang akan datang. Sebaliknya
tokoh-tokoh nasional juga harus berani mengakui pemerintahan
yang sekarang.

Selain masalah politik, pembenahan sektor ekonomi


terutama moneter juga sangat penting, apabila kita
mengharapkan pemulihan ekonomi. Dua persoalan mendasar
yang harus diselesaikan, yaitu restrukturisasi perbankan dan
utang luar negeri.

Pertama, restrukturisasi perbankan harus berhasil. Rencana


rekapitalisasi kemungkinan besar tidak akan berhasil. Oleh
karena itu, pemerintah harus berani melakukan penutupan bank-
bank yang memang tidak solvent, dengan demikian hanya tinggal
sedikit bank yang kuat dan profesional.

Sebelum mengatasi perbankan swasta, bank-bank BUMN


harus juga selesai. Apabila persoalan bank ini tidak diselesaikan,
maka tidak akan ada kegiatan ekonomi, karena tidak ada kodal
kerja dan perdagangan.

Kedua, masalah utang luar negeri pemerintah dan swasta.


Seberapa jauh masalah utang LN ini bisa diselesaikan. Sebab,
mengakhiri krisis perbankan kepercayaan dunia internasional
terhadap pemerintah tergantung dari penyelesaian utang
tersebut. Bila default, maka kredibilitas turun dan investor enggan
masuk ke Indonesia.

21
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia,
Haryadi B Sukamdani mengatakan, sebagai pengusaha pihaknya
memang harus optimis. Tetapi kalau melihat di lapangan terutama
perkembangan politik yang ada, maka yang ada hanya rasa
waswas dan gamang. Sebab pemilu masih jauh, tetapi intensitas
kekerasan sudah cukup tinggi, apalagi nanti kalau mendekati
kampanye dan pemilu.

Oleh karena itu sikap para pengusaha di tahun 1999 ini


sudah pasti akan menunggu. Investasi tidak akan ada. Yang
terjadi, para pengusaha hanya meningkatkan volume dan
penjualan dari yang sudah ada. Pengusaha tidak mungkin
mengandalkan pasar domestik, tetapi luar negeri.

Kalau penyelesaian politiknya baik, masyarakat mendukung


pemerintahan yang baru, maka ekonomi akan cepat sekali
kembalinya. Yang dikhawatirkan ialah kalau terjadi gejolak sosial
akibat kegagalan pemilu yang tidak menampung aspirasi rakyat.

Dengan pertimbangan-pertimbangan seperti itu, dunia usaha


melihat kondisi perekonomian nasional di tahun 1999 ibarat
seseorang yang sedang mengendarai mobil di tengah "kabut
tebal". Kabut tebal (situasi sosial politik-Red) menyebabkan
pengendara (baca: pengusaha) tidak bisa memandang jauh ke
depan. Atas dasar pertimbangan keselamatan, maka pengendara
itu tidak punya pilihan lain kecuali menghentikan perjalanannya
dan menunggu sampai kabut itu berlalu.

Itu berarti, pemerintah sejak sekarang harus bisa


menyelesaikan semua persoalan ekonomi dan politik yang di
dalam negeri. Transparan, tegas, jelas, dan cepat diperlukan.

22
Jangan sampai malah menimbulkan kebingungan dan
ketidakjelasan.

Sistem ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru bersifat


birokrat otortarian yang ditandai dengan pemusatan kekuasaan
dan partisipasi dalam membuat keputusan-keputusan nasional
hamper sepenuhnya berada di tangan penguasa bekerjasama
dengan kelompok militer dan kaum teknokrat.

Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini diterapkan yang


hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip
nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam
kenyataannnya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok
kecil orang bahkan pengusaha. Krisis ekonomi yang terjadi di
dunia dan melanda Indonesia mengakibatkan ekonomi Indonesia
terpuruk sehingga kepailitan yang diderita oleh para pengusaha
harus di tanggung oleh rakyat.

Dalam kenyataannnya sector ekonomi yang justru


mampu bertahan pada masa krisis dewasa ini adalah
ekonomi kerakyatan yaitu ekonomi yang berbasis pada
usaha rakyat. Langkah yang strategis dalam upaya
melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi
rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang
mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah
sebagai berikut : Keamanan pangan dan mengembalikan
kepercayaan yaitu dilakukan dengan program social safety
net yang lebih dikenal dengan program Jaring Pengaman
Sosial (JPS). Untuk mengembalikan kepercayaan rakyat
terhadap pemerintah maka pemerintah harus secara
konsisten menghapus KKN serta mengadili oknum-oknum

23
yang melakukan pelanggaran. Ini akan memberikan
kepercayaan dan kepastian usaha.

24
i
ii

Anda mungkin juga menyukai