Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

AIRWAY MANAGEMENT

1. Jelaskan anatomi dan fisiologi jalan napas


Sistem pernafasan memiliki berbagai fungsi penting bagi tubuh. Fungsi utamanya
adalah untuk menyediakan oksigen, mengeliminasi karbondioksida, regulasi pH, untuk
pembentukan suara dan pertahanan tubuh terhadap mikroba. Fungsi lain dari sistem
pernafasan adalah dapat mempengaruhi konsentrasi kimia arterial dengan menghilangkan
bahan tertentu dari kapiler paru dan memproduksi dan menambahkan bahan lainnya ke dalam
darah. Terdapat dua buah paru-paru yang utamanya terdiri dari jutaan alveolus (kantong tipis
berisi udara). Alveolus ini merupakan tempat dari pertukaran gas antara paru-paru dan darah.
Aliran udara agar dapat sampai ke alveolus adalah melalui saluran nafas dan udara dapat
masuk/keluar paru karena adanya mekanisme insprasi (perpindahan udara dari lingkungan ke
alveolus) dan ekspirasi (perpindahan udara kea rah sebaliknya). Inspirasi dan ekspirasi ini
disebut sebagai siklus respirasi.
Sistem pernafasan terdiri dari saluran nafas dan parenkim paru. Saluran nafas dibagi
menjadi 3 regio yaitu saluran nafas atas, zona konduksi dan zona respirasi. Saluran nafas atas
terdiri dari hidung atau mulut, faring (yang bercabang menjadi saluran makanan dan saluran
nafas), dan laring (dimana terdapat pita suara). Zona konduksi dimulai dari trakea, bronkus,
dan bronkiolus terminalis, dan zona respirasi terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus
alveolus, dan kantong alveolus Pada dinding trakea dan bronkus terdapat cincin kartilago
(tulang rawan), yang memberikan bentuk silindris dan mempertahankan saluran ini agar tidak
kolaps. Kartilago ini secara progresif menjadi semakin kecil pada generasi akhir bronkus dan
tidak dijumpai lagi dalam bronkiolus. Pada trakea dan bronkus tidak semua dindingnya
dibentuk oleh tulang rawan, melainkan juga dibentuk oleh otot polos yang dapat berkontraksi
dan relaksasi sehingga akan mempengaruhi radius saluran nafas. Bronkiolus dicegah untuk
tidak kolaps bukan melalui rigiditas dindingnya, namun oleh tekanan transpulmonal yang
sama yang mengembangkan alveoli. Dengan demikian apabila alveolus melebar, maka
bronkiolus juga akan melebar. Dinding bronkiolus hampir semuanya terbentuk oleh otot polos
kecuali pada bagian bronkiolus respiratorius yang dibentuk oleh sel epitel paru, jaringan
fibrosa, dan beberapa serabut otot polos.
Kavum nasi atau oral akan menangkap partikel-partikel dari udara karena adanya rambut pada
kavum nasi dan juga mukus. Seluruh saluran nafas, dari hidung sampai bronkiolus
respiratorius, dipertahankan agar tetap lembab oleh lapisan mukus yang melapisi seluruh
permkaannya. Mukus ini disekresikan oleh sel goblet mukosa dalam lapisan epitel saluran
nafas dan kelenjar submukosa yang kecil. Selain untuk mempertahankan kelembaban, mukus
juga dapat berperan dalam menangkap partikel-partikel kecil dari udara inspirasi dan
menahannya agar tidak sampai ke alveoli. Mukus nantinya akan dibersihkan oleh adanya
gerakan silia oleh epitel bersilia yang terdapat pada seluruh permukaan saluran nafas. Gerakan
silia akan selalu mendorong ke arah atas atau ke arah faring, sementara gerakan silia pada sel
epitel mukosa hidung mengarah ke bawah menuju faring. Sehingga mukus-mukus tersebut
akan terkumpul pada faring, untuk selanjutnya dapat ditelan atau dibatukkan. Akibat adanya
mekanisme ini paru-paru dapat dijaga agar tetap bersih dari berbagai macam partikel-partikel
tertentuk dan juga bakteri. Mekanisme pertahanan lainnya adalah bronkiolus dapat
berkonstriksi untuk membantu mencegah masuknya partikel-partikel tertentu atau iritan
mencapai alveolus. Selain itu mekanisme pertahanan terhadap infeksi juga diperankan oleh
sel-sel yang terdapat pada saluran nafas dan alveolus, yaitu makrofag. Sel tersebut menangkap
dan menghancurkan partikel udara dan bakteri yang terinhalasi yang telah mencapai alveolus.
Makrofag ini dapat cidera atau rusak apabila terpapar asap rokok dan gas-gas polutan.

2. Jelaskan fisiologi pertukaran gas pernapasan di alveolus


Difusi dalam respirasi yaitu salah satu proses pertukaran gas antara darah pada kapiler paru
dengan alveoli. Proses difusi ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan, gas berdifusi dari
tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.
Difusi sendiri terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang
sangat tipis sekali dengan ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler
yang sangat banyak dengan diameter 8 angstrom. Dalam paru-paru terdapat sekitar 300 juta
alveoli dan bila dibentangkan dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa
normal.

Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan. Saat
inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi karbondioksida
akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses pertukaran gas
tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida antara alveoli
dan kapiler paru.
Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan
tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam
keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit. Saat aktivitas meningkat maka kapasitas difusi ini juga
meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai Dilatasi kapiler yang menyebabkan
luas permukaan membran difusi meningkat. Kapasitas difusi karbondioksida saat istirahat
adalah 400 450 ml/menit. Saat bekerja meningkat menjadi 1200 1500 ml/menit.
Difusi dipengaruhi oleh :

Ketebalan membran respirasi


Koefisien difusi
Luas permukaan membran respirasi
Perbedaan tekanan parsial
3. Sebutkan gejala dan tanda kegawatan jalan napas
Dyspnea atau sesak napas
Sianosis
Konfusi
Napas gasping
Panik
Wheezing
Tidak sadarkan diri
High-pitched, stridorous sounds during inhalation
Kelemahan dan batuk yang tidak efektif
Tidak mampu bicara
Sianosis

4. Jelaskan cara sederhana membebaskan jalan napas tanpa alat ?


a. Sumbatan parsial
Finger sweep atau sapuan jari : Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya
benda asing pada rongga mulut belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah,
muntahan, benda asing lainnya sehingga hembusan nafas hilang.
Cara melakukannya :
Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian
buka mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas
(maneuver emaresi)
Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan
sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan
menyapu.

Head-tilt chin lift


Chin Lift : Dilakukan dengan mengangkat otot pangkal lidah ke depan Caranya :
gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian
angkat.
Head Tilt : Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah
sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat
ke depan.
Membuka jalan nafas dengan Head tilt chin lift kontraindikasi pada pasien yang
mengalami atau dicurigai mengalami cidera servikal
Jaw thrust
Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi
bawah berada di depan barisan gigi atas
Teknik membuka jalan nafas pada pasien dengan kecurigaan mengalami cidera
servikal
Triple airway maneuver : kombinasi dari head tilt, jaw thrust dan open mouth
Heimlich maneuver :
a. Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang.
Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma
abdomen).
b. Pada posisi berdiri atau duduk
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban
dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi
jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung
tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan
tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah
dan gerakan yang jelas.
c. Pada pasien posisi tergeletak
Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas.
Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut
korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum,
tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut
dengan hentakan yang cepat ke arah atas.
Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak
dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru
(RJP).
d. Terhadap diri sendiri
Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.
Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan
di bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke
atas kea rah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat
dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi

Back blow
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau
berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang
garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)
5. Apa indikasi kontra untuk triple airway maneuver
Apabila terjadi cidera servikal atau curiga terjadinya cidera servikal maka cukup dilakukan
jaw thrust saja.
6. Jelaskan cara membersihkan benda asing di jalan nafas secara manual
Dengan menggunakan teknik finger sweep (sapuan jari) atau teknik mengambil secara
langsung benda asing yang terlihat.
7. Jelaskan cara memberikan bantuan nafas dengan sungkup muka
Siapkan sungkup muka yang telah terpasang ambu bag (dapat langsung disambungkan ke
sumber oksigen jika ada)
Pasien diletakkan pada posisi supinasi
Lakukan triple airway maneuver (pada pasien tanpa kontraindikasi dilakukan triple airway
maneuver), kemudian pasangkan sungkup muka tersebut dengan posisi yang benar.
Berikan tekanan pada ambubag untuk memberikan udara pernafasan pada pasien dengan
volume sesuai perkiran volume tidal paru dan dengan laju 10-12kali per menit
Perkiran volume tidal paru 6-8 ml/kgBB
8. Jelaskan bagaimana cara-cara memberikan terapi oksigen
Pemberian terapi oksigen harus disesuaikan dengan indikasi, kebutuhan oksigen, dan cara
pemberiannya.
Berikut adalah beberapa alat yang umum digunakan untuk terapi oksigen :

Alat dan sistem Kecepatan Aliran FiO2


Oksigen (L/min)
Kanul nasal 1 24%
2 28%
3 32%
4 36%
5 40%
6 44%
Sungkup muka tanpa kantong 5-6 40%
penampung
6-7 50%
7-8 60%
Sungkup muka dengan 6 60%
kantong penampung
7 70%
8 80%
9 90%
10 99%
Sungkup muka venturi Tidak bergantung pada 24%
aliran gas oksigen 35%
(diberikan sesuai 40%
kehendak)
Sungkup muka tekanan
positif
Kollar trakeostomi
9. Sebutkan tanda intubasi berhasil
-Terdapat pengembangan dada simetris
-Suara napas bilateral sama
-Peningkatan saturasi oksigen 98%-100%
10. Jelaskan komplikasi laringoskopi dan intubasi
Injury pada kolumna vertebra dan spinal cord
Trauma pada bibir, gigi, lidah, dan hidung
Hipertensi, takikardia, bradikardia, dan aritmia
Peningkatan tekanan intracranial dan intraocular
Spasme laring
Edema laring
Spasme bronkus
Trauma laryngeal
Tension pneumothorax
Aspirasi pulmoner
Obstruksi pada airway
Tenggorakan sakit
Suara serak
Injury pada saraf
Ulkus laring superfisial
Jaringan granulasi pada glotis dan suglotis
Paralisis dan aspirasi vocal cord
Stenosis trakeal
Trakeomalasia

11. Jelaskan macam-macam pengelolaan jalan nafas pada kondisi yang darurat
Secara manual tanpa alat : Triple airway maneuver
Dengan alat bantu sederhana : oropharyngeal atau nasopharyngeal tube
Dengan alat yang lebih advance : ETT, LMA, Combitube

12. Sebutkan beberapa teknik pengelolaan jalan nafas terkini


Nasal airway
Oral airway
Laryngeal mask airway
Endotracheal intubation
Combitube

13. Jelaskan posisi stabil untuk pasien yang tidak sadar.


Recovery position (posisi pemulihan) adalah suatu posisi yang diberikan kepada korban/
pasien yang tidak sadar namun terdapat nadi dan pernafasan spontan. Posisi ini
merupakan kelanjutan dari tindakan BHD (bantuan hidup dasar) dimana tindakan BHD
telah berhasil dilakukan sehingga kembalinya denyut nadi dan korban bernafas secara
spontan. Posisi ini dilakukan pada pre hospital (di lapangan) yang bersifat sementara
hingga bantuan medis/ petugas ambulans datang untuk memberikan pertolongan lebih
lanjut.
Tujuan :
Mencegah terjadinya aspirasi
Memberikan posisi yang stabil terhadap korban agar kita bisa menolong korban
lainnya (jika korban berjumlah lebih dari satu)
Prosedur :
Korban tidur terlentang pada posisi supine, penolong berlutut di sisi kanan korban
Tangan kanan korban diluruskan di sisi kepala korban.
Tangan kiri korban ditekuk menyilang dada hingga posisi telapak tangan berada
dibahu kanan korban.
Lutut kaki kiri korban ditekuk ke kanan
Posisi tangan kiri penolong di bahu kiri korban, tangan kanan penolong di lipatan
lutut kiri korban.
Tarik korban dengan kedua tangan bersamaan ke kanan hingga korban miring kanan
(90 derajat) tahan badan korban dengan kedua kaki penolong agar korban tidak
terguling.
Secara pelan-pelan miringkan lagi tubuh korban (disangga oleh kedua paha
penolong) hingga korban berada pada posisi miring.
Cek kembali nadi karotis dan pernafasan korban, jika masih ada baru korban bisa
ditinggalkan
Evaluasi kembali nadi dan pernafasan korban hingga petugas ambulans datang.
BAB II
SYOK

1. Mampu menjelaskan patofisiologi syok


Jawab:
Syok adalah kondisi patologis dimana terjadi kekurangan pasokan atau kegagalan
penggunaan substrat (terutama oksigen) oleh jaringan. Pada syok biasanya terjadi
hipotensi arterial sistemik, tanda-tanda hipoperfusi (kulit dingin, sianosis, produksi urin
<0,5 mg/kgBB/jam, gangguan mental), dan hiperlaktatemia.
Dalam syok ada empat mekanisme patofisiologi yang bisa terjadi sendiri-sendiri atau
bersama-sama, yakni:
a. Hipovolemia, hilangnya cairan intravaskuler. Hipovolemia bisa dibedakan menjadi
whole blood loss (dari luka terbuka atau perdarahan dalam tubuh) dan plasma loss
(misalnya diare, muntah berat, luka bakar)
b. Kardiogenik, adanya penyakit yang menyebabkan kerusakan otot jantung /miokard
atau hambatan kontraksi otot jantung (misalnya infark miokard akut, kardiomiopati
stadium akhir, penyakit jantung katup, miokarditis, atau aritmia jantung stadium
lanjut)
c. Obstruksi, terjadinya defek obstruktif pada pembuluh darah (misalnya emboli paru,
tamponade jantung, atau tension pneumothorax)
d. Distribusi, terjadi abnormalitas sirkulasi perifer (misalnya sepsis berat atau
anafilaksis).
Tiga mekanisme pertama ditandai dengan curah jantung rendah dan, oleh karena itu,
transportasi oksigen yang tidak memadai. Dalam mekanisme distributif, terdapat
penurunan resistensi pembuluh darah perifer sistemik dan terganggunya ekstraksi
oksigen. Biasanya syok distributif ditandai dengan curah jantung tinggi, meskipun
mungkin rendah akibat depresi miokard.
Pasien dengan kegagalan peredaran darah akut seringkali memiliki kombinasi
mekanisme-mekanisme syok di atas. Misalnya, pasien dengan syok distributif dari
pankreatitis berat, anafilaksis, atau sepsis mungkin juga mengalami hipovolemia dan
syok kardiogenik akibat depresi miokard.

2. Sebutkan pembagian syok berdasarkan penyebabnya!


Jawab:
a. Septic shock, disebabkan oleh pelepasan toksin dari bakteri-bakteri yang telah
menyebar ke seluruh tubuh. Septic shock biasanya terjadi pada pneumonia,
infeksi saluran kemih, infeksi kulit (cellulitis), infeksi intraabdomen (seperti
rupturnya apendisitis), dan meningitis.
b. Anaphylactic shock, disebabkan oleh reaksi hipersensitif terhadap suatu paparan
seperti obat, sengatan serangga, dan makanan.
c. Cardiogenic shock, terjadi ketika fungsi jantung terhambat sehingga aliran darah
ke tubuh terganggu.
d. Hypovolemic shock, disebabkan oleh kehilangan banyak darah atau cairan tubuh
sehingga jaringan tidak mendapat nutrisi adekuat.
e. Neurogenic shock, disebabkan oleh trauma pada sumsum tulang belakang.
3. Bagaimana penatalaksanaan awal pasien syok?
Jawab:
Pasien harus segera diberikan dukungan hemodinamik. Resusitasi harus dilakukan meski
penyebab penyakit belum diketahui. Ketika sebab sudah diketahui, koreksi sesuai
penyebab harus dilakukan. Komponen resusitasi yang harus dilakukan adalah:
a. Ventilatory support
Pemberian oksigen terutama dengan intubasi endotrakeal harus segera dilakukan
untuk meningkatkan transport oksigen dan mencegah hipertensi pulmonal.
b. Resusitasi cairan
Pemberian cairan berguna untuk memperbaiki aliran darah dan meningkatkan
cardiac output. Pada syok kardiogenik, pemberian cairan bisa dipertimbangkan
tetapi harus melalui pemantauan ketat karena bisa terjadi edema.
c. Agen vasoaktif Terdiri dari inotropic dan vasopressor, yang merupakan obat-
obatan untuk memperbaiki sirkulasi darah.
4. Apakah definisi dan contoh inotropic dan vasopressor?
Jawab:
Agen inotropic adalah obat-obatan untuk meningkatkan cardiac output. Contohnya adalah
dobutamine (drug of choice), phosphodiesterase type III inhibitors (milrinone,
enoximone), levosimendan.
Vasopressor adalah obat-obatan untuk memicu vasokonstriksi. Contohnya adalah
noradrenalin, dopamine, dan adrenalin.

Tabel 1. Agen Inotropik dan Vasopresor


Dosis Cardiac Vaskularisasi Perifer

Heart Kontrak Vasokons Vaso Dopami Typical clinical use


rate tilitas triksi dilatasi nergik

Dopamine 1-4g/kg/min 1+ 1-2+ 0 1+ 4+ Semua syok


5-10g/kg/min 2+ 2+ 1-2+ 1+ 4+
11-20g/kg/min 2+ 2+ 2-3+ 1+ 4+

Norepinephrine 2-20 g/min 2+ 2+ 4+ 0 0 Refractory shock

Dobutamine 1-20 g/min 1-2+ 3+ 1+ 2+ 0 CHF: kardiogenik,


syok obstruktif dan
sepsis
Dopexamine 0.5-6 g/min 2+ 1+ 0 3-4+ 4+ CHF : syok
kardiogenik
Epinephrine 1-8g/min 4+ 4+ 4+ 3+ 0 Syok refraktori atau
syok anafilaktik
phenylephrine 20-200g/min 0 1+ 4+ 0 0 Syok neurogenik dan
sepsis
isoproterenol 1-8 g/min 4+ 4+ 0 4+ 0 Syok kardiogenik
(bradiaritmia),
torsades de pointes,
ventricular
tachycardia
Vasopressin 0,04-0,10 U/min (start 0 0 4+ 0 0 Syok vasoladilatasi
0,01-0,04 U/min;
titrate up 0,02-0,04
U/min every 20-30
min)
Milrinone 37,5-75 g/kg bolus 1+ 3+ 0 2+ 0 CHF : syok
over 10 min; 0,375- kardiogenik
0,75 g/kg/min
infusion

5. Bagaimana cara menggunakan inotropik dan vasopressor?


Intravena
Intramuscular
Intra ETT

6. Apakah indikasi dan kontraindikasi obat-obat inotropik dan vasopressor?


Indikasi :
a. Dopamine
Indikasi : Syok Kardiogenik, kondisi hipotensi berat atau kecenderungan syok
setelah mendapat terapi cairan
Kontraindikasi : Hipertiroidisme, feokromositoma, takiaritmia, fibrilasi ventrikel,
glaukoma sudut sempit, adenoma prostat
b. Dobutamine
Indikasi : Syok Kardiogenik, kondisi hipotensi berat atau kecenderungan syok
setelah mendapat terapi cairan
Kontraindikasi : Idiopathic hypertropic subaortic stenosis, riwayat hipersensitivitas
terhadap dobutamin
c. Norepinefrine
Indikasi : Hipotensi dan syok, sebagai obat tambahan pada henti jantung
Kontraindikasi : Hipertensi, kehamilan, laktasi. Hipotensi akibat defisit volume
sirkulasi.

7. Apakah komplikasi syok?


Jawab:
Disfungsi sistem organ
a. Sistem saraf pusat : ensefalopati
b. Jantung : takikardia, bradikardia, supraventricular takikardia, ventricular
ektopik, miokardial iskemia, miokardial depresi.
c. Sistem pernafasan : gagal nafas akut, sindrom gangguan nafas
d. Ginjal : gagal ginjal prerenal, acute tubular necrosis
e. Sistem gastrointestinal : ileus, gastritis erosifa, pankreatitis, kolesistitis akalkulus,
pendarahan submukosa kolon, transluminal translocation of bacteria/antigen
f. Hati : hepatitis iskemik, syok hati, kolestatis intrahepatic
g. Sistem hematologi : DIC, dilutional thrombocytopenia
h. Metabolic : hiperglikemia, glikogenolisis, gluconeogenesis, hipoglikemia,
hipertrigliseridemia
i. Sistem imun : depresi fungsi sawar usus, depresi imunitas seluler, depresi
imunitas humoral.
8. Kapan pasien syok harus dirujuk?
BAB III
TERAPI CAIRAN DAN NUTRISI

1. Bagaimana distribusi cairan di dalam tubuh


Cairan tubuh terdistribusi antara dua kompartemen cairan utama yang dipisahkan oleh
membran sel, yaitu cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler dibagi
menjadi intravascular dan kompartemen interstitial. Cairan antarsel khusus disebut cairan
transeluler, seperti cairan serebrospinal, cairan persendian, cairan peritoneum, dan lain-
lainnya. Cairan tersebut termasuk ke dalam jenis khusus cairan ekstraseluler. Dalam beberapa
kasus, komposisinya dapat berbeda dari plasma atau cairan interstitial
2. Terangkan dan sebutkan komposisi cairan ekstra dan intra seluler ?
Tabel 1. Substansi osmolar di cairan ekstraseluler dan intraseluler
Plasma (mOsm/LH2O) Interstitial (mOsm/LH2O) Interseluler
(mOsm/LH2O)
Na+ 142 139 14
K+ 4,2 4,0 140
Ca++ 1,3 1,2 0
Mg++ 0,8 0,7 20
Cl- 108 108 4
HCO3- 24 28,3 10
HPO4-, H2PO4- 2 2 11
SO4- 0,5 0,5 1

3. Sebutkan macam-macam cairan rumatan, dan komposisisnya


a. Kristaloid
Kristaloid berisi elektrolit (contoh kalium, natrium, kalsium, klorida). Kristaloid tidak
mengandung partikel onkotik dan karena itu tidak terbatas dalam ruang intravaskular.10
waktu paruh kristaloid di intravascular adalah 20-30 menit. Beberapa peneliti
merekomendasikan untuk setiap 1 liter darah, diberikan 3 liter kristaloid isotonic.
Kristaloid murah, mudah dibuat, dan tidak menimbulkan reaksi imun. Contohnya adalah
cairan isotonis (Ringer Laktat, Normal Saline (NaCl 0.9%), dan Dextrose 5% in NS),
hipertonis (Dextrose 5% dalam Normal Saline, Dextrose 5% dalam Normal Saline,
Saline 3%, Saline 5%, dan Dextrose 5% dalam RL), hipotonis (Dextrose 5% dalam air,
Normal Saline)
b. Koloid
Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik, sehingga menghasilkan tekanan
onkotik. Protein dan molukelnya sangat besar, sehingga tidak bisa melewati dinding
kapiler dan menuju sel. Dengan demikian, koloid tetap berada di dalam pembuluh darah
untuk waktu yang lama. Waktu paruh koloid di intravascular adalah 3-6 jam. Darah dan
produk darah, seperti albumin, menghasilkan tekanan onkotik karena mengandung
molekul protein besar. Koloid artifisial juga mengandung molekul besar seperti gelatin,
destran, atau kanji hidroksietil, walasupun semua larutan koloid akan mengekspansikan
ruang intravaskular, koloid dengan tekanan onkotik yang lebih besar daripada plasma
(hiperonkotik), juga akan menarik cairan ke dalam ruang intravaskular. Koloid ini dikenal
sebagai ekspander plasma sebab mengekspansikan volume plasma lebih besar dari
volume yang diinfuskan. Koloid iso-onkotik mengekspansikan volume plasma sebesar
volume yang diinfuskan dan dikenal sebagai substitut plasma
Contohnya adalah : albumin, dextran, gelatin.
4. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan status nutrisi pasien
5. Bagaimana cara memasang NGT, kanulasi intravena dan vena sentral
6. Apa indikasi dan indikasi kontra pemberian nutrisi enteral
Indikasi : Pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya secara normal :
Gangguan mengunyah dan menelan
Prematuritas
Kelainan bawaan saluran napas /cerna /jantung
Refluks gastroesofagus berat
Penyakit kronik dan keganasan

Kontraindikasi:

7. Apa indikasi dan indikasi kontra pemberian nutrisi parenteral

Indikasi :

a. Sebagai pengganti untuk oral nasogastrik,bila ini tidak efektif, tidak memungkinkan dan
berbahaya. TPN digunakan dalam kondisi sebagai berikut: Kronik vomiting, Cancer,
radiotherapy atau chemoteraphy Stroke, Anorexia nervosa
b. Sebagai supplemen untuk pasien yang kehilangan banyak nitrogen ( pasien dengan luka
bakar,kanker metastatic,radiasi dan chemoteraphy.
c. Mengistirahatkan gastrointestinal : Gastrointestinal fistula, Extensive inflammatory bowel
disease, Intestinal resection, Intestinal obstruction , multiple gastro intestinal surgery,
gastro intestinal trauma, intolerance enteral feeding yang berat
d. Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia intestinal, kolitis
infektiosa, obstruksi usus halus
e. Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreatitis berat, status preoperatif
dengan malnutrisi berat, angina intestinal, stenosis arteri mesenterika, diare berulang.
f. Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan, pseudo-obstruksi dan
skleroderma.
g. Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan seperti pada gangguan makan, muntah
terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemesis gravidarum.

Kontraindikasi :
Gastrointestinal fungsional
Kondisi katabolik yang dapat menggunakan GI dlm 5-7 hari
Gizi baik yang dapat diberikan diet oral atau enteral dalam waktu 7 10 hari
Lama terapi < 5 hari
Pemberian nutrisi yang agresif tidak dibutuhkan
Prognosis pasien tidak dapat dijamin dengan pemberian nutrisi yang agresif
Anoreksia atau tidak mampu mencerna cukup makanan secara oral . 22.

8. Bagaimana cara melakukan pengambilan sampel darah vena dan arteri ?


a. Pengambilan sampel darah vena
Lokalisasi: Vena yang cukup besar dan letaknya superficial. Pada orang dewasa biasanya
vena difosa cubiti sedangkan pada anak-anak dan bayi mungkin diambil pada : Vena
Jugularis Externa, Vena Femoralis (paha), Vena Sinus Sagitalis Superior (kepala)
Prosedur kerja :

Alat-alat yang diperlukan disiapkan diatas meja.


Keadaan pasien diperiksa, diusahakan pasien tenang begitu pula petugas
(Phlebotomis).
Ditentukan vena yang akan ditusuk, pada orang gemuk atau untuk vena yang tidak
terlihat dibantu dengan palpasi
Daerah vena yang akan ditusuk diperhatikan dengan seksama terhadap adanya
peradangan, dermatitis atau bekas luka, karena mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Tempat penusukan didesinfeksi dengan Alkohol 70 % dan dibiarkan kering
Tourniquet dipasang pada lengan atas (bagian proximal lengan) 6 7 cm dari lipatan
tangan.
Tegakkan kulit diatas vena dengan jari-jari tangan kiri supaya vena tidak bergerak
Dengan lubang jarum menghadap keatas, kulit ditusuk dengan sudut 45o 60o sampai
ujung jarum masuk lumen vena yang ditandai dengan berkurangnya tekanan dan
masuknya darah keujung semprit.
Holder ditarik perlahan-lahan sampai volume darah yang diinginkan.
Torniquet dilepas, kapas diletakkan diatas jarum dan ditekan sedikit dengan jari kiri,
lalu jarum ditarik.
Pasien diinstruksikan untuk menekan kapas selama 1 2 menit dan setelah itu bekas
luka tusukan diberi plester hansaplast.
Jarum ditutup lalu dilepaskan dari sempritnya, darah dimasukkan kedalam botol
atau tabung penampung melalui dinding secara perlahan. Bila menggunakan anticoagulant,
segera perlahan-lahan dicampur.

b. Pengambilan sampel darah arteri


Alat dan bahan :
Spuit gelas atau plastik 5 atau 10 ml.
Botol heparin 10 ml, 1000 unit/ml (dosis-multi).
Jarum nomor 22 atau 25 (bevel pendek).
Penutup udara dari karet.
Kapas alkohol.
Wadah berisi es (baskom atau kantung plastik).
Beri label untuk menulis status klinis pasien yang meliputi : Nama, tanggal dan waktu,
Apakah menerima O2 dan bila ya berapa banyak dan dengan rute apa, Suhu.

Prosedur :
1. Persiapan alat.
2. Memberitahukan pasien tentang tujuan daripada pengambilan darah arteri yang akan di
pungsi.
3. Memilih arteri yang akan di pungsi.
4. Menyiapkan posisi pasien :
a. Arteri Radialisi :
- Pasien tidur semi fowler dan tangan diluruskan.
- Meraba arteri kalau perlu tangan boleh diganjal atau ditinggikan.
- Arteri harus benar-benar teraba untuk memastikan lokalisasinya.
b. Arteri Dorsalis Pedis.
- Pasien boleh flat/fowler.
c. Arteri Brachialis
- Posisi pasien semi fowler, tangan di hyperekstensikan/diganjal dengan siku.
d. Arteri Femoralis.
- Posisi pasien flat.
5. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
6. Raba kembali arteri untuk memastikan adanya pulsasi daerah yang akan ditusuk
sesudah dibersihkan dengan kapas bethadine secara sirkuler. Setelah 30 detik kita ulangi
dengan kapas alkohol dan tunggu hingga kering.
7. Bila perlu obat anethesi lokal gunakan spuit 1 cc yang sudah diisi dengan obat
(adrenalin 1 %), kemudian suntikan 0,2-0,3 cc intracutan dan sebelum obat dimasukkan
terlebih dahulu aspirasi untuk mencegah masuknya obat ke dalam pembuluh darah.
8. Lokalisasi arteri yang sudah dibersihkan difiksasi oleh tangan kiri dengan cara kulit
diregangkan dengan kedua jari telunjuk dan jari tengah sehingga arteri yang akan
ditusuk berada di antara 2 jari tersebut.
9. Spuit yang sudah di heparinisasi pegang seperti memegang pensil dengan tangan kanan,
jarum ditusukkan ke dalam arteri yang sudah di fiksasi tadi.
- Pada arteri radialis posisi jarum 45 derajat.
- Pada arteri brachialis posisi jarum 60 derajat.
- Pada arteri femoralis posisi jarum 90 derajat.
Sehingga arteri ditusuk, tekanan arteri akan mendorong penghisap spuit sehingga darah
dengan mudah akan mengisi spuit, tetapi kadang-kadang darah tidak langsung keluar.
Kalau terpaksa dapat menghisapnya secara perlahan-lahan untuk mencegah hemolisis.
Bila tusukan tidak berhasil jarum jangan langsung dicabut, tarik perlahan-lahan sampai
ada dibawah kulit kemudian tusukan boleh diulangi lagi kearah denyutan.
10. Sesudah darah diperoleh sebanyak 2 cc jarum kita cabut dan usahakan posisi
pemompa spuit tetap untuk mencegah terhisapnya udara kedalam spuit dan segera
gelembung udara dikeluarkan dari spuit.
11. Ujung jarum segera ditutup dengan gabus / karet.
12. Bekas tusukan pungsi arteri tekan dengan kapas alkohol campur dengan bethadine.
- Pada arteri radialis dan dorsalis pedis selama 5 menit.
- Pada arteri brachialis selama 7 10 menit.
- Pada arteri femoralis selama 10 menit.
- Jika pasien mendapat antikoagulan tekan selama 15 menit.
13. Lokalisasi tusukan tutup dengan kassa + bethadine steril.
14. Memberi etiket laboratorium dan mencantumkan nama pasien, ruangan, tanggal, dan
jam pengambilan, suhu, dan jenis pemeriksaan.
15. Bila pengiriman/pemeriksaannya jauh, darah dimasukkan kantong plastik yang diisi es
supaya pemeriksaan tidak berpengaruh oleh suhu udara luar.
16. Kembali mencuci tangan setelah selesai melakukan tindakan.

Anda mungkin juga menyukai