Anda di halaman 1dari 4

Faktor-faktor Lemahnya Ekonomi

Indonesia, Korupsi Teratas


KIBLAT.NET, Bekasi Indonesia menduduki peringkat ke-36 dalam hal daya saing
ekonomi menurut rilis World Economic Forum (WEF) tahun 2017. Kendati naik 5 tingkat
dari posisi sebelumnya, WEF menyoroti lambannya pertumbuhan ekonomi Indonesia akibat
tingkat korupsi yang tinggi.

Faktor yang paling bermasalah dalam berbisnis di Indonesia adalah tingkat korupsi yang
tinggi mencapai 13.8, jelas WEF dalam keterangan resminya seperti dikutip Kiblat.net,
Senin (02/10).

Persentase tersebut dinilai dari hasil survei responden saat diminta untuk memilih lima faktor
paling bermasalah dalam melakukan bisnis di Indonesia.

Penghambat kedua, adalah tidak efisiennya birokrasi pemerintah alias kendala perizinan yang
berbelit-belit dengan nilai 11.1. Upaya pemerintah dalam memangkas perizinan terkait usaha
belum membuahkan hasil nyata.

Banyak lagi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi lainnya, antara lain akses terhadap
pembiayaan dengan nilai 9.2, pasokan infrastruktur yang tidak memadai 8.8, ketidakstabilan
kebijakan 8.6, ketidakstabilan pemerintah/ kudeta 6.5.

Adapun penghambat lain banyaknya tarif pajak yang dibebankan kepada masyarakat dengan
persentase 6.4. Selanjutnya disusul etika kerja yang buruk dalam angkatan kerja nasional 5.8.
Begitupun peraturan pajak yang berbelit 5.2, inflasi 4.7, tenaga kerja berpendidikan tidak
memadai 4.3, kejahatan dan pencurian 4.0, peraturan ketenagakerjaan terbatas 4.0, peraturan
mata uang asing 3.3 dan faktor kapasitas yang tidak mencukupi untuk berinovasi 2.5.

Selain faktor penghambat di atas, koreponden juga menilai Indonesia masih memiliki
kesehatan masyarakat yang buruk dengan nilai 1.8, ungkap WEF.

WEF menilai Indonesia serupa dengan Korea dalam hal Indonesia telah memperbaiki
kinerjanya di semua pilar. Kenaikan posisi Indonesia di peringkat 36 dunia didorong
utamanya oleh ukuran pasar yang besar dengan peringkat 9 dunia dan lingkungan makro
ekonomi yang relatif kuat di peringkat 26.

Selanjutnya, Indonesia berada di peringkat 31 dan 32 dalam inovasi dan kecanggihan bisnis.
Indonesia adalah salah satu inovator teratas di antara negara berkembang.

Sebaliknya, negara ini tertinggal cukup jauh dalam hal kesiapan teknologi di peringkat ke-
80. Catatannya meski telah membuat kemajuan yang mantap di lini depan selama dekade
terakhir, kemajuan signifikan juga dibutuhkan di pilar efisiensi pasar tenaga kerja di mana
Indonesia masih jauh berada di peringkat ke-96. Penyebabnya adanya biaya redundansi yang
berlebihan dan fleksibilitas penguasaan upah yang terbatas, terang WEF.

Reporter: Hafidz Salman


Editor: M. Rudy
3. FAKTOR EKONOMI

Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dapat
dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Selain rendahnya gaji
atau pendapatan, banyak aspek ekonomi lain yang menjadi penyebab terjadinya korupsi, di
antaranya adalah kekuasaan pemerintah yang dibarengi dengan faktor kesempatan bagi
pegawai pemerintah untuk memenuhi kekayaan mereka dan kroninya. Terkait faktor ekonomi
dan terjadinya korupsi, banyak pendapat menyatakan bahwa kemiskinan merupakan akar
masalah korupsi.pernyataan tidak benar sepenuhnya, sebab banyak korupsi yang dilakukan
oleh pemimpin Asia dan Afrika, dan mereka tidak tergolong orang miskin. Dengan demikian
korupsi bukan disebabkan oleh kemiskinan, tapi justru sebaliknya, kemiskinan disebakan oleh
korupsi (Pope: 2003)
Menurut Henry Kissinger korupsi politisi membuat sepuluh persen lainnya terlihat
buruk. Dari keinginan pribadi untuk keuntungan yang tidak adil, untuk ketidakpercayaan dalam
sistem peradilan, untuk ketidak stabilan lengkap dalam identitas bangsa, ada banyak faktor
motivasi orang kekuasaan, anggota parlemen termasuk warga biasa, untuk terlibat dalam
perilaku korup.
FAKTOR BIROKRASI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Indonesia Corruption Watch Ade Irawan


menyatakan berbagai bentuk tindakan korupsi yang dilakukan aparat birokrasi sebetulnya
terjadi karena ada tekanan dari atasannya. Ini, kata dia, menjadi faktor utama kenapa korupsi
di tingkat birokrasi selalu ada.

Ade menjelaskan, ada faktor internal yang membuat adanya korupsi di birokrasi. Misalnya,
dengan melakukan pemerasan, memanipulasi tender, ataupun dengan membuat kegiatan
fiktif. Lewat cara itulah, kata Ade, seorang oknum di birokrasi bisa mendapat pendapatan lain
melalui adanya pembayaran transportasi, hotel, dan uang saku.

"Mencari rente lewat hotel, uang saku, dan transport. Ini bisa dengan mudah disiasati," tutur
dia dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta, Kamis (12/1).

Namun, faktor internal tersebut bukan menjadi yang utama. Menurut Ade, ada faktor utama
yang menjadi alasan oknum di birokrasi melakukan korupsi, yaitu tekanan dari atasan.
"Faktor internal bukan satu-satunya faktor. Ada faktor utama, tekanan dari atasan. Ini
konteksnya di daerah, kepala daerah atau DPRD. Makanya, birokrasi dalam alur korupsi ini
hanyalah eksekutor dari yang dibuat oleh atasannya," tutur dia.

Dalam konteks itulah, aparat di birokrasi sebetulnya hanya menjadi eksekutor dari apa yang
telah dibuat atasannya. Secara tidak langsung pula, birokrasi dipaksa untuk berbuat korup.
Alhasil, birokrasi yang semestinya melayani masyarakat, malah melayani penguasa.

"Supaya aman, harus terus melayani pejabat politik misalnya kepala daerah dan DPRD
dengan cara memanipulasi tender atau mencarikan logistik untuk pejabat poltik tadi.
Birokrasi dipaksa untuk melayani kekuasaan. Sebetulnya ini sudah bukan cerita baru lagi,"
kata dia.
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan
mengatakan peringkat pertama pelaku korupsi di Indonesia justru dari kalangan birokrasi.

Ade mengungkapkan, berdasarkan data ICW sejak 2004 sampai semester II 2016, birokrasi
menduduki urutan pertama pelaku korupsi di Indonesia. "Urutan kedua adalah DPRD dan
kepala daerah," tutur Ade dalam acara diskusi bertajuk "Jual Beli Jabatan Modus Baru
Korupsi' yang diselenggarakan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) di Jakarta, Kamis 12
Januari 2017.

Ade melanjutkan, praktik korupsi oleh birokrasi umumnya berupa pemerasan, memanipulasi
tender, menganggarkan kegiatan fiktif, hingga korupsi kecil-kecilan seperti memanipulasi
uang transportasi, hotel dan uang saku.

"Jika birokrasi melakukan korupsi maka tujuan dari keberadaan birokrasi sebagai pelayan
masyarakat menjadi tidak berjalan," kata Ade.

Baca juga:
Rizieq Diperiksa, 2 Kelompok Bersitegang di Polda Jawa Barat
Pengungsi Suriah Tuntut Facebook yang Biarkan Hoax Viral

Dia menambahkan, faktor utama praktik korupsi birokrasi berasal dari faktor eksternal yakni
adanya tekanan dari atasannya yakni kepala daerah. Oknum kepala daerah, Ade berujar,
kerap memaksa birokrat yang menjadi bawahannya untuk melakukan korupsi.

"Birokrasi menjadi eksekutor keputusan korupsi atasannya. Misalnya atasannya akan


membagi-bagi jatah anggaran, nanti yang mengeksekusi birokrasinya," tuturnya.

Ade menekankan praktik korupsi di lingkup birokrasi merupakan cerita lama. Birokrat
menurutnya akhirnya menjadi pelayan penguasa bukan abdi masyarakat. "Makanya terjadi
jual beli jabatan. Ini bukan hanya bicara uang negara yang hilang, tapi bicara dampak yang
lebih dahsyat, di mana negara tidak mampu melayani warganya," tutur dia.

Ade menilai langkah jangka pendek yang dapat diterapkan guna menghilangkan praktik
korupsi di lingkungan birokrasi adalah dengan memperkuat keberadaan masing-masing
institusi yang ada. Itu sebabnya, Ade berpendapat, korupsi tak akan berhenti kalau yang
ditangkap hanya kepala daerah yang nakal.

"Kalau ditangkap kepala daerahnya saya kira tidak akan pernah kapok. Karena korupsi
dengan model suap dua-duanya diuntungkan," kata dia.

Read more at https://nasional.tempo.co/read/835368/icw-birokrasi-duduki-peringkat-


pertama-pelaku-korupsi#gr86pFQctocZH5XA.99

Anda mungkin juga menyukai