Larutan sebanyak 1,00 molal berarti larutan tersebut mengandung 1,00 mol zat terlarut
dalam 1,00 kg pelarut (Brady, 1993).
Komposisi campuran sering dinyatakan sebagai molalitas m, sebagai pengganti fraksi
mol. Laruran encer memiliki zat terlarut jauh lebih sedikit dari jumlah pelarut (nB << nA),
sehingga dapat dilakukan pendekatan yaitu xB=nB/nA. nB sebanding dengan molalitas
sehingga dapat dituliskan:
= . = 1 1 ................................................. (2.2)
K adalah konstanta dan diberikan agar sisi sebelah kanan tidak berdimensi. Jadi untuk
larutan encer yang ideal dapat dituliskan:
B = Bo + RT ln ................................................................ (2.3)
(Atkins, 1994).
Volume molal parsial merupakan volume dimana terdapat perbandingan antara pelarut
dengan zat terlarut, yang ditentukan oleh banyaknya zat mol zat terlarut yang terdapat dalam
1000 gram pelarut. Ada tiga sifat termodinamika dari molal parsial utama, yakni volume
molal parsial dari komponen-komponen dalam larutan, entalpi molal parsial dan energi
bebas molal parsial. Satu hal yang harus diingat adalah bahwa sifat molal parsial dari suatu
komponen dalam suatu larutan dan sifat molal untuk senyawa murni adalah sama jika larutan
tersebut ideal. Volume molal parsial komponen suatu campuran berubah-ubah bergantung
pada komposisi, karena lingkungan setiap jenis molekul berubah jika komposisinya berubah
dari zat A murni ke zat B murni. Perubahan lingkungan molekular dan perubahan gaya-gaya
yang bekerja antar molekul inilah yang menghasilkan variasi sifat termodinamika campuran
jika komposisinya berubah. Konsentrasi yang berbeda akan menyebabkan interaksi molekul
yang berbeda pula, hal ini dipengaruhi oleh volume yang bergantung pada komposisi larutan.
Konsentrasi yang besar akan mengakibatkan interaksi antar molekul akan lebih sering terjadi
(Atkins, 1994).
Volume molar parsial merupakan volume dimana terdapat perbandingan antara pelarut
dengan zat terlarut, yang ditentukan oleh banyaknya zat mol zat terlarut yang terdapat dalam
1000 gram pelarut. Secara matematik, volume molal parsial didefinisikan sebagai berikut:
( ) ....................................................................... (2.4)
=
,,
merupakan volume molal parsial dari komponen ke-i. Kenaikan dalam besaran
dimana
termodinamik yang diamati yaitu apabila satu mol senyawa i ditambahkan ke suatu sistem
yang besar, maka komposisinya akan tetap konstan. Berdasarkan persamaan (2) tersebut
apabila pada temperatur dan tekanan konstan, maka dapat ditulis sebagai berikut:
= ............................................................................. (2.5)
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa suatu larutan yang komposisinya tetap dan suatu
komponen n1, n2, ... , ni yang ditambahkan lebih lanjut, maka komposisi relatif dari masing-
masing tetap konstan (Dogra, 1990).
Volume molal parsial tiga sifat termodinamika utama, yakni:
1. Volume molal parsial dari komponen-komponen dalam larutan (juga disebut sebagai
panas differensial larutan),
2. Entalpi molal parsial,
3. Energi bebas molal parsial (potensial kimia).
Sifat-sifat ini dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu metode grafik, menggunakan
hubungan analitik yang menunjukkan V dan ni, dan menggunakan suatu fungsi yang disebut
besaran molal nyata yang ditentukan sebagai:
0
= ......................................................................... (2.6)
= 0 + ................................................................ (2.7)
dimana 0 adalah volume molal untuk komponen murni. Praktikum ini, digunakan 2 macam
zat, yaitu NaCl dan air, dan etanol dan air, maka persamaan di atas dapat ditulis menjadi:
= 1 10 + 2 2 .............................................................. (2.8)
dimana 1 adalah jumlah mol air, dan 2 adalah jumlah mol zat terlarut (NaCl).
10 = 1 ................................................................................ (2.9)
1 +2
dimana 1 adalah massa pelarut, dalam hal ini adalah air, dan = , sehingga
persamaannya menjadi:
10
1
2 = ......................................................................... (2.10)
2
1 +2 1
2 = ................................................................... (2.11)
2
Nilai 2 setelah didapatkan dalam masing-masing variasi mol, maka semua harga ini dapat
diplotkan terhadap 2 mol. Kemiringan (gradient) yang didapatkan dari grafik ini adalah
( 2 ), dan dapat digunakan untuk menentukan nilai volume molal parsial (2 ), berdasarkan
2
persamaan berikut:
2 = 2 + 2 ( 2 ) ........................................................... (2.13)
2
(Basuki.2003).
Percobaan kali ini menggunakan bahan NaCl dan akuades. NaCl berfungsi sebagai zat
terlarut dan akuades sebagai pelarutnya. NaCl digunakan karena merupakan larutan elekrolit
kuat yang akan terurai menjadi ion Na+ dan Cl- di dalam air dan mampu menyerap air tanpa
adanya penambahan volume suatu larutan, sehingga disebut dengan volume molal parsial
semu (Fitriyanti, 2012).
Penentuan massa jenis suatu zat dapat ditentukan dengan berbagai alat, salah satunya
dengan piknometer. Piknometer merupakan suatu alat yang terbuat dari kaca dan bentuknya
menyerupai botol parfum atau sejenisnya. Piknometer digunakan untuk mengukur nilai
massa jenis atau densitas fluida. Ukuran piknometer yang banyak digunakan yaitu 10 mL
dan 25 mL, dimana nilai volume ini valid pada temperatur yang tertera pada piknometer
tersebut (Brady, 1993).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini membahas tentang volume molal parsial. Praktikum ini bertujuan
untuk menentukan volume molal parsial komponen dalam larutan. Praktikum ini dilakukan
dengan mengukur massa piknometer kosong, piknometer yang berisi penih akuades, dan
piknometer yan penuh berisi dengan larutan NaCl. Nacl digunakan sebagai zat erlarut dalam
percobaan kali ini karena NaCl merupakan elektrolit kuat sehingga akan mudah terurai
menjadi ion positif dan negatifnya. NaCl akan terurai menjadi ion Na+ dan Cl-. Ion hasil
penguraian tersebut di dalam air mampu menyerap air tanpa adanya penambahan volume
suatu larutan, sehingga menghasilkan volume molal parsial semu. Volume molal parsial
semu atau biasa disebut dengan volume bayangan merupakan volume larutan yang seolah-
olah bertambah pada saat penambahan zat terlarut NaCl ke dalam larutan, tapi tanpa
mengubah volumenya. Reaksi pengionan yang terjadi sebagai berikut:
+ -
NaCl (aq) Na (aq) + Cl (aq)
Praktikum kali ini dimulai dengan dibuat larutan induk NaCl 3,0 M yang kemudian
diencerkan hingga diperoleh konsentrasi 0,21; 0,3; 0,5; 1,5; 2,25 M. Larutan tersebut dibuat
bervariasi konsentrasinya karena untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi dengan
molalitas yang dihasilkan kemudian dapat dihubungkan juga dengan volume molalitas
parsialnya. Pengenceran larutan pada masing-masing konsentrasi dilakukan dengan
pengocokan dalam labu ukur dengan tujuan untuk menghomogenkan antara akuades dengan
NaCl.
Langkah selanjutnya adalah menimbang piknometer kosong. Penimbangan
piknometer kosong ini ditujukan untuk mengetahui massa piknometer kosong yang akan
digunakan dalam perhitungan dalam menentukan volume molal parsial semunya.
Piknometer ini kemudian diisi penuh dengan akuades, dan dipastikan tidak terdapat
gelembung di dalam piknometer sebelum dilakukan penimbangan massanya, karena
gelembung-gelembung tersebut akan mempengaruhi nilai massa yang diperoleh. Piknometer
kemudian diisi penuh dengan larutan mulai dari konsentrasi larutan terendah hingga
tertinggi. Hal ini ditujukan agar hasil yang diperoleh tidak mempengaruhi banyaknya zat
karena konsentrasinya yang terlalu kecil, karena jika dilakukan penimbangan dari
konsentrasi tinggi ke rendah maka akan dimungkinkan dapat menambah konsentrasinya.
Penimbangan berat piknometer kosong, piknometer berisi akuades, dan piknometer berisi
larutan dengan variasi konsentrasi. Penimbangan larutan harus dicatat pula suhunya.
Penimbangan pada suhu ini ditujukan untuk mengetahui berat jenis larutan pada berbagai
suhu (d0). Penimbangan-penimbangan ini dilakukan secara triplo untuk memperoleh nilai
massa yang akurat.
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh berat jenis larutan NaCl pada konsentrasi 0,21;
0,3; 0,5; 1,5; 2,25 M secara berturut-turut sebesar 1003; 1010; 1017; 1054; 1079 g/L. Hasil
yang diperoleh semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula berat jenis yang
diperoleh. Hal ini sesuai dengan literatur, karena semakin tinggi konsentrasi suatu zat terlarut
dalam larutan maka semakin banyak jumlah partikel yang terdapat dalam larutan tersebut.
Larutan yang memiliki konsentrasi tinggi menunjukkan bahwa massa dari zat terlarut di
dalamnya lebih besar daripada massa zat terlarut dari larutan yang memiliki konsentrasi
lebih rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan maka
jumlah zat terlarut semakin besar yang mengakibatkan berat jenisnya juga semakin besar.
Langkah selanjutnya adalah penentuan molalitas larutan NaCl. Penentuan molalitas ini
ditujukan untuk menentukan volume molal larutan pada masing-masing konsentrasi.
Molalitas larutan NaCl pada konsentrasi 0,21; 0,3; 0,5; 1,5; 2,25 M secara berturut-turut
sebesar 2,094 x 10-4; 2,970 x 10-4; 4,917 x 10-4; 1,423 x 10-3; 2,086 x 10-3 molal. Hasil yang
diperoleh semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula molalitas yang diperoleh.
Hal ini sesuai dengan literatur, karena semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin
besar jumlah mol zat yang terlarut sehingga semakin besar pula molalitas yang diperoleh
dalam larutan tersebut.
Langkah selanjutnya adalah menentukan volume molal semu zat telarut (). Volum
molal semu zat terlarut merupakan volum yang digunakan untuk menentukan volum molal
suatu komponen larutan. Volum molal semu NaCl pada konsentrasi 0,21; 0,3; 0,5; 1,5; 2,25
M secara berturut-turut sebesar 34,96; 45,59; 42,43; 39,15; 37,21 L/mol. Berdasarkan hasil
tersebut maka dapat dibuat grafik volum molal semu zat terlarut versus sebagai berikut:
Grafik terhadap
50
45 y = -92.811x + 42.43
40 R = 0.0909
35
30
25
20 Series1
15 Linear (Series1)
10
5
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05
25
20 Series1
15 Linear (Series1)
10
5
0
0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025
m
-40 Series1
-50 Linear (Series1)
-60
-70
-80
-90
m
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum mengenai volum molal parsial komponen dalam larutan
bahwa volum molal parsial suatu larutan dapat ditentukan dengan menggunakan nilai massa
jenis, molalitas, dan volum molal semu. Molalitas berbanding terbalik dengan volum molal,
dimana semakin besar nilai molalitas suatu larutan maka volum molal suatu larutan tersebut
akan semakin kecil. Volum molal parsial pelarut (V1) pada NaCl sebesar 34,9599; 45,5898;
42,4295; 39,1475; 37,2055 L/mol. Volum molal parsial terlarut (V2) pada NaCl sebesar -
3,9; 1,55; -14,56; -59,29; -81,95 L/mol.
5.2 Saran
Praktikan sebaiknya lebih teliti dalam megamati hasil percobaan agar hasil yang
diperoleh sesuai dengan literatur. Praktikan juga sebaiknya lebih teliti dalam membuat
larutan dengan variasi konsentrasi dengan benar agar hasil yang diperoleh sesuai dengan
yang diharapkan. Praktikan juga sebiaknya lebih berhati-hati dalam menggunakan peralatan
praktikum karena alat yang dipakai mudah pecah.
DAFTAR PUSTAKA
3 . 58
=
10 1
= 17,4
1. Konsentrasi 0,21 M
M1 x V1 = M2 x V2
0,21 M x 50 mL = 3 M x V2
10,5
V2 = 3
= 3,5
2. Konsentrasi 0,3 M
M1 x V1 = M2 x V2
0,3 M x 50 mL = 3 M x V2
15
V2 = 3
= 5
3. Konsentrasi 0,5 M
M1 x V1 = M2 x V2
0,5 M x 50 mL = 3 M x V
25
V2 = 3
= 8,3
4. Konsentrasi 1,5
M1 x V1 = M2 x V2
1,5 M x 50 mL = 3 M x V2
75
V2 = 3
= 25
5. Konsentrasi 2,25 M
M1 x V1 = M2 x V2
2,25 M x 50 mL = 3 M x V2
112,5
V2 = 3
= 37,5
2. Konsentrasi 0,3 M
0 ( ) 996 ( 45,946 35,852 )
d= (0 )
= (45,810 35,852 )
= 1010
3. Konsentrasi 0,5 M
0 ( ) 996 ( 46,021 35,852 )
d= (0 )
= (45,810 35,852 )
= 1017
4. Konsentrasi 1,5 M
0 ( ) 996 ( 46,394 35,852 )
d= (0 )
= (45,810 35,852 )
= 1054
5. Konsentrasi 2,25
0 ( ) 996 ( 46,643 35,852 )
d= (0 )
= (45,810 35,852 )
= 1079
D. Molalitas larutan
1. Konsentrasi 0,21 M
1 1
m= = 1003 = 2,094 x 10-4 molal
2
1000
58
0,21 1000
2. Konsentrasi 0,3 M
1 1
m= = 1010 = 2,970 x 10-4 molal
2
1000
58
0,3 1000
3. Konsentrasi 0,5 M
1 1
m= = 1017 = 4,917 x 10-4 molal
2
1000
58
0,50 1000
4. Konsentrasi 1,5 M
1 1
m= = 1054 = 1,423 x 10-3 molal
2
1000
58
1,5 1000
5. Konsentrasi 2,25 M
1 1
m= = 1079 = 2,086 x 10-3 molal
2
1000
58
1000
2,25
2. Konsentrasi 0,3 M
1000 1000 ( 45,946 45,810 )
2 (2 )( 0 ) 58 (58 )( (45,810 35,852 ) )
2,970 x 104
=
0
= = 45,59
1010
3. Konsentrasi 0,5 M
1000 1000 ( 46,021 45,810 )
2 (2 )( 0 ) 58 (58 )( (45,810 35,852 ) )
4,917 x 104
=
0
= = 42,43
1017
4. Konsentrasi 1,5 M
1000 1000 ( 46,394 45,810 )
2 (2 )( 0 ) 58 (58 )((45,810 35,852 ))
1,423 x 103
=
0
= = 39,15
1054
5. Konsentrasi 2,25 M
1000 1000 ( 46,643 45,810 )
2 (2 )( 0 ) 58 (58 )( (45,810 35,852 ) )
2,086 x 103
=
0
= = 37,21
1079
F. Grafik vs
0,015 34,96
0,017 45,59
0,022 42,43
0,038 39,15
0,046 37,21
Grafik terhadap
50
45 y = -92.811x + 42.43
40 R = 0.0909
35
30
25
20 Series1
15 Linear (Series1)
10
5
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05
G. Mencarinilai V1
V1= + ( 2
) ( )
1. Konsentrasi 0,21 M
V1= + ( 2
) ( )
2,094 x 104 molal
V1 = 34,96+ ( 2
0,015) (-92,811)
V1 =34,9599
2. Konsentrasi 0,3 M
V1= + ( 2
) ( )
2,970 x 104
V1 = 45,59+ ( 2
0,017) (-92,811)
V1 =45,5898
3. Konsentrasi 0,5 M
V1= + ( 2
) ( )
4,917 x 10 4
V1 = 42,43+ ( 2
0,022) (-92,811)
V1 =42,4295
4. Konsentrasi 1,5 M
V1= + ( 2
) ( )
1,423 x 10 3
V1 = 39,15+ ( 2
0,038) (-92,811)
V1 =39,1475
5. Konsentrasi 2,25 M
V1= + ( 2
) ( )
2,086 x 103
V1 = 37,21+ ( 2
0,046) (-92,811)
V1 =37,2055
H. Grafik V1vs m
V1 m
34,9599 0,0002094
45,5898 0,0002970
42,4295 0,0004917
39,1475 0,001423
37,2055 0,002086
25
20 Series1
15 Linear (Series1)
10
5
0
0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025
m
3
I. Mencarinilai V2= + ( 2 ) ( )
1. Konsentrasi 0,21 M
3
V2= + ( 2 ) ( )
3
V2 = 34,96+ ( 2 0,015 ) (-1727)
V2= -3,9
2. Konsentrasi 0,3 M
3
V2= + ( 2 ) ( )
3
V2 = 45,59+ ( 2 0,017) (-1727)
V2= 1,55
3. Konsentrasi 0,5 M
3
V2= + ( 2 ) ( )
3
V2 = 42,43+ ( 2 0,022) (-1727)
V2= -14,56
4. Konsentrasi 1,5 M
3
V2= + ( 2 ) ( )
3
V2 = 39,15+ ( 2 0,038) (-1727)
V2= -59,29
5. Konsentrasi 2,25 M
3
V2= + ( 2 ) ( )
3
V2 = 37,21+ ( 2 0,046) (-1727)
V2= -81,95
J. Grafik V2 vs m
V2 m
-3,9 0,0002094
1,55 0,0002970
-14,56 0,0004917
-59,29 0,001423
-81,95 0,002086
Grafik V2 terhadap m
10
y = -44755x + 8.7132
0
R = 0.9862
-10 0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025
-20
-30
V2
-40 Series1
-50 Linear (Series1)
-60
-70
-80
-90
m