Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II

VOLUM MOLAL PARSIAL

Nama : Muhammad Hisyam Nuri A.G


NIM : 141810301015
Kelompok :2
Nama Asisten : Dana Iswara Putra

LABORATORIUM KIMIA FISIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Materi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu materi murni dan materi campuran.
Keberadaan materi dalam bentuk murninya sangat sulit ditemui di alam, sedangkan materi
dalam bentuk campurannya sangat mudah dijumpai di alam. Materi campuran itu sendiri
memiliki dua macam, yaitu campuran homogen dan campuran heterogen. Campuran
homogen atau biasa disebut juga dengan larutan merupakan campuran yang komponen-
komponennya sulit dipisahkan secara fisik, sedangkan campuran heterogen komponen-
komponen penyusunnya mudah dipisahkan secara fisik (Suhardjo 1985).
Komponen-komponen campuran memiliki sifat parsial, misalnya untuk campuran gas
memiliki tekanan parsial gas yang merupakan kontribusi satu komponen dalam campuran
gas terhadap tekanan totalnya. Sifat molal parsial yang paling mudah digambarkan adalah
volume molal parsial. Volume molal parsial merupakan kontribusi volume dari satu
komponen dalam sampel terhadap volume molal total. Volume molal parsial untuk larutan
atau campuran homogen didefinisikan sebagai penambahan volume yang terjadi bila satu
mol komponen ditambahkan pada larutan (Dogra, 1990).
Percobaan kali ini mengenai volume molal parsial suatu komponen zat terlarut dalam
zat pelarutnya. Percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui volume molal parsial zat
terlarut NaCl dengan zat pelarut akuades dalam suatu larutannya. Volume molal parsial
biasanya digunakan dalam menentukan tekanan uap campuran. Volume molal parsial
menjadi salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam proses pencampuran suatu zat
tertentu dalam temperature tertentu juga. Berdasarkan hal tersebut, maka praktikum kali ini
sangatlah penting untuk mengetahui volume molal parsial komponen larutan.

1.2 Tujuan Praktikum


Menentukan volume molal parsial komponen dalam larutan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)


2.1.1 Akuades
Akuades atau air ini tidak memiliki warna, rasa dan aroma pada keadaan standartnya.
Akuades memiliki rumus molekul H2O dan memiliki nama IUPAC dihydrogen monoxide.
Akuades memiliki sifat fisik dan kimia, yaitu memiliki massa molar 18,02 g mol-1, massa
jenis 1 g/ml, titik leleh 0 C, 32 F (273,15 K), titik didih 100 C, 212 F (373,15 K).
Akuades ini tidak berbahaya bagi pernapasan jika terhirup, pencernaan jika tertelan, mata
dan kulit jika terkena. Akuades ini aman digunakan baik dalam jumlah yang sedikit maupun
dalam jumlah yang banyak (Anonim, 2016).
2.1.3 NaCl
Natrium klorida merupakan senyawa ionik dengan rumus NaCl yang sering dikenal
sebagai garam, garam dapur, garam meja, atau garam karang,. NaCl mempunyai wujud
padat, berwarna putih, serta memiliki rasa asin. NaCl mempunyai massa molar sebesar
58,44 gram/mol dan memiliki kerapatan atau massa jenisnya adalah 2,16 gram/cm3. NaCl
memiliki titik leleh 801oC dan titik didih 1465oC. Bahan ini memiliki kelarutan dalam air
sebesar 35,9 gram/100 mL air pada suhu 25oC. NaCl mudah larut dalam air dingin dan air
panas serta larut dalam gliserol, dan amonia. Garam dapur tidak berbahaya bila tertelan
namun jika dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penyakit tekanan darah tinggi dalam
waktu yang lama. Pertolongan yang harus dilakukan apabila terkena kulit dan mata yaitu
membasuhnya dengan air mengalir selama kurang lebih 15 menit dan apabila terjadi iritasi
yang berkelanjutan segera dapatkan bantuan dari tim medis (Anonim, 2016).

2.2 Landasan Teori


Campuran merupakan materi yang terdiri dari dua atau lebih zat yang dapat dipisahkan
dengan proses fisika. Ciri-ciri dari campuran yaitu memiliki komposisi yang beragam dan
perbandingan yang tidak tetap, terbentuk melalui proses fisika, dapat dipisahkan dengan
proses fisika seperti filtrasi, evaporasi dan distilasi. Setiap komponen dalam campuran masih
memiliki sifat zat penyusunnya. Campuran dibedakan menjadi dua yaitu campuran
homogen dan campuran heterogen. Komponen pada campuran homogen tidak memiliki
bidang batas sehingga tidak dapat dibedakan atas senyawa penyusunnya. Zat penyusun pada
campuran homogen memiliki sifat yang sama dan merata dalam segala hal, seperti kesaman
rasa, massa jenis, warna dan bau. Campuran homogen disebut larutan (Hiskia, 1990).
Larutan adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan
masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik. Larutan terdiri atas
zat terlarut dan pelarut. Zat terlarut adalah zat yang dilarutkan oleh zat lain, biasanya jumlah
zat terlarut ini lebih kecil dari pelarut sedangkan pelarut adalah zat yang memiliki jumlah
yang lebih banyak daripada zat terlarut, biasanya pelarut ini berbentuk cair. Komposisi zat
terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses
pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi
(Chang, 2003).
Molal atau molalitas merupakan jumlah mol zat terlarut (solute) per 1 kg pelarut
(solven), sehingga molalitas dapat diartikan sebagai perbandingan antara jumlah mol zat
terlarut dengan massa pelarut dalam kilogram.

= ........................................................ (2.1)

Larutan sebanyak 1,00 molal berarti larutan tersebut mengandung 1,00 mol zat terlarut
dalam 1,00 kg pelarut (Brady, 1993).
Komposisi campuran sering dinyatakan sebagai molalitas m, sebagai pengganti fraksi
mol. Laruran encer memiliki zat terlarut jauh lebih sedikit dari jumlah pelarut (nB << nA),
sehingga dapat dilakukan pendekatan yaitu xB=nB/nA. nB sebanding dengan molalitas
sehingga dapat dituliskan:

= . = 1 1 ................................................. (2.2)

K adalah konstanta dan diberikan agar sisi sebelah kanan tidak berdimensi. Jadi untuk
larutan encer yang ideal dapat dituliskan:

B = Bo + RT ln ................................................................ (2.3)

(Atkins, 1994).
Volume molal parsial merupakan volume dimana terdapat perbandingan antara pelarut
dengan zat terlarut, yang ditentukan oleh banyaknya zat mol zat terlarut yang terdapat dalam
1000 gram pelarut. Ada tiga sifat termodinamika dari molal parsial utama, yakni volume
molal parsial dari komponen-komponen dalam larutan, entalpi molal parsial dan energi
bebas molal parsial. Satu hal yang harus diingat adalah bahwa sifat molal parsial dari suatu
komponen dalam suatu larutan dan sifat molal untuk senyawa murni adalah sama jika larutan
tersebut ideal. Volume molal parsial komponen suatu campuran berubah-ubah bergantung
pada komposisi, karena lingkungan setiap jenis molekul berubah jika komposisinya berubah
dari zat A murni ke zat B murni. Perubahan lingkungan molekular dan perubahan gaya-gaya
yang bekerja antar molekul inilah yang menghasilkan variasi sifat termodinamika campuran
jika komposisinya berubah. Konsentrasi yang berbeda akan menyebabkan interaksi molekul
yang berbeda pula, hal ini dipengaruhi oleh volume yang bergantung pada komposisi larutan.
Konsentrasi yang besar akan mengakibatkan interaksi antar molekul akan lebih sering terjadi
(Atkins, 1994).
Volume molar parsial merupakan volume dimana terdapat perbandingan antara pelarut
dengan zat terlarut, yang ditentukan oleh banyaknya zat mol zat terlarut yang terdapat dalam
1000 gram pelarut. Secara matematik, volume molal parsial didefinisikan sebagai berikut:

( ) ....................................................................... (2.4)
=
,,

merupakan volume molal parsial dari komponen ke-i. Kenaikan dalam besaran
dimana
termodinamik yang diamati yaitu apabila satu mol senyawa i ditambahkan ke suatu sistem
yang besar, maka komposisinya akan tetap konstan. Berdasarkan persamaan (2) tersebut
apabila pada temperatur dan tekanan konstan, maka dapat ditulis sebagai berikut:
= ............................................................................. (2.5)

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa suatu larutan yang komposisinya tetap dan suatu
komponen n1, n2, ... , ni yang ditambahkan lebih lanjut, maka komposisi relatif dari masing-
masing tetap konstan (Dogra, 1990).
Volume molal parsial tiga sifat termodinamika utama, yakni:
1. Volume molal parsial dari komponen-komponen dalam larutan (juga disebut sebagai
panas differensial larutan),
2. Entalpi molal parsial,
3. Energi bebas molal parsial (potensial kimia).
Sifat-sifat ini dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu metode grafik, menggunakan
hubungan analitik yang menunjukkan V dan ni, dan menggunakan suatu fungsi yang disebut
besaran molal nyata yang ditentukan sebagai:
0

= ......................................................................... (2.6)

= 0 + ................................................................ (2.7)
dimana 0 adalah volume molal untuk komponen murni. Praktikum ini, digunakan 2 macam
zat, yaitu NaCl dan air, dan etanol dan air, maka persamaan di atas dapat ditulis menjadi:
= 1 10 + 2 2 .............................................................. (2.8)
dimana 1 adalah jumlah mol air, dan 2 adalah jumlah mol zat terlarut (NaCl).

10 = 1 ................................................................................ (2.9)

1 +2
dimana 1 adalah massa pelarut, dalam hal ini adalah air, dan = , sehingga

persamaannya menjadi:
10
1
2 = ......................................................................... (2.10)
2
1 +2 1


2 = ................................................................... (2.11)
2

untuk 2 pada 1 mol. Sedangkan harga 2 pada variasi 2 mol adalah


1 +2 1
2 = ............................................................... (2.12)

Nilai 2 setelah didapatkan dalam masing-masing variasi mol, maka semua harga ini dapat
diplotkan terhadap 2 mol. Kemiringan (gradient) yang didapatkan dari grafik ini adalah

( 2 ), dan dapat digunakan untuk menentukan nilai volume molal parsial (2 ), berdasarkan
2

persamaan berikut:

2 = 2 + 2 ( 2 ) ........................................................... (2.13)
2

(Basuki.2003).
Percobaan kali ini menggunakan bahan NaCl dan akuades. NaCl berfungsi sebagai zat
terlarut dan akuades sebagai pelarutnya. NaCl digunakan karena merupakan larutan elekrolit
kuat yang akan terurai menjadi ion Na+ dan Cl- di dalam air dan mampu menyerap air tanpa
adanya penambahan volume suatu larutan, sehingga disebut dengan volume molal parsial
semu (Fitriyanti, 2012).
Penentuan massa jenis suatu zat dapat ditentukan dengan berbagai alat, salah satunya
dengan piknometer. Piknometer merupakan suatu alat yang terbuat dari kaca dan bentuknya
menyerupai botol parfum atau sejenisnya. Piknometer digunakan untuk mengukur nilai
massa jenis atau densitas fluida. Ukuran piknometer yang banyak digunakan yaitu 10 mL
dan 25 mL, dimana nilai volume ini valid pada temperatur yang tertera pada piknometer
tersebut (Brady, 1993).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Termometer
- Pipet Mohr
- Pipet tetes
- Gelas Beaker
- Piknometer
- Labu ukur
- Gelas ukur
- Ball pipet
- Botol uji
- Botol semprot
3.1.2 Bahan
- NaCl
- Akuades

3.2 Skema Kerja


NaCl
- dibuat 100 mL larutan 3,0 M menggunakan pelarut air.
- diencerkan larutan dengan konsentrasi 3/4: 1/2; 1/6; 1/10; dan 1/14 dari
konsentrasi semula.
- ditimbang piknometer kosong (We), piknometer penuh dengan akuades
(W0), piknometer penuh dengan larutan (W).
- dicatat massa, temperatur di dalam piknometer masing-masing
- dihitung densitas larutan.
Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil NaCl


Kosentrasi Nilai d Molalitas Nilai V1 V2
(M) (g/L) (molal) (L/mol) (L/mol) (L/mol)
0,21 1003 2,094 x 10-4 0,015 34,96 34,9599 -3,9
0,3 1010 2,970 x 10-4 0,017 45,59 45,5898 1,55
0,5 1017 4,917 x 10-4 0,022 42,43 42,4295 -14,56
1,5 1054 1,423 x 10-3 4 0,038 39,15 39.1475 -59,29
2,25 1079 2,086 x 10-3 0,046 37,21 37,2055 -81,95

4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini membahas tentang volume molal parsial. Praktikum ini bertujuan
untuk menentukan volume molal parsial komponen dalam larutan. Praktikum ini dilakukan
dengan mengukur massa piknometer kosong, piknometer yang berisi penih akuades, dan
piknometer yan penuh berisi dengan larutan NaCl. Nacl digunakan sebagai zat erlarut dalam
percobaan kali ini karena NaCl merupakan elektrolit kuat sehingga akan mudah terurai
menjadi ion positif dan negatifnya. NaCl akan terurai menjadi ion Na+ dan Cl-. Ion hasil
penguraian tersebut di dalam air mampu menyerap air tanpa adanya penambahan volume
suatu larutan, sehingga menghasilkan volume molal parsial semu. Volume molal parsial
semu atau biasa disebut dengan volume bayangan merupakan volume larutan yang seolah-
olah bertambah pada saat penambahan zat terlarut NaCl ke dalam larutan, tapi tanpa
mengubah volumenya. Reaksi pengionan yang terjadi sebagai berikut:
+ -
NaCl (aq) Na (aq) + Cl (aq)

Praktikum kali ini dimulai dengan dibuat larutan induk NaCl 3,0 M yang kemudian
diencerkan hingga diperoleh konsentrasi 0,21; 0,3; 0,5; 1,5; 2,25 M. Larutan tersebut dibuat
bervariasi konsentrasinya karena untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi dengan
molalitas yang dihasilkan kemudian dapat dihubungkan juga dengan volume molalitas
parsialnya. Pengenceran larutan pada masing-masing konsentrasi dilakukan dengan
pengocokan dalam labu ukur dengan tujuan untuk menghomogenkan antara akuades dengan
NaCl.
Langkah selanjutnya adalah menimbang piknometer kosong. Penimbangan
piknometer kosong ini ditujukan untuk mengetahui massa piknometer kosong yang akan
digunakan dalam perhitungan dalam menentukan volume molal parsial semunya.
Piknometer ini kemudian diisi penuh dengan akuades, dan dipastikan tidak terdapat
gelembung di dalam piknometer sebelum dilakukan penimbangan massanya, karena
gelembung-gelembung tersebut akan mempengaruhi nilai massa yang diperoleh. Piknometer
kemudian diisi penuh dengan larutan mulai dari konsentrasi larutan terendah hingga
tertinggi. Hal ini ditujukan agar hasil yang diperoleh tidak mempengaruhi banyaknya zat
karena konsentrasinya yang terlalu kecil, karena jika dilakukan penimbangan dari
konsentrasi tinggi ke rendah maka akan dimungkinkan dapat menambah konsentrasinya.
Penimbangan berat piknometer kosong, piknometer berisi akuades, dan piknometer berisi
larutan dengan variasi konsentrasi. Penimbangan larutan harus dicatat pula suhunya.
Penimbangan pada suhu ini ditujukan untuk mengetahui berat jenis larutan pada berbagai
suhu (d0). Penimbangan-penimbangan ini dilakukan secara triplo untuk memperoleh nilai
massa yang akurat.
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh berat jenis larutan NaCl pada konsentrasi 0,21;
0,3; 0,5; 1,5; 2,25 M secara berturut-turut sebesar 1003; 1010; 1017; 1054; 1079 g/L. Hasil
yang diperoleh semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula berat jenis yang
diperoleh. Hal ini sesuai dengan literatur, karena semakin tinggi konsentrasi suatu zat terlarut
dalam larutan maka semakin banyak jumlah partikel yang terdapat dalam larutan tersebut.
Larutan yang memiliki konsentrasi tinggi menunjukkan bahwa massa dari zat terlarut di
dalamnya lebih besar daripada massa zat terlarut dari larutan yang memiliki konsentrasi
lebih rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan maka
jumlah zat terlarut semakin besar yang mengakibatkan berat jenisnya juga semakin besar.
Langkah selanjutnya adalah penentuan molalitas larutan NaCl. Penentuan molalitas ini
ditujukan untuk menentukan volume molal larutan pada masing-masing konsentrasi.
Molalitas larutan NaCl pada konsentrasi 0,21; 0,3; 0,5; 1,5; 2,25 M secara berturut-turut
sebesar 2,094 x 10-4; 2,970 x 10-4; 4,917 x 10-4; 1,423 x 10-3; 2,086 x 10-3 molal. Hasil yang
diperoleh semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula molalitas yang diperoleh.
Hal ini sesuai dengan literatur, karena semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin
besar jumlah mol zat yang terlarut sehingga semakin besar pula molalitas yang diperoleh
dalam larutan tersebut.
Langkah selanjutnya adalah menentukan volume molal semu zat telarut (). Volum
molal semu zat terlarut merupakan volum yang digunakan untuk menentukan volum molal
suatu komponen larutan. Volum molal semu NaCl pada konsentrasi 0,21; 0,3; 0,5; 1,5; 2,25
M secara berturut-turut sebesar 34,96; 45,59; 42,43; 39,15; 37,21 L/mol. Berdasarkan hasil
tersebut maka dapat dibuat grafik volum molal semu zat terlarut versus sebagai berikut:

Grafik terhadap
50
45 y = -92.811x + 42.43
40 R = 0.0909
35
30

25
20 Series1
15 Linear (Series1)
10
5
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05

Gambar 1. Grafik versus


Data hasil yang diperoleh pada grafik tersebut tidak sesuai dengan literartur, seharusnya
semakin besar konsentrasi maka volume molal semu zat terlarutnya semakin kecil. Hal ini
disebabkan karena zat terlarutnya semakin banyak sehingga volume yang diperlukan untuk
membentuk konsentrasi tertentu semakin kecil sehingga didapatkan nilai volume molal semu
yang kecil. Hasil yang diperoleh sesuai semua kecuali pada konsentrasi 0,21 M. Kesalahan
yang terjadi ini karena selisih molalitas yang diperoleh antara konsentrasi 0,21 M dengan
0,3 M kecil, sehingga akan mempengaruhi volum molal semu zat terlarut.
Langkah selanjutnya adalah menentukan volum molal parsial pelarut (V1). Volum
molal parsial zat pelarut pada konsentrasi 0,21; 0,3; 0,5; 1,5; 2,25 M secara berturut-turut
sebesar 34,9599; 45,5898; 42,4295; 39,1475; 37,2055 L/mol. Berdasarkan hasil tersebut
maka dapat dibuat grafik volum molal parsial pelarut versus molalitas sebagai berikut:
Grafik V1 terhadap m (NaCl)
50
y = -1727x + 41.423
45
R = 0.1129
40
35
30
V1

25
20 Series1
15 Linear (Series1)
10
5
0
0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025
m

Gambar 2. Grafik V1 terhadap m


Data hasil yang diperoleh pada grafik tersebut tidak sesuai dengan literatur, seharusnya
konsentrasi berbanding terbalik dengan volume molal parsial pelarutnya. Hal ini disebabkan
karena pada konsentrasi yang tinggi molalitas larutan meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah mol larutan tersebut, sehingga menyebabkan keikutsertaan zat pelarut
terhadap volume molal parsial dalam larutan semakin kecil. Hasil yang diperoleh sesuai
semua kecuali pada konsentrasi 0,21 M. Kesalahan yang terjadi ini karena selisih molalitas
yang diperoleh antara konsentrasi 0,21 M dengan 0,3 M kecil, sehingga akan mempengaruhi
volum molal semu zat terlarut. Hal ini mengakibatkan volume molal parsial zat pelarut juga
terpengaruh.
Langkah selanjutnya adalah menentukan volum molal parsial zat terlarut (V2). volum
molal parsial zat terlarut pada konsentrasi 0,21; 0,3; 0,5; 1,5; 2,25 M secara berturut-turut
sebesar -3,9; 1,55; -14,56; -59,29; -81,95 L/mol. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat
dibuat grafik volum molal parsial zat terlarut versus molalitas sebagai berikut:
Grafik V2 terhadap m
10
y = -44755x + 8.7132
0
R = 0.9862
-10 0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025
-20
-30
V2

-40 Series1
-50 Linear (Series1)
-60
-70
-80
-90
m

Gambar 3. Grafik V2 terhadap m


Data hasil yang diperoleh pada grafik tersebut tidak sesuai dengan literatur, seharusnya
konsentrasi berbanding terbalik dengan volum molal parsial zat terlarut pelarutnya, dimana
semakin tinggi konsentrasi maka volum molal parsial zat terlarut semakin kecil. Hal ini
dikarenakan konsentrasi berhubungan dengan jumlah mol, sehingga pertambahan
konsentrasi akan memperkecil volume molal parsialnya. Hal ini karena semakin banyak
NaCl yang ada maka molekul air yang mengelilingi NaCl semakin banyak sehingga volume
NaCl dalam larutan berkurang. Hasil yang diperoleh sesuai semua kecuali pada konsentrasi
0,21 M. Kesalahan yang terjadi ini karena selisih molalitas yang diperoleh antara konsentrasi
0,21 M dengan 0,3 M kecil, sehingga akan mempengaruhi volum molal semu zat terlarut.
Hal ini mengakibatkan volume molal parsial zat pelarut dan zat terlarutnya juga terpengaruh.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum mengenai volum molal parsial komponen dalam larutan
bahwa volum molal parsial suatu larutan dapat ditentukan dengan menggunakan nilai massa
jenis, molalitas, dan volum molal semu. Molalitas berbanding terbalik dengan volum molal,
dimana semakin besar nilai molalitas suatu larutan maka volum molal suatu larutan tersebut
akan semakin kecil. Volum molal parsial pelarut (V1) pada NaCl sebesar 34,9599; 45,5898;
42,4295; 39,1475; 37,2055 L/mol. Volum molal parsial terlarut (V2) pada NaCl sebesar -
3,9; 1,55; -14,56; -59,29; -81,95 L/mol.

5.2 Saran
Praktikan sebaiknya lebih teliti dalam megamati hasil percobaan agar hasil yang
diperoleh sesuai dengan literatur. Praktikan juga sebaiknya lebih teliti dalam membuat
larutan dengan variasi konsentrasi dengan benar agar hasil yang diperoleh sesuai dengan
yang diharapkan. Praktikan juga sebiaknya lebih berhati-hati dalam menggunakan peralatan
praktikum karena alat yang dipakai mudah pecah.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Material Safety data Sheet of Aquades. [Serial Online].


http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=5656478. [Diakses pada tanggal 17
Oktober 2016].
Anonim. 2015. Material Safety data Sheet of Natrium Chloreide. [Serial Online].
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=98375455. [Diakses pada tanggal 17
Oktober 2016].
Atkins, P. W. 1994. Kimia Fisik Edisi ke-4 Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Basuki, A. S. 2003. Buku Panduan Praktikum Kimia Fisika. Depok: Universitas Indonesia.
Brady, T. 1993. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Universitas Indonesia.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Dogra, S. K. 1990. Kimia Fisik dan Soalsoal. Jakarta: Universitas Indonesia.
Hiskia, A. 1990. Elektrokimia dan Kinetika Kimia. Bndung: PT Citra Aditya Bakti.
Suhardjo. 1985. Kimia Fisika. Yogyakarta: Bina Aksara.
Tim Penyusun Kimia Fisik. 2016. Penuntun Praktikum Kimia Fisik II. Jember: MIPA
Universitas Jember.
LAMPIRAN

A. Pembuatan Larutan Induk NaCl 3,0 M


1000
M= .
100

3 = . 10 1
58


3 . 58
=
10 1

= 17,4

B. Pengenceran Larutan Induk NaCl

1. Konsentrasi 0,21 M

M1 x V1 = M2 x V2
0,21 M x 50 mL = 3 M x V2
10,5
V2 = 3
= 3,5
2. Konsentrasi 0,3 M
M1 x V1 = M2 x V2
0,3 M x 50 mL = 3 M x V2
15
V2 = 3
= 5
3. Konsentrasi 0,5 M
M1 x V1 = M2 x V2

0,5 M x 50 mL = 3 M x V

25
V2 = 3
= 8,3

4. Konsentrasi 1,5
M1 x V1 = M2 x V2
1,5 M x 50 mL = 3 M x V2
75
V2 = 3
= 25
5. Konsentrasi 2,25 M
M1 x V1 = M2 x V2

2,25 M x 50 mL = 3 M x V2

112,5
V2 = 3
= 37,5

C. Berat jenis larutan


1. Konsentrasi 0,21 M

0 ( ) 996 ( 45,883 35,852 )
d= (0 )
= (45,810 35,852 )
= 1003

2. Konsentrasi 0,3 M

0 ( ) 996 ( 45,946 35,852 )
d= (0 )
= (45,810 35,852 )
= 1010

3. Konsentrasi 0,5 M

0 ( ) 996 ( 46,021 35,852 )
d= (0 )
= (45,810 35,852 )
= 1017

4. Konsentrasi 1,5 M

0 ( ) 996 ( 46,394 35,852 )
d= (0 )
= (45,810 35,852 )
= 1054

5. Konsentrasi 2,25

0 ( ) 996 ( 46,643 35,852 )
d= (0 )
= (45,810 35,852 )
= 1079

D. Molalitas larutan
1. Konsentrasi 0,21 M
1 1
m= = 1003 = 2,094 x 10-4 molal
2
1000
58

0,21 1000

2. Konsentrasi 0,3 M
1 1
m= = 1010 = 2,970 x 10-4 molal
2
1000
58

0,3 1000

3. Konsentrasi 0,5 M
1 1
m= = 1017 = 4,917 x 10-4 molal
2
1000
58

0,50 1000

4. Konsentrasi 1,5 M
1 1
m= = 1054 = 1,423 x 10-3 molal
2
1000
58

1,5 1000
5. Konsentrasi 2,25 M
1 1
m= = 1079 = 2,086 x 10-3 molal
2
1000
58

1000
2,25

E. Volume molal semu zat terlarut


1. Konsentrasi 0,21 M
1000 1000 ( 45,883 45,810 )
2 (2 )( 0 ) 58 (58 )( ( 45,810 35,852 ) )
2,094 x 104
=
0
= = 34,96
1003

2. Konsentrasi 0,3 M
1000 1000 ( 45,946 45,810 )
2 (2 )( 0 ) 58 (58 )( (45,810 35,852 ) )
2,970 x 104
=
0
= = 45,59
1010

3. Konsentrasi 0,5 M
1000 1000 ( 46,021 45,810 )
2 (2 )( 0 ) 58 (58 )( (45,810 35,852 ) )
4,917 x 104
=
0
= = 42,43
1017

4. Konsentrasi 1,5 M
1000 1000 ( 46,394 45,810 )
2 (2 )( 0 ) 58 (58 )((45,810 35,852 ))
1,423 x 103
=
0
= = 39,15
1054

5. Konsentrasi 2,25 M
1000 1000 ( 46,643 45,810 )
2 (2 )( 0 ) 58 (58 )( (45,810 35,852 ) )
2,086 x 103
=
0
= = 37,21
1079

F. Grafik vs

0,015 34,96
0,017 45,59
0,022 42,43
0,038 39,15
0,046 37,21
Grafik terhadap
50
45 y = -92.811x + 42.43
40 R = 0.0909
35
30

25
20 Series1
15 Linear (Series1)
10
5
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05

G. Mencarinilai V1

V1= + ( 2
) ( )

1. Konsentrasi 0,21 M

V1= + ( 2
) ( )
2,094 x 104 molal
V1 = 34,96+ ( 2
0,015) (-92,811)
V1 =34,9599
2. Konsentrasi 0,3 M

V1= + ( 2
) ( )
2,970 x 104
V1 = 45,59+ ( 2
0,017) (-92,811)
V1 =45,5898
3. Konsentrasi 0,5 M

V1= + ( 2
) ( )
4,917 x 10 4
V1 = 42,43+ ( 2
0,022) (-92,811)
V1 =42,4295
4. Konsentrasi 1,5 M

V1= + ( 2
) ( )
1,423 x 10 3
V1 = 39,15+ ( 2
0,038) (-92,811)
V1 =39,1475
5. Konsentrasi 2,25 M

V1= + ( 2
) ( )
2,086 x 103
V1 = 37,21+ ( 2
0,046) (-92,811)
V1 =37,2055

H. Grafik V1vs m
V1 m
34,9599 0,0002094
45,5898 0,0002970
42,4295 0,0004917
39,1475 0,001423
37,2055 0,002086

Grafik V1 terhadap m (NaCl)


50
y = -1727x + 41.423
45
R = 0.1129
40
35
30
V1

25
20 Series1
15 Linear (Series1)
10
5
0
0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025
m

3
I. Mencarinilai V2= + ( 2 ) ( )

1. Konsentrasi 0,21 M
3
V2= + ( 2 ) ( )
3
V2 = 34,96+ ( 2 0,015 ) (-1727)
V2= -3,9
2. Konsentrasi 0,3 M
3
V2= + ( 2 ) ( )
3
V2 = 45,59+ ( 2 0,017) (-1727)
V2= 1,55
3. Konsentrasi 0,5 M
3
V2= + ( 2 ) ( )
3
V2 = 42,43+ ( 2 0,022) (-1727)
V2= -14,56
4. Konsentrasi 1,5 M
3
V2= + ( 2 ) ( )
3
V2 = 39,15+ ( 2 0,038) (-1727)
V2= -59,29
5. Konsentrasi 2,25 M
3
V2= + ( 2 ) ( )
3
V2 = 37,21+ ( 2 0,046) (-1727)
V2= -81,95

J. Grafik V2 vs m
V2 m
-3,9 0,0002094
1,55 0,0002970
-14,56 0,0004917
-59,29 0,001423
-81,95 0,002086
Grafik V2 terhadap m
10
y = -44755x + 8.7132
0
R = 0.9862
-10 0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025
-20
-30
V2

-40 Series1
-50 Linear (Series1)
-60
-70
-80
-90
m

Anda mungkin juga menyukai