Anda di halaman 1dari 17

Diagnosis pada Anak ADHD

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Pendahuluan

Kehidupan seorang manusia akan mengalami proses bertumbuh dan berkembang.


Masa-masa tumbuh kembang ini dipengaruhi oleh berberapa faktor yaitu, faktor biologis,
faktor kognitif, faktor sosial, dan faktor lingkungan. Yang semua faktor ini akan menentukan
bagaimana seorang manusia itu dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya. Bila dalam
masa pertumbuhan ada faktor-faktor yang tidak terpenuhi maka hasil pertumbuhan anak
dapat terganggu. Seorang anak dalam banyak hal bergantung kepada orang dewasa, misalnya
mengenai makanan, perawatan, bimbingan, perasaan aman, pencegahan penyakit dan
sebagainya.

Untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimum diperlukan berbagai faktor


misalnya makanan harus sesuai dengan keperluan anak. Penyakit infeksi akut maupun kronis
dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga pencegahan penyakit
menular merupakan hal yang penting, disamping diperlukan bimbingan, perasaan aman, dan
kasih sayang dari ayah ibu yang hidup rukun, bahagia sejahtera dalam lingkungan yang sehat.

Pembahasaan

Perkembangan yang dialami manusia tidak lepas dari suatu siklus kehidupannya.
Siklus kehidupan adalah proses perubahan yang terjadi selama bertahun-tahun kehidupan
manusia, dari lahir hingga akhir hayat, mencakup pelbagai perubahan kebutuhan yang dapat
dikelompokan dalam aspek fisik psikoseksual, psikososial, , moral, dan kognitif.

Perkembangan psikoseksual (Freud)1,2

1. Fase oral (0 1 tahun)


Pusat aktifitas yang menyenangkan di dalam mulutnya, anak mendapat kepusaan saat
mendapat ASI, kepusaan bertambah dengan aktifitas mengisap jari dari tangannya
atau benda-benda disekitarnya
2. Fase anal (1 3 tahun)

Tumbuh Kembang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Page 1


Meliputi retensi dan pengeluaran feses. Pusat kenikmatannya pada anus saat BAB,
waktu yang tepat untuk mengajarkan disiplin dan bertanggung jawab.
3. Fase falik (3 6 tahun)
Selama fase ini, genitalia menjadi area yang menarik dan area tubuh sensitif. Anak
mulai mempelajari adanya perbedaan jenis dan alat kelamin. Seringkali anak sangat
penasaran dengan pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan perbedaan ini. Orang
tua harus bijak dalam member penjelasan tentang hal ini sesuai dengan kemampuan
perkembangan kognitifnya agar anak mendapatkan pemahaman yang benar. Selain itu
anak sering meniru ibu atau bapaknya misalnya dengan menggunakan pakaian ayah
dan ibu. Secara psikologis pada fase ini mulai berkembang superego, yaitu anak mulai
berkurang sifat egosentrisnya.
4. Fase laten (6 - 12 tahun)
Anak menggunakan energy fisik dan psikologis yang merupakan media untuk
mengeksplorasi pengetahuan dan pengalaman melalui aktifitas fisik maupun
sosialnya. Anak-anak pada fase ini mencari teman sesuai jenis kelamin. Pertanyaan
anak tentang seks semakin banyak mengarah pada sistem reproduksi. Orang tuan
harus bijaksana dalam merespons yaitu menjawabnya dengan jujur dan hangat. Peran
ibu dan ayah sangat penting dalam melakukan pendekatan dengan anak, pelajari apa
yang sebenarnya sedang dipikirkan anak berkaian dengan seks.
5. Fase genital (12 18 tahun)
Tahapan akhir perkembangan menurut freud adalah tahapan genital ketika anak mulai
memasuki fase pubertas, yaitu dengan adanya proses kematangan organ reproduksi
dan produksi hormon seks.

Perkembangan psikososial (Erikson)1-3

Proses perkembangan psikososial tergantung pada bagaimana individu menyelesaikan


tugas perkembangannya pada tahap itu, yang paling penting adalah bagaimana memfokuskan
diri individu pada penyelesaian konflik yang baik itu berlawanan atau tidak dengan tugas
perkembangannya.

1. Percaya vs tidak percaya ( 0 1 tahun)


Kebutuhan rasa aman dan ketidakberdayaannya menyebabkan konflik basic trust dan
mistrust, bila anak mendapatkan rasa amannya maka anak akan mengembangkan
kepercayaan diri terhadap lingkungannya, ibu sangat berperan penting.

Tumbuh Kembang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Page 2


2. Otonomi vs rasa malu dan ragu ( 2 3 tahun)
Organ tubuh lebih matang dan terkoordinasi dengan baik sehingga terjadi peningkatan
keterampilan motorik, anak perlu dukungan, pujian, pengakuan, perhatian serta
dorongan sehingga menimbulkan kepercayaan terhadap dirinya, sebaliknya celaan
hanya akan membuat anak bertindak dan berfikir ragu ragu. Kedua orang tua objek
sosial terdekat dengan anak.

3. Inisiatif vs rasa bersalah (3 6 tahun)


Bila tahap sebelumnya anak mengembangkan rasa percaya diri dan mandiri, anak
akan mengembnagkan kemampuan berinisiatif yaitu perasaan bebas untuk melalukan
sesuatu atas kehendak sendiri. Bila tahap sebelumnya yang dikembangkan adalah
sikap ragu-ragu, maka ia kan selalu merasa bersalah dan tidak berani mengambil
tindakan atas kehendak sendiri.

4. Industri vs inferiority (6 12 tahun)


Logika anak sudah mulai tumbuh dan anak sudah mulai sekolah, tuntutan peran
dirinya dan bagi orang lain semakin luas sehingga konflik anak masa ini adalah rasa
mampu dan rendah diri. Bila lingkungan ekstern lebih banyak menghargainya maka
akan muncul rasa percaya diri tetapi bila sebaliknya, anak akan rendah diri.

5. Identitas vs keracuan peran ( 12 18 tahun)


Anak mulai dihadapkan pada harapan harapan kelompoknya dan dorongan yang
makin kuat untuk mengenal dirinya sendiri. Ia mulai berfikir bagaimana masa
depannya, anak mulai mencari identitas dirinya serta perannya, jiak ia berhasil
melewati tahap ini maka ia tidak akan bingung menghadapi perannya

6. Intimasi vs Isolasi (dewasa awal)


Individu sudah mulai mencari pasangan hidup. Kesiapan membina hubungan dengan
orang lain, perasaan kasih sayang dan keintiman, sedang yang tidak mampu
melakukannya akan mempunyai perasaan terkucil atau tersaing.

7. Generativitas vs stagnasi (dewasa tengah)


Adanya tuntutan untuk membantu orang lain di luar keluarganya, pengabdian
masyarakat dan manusia pada umumnya. Pengalaman di masa lalu menyebabkan

Tumbuh Kembang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Page 3


individu mampu berbuat banyak untuk kemanusiaan, khususnya generasi mendatang
tetapi bila tahap tahap silam, ia memperoleh banyak pengalaman negatif maka
mungkin ia terkurung dalam kebutuhan dan persoalannya sendiri.

8. Integritas vs keputusasaan (dewasa lanjut)


Memasuki masa ini, individu akan menengok masa lalu. Kepuasan akan prestasi, dan
tindakan-tindakan dimasa lalu akan menimbbulkan perasaan puas. Bila ia merasa
semuanya belum siap atau gagal akan timbul kekecewaan yang mendalam.

Perkembangan moral (Kohlberg)1,2

1. Pre-konvensional
Mulanya ditandai dengan besarnya pengaruh wawasan kepatuhan dan hukuman
terhadap prilaku anak. Penilaian terhadap prilaku didasarkan atas akibat sikap yang
ditimbulkan oleh prilaku. Dalam tahap selanjutnya anak mulai menyesuaikan diri
dengan harapan harapan lingkungan untuk memperoleh hadiah, yaitu senyum,
pujian atau benda.

2. Konvensional
Anak terpaksa menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan atau ketertiban sosial
agar disebut anak baik atau anak manis

3. Post konvensional
Anak mulai mengambil keputusan baik dan buruk secara mandiri. Prinsip pribadi
mempunyai peranan penting. Penyesuaian diri terhadap segala aturan di sekitarnya
lebih didasarkan atas penghargaannya serta rasa hormatnya terhadap orang lain.

Perkembangan Kognitif4,5

Kognisi merujuk pada proses ketika individu yang berkembang mengenal dunia dan
isinya. Anak-anak harus menumbuhkan potensi ini dengan berinteraksi dengan
lingkungannya. Dengan perkembangan kognitif, anak-anak membutuhkan kemampuan
untuk berpikir secara abstrak dan logis. Perkembangan kognitif terdiri atas perubahan terkait
usia dalam aktivitas mentalnya.

Tumbuh Kembang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Page 4


Piaget membagi proses perkembangan itu ke dalam fase-fase yang diberinya nama
sesuai dengan fungsi inteligentif yang secara dominan dalam fase itu adalah:

1. Fase sensori motor (0-2 tahun),

Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan


pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan, yaitu (1) Sub-tahapan skema
refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama
dengan refleks. (2) Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu
sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-
kebiasaan. (3) Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat
sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara
penglihatan dan pemaknaan. (4) Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder,
muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan
untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau
dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek). (5) Sub-tahapan fase reaksi sirkular
tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan
terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan. (6) Sub-tahapan
awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.

2. Pra-operasional (2-6 tahun)

Prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan
ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam
tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan
gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk
melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek
menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya
berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai
merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun,
mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis.

3. Konkrit-operasional (6-11 tahun)

Tumbuh Kembang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Page 5


Tahap dengan ciri penggunaan logika yang memadai. Proses penting dalam tahap ini
adalah (1) pengurutan yaitu kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran,
bentuk, atau ciri lainnya. (2) Klasifikasi yaitu kemampuan untuk memberi nama dan
mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau
karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat
menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. (3) decentering adalah
tahapan saat anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan
untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir
lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi. (4)
reversibility adalah saat anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda
dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat
menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
(5) konservasi adalah memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda
adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-
benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya
sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya
berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain. (6)
penghilangan sifat egosentrisme yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut
pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).

4. Formal-operasional (11-16 tahun)


Tahap yang dicirikan dengan adaptabilitas dan fleksibilitas. Remaja dapat berpikir
memakai istilah abstrak, simbil abstrak, dan menarik kesimpulan logis dari
serangkaian observasi. Mereka dapat membuat hipotesis dan mengujinya.4,5

Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD)


Sesuai dengan edisi keempat dari American Psychiatric Associations Diagnostic and
Statistical Manual (DSM-IV), ADHD adalah suatu keadaan yang menetap dari inatensi
dan/atau hiperaktifitas-impulsivitas yang lebih sering frekuensinya dan lebih berat
dibandingkan dengan individu lain yang secara tipikal diamati pada tingkat perkembangan
yang sebanding.6

Tumbuh Kembang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Page 6


ADHD ditandai oleh kurangnya kemampuan memusatkan perhatian, termasuk
peningkatan distraktibilitas dan kesulitan untuk mempertahankan perhatian; kesulitan
mempertahankan kontrol impuls; overaktifitas motorik dan kegelisahan motorik.6

Gejala inatensi atau hiperaktifitas-impulsivitas yang menyebabkan terjadinya


gangguan harus ada sebelum umur 7 tahun, walaupun banyak individu yang didiagnosis
ketika gejalanya ditemukan setelah beberapa tahun. Gejala-gejala tersebut harus ada minimal
pada dua tempat (misalnya di rumah dan di sekolah atau di tempat kerja). Gangguan tersebut
harus jelas berhubungan dengan perkembangan fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.
Gangguan tidak terjadi bersamaan dengan gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia,
atau gangguan psikotik lain, dan tidak digolongkan sebagai gangguan mental lain (seperti
gangguan mood, gangguan cemas, gangguan disosiatif, atau gangguan kepribadian).6,7

DSM-IV menetapkan ada 3 tipe dari ADHD yaitu tipe yang dominan hiperaktif, tipe
dominan gangguan perhatian dan tipe kombinasi dari keduanya. Anak yang mengalami
gangguan ini sering mengalami masalah dalam pendidikannya, hubungan interpersonal
dengan anggota keluarga dan teman sebaya, dan rasa harga diri yang rendah. ADHD juga
sering bersamaan terjadinya dengan gangguan emosional,gangguan tingkah laku, gangguan
berbahasa, dan gangguan belajar.6,7

Epidemiologi

DSM IV memperkirakan prevalensi ADHD sebesar 3-5% di antara anak-anak usia


sekolah. Namun dari sampel anak-anak usia sekolah yang berasal dari komunitas,
diperkirakan bahwa prevalensi ADHD sebesar 4-12%.7

Di USA prevalensi ADHD pada anak sebesar 3-7 %, sedangkan angka prevalensi
pada anak-anak di negara lain, seperti Jerman, New Zealand dan Kanada dilaporkan rata-rata
5 10%. Prevalensi menurut Health Maintenance Organization berkisar antara 7-9 %.8,9

Penderita ADHD lebih sering dijumpai pada anak laki-laki, rasio perkiraan anak laki-
laki dan anak perempuan adalah 3 : 1 dan 4 : 1 pada populasi klinis.8,9 Tipe inatensi lebih
banyak ditemukan pada wanita.1 Data pada komunitas lain menunjukkan rasio 2 : 1. Seiring
perkembangan jaman rasio laki-laki berbanding perempuan mengalami penurunan akibat
meningkatnya deteksi dini pada kasus ADHD.

Tumbuh Kembang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Page 7


Berdasarkan data ini disetiap kelas di USA akan dijumpai satu atau dua siswa yang
menderita ADHD8 , ini telah dibuktikan pada dalam suatu survei 2004.

Etiologi

ADHD merupakan kondisi heterogen dimana tidak hanya satu penyebab yang
diidentifikasi. Diperkirakan adanya peranan faktor genetik dan lingkungan mempunyai
pengaruh penting terhadap perkembangan fetus dan postnatal yang kemudian berpengaruh
pada terjadinya ADHD pada anak-anak usia dini.7 Adapun faktor-faktor yang meningkatkan
resiko terjadinya ADHD dihubungkan dengan genetik, perkembangan, keracunan, post
infeksi, dan post trauma.10

Patofisiologi

Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui. Namun dikatakan bahwa area kortek
frontal, seperti frontrosubcortical pathways dan bagian frontal kortek itu sendiri, merupakan
area utama yang secara teori bertanggung jawab terhadap patofisiologi ADHD.9 Mekanisme
inhibitor di kortek, sistem limbik, serta sistem aktivasi retikular juga dipengaruhi. ADHD
dapat mempengaruhi satu, dua, tiga, atau seluruh area ini sehingga muncul tipe dan profil
yang berbeda dari ADHD.10

Sebagaimana yang diketahui bahwa lobus frontal berfungsi untuk mengatur agar pusat
perhatian pada perintah, konsentrasi yang terfokus, membuat keputusan yang baik, membuat
suatu rencana, belajar dan mengingat apa yang telah kita pelajari, serta dapat menyesuaikan
diri dengan situasi yang tepat. Mekanisme inhibisi di kortek befungsi untuk mencegah agar
kita tidak hiperaktif, berbicara sesuatu yang tidak terkontrol, serta marah pada keadaan yang
tidak tepat. Dapat dikatakan bahwa 70 % dari otak kita berfungsi untuk menghambat 30 %
yang lain.

Pada saat mekanisme inhibitor dari otak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
maka hasilnya adalah apa yang disebut dengan dis-inhibitor disorder seperti perilaku
impulsif, quick temper, membuat keputusan yang buruk, hiperaktif, dan lainlain. Sedangkan
sistem limbik mengatur emosi dan kewaspadaan seseorang. Bila sistem limbik teraktivasi
secara berlebihan, maka seseorang memiliki mood yang labil, temperamen yang meledak-
ledak, menjadi mudah terkejut, selalu menyentuh apapun yang ada di sekitarnya, memiliki
kewaspadaan berlebihan. Sistem limbik yang normal mengatur perubahan emosional yang

Tumbuh Kembang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Page 8


normal, level energi normal, rutinitas tidur normal, dan level stress yang normal. Disfungsi
dari sistem limbik mengakibatkan terjadinya masalah pada hal tersebut.9,11,12

Beberapa data mendukung hal ini yaitu pemeriksaan MRI pada kortek prefrontal
mesial kanan penderita ADHD menunjukkan penurunan aktivasi. Selama pemeriksaan juga
terlihat hambatan respon motorik yang berasal dari isyarat sensorik. MRI pada penderita
ADHD juga menunjukkan aktivitas yang melemah pada korteks prefrontal inferior kanan dan
kaudatum kiri. Neurotransmiter utama yang teridentifikasi lewat fungsi lobus frontal adalah
katekolamin. Neurotranmisi dopaminergik dan noradrenergik terlihat sebagai fokus utama
aktifitas pengobatan yang digunakan untuk penanganan ADHD. Dopamin merupakan zat
yang bertanggung jawab pada tingkah laku dan hubungan sosial, serta mengontrol aktivitas
fisik. Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi, memusatkan perhatian, dan perasaan.
Dukungan terhadap peranan norepinefrin dalam menimbulkan ADHD juga ditunjukkan dari
hasil penelitian yang menyatakan adanya peningkatan kadar norepinefrin dengan penggunaan
stimulan dan obat lain seperti desipramine efektif dalam memperbaiki gejala dari ADHD.
Pengurangan gejala juga terlihat setelah penggunaan monoamine oxidase inhibitor, yang
mengurangi pemecahan terhadap norepinefrin sehingga kadar norepinefrin tetap tinggi dan
menyebabkan gejala ADHD berkurang.9,10

Gejala Klinis

Karakteristik prinsip dari ADHD adalah inatensi, hiperaktifitas, dan impulsivitas yang
mana ini terlihat pada kehidupan awal anak-anak. Biasanya gejala hiperaktifitas dan
impulsivitas mendahului inatensi. Gejala yang berbeda dapat muncul pada tempat yang
berbeda dan tergantung pada situasi. Anak-anak bisa jadi tidak dapat duduk dengan tenang di
kelasnya atau suka mengacau di sekolah, sedangkan tipe inatensi sering terlihat melamun.

Anak yang impulsif suka bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu, sehingga sering
dianggap memiliki masalah dengan kedisiplinan. Sedangkan anak-anak yang pasif atau lebih
banyak diam dapat terlihat tidak memiliki motivasi.

Semua anak ADHD terkadang terlihat gelisah, terkadang bertindak tanpa berpikir,
terkadang dapat terlihat melamun. Saat hiperaktifitas anak, distraktibilitas, konsentrasi yang
kurang, atau impulsivitas mulai berpengaruh pada penampilan anak di sekolah, hubungan
sosial dengan anak lain, atau perilaku anak di rumah maka terjadinya ADHD dapat
diperkirakan.

Tumbuh Kembang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Page 9


Oleh karena gejalanya bervariasi pada tempat yang berbeda, maka ADHD sulit
didiagnosis terutama bila inatensi menjadi gejala utamanya.

Anak yang hiperaktif biasanya akan terus bergerak. Mereka suka menghancurkan
segala sesuatu di sekitarnya, menyentuh atau bermain dengan apa saja yang dilihatnya, atau
bicara tanpa henti. Anak tersebut menjadi sangat sulit untuk duduk diam saat makan ataupun
di sekolah. Mereka suka menggeliat dan gelisah di tempat duduknya atau suka mengelilingi
kamar. Mereka juga suka menggoyang-goyangkan kakinya, menyentuh segala sesuatu, atau
membuat keributan dengan mengetuk-ketukan pensilnya. Sedangkan remaja atau orang
dewasa yang hiperaktif lebih sering merasakan kegelisahan dalam dirinya. Mereka sering
memilih untuk tetap sibuk dan melalukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan.

Anak yang impulsif terlihat tidak mampu berpikir sebelum bertindak, sering
mengatakan sesuatu yang tidak sesuai tanpa dipikirkan dahulu, memperlihatkan emosinya
tanpa mampu mengendalikannya. Impulsivitas ini membuat anak sulit menunggu sesuatu
yang mereka inginkan atau menunggu giliran untuk bermain. Mereka dapat merampas
mainan dari anak lainnya atau memukul anak lain saat mereka kalah. Pada remaja dan
dewasa, mereka lebih memilih mengerjakan sesuatu dengan segera walaupun gajinya kecil
dibandingkan melakukan sesuatu dengan gaji besar namun penghargaan yang diterimanya
tidak segera didapat.

Anak dengan tipe inatensi susah memusatkan perhatiannya pada satu hal,
perhatiannya mudah beralih pada suara-suara yang didengarnya atau apa saja yang dilihatnya,
dan mudah bosan dengan tugasnya setelah beberapa menit. Bila mereka melakukan sesuatu
yang sangat disukainya, mereka tidak kesulitan dalam memusatkan perhatian. Tetapi
pemusatan perhatian yang disengaja, perhatian untuk mengatur dan melengkapi tugas atau
belajar sesuatu yang baru sangatlah sulit. Anak-anak tersebut sering lupa mengerjakan
pekerjaan rumahnya atau meninggalkan tugasnya di sekolah. Mereka juga sering lupa
membawa buku atau salah membawa buku. Bila pekerjaan rumahnya sudah selesai, biasanya
banyak sekali kesalahan dan bekas hapusan. Adanya pekerjaan rumah sering disertai frustasi
baik pada anak maupun pada orang tua anak tersebut. Anak tipe ini juga jarang sekali dapat
mengikuti perintah, sering kehilangan barang seperti mainan, pensil, buku, dan alat-alat untuk
mengerjakan tugas; mudah beralih dari aktivitas yang belum diselesaikannya ke aktivitas
lainnya.

Tumbuh Kembang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Page 10


Anak dengan tipe dominan inatensi sering terlihat melamun, mudah bingung, bergerak
lambat, dan letargis. Mereka sulit memproses suatu informasi secara cepat dan akurat
dibandingkan anak-anak lain. Saat gurunya memberikan perintah langsung maupun tertulis,
anak-anak tipe ini membutuhkan waktu yang lama untuk mengerti apa yang harus mereka
lakukan dan mereka seringkali membuat kesalahan. Walaupun anak terlihat dapat duduk
diam, tidak mengacau, dan bahkan terlihat serius bekerja namun sesungguhnya anak-anak ini
tidak mengerti sepenuhnya apa tugasnya. Anak tipe ini tidak memiliki masalah sosial.

Diagnosis ADHD didasarkan pada riwayat klinis yang didapat dari wawancara dengan
pasien dan orang tua serta informasi dari guru. Wawancara dengan orang tua tentang gejala
yang tampak, usia timbulnya gejala, riwayat perkembangan anak (sejak dalam kandungan),
riwayat medis: fungsi penglihatan dan pendengaran, riwayat pengobatan, riwayat alergi,
adanya penyakit kronis, yang mungkin berpengaruh pada perkembangan anak, riwayat di
sekolah, hubungannya dengan teman, masalah dalam keluarga misalnya perselisihan dalam
keluarga, perceraian, anak kurang kasih sayang yang mungkin berperan dalam menimbulkan
ADHD.11

Diagnosis
Berdasarkan gejala yang menonjol, ADHD dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu:5,6,7

1. Tipe yang dominant gangguan pemusatan perhatian


2. Tipe yng dominant hiperaktivitas dan impulsivitas
3. Tipe campuran (gejalanya campuran dari gangguan pemusatan perhatian,
hiperaktivitas, dan impulsivitas)

Diagnosis ADHD tipe gangguan pemusatan perhatian (menurut DSM IV) ditegakkan
bila minimal ada 6 gejala gangguan pemusatan perhatian untuk waktu minimal 6 bulan dan
didapat kurang dari 6 gejala hiperaktivitas serta dimulai sebelum usia 7 tahun. Gejala-gejala
ini tetap ada pada saat anak di sekolah atau di rumah bersifat maladaptif, dan tak sesuai
dengan tahap perkembangan anak. 5,6,7

Diagnosis ADHD tipe hiperaktivitas dan impulsivitas (menurut DSM IV) ditegakkan
bila minimal ada 6 gejala hiperaktivitas dan impulsivitas untuk waktu minimal 6 bulan dan
didapat kurang dari 6 gejala gangguan pemusatan perhatian dan dimulai sebelum usia 7

Tumbuh Kembang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Page 11


tahun. Gejala-gejala ini tetap ada pada saat anak di sekolah atau di rumah bersifat maladaptif,
dan tak sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Diagnosis ADHD tipe campuran (menurut DSM IV) ditegakkan bila didapatkan 6
atau lebih gejala gangguan pemusatan perhatian dan 6 atau lebih gejala
hiperaktivitasimpulsivitas yang tetap ada selama paling sedikit 6 bulan, dimulai sebelum usia
7 tahun serta gejala-gejala ini tetap ada saat di sekolah dan di rumah.

Dalam penelitian klinis, skala pengukuran tingkah laku anak ADHD digunakan untuk
menilai efek pengobatan dan keadaan klinis anak ADHD. Skala pengukuran tersebut dipakai
untuk mengukur perubahan tingkah laku anak ADHD sebelum dan sesudah pengobatan.
Skala pengukuran yang banyak digunakan dalam menilai hasil pengobatan atau penanganan
anak ADHD adalah Conners Parent Rating Scales atau Conners abbreviated rating scale
untuk orang tua dan guru, terdiri dari 10 pernyataan.

Kemudian angka-angka dalam tabel 2 tersebut dijumlahkan. Apabila jumlahnya 15


dianggap anak bersangkutan menderita hiperkinetik/ADHD. Skor 12 dicurigai gangguan
hiperkinetik dapat dikonsultasikan ke seorang ahli (Psikiater anak). Setiap item dinilai seperti
di atas (0-3), bila penilaian > 15, dapat didiagnosis ADHD.

Pemeriksaan

a. Anamnesis 5

1. Riwayat penyakit sekarang sesuai dengan kriteria ADHD berdasarkan DSM IV.
2. Riwayat penyakit dahulu
Temukan adanya riwayat pemakaian obat-obatan yang memiliki interaksi negatif
dengan ADHD atau pengobatannya seperti: antikonvulsan, antihipertensi, obat yang
mengandung kafein, pseudoefedrin, monoamin oxidase inhibitors (MAOIs).

Temukan pula adanya penyakit yang memiliki interaksi negatif dengan ADHD atau
pengobatannya seperti: penyakit arterial (mayor), glaukoma sudut sempit, trauma kepala,
penyakit jantung, palpitasi, penyakit hati, hipertensi, kehamilan, dan penyakit ginjal.

Temukan pula adanya kelainan psikiatrik karena 30-50% penderita ADHD disertai
dengan kelainan psikiatrik. Adapun kelainan psikiatrik yang dimaksud antara lain:
gangguan cemas, gangguan bipolar, gangguan perilaku, depresi, gangguan disosiasi,

Tumbuh Kembang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Page 12


gangguan makan, gangguan cemas menyeluruh, gangguan mood, gangguan obsesif-
kompulsif, gangguan panik atau tanpa agorafobia, gangguan perkembangan perfasif,
Posttraumatic stress disorder ( PTSD), psikotik, fobia sosial, gangguan tidur,
penyalahgunaan zat, sindrom Tourettes atau gangguan Tic, dan komorbiditas somatik
(tidak ada komorbiditas somatik yang berhubungan dengan ADHD).

3. Riwayat keluarga
Temukan adanya anggota keluarga lain yang menderita ADHD atau mengalami gejala
seperti yang tercantum dalam criteria DSM IV.
4. Riwayat sosial
Meliputi: interaksi antar anggota keluarga, masalah dengan hukum, keadaan di sekolah,
dan disfungsi keluarga.
b. Pemeriksaan fisik :
Perlu observasi yang baik terhadap perilaku penderita ADHD karena pada penderita
ADHD menunjukkan gejala yang sedikit pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan meliputi : tanda vital, tinggi badan, berat badan, tekanan darah dan nadi.
Pemeriksaan fisik umum termasuk penglihatan, pendengaran dan neurologis.
Tidak ada pemeriksaan fisik dan laboratorium yang spesifik untuk ADHD. Pemeriksaan
fisik yang dilakukan secara seksama, mungkin dapat membantu dalam menegakkan
diagnosa, dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.5
c. Pemeriksaan psikologis (mental)
Terdiri dari pemeriksaan terhadap kesan umum berupa refleksi menghisap, kontrol
impuls, dan state of arousal. Pemeriksaan mental seperti: tes intelegensia, tes
visuomotorik, tes kemampuan bahasa, dan lain-lain.
d. Pemeriksaan Laboratorium
Liver Function Test
Complete blood cell counts
e. Pemeriksaan Imaging
MRI
PET (Positron Emision Tomography)

PENATALAKSANAAN
Penanganan holistik anak ADHD yang terbaik adalah5,6,7 :

1. Farmakoterapi (Medikamentosa)

Tumbuh Kembang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Page 13


2. Terapi perilaku
3. Kombinasi pengobatan medikamentosa dengan terapi perilaku
4. Edukasi pasien dan keluarga mengenai anak ADHD.

Terapi Medikamentosa
Penggunaan obat-obatan dalam terapi ADHD berperan sebagai CNS stimulant,
meliputi sediaan short dan sustained-release seperti methylphenidate, dextroamphetamine,
kombinasi dextroamphetamine dan amphetamine salt. Salah satu keuntungan sediaan
sustained-release untuk anak-anak adalah satu dosis di pagi hari akan bertahan efeknya
sepanjang hari sehingga anak-anak tidak perlu minum dosis kedua maupun ketiga saat
kegiatan di sekolah berlangsung. Keuntungan lain adalah dipertahankannya obat ini pada
level tertentu dalam tubuh sepanjang hari sehingga fenomena rebound dan munculnya
iritabilitas dapat dihindari. FDA (The Food and Drug Administration) menyarankan
penggunaan dextroamphetamine pada anak-anak berusia 3 tahun atau lebih dan
methylphenidate pada anak-anak berusia 6 tahun atau lebih. Kedua obat inilah yang paling
sering dipakai untuk terapi ADHD.

Terapi second line meliputi antidepresan seperti bupropion, venlafaxine dan juga
terdiri dari Agonis reseptor -Adrenergik seperti clonidine dan guanfacine. Obat antidepresan
sebaiknya diberikan bila pemberian obat psikostimulan tidak efektif hasilnya untuk anak
ADHD.

Psikostimulan menstimuli area yang mengalami penurunan aktivasi hingga dapat


mencapai tingkat yang lebih tinggi. Ternyata efek methylphenidate sangat baik terhadap anak
ADHD dimana anak ADHD terjadi hipofungsi dopamin dan adrenalin di sinaps, sedangkan
methylphenidate bekerja untuk menghambat reuptake dopamin dan noradrenalin kembali ke
sel syaraf. Efek methylphenidate menstimulasi korteks serebral dan struktur sub kortikal.

Efek samping psikostimulan yang tersering adalah insomnia, berkurangnya nafsu


makan sampai berat badan menurun, kadang-kadang sakit kepala. Bila sebelum dan saat
pengobatan anak ADHD menunjukkan gejala sukar makan, maka perlu diberikan vitamin
untuk nafsu makan. Bila timbul efek samping sukar tidur, sebaiknya pemberian malam hari
tak dilakukan, dilakukan membaca terlebih dahulu sebelum tidur (bedtime reading), dapat
diberikan obat tidur bila sangat diperlukan.5 , 6

Terapi Perilaku

Tumbuh Kembang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Page 14


Berupa :

1. Intervensi pendidikan dan sekolah


Hal ini penting untuk membangun kemampuan belajar anak.

2. Psikoterapi:: pelatihan ADHD, suport group, atau penggunaan keduanya pada orang
dewasa dapat membantu menormalisasi gangguan dan membantu penderita agar
fokus pada informasi umum. Konselor terapi perilaku ini dapat melibatkan psikolog,
dokter spesialis tumbuh kembang anak, pekerja sosial dan perawat yang
berpengalaman. Modifikasi prilaku dan terapi keluarga juga dilakukan untuk
mendapatkan hasil yang optimal.

Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi konflik orang tua dan anak serta
mengurangi ketidakpatuhan anak. Terapi perilaku ini terdiri dari beberapa langkah, yakni:8

a. Fase pemberian informasi (Information phase)


Memberikan informasi pada orang tua mengenai keadaan anak sebenarnya termasuk
kesukaran tingkah laku anak.
b.Fase penilaian (Assessment phase)
Menilai seberapa berat gangguan interaksi anak dengan saudara atau orang tua.
c. Fase pelatihan (Training phase)
Menawarkan pelatihan keterampilan sosial pada anak, orang tua, bila memungkinkan
gurunya.
d. Fase evaluasi (Review progress)
Menilai kemajuan/perbaikan tingkah laku anak ADHD.
Pendekatan pada anak untuk memperbaiki tingkah lakunya di rumah dan hubungan
interpersonal anak-orang tua dilakukan dengan cara :8

a) Mengidentifikasi situasi permasalahan yang spesifik dan peristiwa yang menimbulkan


tingkah laku yang tidak diinginkan misalnya sikap menentang bila disuruh belajar,
sikap tidak bisa diam, dan sebagainya.
b) Dilakukan monitor kemajuan anak dengan menggunakan skala penilaian yang sudah
baku.
c) Ditingkatkan hubungan/interaksi yang positif antara orang tua dan anak serta dibatasi
interaksi negatif antara orang tua dengan anak.
d) Berusaha untuk berkomunikasi secara efektif dan menetapkan peraturan.

Tumbuh Kembang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Page 15


e) Digunakan sistem hadiah (rewards) segera bila anak mencapai target tingkah laku
yang dikehendaki.
f) Digunakan negative reinforcement (time out) sebagai hukuman pada anak pada
masalah tingkah laku yang serius.
Pendekatan yang hampir sama dapat dilakukan oleh guru di sekolah pada anak ADHD yang
mengganggu teman-temannya di sekolah.

Dalam terapi perilaku sebaiknya orangtua menunjukkan perilaku yang baik yang
dapat ditiru anak (menunda kemarahan/lebih sabar, memberikan disiplin yang konsisten dan
sesuai dengan usia anak). Mengajarkan pada anak bermain olahraga yang banyak
mempergunakan gerakan adalah lebih baik daripada permainan yang tenang ( catur),
misalnya sepakbola dan tenis.

Prognosis
Prognosis pasien ADHD umumnya baik bila:

1. Tidak ada faktor komorbid utama


2. Pasien dan yang merawatnya memperoleh cukup edukasi mengenai ADHD dan
manajemen penanganannya
3. Taat dalam melaksanakan terapi
4. Learning disabilities yang menyertai didiagnosa dan ditinjau ulang dan ditangani.
5. Beberapa dan semua masalah emosional diinvestigasi dan ditangani dengan baik oleh
dokter umum atau pasien dirujuk ke pusat kesehatan jiwa yang profesional.9

Sedikitnya 80% dari anak-anak yang menderita ADHD, gejalanya menetap sampai
remaja bahkan dewasa. Dengan peningkatan usia, maka gejala hiperaktif akan berkurang
tetapi gejala inatensi, impulsivitas, disorganisasi, dan kesulitan dalam membangun hubungan
dengan orang lain biasanya menetap dan semakin menonjol.6,9

Daftar Pustaka

1. Supartini Y. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC; 2002.h.57-65.
2. Muscari EM. Pediatrik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2001.h.8-9.

Tumbuh Kembang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Page 16


3. Seminium Y. Teori kepribadian dan terapi psikoanalitik Freud. Yogyakrta: Kanisius;
2006.h.21.
4. Elvira SD, Gitayanti, Hadisukanto. Buku ajar psikiatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;
2010.
5. Wong DL, Yudha EK, Yulianti D, Subekti NK, Wahyuningsih NE, Ester M. Buku
ajar keperawatan pediatrik wong volume 1. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 2008.
6. DSM IV. Attention Deficit/Hyperactivity Disorder. Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders. 4th edition. American Psychiatric Association, Washington DC.
1994. p. 78-85.
7. Simms MD. Attention Deficit/Hyperactivity Disorder. In: Behrman RE, Kliegman
RM, Jenson HB (eds). Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition. Saunders, USA.
2004. p. 107-10.
8. Support Group for ADHD Children and ADHD Adults. http://www.adhdnews.com/
Last update: 2005. Accessed: August 2nd 2006.
9. Montauk SL. Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder. http://www.emedicine.com.
Last update : Juny 2005. Accessed: August 2nd 2006.
10. Towbin KE, LeckmannJF. Attention Deficit Hyperctivity Disorder. In: Rudolph AM
(ed). Rudolphs Pediatrics. 19th edition. Appleton and Lange, USA,1991, p:115-16.
11. Attention Deficit Hyperactivity Disorder.. http://www.nimh.nih.gov/publicat/
adhd.cfmcom. Last update: February 18th 2005. Accessed: August 3rd 2006.
12. Attention Deficit Disorder. http://www.add-adhd.org/ADHD_attention-deficit.html.
Accessed: August 2nd 2006.

Tumbuh Kembang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Page 17

Anda mungkin juga menyukai