Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Seorang laki-laki berusia 40 tahun datang ke puskesmas dengan demam di sertai menggigil
dengan suhu sebesar 38,6 C. Pada pemeriksaan vital sign RR= 24x/menit, HR= 88x/menit,
TD= 120/80. Pasien juga mersakan nyeri saat buang air kecil namun tidak bernanah dan
berdarah. Pasien berulang kali ke kamar mandi utuk buang air kecil dan sering merasa buang
air tidak tuntas. Stelah di lakukan urinalisis di temukan leukosit lebih dari normal. Pasien
belum melakukan kultur urine dan belum diberikan obat apapun. Pasien tidak memiliki riwayat
diabetes militus dan hipertensi.

1.2 RUMUSAN MASALAH DAN DIAGNOSIS

1.2.1 Rumusan masalah


Bagaimana seharusnya pelaksanaan pengobatan,P-treatment untuk menolong
pasien tersebut, serta apakah P-drug yang diberikan

1.2.2 Diagnosis
Infeksi saluran kemih

1.3 TUJUAN DISKUSI

1.3.1 TUJUAN UMUM

Untuk menentukan P-drug ,P-treatment, dan resep yang tepat bagi pasien tersebut

1.3.2 TUJUAN KHUSUS


Untuk mengetahui alasan, terutama secara farmakologis, mengenai P-drug tersebut,
termasuk efek samping, serta kontra indikasinya.

1.4 MANFAAT DISKUSI

1.4.1 MANFAAT TEORITIS

Hasil diskusi ini diharapkan dapat memperluas wawasaan intelektual dalam bidang
medis, khususnya farmakologis dalam bidang sistem genitourinari, dan menguatkan teori
yang sudah ada.

1.4.2 MANFAAT PRAKTIS


Hasil diskusi di harapkan dapat digunakan sebagai rujukan dan sumber data bagi
pengobatan infeksi saluran kemih.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Guideline Terapi Infeksi Saluran Kemih

2.1. 1 Prinsip Terapi

Pemilihan antibiotik untuk terapi empiris harus berdasarkan pada pola spektrum dan
kerentanan uropatogen, efikasi, tolerability, efek samping, ketersediaan, dan harga.
Pemilihan agen antimikroba akan bergantung pada sensitifitas lokal uropatogen, apakah
pasien menjalani rawat inap ataupun tidak, dan harga terapi.
pada kasus dimana pola resistensi lokal tidak diketahui, terapi empiris haruslah
menyertakan dosis Intravena dari agen antimikroba dan dimulai dari spektrum besar, lalu
kurangi terapi tersebut dan jalankan terapi yang lebih spesifik jika hasil lab sudah tersedia.
Pasien dengan gejala urosepsis harus diberi terapi antimikroba empiris dengan cakupan
organisme penghasil ESBL.
Terapi oral harus selalu dipertimbangkan pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang
Terapi parenteral harus digunakan pada pasien yang terlalu sakit untuk meminum antibiotik
oral
Pasien harus diobati selama 7-14 hari
Terapi selama >14 hari tidak menunjukkan manfaat apapun dan tidak disarankan kecuali
pada kasus kekambuhan yang disebabkan oleh patogen yang sama

2.2 Farmakoterapi

2.2.2 Opsi Lini-pertama

Meliputi agen-agen yang tepat karena resistensinya yang minimal dan efek sampingnya
secara ekologis (misalnya efek yang minimal pada flora feses normal)
o Fosfomycin, Nitrofurantoin, and Pivmecillinam tidak boleh digunakan jika
pyelonefritis dini dicurigai.
Fosfomycin (single dose)
o Turunan asam fosfonat yang memiliki aktivitas melawan bakteri gram negatif dan
Gram positif.
o Memiliki tingkat keberhasilan mikrobiologis inferior namun dengan tingkat
keberhasilan klinis yang sebanding dibandingkan dengan short-course regimen
standar
o penelitian In vitro telah menunjukkan adanya aktifikas dapat melawan
Vancomycin-resistant enterococci (VRE), Methicillin-resistant S aureus (MRSA),
dan perluasan spektrum -lactamase (ESBL)-producing batang gram-negatif

Nitrofurantoin (untuk 5-7 hari)


o Aktivitas antibakteri terbatas pada saluran kemih dan hanya sesuai untuk
pengobatan atau profilaksis infeksi saluran kemih tanpa komplikasi (ISK)
o memiliki tingkat resistensi rendah dengan 88-93% tingkat kesembuhan klinis dan
81-92% tingkat kesembuhan bakteri berdasarkan pada penelitian.
o dengan tingkat kesembuhan klinis dan mikrobiologis yang serupa dengan Co-
trimoxazole

2.2.3 Opsi Alternatif:

Kotrimoksazol (untuk 3 hari)


o sangat efektif dalam merawat pasien dengan cystisis akut tanpa komplikasi dan
dapat dianggap sebagai agen lini pertama di daerah yang tingkat resistensinya
terhadap E coli <20%
o Memiliki tingkat kesembuhan klinis dan mikrobiologis awal 90-100%
o Penggunaannya dikaitkan dengan peningkatan resistensi namun umumnya tidak
memiliki kecenderungan adanya efek samping ekologis
o Tidak boleh diberikan pada trimester terakhir kehamilan
Trimethoprim (untuk 5 hari)
o Dapat dipertimbangkan sebagai agen lini pertama pada daerah dengan tingkat
resistensi terhadap E coli <20%
o tidak boleh diberikan pada trimester pertama kehamilan

Fluoroquinolones (untuk 3 hari)


o sangat efektif untuk terapi cystitis akut, tetapi dapat meningkatkan resistensi
o Dianjurkan untuk digunakan hanya jika agen lain tidak dapat digunakan karena
kemungkinan meningkatkan resistensi antara uropatogen dan organisme lain yang
dapat menyebabkan infeksi yang lebih serius di tempat lain (Peningkatan
penggunaan ditujukan untuk meningkatkan tingkat MRSA)
o Tingkat keberhasilan klinis dan mikrobiologis secara konsisten tinggi.

Cephalosporin
Generasi ke-3 cephalosporin oral dapat digunakan pada pasien ISK ringan hingga sedang.

o Studi telah menunjukkan tingkat keberhasilan terapi yang serupa dengan


Ciprofloxacin
o Dosis awal Ceftriaxone parenteral direkomendasikan saat Cefpodoxime, Ceftibuten
atau Co-trimoxazole digunakan secara empiris.
o Hanya direkomendasikan pada pasien dengan cystitis tanpa komplikasi jika agen
lain yang direkomendasikan tidak bisa digunakan.
o Cephalosporin spektrum luas telah terbukti berhubungan dengan resistensi ESBL
di antara bakteri gram-negatif

2.4 Terapi Profilaksis

Harus diberikan setelah pemberantasan ISK telah dikonfirmasi melalui kultur negatif yang
didapatkan 1-2 minggu setelah perawatan
Co-trimoxazole, Nitrofurantoin, Cefalexin, Cefaclor, Trimethoprim, atau quinolone
(Norfloxacin atau Ciprofloxacin) dapat diberikan setiap hari sebagai antibiotik profilaksis
selama 3-12 bulan
Self-treatment akut dengam Co-trimoxazole, Norfloxacin atau Ciprofloxacin dapat
menjadi opsi pada wanita dengan infeksi rekuren yang terdokumentasi dengan jelas dan
sesuai dengan petunjuk medis yang tidak sesuai atau tidak mau menerima terapi profilaksis
harian jangka panjang
Pasien mengidentifikasi infeksi sesuai dengan gejalanya, melakukan kultur sendiri, dan
memulai kursus pengobatan empiris secara standar
Co-trimoxazole dan Norfloxacin sebagai agen profilaksis ditunjukkan untuk mengurangi
tingkat pemuliham uropathogen aerobik gram-negatif
Nitrofurantoin mensterilkan urin secara intermitten dan mungkin menghambat keterikatan
bakteri yang menyebabkan tingkat kekambuhan lebih rendah.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Keluhan utama

Seorang laki- laki berumur 40 tahun, datang dengan keluhan demam menggigil sejak 2 hari
yang lalu. Pasien juga mengeluh mengalami nyeri saat buang air kecil tanpa disertai darah dan
nanah. Selain itu, frekuensi buang air kecil pasien bertambah, tetapi sering tidak tuntas. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan : HR = 88 x/menit, RR = 24x/menit, TD = 120/80. Pada saat
dilakukan urinalisis, ditemukan bahwa leukosit jumlahnya lebih dari normal. Pemeriksaan foto
rontgen tidak menunjukkan adanya batu. Pasien tidak memiliki riwayat DM maupun hipertensi.

3.2 Kata Kunci

Laki- laki
40 tahun
Demam menggigil
Nyeri saat buang air kecil
buang air kecil sering
buang air kecil tidak tuntas
leukosit lebih dari normal
tidak ada batu

3.3 Diagnosa

Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan, diketahui pasien mengalami infeksi saluran
kencing.

3.4 Tujuan pengobatan spesifik

Pengobatan yang tepat untuk mengatasi bakteri penyebab infeksi. Selain itu perlu
pemilihan obat untuk mengurangi demam dari pasien
3.5 Inventaris Kelompok obat yang efektif

Kelompok obat antibiotiok dapat digunakan untuk mengatasi infeksi saluran kencingnya.
Penggunaan obat NSAID digunakan untuk efek anti inflamasi dan anti piretik.

3.6. P-Drug

Efficacy Safety Suitability Cost


Antibiotik Total Keterangan
50% 20% 20% 10%
Amphicilin 50% x 8 20% x 8 20% x 7 10% x 10 8 Banyak obat yang
=4 = 1,6 = 1,4 =1 resisten terhadap E.
coli, broad
spectrum
antibiotics, tersedia
di BPJS dalam
bentuk injeksi.
Fosfomicyn 50% x 8 20% x 9 20% x 8 10% x 4 7,8 Aman untuk flora
=4 = 1,8 = 1,6 = 0,4 normal usus, bukan
broad spectrum
antibiotics, tidak
ada di BPJS dan
harganya mahal.
Fluoroquinolo- 50% x 9 20% x 7 20% x 8 10% x 10 8,5 Dapat mengatas
ne = 4,5 = 1,4 = 1,6 =1 bakteri-bakteri
yang biasa
menyebabkan ISK,
tersedia di BPJS.
TMP-SMZ 50% x 6 20% x 7 20% x 6 10% x 10 6,6 Indikasi utama
=3 = 1,4 = 1,2 =1 untuk
Pneumocystis
carinii dan Listeria
sp., tersedia di
BPJS.
Amoxicilin 50% x 8 20% x 8 20% x 8 10% x 10 8,2 Sama seperti
=4 = 1,6 = 1,6 =1 amphicilin namun
tersedia dalam
bentuk oral.

Golongan Efficacy Safety Suitability Cost


Total Keterangan
NSAID 60% 20% 20% 0%
Ibuprofen 60% x 9 20% x 7 20% x 9 - 8,6 Efek analgesik
= 5,4 = 1,4 = 1,8 hampir sama
dengan aspirin,
memiliki efek
antipiretik dan
antiinflamasi,
mengurangi
diuresis, efek
samping di GIT
lebih rendah dari
aspirin, tersedia di
BPJS.
Asetaminofen 60% x 8 20% x 8 20% x 8 - 8 Efek antipiretik
(parasetamol) = 4,8 = 1,6 = 1,6 tinggi, terdapat efek
analgesik namun
tidak terdapat efek
antiinflamasi,
tersedia di BPJS.
Aspirin 60% x 9 20% x 6 20% x 8 - 8,2 Efek analgesik
= 5,4 = 1,2 = 1,6 tinggi namun efek
samping GIT
sangat besar,
urtikaria,
bronkospasme.
tersedia di BPJS.

Fluoroquinolo- Efficacy Safety Suitability Cost


Total Keterangan
ne 50% 20% 20% 10%
Ciprofloxacine 50% x 9 20% x 8 20% x 9 10% x 10 8,9 Antibakteri yang
= 4,5 = 1,6 = 1,8 =1 paling kuat,
tersedia di BPJS.
Ofloxacine 50% x 9 20% x 8 20% x 8 10% x 8 8,5 Durasi dan half-
= 4,5 = 1,6 = 1,6 = 0,8 time lebih panjang
dari ciprofloxacine,
tersedia di BPJS
namun tidak ada di
faskes 1.
Moxifloxacine 50% x 7 20% x 8 20% x 7 10% x 10 7,5 Indikasi utama
= 3,5 = 1,6 = 1,4 =1 untuk infeksi
saluran pernapasan,
tersedia di BPJS.

Infeksi Saluran Kemih (ISK) dapat disebabkan oleh berbagai macam bakteri, diantaranya
adalah: E. coli (34%), Klebsiella sp. (16%), Pseudomonas sp.(14%), Staphylococcus epidermidis
(4%) dan Enterobacter aerogenes (4%), serta beberapa bakteri lainnya. Gejala klinis ISK yang
tampak pada pasien ini adalah nyeri saat buang air kecil, demam , dan leukosistosis dari hasil
urinalisis. Nyeri saat buang air kecil terjadi akibat spasme otot saluran kecing, dan kemungkinan
dapat berasal dari inflamasi. Leukositosis merupakan tanda adanya infeksi bakteri, karena leukosit
dibutuhkan untuk reaksi pertahanan tubuh terhadap bakteri dan patogen lain. Demam menandakan
adanya infeksi sistemik atau bakteriemia penyebab ISK. Dari gejala klinis yang dialami pasien,
kami menyimpulkan bahwa terapi farmakologi yang dapat diberikan yaitu pemberian antipiretik
dan analgesik, serta pemberian antibiotik secara empiris (karena belum dilakukan kultur urin dan
uji sensitivitas).

Untuk terapi antipiretik dan analgesik, kami memilih untuk menggunakan obat dari
golongan NSAID, antara lain: Parasetamol, aspirin, dan ibuprofen. Kebanyakan obat dari golongan
NSAID dicover oleh BPJS sehingga biaya tidak menjadi masalah. Parasetamol memiliki efek
antipiretik dan analgesik, tetapi tidak memiliki antiinflamasi dan efek samping iritasi lambung.
Aspirin dalam dosis sedang memiliki efek antipiretik dan dalam dosis tinggi memiliki efek anti
inflamasi. Tetapi, aspirin memiliki efek samping iritasi lambung hingga dapat menyebabkan
perdarahan. Kami memilih Ibuprofen karena selain memiliki efek antipiretik (dosis lebih tinggi
dari analgesik), analgesik dan anti-inflamasi, ibuprofen juga mampu mengurangi efek diuresis
sehingga dapat mengurangi frekuensi buang air kecil pada pasien ini karena nyerinya.

Beberapa antibiotik dapat digunakan untuk terapi secara empiris pada pasien ini, yaitu:
Floroquinolon, Beta laktam, Fosfomycin, dan TPM-SMZ (Trimethoprim dan Sulfonamide). TMP-
SMZ atau lebih dikenal dengan kotrimoksazol menghambat pembentukan asam tetrahidrofolat
yang penting bagi bakteri secara bertahap. Tetapi, sudah dilaporkan resistensi pada beberapa
bakteri gram negative dan E. coli, sehingga kami tidak memilih Kotrimoksazol bagi pasien ini.
Fosfomicyn bekerja dengan cara menghambat molekul precursor dari peptidoglikan yang penting
untuk sintesis dinding sel. Efektivitas Fosfomycin terhadap bakteri ISK tidak sebagus
Floroquinolon, tetapi lebih aman bagi flora usus. Fosfomycin dianjurkan penggunaannya pada
menurut guideline luar negeri, tetapi di Indonesia, Fosfomycin tidak tersedia oleh BPJS, sehingga
harga nya kurang terjangkau. Obat dari golongan Beta-laktam yang dapat digunakan untuk
mengatasi ISK antara lain adalah Amphicilin dan Amoxicillin. Amoxicillin tersedia dalam bentuk
oral sedangkan Amphicillin hanya tersedia dalam bentuk injeksi sehingga mempersulit pasien.
Tetapi, telah banyak dilaporkan resistensi E. coli terhadap Amphicillin maupun Amoxicillin
sehingga kami juga tidak memilih obat ini.
Antibiotik yang kami piih untuk mengobati ISK pada pasien ini yaitu Floroquinolon.
Floroquinolon bekerja dengan menghambat DNA gyrase yang terlibat dalam sintesis DNA,
sehingga bersifat bakterisidal. Floroquinolon efektif dalam pengobatan infeksi yang disebabkan
oleh E.coli, Klebsiella pneumonia, P. aeruginosa, Salmonella, Proteus dan gram negative lainnya.
Selain karena efektif terhadap sebagian besar kuman penyebab ISK, beberapa Floroquinolon juga
tersedia di BPJS.

Beberapa jenis obat golongan Floroquinolon yang efektif dalam ISK antara lain adalah:
Ciprofloxacin, Ofloxacin, dan Moxifloxacin. Moxiflocacin termasuk dalam floroquinolon baru
yang memiliki efektivitas terhadap bakteri gram negative dan kuman atipik tetapi lebih sering
digunakan sebagai obat penyakit sistem respirasi. Ofloxacin dan Ciprofloxacin sering digunakan
dalam ISK. Ofloxacin memiliki half-life, konsentrasi maksimal dalam darah, dan eliminasi renal
yang lebih tinggi, tetapi tidak tersedia di Faskes tingkat 1, sehingga kami lebih memilih
Ciprofloxacin sebagai terapi antibiotic pada pasien ini.

3.7. P-Treatment

Terapi non-farmakologis yang diberikan kepada pasien ini, adalah :

Menjaga kebersihan saluran kemih, seperti genitalia eksterna.


Apabila setelah mengkonsumsi obat sampai habis gejala belum berkurang, akan dirujuk ke
rumah sakit untuk melaksanakan kultur urin dan uji sensitivitas.
3.8. Resep

dr. Farmakologi B2-3


SIP. 123456789
Jalan Mayjen Prof. Dr. moestopo 47
081234567890
___________________________________________________________________
Surabaya, 25 Oktober 2017

R/ Tab. Ciprofloxacine 500mg No. X


S. 2 d.d. tab 1
________________________________________________

R/ Tab. Ibuprofen 200mg No. XV


S. 3 d.d. tab 1 p.c p.r.n
________________________________________________

js Pro : Bapak
U Umur : 40 tahun
Berat badan : -
BAB IV
KSIMPULAN & SARAN

4.1Kesimpulan

2Pasien datang dengan keluhan demam dan saat buang air kecil terasa nyeri, tidak tuntas, dan
sering. Dari hasil urinalisis didapatkan leukosistosis.
2. Nyeri saat buang air kecil terjadi akibat spasme otot saluran kecing, dan kemungkinan dapat
berasal dari inflamasi.
3. Terapi farmakologi yang dapat diberikan yaitu pemberian antipiretik dan analgesik, serta
pemberian antibiotik secara empiris (karena belum dilakukan kultur urin dan uji sensitivitas).
4. Untuk terapi antipiretik dan analgesik, kami memilih untuk menggunakan obat dari golongan
NSAID, yaitu Ibuprofen karena memiliki efek antipiretik (dosis lebih tinggi dari analgesik),
analgesik dan anti-inflamasi, serta mengurangi efek diuresis sehingga dapat mengurangi
frekuensi buang air kecil pada pasien ini karena nyerinya. Ibuprofen diberikan per oral tiga kali
sehari.
5. Antibiotik yang kami pilih yaitu Floroquinolon. Floroquinolon bekerja dengan menghambat
DNA gyrase yang terlibat dalam sintesis DNA, sehingga bersifat bakterisidal. Dari jenis
Floroquinolon, kami memilih Ciprofloxacin sebagai terapi antibiotic pada pasien ini.
Ciprofloxacin diberikan per oral dua kali sehari.

4 2.Saran

1. Menyarankan pada pasien sebaiknya minum air yang cukup


2. Menyarankan pasien agar rutin mengkonsumsi obat yang telah dianjurkan sesuai dosis dan
tepat waktu
3. Menyarankan pada pasien setelah 5 hari konsulkan kepada dokter apakah sudah membaik,jika
belum membaik lakukan pemeriksaan urin dan sensitivitas
4. Memberi edukasi pada pasien sebaiknya menjaga kebersihan setelah buang air kecil
5. Menyarankan pasien agar tidak menahan jika ingin buang air kecil karena akan membuat
bakteri berkembang
6. Hindari pemakaian celana ketat agar area tersebut tidak ditumbuhi bakteri

Anda mungkin juga menyukai