Anda di halaman 1dari 5

Perlindungan HAKI Dilihat Dari Fiqh Muamalah

Dihubungkan Dengan Fatwa MUI No. 5 Tahun 2005

Oleh: Muhamad Afif Sholahudin


(NIM 1143020120) / Muamalah HBS-B Sem. 6

Mengaitkan antara Hak atas Kekayaan Intelektual dengan fiqh muamalah mudahnya
berangkat dari pengertian. HAKI merupakan hak eksklusif yang diberikan negara kepada
seseorang, sekelompok orang, maupun lembaga untuk memegang kuasa dalam menggunakan
dan mendapatkan manfaat dari kekayaan intelektual yang dimiliki atau diciptakan. Menurut
penulis, perlindungan seperti ini sepintas mengandung salah satu ciri khas budaya kapitalisme
yang menjunjung tinggi hak-hak individu atas kepemilikan bersama.
Zaman dulu sesuatu yang tergolong biasa didapatkan namun saat ini dipandang
memiliki nilai ekonomis. Seperti sebuah gagasan, mereka biasanya menggunakannya tanpa
perlu memberi imbalan apapun kecuali doa dan dukungan atas gagasan yang sudah dilahirkan.
Bahkan seringkali banyak yang mengambil keuntungan bukan dari sang penggagas namun
mereka yang memanfaatkan gagasan tersebut. Tentu manusia yang mengalami pergeseran dan
perubahan pola pikir dan pola sikap menuntut kemajuan atas kepentingan harta benda dan
perniagaan.
Jika Hak Kekayaan Intelektual yang ada saat ini lebih luas pengertiannya sebagaimana
yang telah diatur dalam hukum positif, seperti: Hak Cipta, Paten, Merek, Perlindungan Varietas
Tanaman, Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Sedangkan Islam memandang kekayaan intelektual berupa hasil gagasan dari pemikiran.
Dalam khazanah kontemporer dikenal dengan nama Haq al-Ibtikar. Secara bahasa berarti
kekhususan yang dimiiki untuk menciptakan, atau hak istimewa yang pertama kali diciptakan.
Fathi Ad-Dhuraini mendefinisikannya dengan gambaran pemikiran yang dihasilkan seorang
ilmuan atau terpelajar dan semisalnya melalui pemikiran dan analisisnya, hasilnya merupakan
penemuan atau kreasi pertama dan belum ada seorang ilmuan pun yang mengemukakan
sebelumnya.1
Oleh karena itu, islam lebih menitikberatkan pada hak cipta karena berkaitan dengan
hasil gagasan baru, adapun masalah merek, paten, dsb maka pembahasan ini belum diatur jelas
dalam khazanah islam. Namun demikian, Islam mengatur kepemilikan seseorang dari sesuatu
yang dihasilkannya. Kepemilikan/hak milik dalam Islam disebut al-Milku yang berarti sifat
penggabungan kekayaan oleh manusia lalu menjadikannya ekslusif bagi dirinya sendiri.
Wahbah Az Zuhaili mendefinisikan bahwa Milik adalah keistimewaan (astishash) terhadap
sesuatu yang menghalangi orang lain darinya dan pemiliknya bebas melakukan tasharruf secara
langsung kecuali ada halangan syari.

1
Hak Kekayaan Intelektual dalam hukum Islam, http://saifudiendjsh.blogspot.co.id/2013/10/hak-kekayaan-
intelektual-dalam-hukum.html, diakses 14 Mei 2017

1
Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa nomor 1/MUNAS
VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Fatwa ini keluar
dilatarbelakangi maraknya pelanggaran HKI yang telah sampai pada tingkat sangat
meresahkan, merugikan, dan membahayakan banyak pihak terutama pemegng hak, negara, dan
masyarakat. Selain itu karena ada ajuan fatwa dari Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan
(MIAP), karenanya butuh adanya pedoman bagu umat Islam di Indonesia terkait pengaturan
tentang masalah ini.
Merujuk dari ketentuan hukum fatwa, bahwa Islam memandang HKI sebagai salah satu
huquq maliyyah (hak kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum (mashu) sebagaimana
mal (kekayaan). HKI yang mendapat perlindungan hukum Islam sebagaimana di maksud fatwa
adalah HKI yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. HKI dapat dijadikan obyek akad
(al-maqudalaih), baik akad muawadhah (pertukaran, komersial), maupun akad tabarruat
(nonkomersial), serta dapat diwakafkan dan diwariskan. Setiap bentuk pelanggaran terhadap
HKI, termasuk namun tidak terbatas pada menggunakan, mengungkapkan, membuat,
memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, mengedarkan, menyerahkan, menyediakan,
mengumumkan, memperbanyak, menjiplak, memalsu,membajak HKI milik orang lain secara
tanpa hak merupakan kezaliman dan hukumnya adalah haram.
MUI dalam menjelaskan HKI tidak berbeda jauh dari pengertian HKI yang dimaksud
dalam hukum positif. Yang dimaksud Kekayaan Intelektual adalah kekayaan yang timbul dari
hasil olah piker otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia
dan diakui oleh Negara berdasarkan peraturan perundangaundangan yang berlaku. Oleh
karenanya, HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas
intelektual dari yang bersangkutan sehingga memberikan hak privat baginya untuk
mendaftarkan, dan memperoleh perlindungan atas karya intelektualnya. Sebagai bentuk
penghargaan atas karya kreativitas intelektualnya tersebut Negara memberikan Hak Eksklusif
kepada pendaftarannya dan/atau pemiliknya sebagai Pemegang Hak mempunyai hak untuk
melarang orang lain yang tanpa persetujuannya atau tanpa hak, memperdagangkan atau
memakai hak tersebut dalam segala bentuk dan cara. Pengertian dari jenis-jenis HKI yang
dirujuk pun tidak lepas dari Undang-unndang yang berlaku, seperti: Hak Perlindungan Varietas
Tanaman (UU No 29 Tahun 2000), Hak Rahasia Dagang (UU No 30 Tahun 2000), Hak Desain
Industri (UU No 31 Tahun 2000), Hak Desain Tata Letak Terpadu (UU No 3 Tahun 2000),
Paten (UU No 14 Tahun 2001), Hak atas Merek (UU No 15 Tahun 2001), Hak Cipta (UU No
19 Tahun 2002).
Namun, hal penting yang harus diperhatikan adalah penilaian islam dalam setiap akad
muamalah saat memenuhi syarat dari Hak Kekayaan Intelektual. Sebab, ada beberapa kriteria
yang diatur dibatasi dalam Islam namun dibebaskan dalam hukum positif. Hal ini tidaklah
dibatasi dalam undang-undang, begitupun dalam fatwa MUI hanya menyebutkan tidak
bertentangan dengan aturan Islam. Maka, beberapa penjelas agar tidak bertentangan dengan
aturan Islam misalnya:
a. Tidak mengandung unsur-unsur haram didalamnya seperti khamar, riba, judi, daging
babi, darah, dan bangkai.
b. Tidak menimbulkan kerusakan di masyarakat seperti pornografi, kekerasan, mengajak
umat untuk berbuat dosa merusak lingkungan dan lain sebagainya.

2
Tidak bertentangan dengan syariat Islam secara umum seperti pembuatan berhala yang
akan disembah manusia, gambar-gambar yang merusak akhlak, buku-buku yang mengajarkan
ajaran sesat, penyimpangan-penyimpangan manhaj, mengajak kepada kesyirikan dan yang
lainnya.
Selain dari segi materi (zat) karya cipta, maka tidak dilindunginya sebuah karya cipta
juga berhubungan cara mendapatkan karya cipta tersebut. Yusuf al-Qardhawi menyatakan
bahwa Islam tidak melindungi kepemilikan harta benda yang diperoleh dengan jalan yang
haram dan melindungi hak milik yang diperoleh dengan jalan yang halal. Berciri jenis-jenis
yang dilindungi oleh Islam, yaitu:
a. Diambil dari sumber yang tidak ada pemiliknya, misalnya barang tambang,
menghidupkan tanah mati, berburu, mencari kayu bakar.
b. Diambil dari pemiliknya secara paksa karena adanya unsur halal, misalnya harta
rampasan, dan pengambilan zakat.
c. Diambil secara sah dari pemiliknya dan diganti misalnya dalam jual beli dan berbagai
bentuk perjanjian,
d. Diambil secara sah dari pemiliknya dan tidak ada iwadh misalnya hadiah.
e. Diambil tanpa diminta, misalnya harta warisan.
Jenis-jenis harta tersebut dikaitkan dengan hak cipta maka setiap karya cipta yang
diperoleh dengan cara yang haram maka ia menjadi haram untuk digunakan. Sebagaimana
harta yang diperoleh dengan cara yang haram. Implikasinya bahwa karya cipta yang diperoleh
dengan cara yang haram maka tidak dilindungi sebagai hak dalam Islam.2
Jika dikaitkan dengan sumber hukum Islam, maka didapatkan bahwa kekayaan hasil
pemikiran seseorang lebih baik disebarluaskan karena seorang muslim dituntut berfikir dan
didorong dari hasil pemikirannya untuk didakwahkan dan disebarluaskan sebagai kemajuan
pemikiran Islam. Bahkan hal ini yang dijadikan peletak dasar majunya keilmuan Islam di Masa
Abbasiyah.
Memang pada awalnya iklim orang Indonesia menawarkan sesuatu yang berbeda dari
iklim barat. Para penemu atau pencipta di Indonesia sangat berbesar hati apabila ciptaannya
diperbanyak atau diumumkan oleh orang lain. Para pelukis, pemahat, dan pematung di Bali
sangat gembira apabila karya ciptanya ditiru orang lain.3 Terlepas dari itu semua kiranya
Indonesia sudah saatnya mencermati kembali segi-segi yang berkaitan dengan perlindungan
HKI ini dalam sebuah sistem.4
HKI dalam Islam dibatasi dengan syariat Islam. Seperti tidak boleh mengajukan
perlindungan gagasan baru yang berkaitan dengan khamr, karena khamr hukumnya haram,
kecuali gagasan yang mendukung keharaman khamr. Atau produk teknologi yang berfungsi
merusak lingkungan atau mengandung unsur pornografi. Islam punya batasan yang khusus
tentang merusak lingkungan dan pornografi, meskipun batasan ini berbeda dengan batasan
yang diatur dalam hukum positif.

2
Hak Kekayaan Intelektual dalam Islam, http://jubahhukum.blogspot.co.id/2017/04/hak-kekayaan-intelektual-
dalam-hukum.html, diakses pada 15/5/17
3
Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelekual, hlm. 22
4
M Musyafa, Kekayaan Intelektual dalam Perspektif Ekonomi Islam, Jurnal Al-Iqtishad, 5:1, (Jayapura,
September 2012), 44

3
Sebelum lahirnya pengakuan dan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dalam
hukum nasional kita, sebenarnya Islam telah lebih dahulu mengakui adanya kekayaan
intelektual setiap manusia. Ysuf al-Qaradhw menyatakan, tidak ada agama selain Islam dan
tidak ada kitab selain Alquran yang demikian tinggi menghargai ilmu pengetahuan, mendorong
untuk mencarinya dan memuji orang-orang yang menguasainya.5 Suatu petunjuk yang
sangat agung dari Alquran dalam hal ini adalah bahwa ia memberi penghargaan pada Ulu al-
Albb, kaum cendekiawan dan kaum intelektual, sebagaimana dalam firman Allah yang
berbunyi:
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu, "Berlapanglapanglah
dalam majelis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan
apabila dikatakan, "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.s. al-Mujdalah
[58]: 11)
Penghargaan terhadap ilmu pengetahuan ini diperkuat juga oleh Hadis Rasulullah
Saw. yang berbunyi:
Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalnya, kecuali
tiga hal: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak salih yang mendoakannya. (HR. Ab
Dwd)
Hadis tersebut memberikan pengertian bahwa hasil karya itu adalah hasil usaha
manusia dan merupakan sumber manfaat baik bagi dirinya maupun bagiorang lain. Dengan
memanfaatkan hasil kreativitas orang yang berilmu berartimelanjutkan amal salihnya yang
tidak akan mungkin hilang bersama dengan kematiannya. Pemahaman terhadap intellectual
property ini pada dasarnya merupakan pemahaman terhadap hak atas kekayaan yang timbul
atau lahir dari hasil kerja intelektualitas manusia. Banyak karya yang dihasilkan dari
intelektualitas manusia, baik melalui daya cipta, rasa, maupun karsanya. Oleh karena itu, perlu
diperhatikan dengan serius, sebab karya manusia ini telah dihasilkan dengan suatu
pengorbanan tenaga, pikiran, waktu, dan biaya yang dikeluarkan tidak sedikit.6
Hasil dari sesuatu yang penuh dengan pengorbanan yang demikian sudah tentu
menjadikan sebuah karya yang dihasilkannya memiliki nilai yang patut dihargai. Ditambah
lagi dengan adanya manfaat yang dapat dinikmati, dan dari sudut ekonomi karya-karya
tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Jadi, Hak atas Kekayaan Intelektual dapat termasuk kekayaan atau harta dalam
ekonomi Islam, terutama ditarik dari sisi ciri-ciri dan cara perolehannya. Islam mendorong
hasil intelektual untuk kemajuan ilmu pengetahuan, namun kepentingan ekonomis akan
tergantung dari tujuan penggunaan kekayaan tersebut. Dalam kehidupan era modern saat ini,
hak individu dijaga sehingga menuntut hasil karya intelektual pun akan dijaga. Hal ini tidak
bertentangan dengan Islam, asalkan tidak keluar dari koridor hukum syara.

5
Yusuf Qaradhawi, Al-Quran Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, diterjemahkan oleh Abdul Hayyi
Al-Kattani, dkk., (Jakarta: Gema Inssani Press, 1998), h. 90.
6
Ibid, Hlm 46

4
Pustaka Acuan
Al Qaradhawi, Yusuf. 1998. Al-Quran Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan,
diterjemahkan oleh: Abdul Hayyi Al-Kattani, dkk., Jakarta: Gema Insani Press
Asha, Adelia. 2017. Hak Kekayaan Intelektual dalam Islam,
http://jubahhukum.blogspot.co.id/2017/04/hak-kekayaan-intelektual-dalam-hukum.html
Djazuli, Saifudien. 2013. Hak Kekayaan Intelektual dalam hukum Islam,
http://saifudiendjsh.blogspot.co.id/2013/10/hak-kekayaan-intelektual-dalam-hukum.html
Musyafa, M. 2013. Kekayaan Intelektual dalam Perspektif Ekonomi Islam dalam Jurnal
Al-Iqtishad, Volume V No.1. Jayapura: STAIN Al Fatah
Saidin. 2004. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelekual. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai