PENDAHULUAN
SKENARIO PBL 2
Informasi 1
Seorang laki-laki tuan T usia 49 tahun datang ke IGD RS M diantar
keluarganya karena mengalami nyeri yang hebat di dadanya, menurut informasi
dari keluarganya 45 menit sebelum masuk rumah sakit tuan T sedang melakukan
kegiatan rutin lari pagi, setelah sekitar 15 menit berlari tuan T tiba-tiba
memegang dada sebelah kirirnya dan mengeluh sakit yang luar biasa, nyeri
dirasakan dari mulai leher depan sebelah kiri, dagu sebelah kiri, lengan tangan
sebelah kiri hingga punggung sebelah kiri, sebelum masuk rumah sakit pasien
sempat minum obat untuk mengurangi rasa sakit di dadanya sebanyak 2 kali
namun nyeri masih dirasakan dan tidak ada pengurangan rasa nyeri. Pasien
mengaku sering merasakan nyeri dada bila terlalu capek bekerja. Pasien bekerja
sebagai kontraktor, serta suka makan makanan yang berlemak. Pasien merupakan
penderita tekanan darah tinggi selama 8 tahun serta rutin mengkonsumsi obat
penurun tekanan darah serta obat untuk mengurangi rasa nyeri dada yang
diminum lewat bawah lidah bila keluhan dirasakan.
Informasi 2
Pemeriksaan fisik:
KU/Kes : tampak kesakitan, compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah 180/110 mmHg
Nadi : 100x/menit
Respiratory Rate : 30x/menit
Suhu Tubuh : 36,5O C
JVP : 5 2 cm
Dada :
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : teraba ictus cordis di SIC V linea midclavicula sinistra
Perkusi : tidak ada keterangan
1
Batas Jantung
Kanan atas : SIC II Linea parasternal dekstra
Kanan bawah : SIC IV Linea parasternal dekstra
Kiri atas : SIC II Linea parasternal sinistra
Kiri bawah : SIC V Linea midclavicula sinistra
S1 S2 regular, gallop (-), murmur (-)
Paru : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
Informasi 3
Hasil pemeriksaan penunjang saat datang
EKG : normal sinus rhythm, Q inverted, elevasi ST segmen di lead II,
III, aVF
CKMB : 16 U/l (normal < 20 U/l)
Troponin I : 0,14 U/l (normal < 0,16 U/l)
GDS : 180 mg/dl
Diagnosis sementara : akut miokard infark, hipertensi stage 2
Profil lipid :
Ukuran Hasil Nilai rujukan
Kolesterol total 400 mg/dl 150 200 mg/dl
Rumah Sakit M adalah rumah sakit tipe A dengan fasilitas yang lengkap, setelah
berkonsultasi dengan dokter Spesialis Jantung, dokter IGD memberikan saran
kepada keluarga pasien untuk dilakukan PCI, kemudian dokter IGD melakukan
koordinasi dengan tim PCI di ruang operasi. Dari tim PCI memerlukan waktu
2
untuk persiapan sekitar 2 3 jam. Ket: setelah dirawat 2 hari di rumah sakit dan
dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan
Troponin : 0,4 U/l
CKMB : 40 U/l
Informasi 4
Diagnosis : Akut Miokard Infark
- Diagnosis anatomi : Infark Anteroinferior
- Diagnosis etiologi : Susp. stenosis A. Interventrikular cabang a.
coronaria sinistra
Terapi :
Medikamentosa Awal
- Oksigenasi 3 L/mnt canul nasal
- IVFD 5% 12 tetesan / menit
- Injeksi Morfin 4-8 mg IV bolus pelan
- Nitrogliserin dimulai dosis titrasi IV 10 mcg/menit
- Aspirin 1x325mg (4 tablet)
- Clopidogrel 1x300 mg
- ACE-I captopril 3x25mg
- Atorvastatin 1x80 mg
- Pemasangan kateter urin
- Bisacodil 1x1
Medikamentosa Lanjutan
- Fibrinolitik Tenecteplase dilakukan di IGD untuk menunggu dilakukan PCI
- Persiapan PCI (< 12 jam setelah gejala)
Non Medikamentosa :
- Bedrest
- Diet Jantung II
- Healthy life style
- Minum obat dan kontrol rutin
Prognosis : Tergantung waktu pelaksanaannya, bila tepat waktu :
- ad vitam : dubia ad bonam
3
- ad fungsionam : dubia ad bonam
- ad sanationam : dubia ad bonam
4
II. ISI
A. Klarifikasi istilah
1. Nyeri Dada
Nyeri dada atau angina pektoris adalah nyeri episodik atau sensasi seperti
ditekan/diremas pada dada yang disebabkan oleh iskemia miokard
reversibel. Rasa tidak nyaman dapat menjalar ke leher, rahang, dan
lengan (terutama bagian kiri), dan yang lebih jarang ke punggung.
(Aaronson, 2007).
B. Batasan Masalah
1. Identitas Pasien
a. Nama : Tuan T
b. Usia : 49 tahun
c. Pekerjaan : Kontraktor
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Keluhan utama : nyeri hebat di dada
b. Onset : tiba tiba
c. Lokasi : leher depan sebelah kiri, dagu sebelah kiri, tangan
sebelah kiri, punggung sebelah kiri
d. Kualitas : mengganggu aktivitas
e. Kuantitas :-
f. Faktor pemberat : memberat saat bekerja
g. Faktor peringan : konsumsi obat penghilang nyeri dada
h. Keluhan lain :-
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi 8 tahun, rutin minum obat penurun tekanan darah, konsumsi
obat penurun nyeri dada lewat bawah lidah.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Bekerja sebagai kontraktor yang suka makan makanan berlemak.
5
C. Analisis Masalah
1. Klasifikasi nyeri dada
2. Mekanisme nyeri dada dan mengapa bisa menjalar
3. Hubungan nyeri dada yang timbul setelah aktivitas
4. Kemungkinan diagnosis tuan T
5. Anatomi jantung dan pembuluh darah
6. Histologi jantung dan pembuluh darah
7. Fisiologi jantung dan pembuluh darah
8. Faktor resiko diagnosis banding
9. Perbedaan angina stabil dan angina tidak stabil
10. Perbedaan sindrom koroner akut dan infark miokard akut
11. Masalah patologis yang berhubungan dengan sistem kardiovaskular
12. Patogenesis diagnosis banding
13. Penegakkan diagnosis pada diagnosis banding
14. Penatalaksanaan awal dan lanjutan diagnosis banding
15. Kegawatdaruratan diagnosis banding
16. Komplikasi diagnosis banding
17. Prognosis diagnosis banding
18. Edukasi diagnosis banding
D. Pembahasan Masalah
1. Klasifikasi nyeri dada
Pendekatan diagnostik untuk nyeri dada terdiri dari menentukan
sifat nyeri, berapa lama nyeri berlangsung, faktor yang memicu dan
meringankan, dan adanya faktor resiko untuk penyakit jantung/paru
(Davey, 2005).
a. Nyeri iskemik miokard tipikal
1) Angina tipikal : ada rasa berat dan tidak enak di daerah
retrosternal, menjalar ke leher, disertai dengan rasa berat di
lengan kiri (Davey, 2005).
6
2) Infark miokard, muncul berangsur dalam beberapa menit terasa
sangat berat, nyeri tidak kurang walaupun sudah diberi obat,
disertai berkeringat, mual dan muntah (Davey, 2005).
b. Nyeri musculoskeletal: punya riwayat trauma, nyeri dipicu
pergerakan lengan atau dada, diperberat dengan aktivitas, nyeri tidak
berkurang walaupun istirahat, nyeri terlokalisir 1 tempat (Davey,
2005).
c. Nyeri pleuritik: nyeri rasanya tajam dan seperti terjepit, nyeri
diperparah ketika orang tersebut respirasi (Davey, 2005).
d. Non pleuritik: nyeri sentral, dikarenakan kelainan di luar paru
(Davey, 2005).
e. Nyeri gastroesopageal: disebabkan oleh GERD, nyeri ini biasanya
disertai sensasi atau rasa terbaka di retrosternal, nyeri berjalan dari
epigastrium ke atas, disertai sendawa dan odinofagi, atau disfagi
(Davey, 2005).
7
Gambar 1. Nyeri alih (Martini et al., 2012)
8
atau kebutuhan dan penyediaan oksigen otot jantung dimana
terjadi kebutuhan yang meningkat atau penyediaan yang
menurun, atau bahkan gabungan diantara keduanya itu,
ketidakseimbangan tersebut disebabkan berbagai faktor
(Sholekah, 2010).
b. Infark Miokard Akut
1) Definisi
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran
darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran
darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan
koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari
pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang
sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat
sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot
jantung, dikatakan mengalami infark (Farissa, 2012).
2) Etiologi
Infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur,
ruptur, atau ulserasi, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi
ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri coroner (Farissa, 2012).
Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara
lain emboli arteri koronaria, anomali arteri koronaria kongenital,
spasme koronaria terisolasi, arteritis trauma, gangguan
hematologik, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik (Farissa,
2012).
9
5. Anatomi jantung dan pembuluh darah
Gambar 2. Jantung.
10
dextrum dan pinggir kirinya oleh ventriculus sinister dan sebagian
auricula sinistra. Ventriculus dexter dipisahkan dari ventriculus
sinister oleh sulcus interventricularis anterior (Snell, 2006).
Facies diaphragmatica jantung terutama dibentuk oleh
ventriculus dexter dan sinister yang dipisahkan oleh sulcus
interventricularis posterior. Permukaan inferior atrium dextrum,
tempat bermuara vena cava inferior, juga ikut membentuk facies
diaphragmatica (Snell, 2006).
Basis cordis, atau facies posterior terutama dibentuk oleh
atrium sinistrum, tempat bermuara empat venae pulmonales. Basis
cordis terletak berlawanan dengan apex cordis. Apex cordis,
dibentuk oleh ventriculus sinister, mengarah ke bawah, depan, dan
kiri. Apex terletak setingi spatium intercostale V sinistra, 9 cm dari
garis tengah. Pada daerah apex, denyut apex biasanya dapat dilihat
dan diraba pada orang hidup. Basis cordis dinamakan basis karena
jantung berbentuk piramid dan basisnya terletak berlawanan dengan
apex. Jantung tidak terletak pada basisnya; jantung terletak pada
facies diaphragmatica (inferior) (Snell, 2006).
b. Batas Jantung
Batas kanan jantung dibentuk oleh atrium dextrum, batas kiri
oleh auricula sinistra dan di bawah oleh ventriculus sinister. Batas
bawah terutama dibentuk oleh ventriculus dexter tetapi juga oleh
atrium dextrum dan apex oleh ventriculus sinister. Batas-batas ini
penting pada pemeriksaan radiografi jantung (Snell, 2006).
c. Ruang Ruang Jantung
Jantung dibagi oleh septa vertikal menjadi empat ruang:
atrium dextrum, atrium sinistrum, ventriculus dexter, dan ventriculus
sinister. Atrium dextrum terletak anterior terhadap atrium sinistrum
dan ventriculus dexter anterior terhadap ventriculus sinister. Dinding
jantung tersusun atas otot jantung, myocardium, yang di luar
terbungkus oleh pericardium serosum, yang disebut epicardium, dan
11
di bagian dalam diliputi oleh selapis endothel disebut endocardium
(Snell, 2006).
Serambi kanan = Atrium Dexter
Serambi kiri = Atrium Sinister
Bilik kanan = Ventriculus Dexter
Bilik kiri = Veritricuius Sinister
Serambi kanan menerima darah Venous yang miskin oksigen
dari seluruh tubuh melalui V. cava superior dan V. cava lnferior.
Muara ke 2 Vena ini boleh dikatakan tidak mempunyai klep.
Serambi kanan kedepan berhubungan dengan bilik kanan melalui
klep Atrio Ventricular Tricuspidalis (3 buah klep). Atrium Dexter ini
mempunyai ruangan yang dibatasi 6 dinding yaitu dinding Posterior,
dinding anterior, dinding lateral, dinding medial, dinding Superior,
dan dinding lnferior (Snell, 2006).
Pada dinding posterior kita dapati pelurusan ke 2 V. Cavae,
dilateral pelurusan V. Cavae ini kita jumpai Crista Terminalis. Pada
dinding medial bagian belakang terdapat Fossa Ovalss dan pada
bagian depannya terdapat Annulus Limbus Ovalis (Snell, 2006).
Pada dinding lnferior terdapat muara V. Cava lnferior,
kedepan muara V. Cava lnferior terdapat Valvulae Sinus Coronarius
(muara pembuluh Venous terbesar untuk jantung). Pada dinding
depan terdapat Klep Tricuspid (3 buah klep). Pada dinding atas
terdapat muara V. Cava Superior dan Cristae disebut M. Pectinati
yang merupakan serabut-serabut otot jantung. M. Pectinatus ini
adalah dinding dari Auriculum Cordis yaitu inangan dari atrium.
Pada dinding lateral yang merupakan kesatuan dengan dinding atas
terdapat Musculi Pectinati. Pada ruangan atrium kiri terdapat di
dinding Posterior 4 buah (empat buah) muara V. Puimonalis; dinding
Superior dengan Musculi Pectinati, dinding medial merupakan
Septum Atriorum, dinding lnferior, dinding depan dengan klep
Bicuspid (2 klep) (Snell, 2006).
12
Ruangan Ventrikel kiri kebelakang dibatasi dinding posterior
dengan klep Bicuspid (dilateral kiri) dan klep Aorta (dimedial).
Dinding medial merupakan Septum Ventriculare. Dinding
selebihnya melengkung. Pada permukaan dalam ruangan Ventrikel
kiri ini terdapat Endocardium. Trabeculae Carneae, M. papillaris,
Chorda, Tendinea (pita-pita halus menghubungkan M. papillaris
dengan daun-daun Klep Bicuspid). Otot jantung disebut
Myocardium, serabut-serabut otot atrium terpisah dari Ventrikel.
Batas perpisahan antara ke2 kumpulan serabut otot disebut Sulcus
Coronarius (Snell, 2006).
Serabut-serabut otot atrium terdiri dari 2 lapisan:
13
2) Atrio - Ventricular Node (AV Node).
3) Atrio -Ventricular Bundle (Hiss Bundle).
4) Serabut purkinje.
Titik tolak Conductie adalah Sinu Atrial Node yang terletak
pada ujung atas Sulcus Terminalis (bayangan diluar dari Crista
Terminalis pada atrium kanan). Titik tolak conductie berikutnya
adalah Atrio Ventricular Node yang terdapat pada Septum Atriale
didepan Ostium Sinus Coronarius. Sebagai penerus conduksi adalah
Atrio Ventricular Bundle (Hiss Bundle) yang dimulai dari Atrio-
Ventricular Node ke Hiss Bundle yang terdapat pada Septum
Ventriculare. lnnervasi system Conductie ini secara teratur adalah
oleh N. Vagus; Sino Atrial Node disyarafi oleh Serabut Vagus
kanan. Atrio Ventricular Node disyarafi oleh serabut N. Vagus kiri.
Bila Atrium berkontraksi akan diikuti oleh contraksi ventrikel.
Serabut-serabut otot dan A. coronaria disyarafi oleh serabut-serabut
Symphatis lewat N. Cardiacii dan serabut-serabut Afferent dilakukan
juga melalui N. Cardiaci (Snell, 2006).
d. Vaskularisasi Jantung
Jantung mendapatkan darah dari arteria coronaria dextra dan
sinistra, yang berasal dari aorta ascendens tepat di atas valva aortae,
Arteriae coronariae dan cabang-cabang utamanya terdapat di
permukaan jantung, terletak di dalam jaringan ikat subepicardial
(Snell, 2006).
Jaringan lemak ini dibawah Pericardium berguna sebagai
bantalan lembut bagi A. Coronaria yang ada didalamnya dan juga
sebagai cadangan makanan. A. Coronaria adalah 2 Arteri yang
khusus mendarahi otot-otot jantung, Ada 2 A. Coronaria yaitu : A.
Coronaria Dextra (kanan) sebagai cabang dari Bulbus Aorta dengan
pangkal diatas klep kanan dari Aorta Ascendens dan A. Coronaria
Sinistra merupakan pangkal Aorta Ascendens, berpangkal diatas
klep kiri dan Aorta. A. Coronaria Dextra berjalan didalam Sulcus
Coronarius bagian kanan, Sulcus mana memisah atrium kanan
14
dengan Ventrikel kanan; arteri ini menuju Facies Diaphragmatica
kanan dan kemudian berada di dalam Sulcus Longitudinalis
Posterior yang berakhir dekat Apex Cordis. A. Coronarius kanan ini
terutama mendarahi dinding jantung kanan, kemudian melalui
cabang-cabang kecil mendarahi dinding atrium kanan, juga
mendarahi sebagian Septum Ventriculorum dan bagian medial
dinding Ventrikel kiri (Snell, 2006).
A. Coronaria sinister mendarahi Ventrikel dan Atrium kiri
(lebih besar dari yang kanan) yang berjalan pada Sulcus Coronarius
bagian kiri. Sulcus ini memisah atrium kiri dengan Ventrikel kiri. A.
Coronaria Sinistra ini segera bercabang 2 yaitu :
1) Ramus Descendens Anterior yang mula-mula berjalan
dibelakang pangkal A. Pulmonalis, kemudian menuju kedepan
berada pada Sulcus Longitudinalis Anterior yang menuju
lncissura Apicis Cordis dan berbelok kebawah pada Facies
Diaphragmatica. Arteri ini mendarahi dinding Ventrikel kiri
depan, Septum Ventriculorum dan sebagian kecil untuk dinding
Ventrikel kanan (Snell, 2006).
2) Ramus Circumflexus yang mula-mula ditutupi oleh Auriculum
Sinister, kemudian menempati Sulcus Coronarius kiri menuju
Facies Diaphragmatica yang berjalan sejajar dan berdekatan
dengan Sulcus Longitudinalis Posterior. Arteri ini mendarahi
dinding Ventrikel kiri lateral bawah dan dinding dan dinding
Atrium sinister (Snell, 2006).
Anastomose antara cabang-cabang A. Coronaria ini sedikit
sekali, akibatnya bila terjadi penyumbatan pada salah satu Arteri ini
atau cabang-cabangnya maka terjadilah Degeneratie dan Necrose
otot-otot didaerah alirannya (Myocard Infarction). Fungsi A.
Coronaria adalah membawa oksigen dan Nutrisi untuk otot-otot
jantung (daerah Venous jantung dialirkan melalui beberapa buah V.
Cordis menuju Sinus Coronarius). Darah Arteriel otot-otot, Atrium,
Ventrikel kanan dialirkan melalui A. Coronaria Dextra. Darah
15
Venous dari dinding atrium kanan dan dinding depan Ventrikel
kanan dialirkan melalui V. Cordis Magna langsung ke Sinus
Coronarius (Snell, 2006).
e. Coronarius
Aliran Lymph jantung terdiri dari 2 Jurusan yaitu jurusan
Sulcus Longitudinalis Anterior dan jurusan Sulcus Longitudinalis
Posterior. Aliran jurusan Sulcus Longitudinalis Anterior akan
mengalirkan aliran Lymph dari Endocardium dan dinding Facies
Costalis, aliran ini melalui depan Arteri pulmonales dan dari sini ke
aliran Mediastinum (Snell, 2006).
Aliran jurusan Sulcus Longitudinalis Posterior mengalirkan
Lymph dari dinding jantung Facies Diaphragmatica melalui
belakang A. Pulmonalis dan dari sini menuju aliran Mediastinum.
Aliran Lymph Pericardium akan mengikuti V. Phrenico Cardiaca
menuju aliran Mammaria lnterna yang bersangkutan kedalam
16
Mediastinum. Projeksi jantung pada dinding dada depan adalah :
batas kanan dibentuk atrium kanan pada garis para Sternal kanan
mulai tulang rawan iga 3 kanan sampai pada tulang rawan iga 6
kanan. Batas bawah jantung dibentuk oleh ventrikel kiri dan garis ini
dari Apex mula-mula melengkung kekiri lalu lurus hingga tulang
rawan iga ke-2 kiri. Batas atas dibentuk oleh atrium kanan dan
atrium kiri melalui garis tulang rawan iga 3 kanan ke tulang rawan
iga ke 2 kiri (Snell, 2006).
f. Anatomi Permukaan Katup-Katup Jantung
Proyeksi jantung pada permukaan tubuh telah dijelas-kan
pada. Proyeksi permukaan katup-katup jantung seperti berikut ini.
1) Valva tricuspidalis terletak di belakang setengah bagian kanan
sternum pada spatium intercostale.
2) Valva mitralis terletak di belakang setengah bagian kiri sternum
setinggi cartilage costalis.
3) Valva trunci pulmonalis terletak di belakang ujung medial
cartilage costalis III sinistra dan bagian yang berhubungan
dengan sternum.
4) Valva aortae terletak di belakang setengah bagian kiri sternum
pada spatium intercostale III (Snell, 2006).
g. Auskultasi Katup Jantung
Waktu mendengarkan jantung dengan stetoskop, dapat
didengarkan dua bunyi: lub-dub. Bunyi pertama ditimbulkan oleh
kontraksi ventrikel dan penutupan valva tricuspidalis dan mitralis.
Bunyi kedua ditimbulkan oleh penutupan cepat valva aortae dan
valva trunci pulmonalis. Penting bagi dokter untuk mengetahui
tempat untuk meletakkan stetoskopnya pada dinding thoraks
sehingga dia mampu mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh
masing-masing katup dengan gangguan yang minimal (Snell,
2006).
1) Valva tricuspidalis paling baik didengarkan sekitar ujung
bawah kanan corpus sterni.
17
2) Valva mitralis paling baik didengarkan di sekitar denyut apex,
yaitu setinggi spatium intercostale V sinistra, 31/1 inci (9 cm)
dari garis tengah.
3) Valva pulmonalis didengar dengan gangguan minimal di
sekitar ujung medial spatium intercostale II kiri.
4) Valva aortae paling baik didengar di sekitar ujung medial
spatium intercostale II kanan (Snell, 2006).
h. Pericardium
Pericardium merupakan sebuah kantong fibroserosa yang
membungkus jantung dan pangkal pembuluh-pembuluh besar.
Fungsinya adalah membatasi pergerakan jantung yang berlebihan
secara keseluruhan dan menyediakan pelumas sehingga bagian-
bagian jantung yang berbeda dapat berkontraksi. Pericardium
terletak di dalam mediastinum medius, posterior terhadapat corpus
sterni dan cartilagines costales II sampai VI (Snell, 2006).
1) Pericardium Fibrosum
Pericardium fibrosum adalah bagian fibrosa yang kuat
dari kantong pericardium. Pericardium terikat kuat di bawah
centrum tendineum diahpragma. Pericardium fibrosa bersatu
dengan selubung luar pembuluh-pembuluh darah besar yang
berjalan melalui pericadium yaitu, aorta, truncus pulmonalis,
venae cavae superior dan inferior, dan venae pulmonales.
Pericardium fibrosum di depan melekat pada sternum melalui
ligamenta sternopericardiaca (Snell, 2006).
2) Pericardium Serosum
Pericardium serosum mempunyai lamina parietalis dan
lamina visceralis. Lamina parietalis membatasi pericardium
fibrosum dan melipat di sekeliling pangkal pembuluh-
pembuluh darah besar untuk melanjut menjadi lamina
visceralis pericardium serosum yang meliputi permukaan
jantung. Lamina visceralis berhubungan erat dengan jantung
dan sering dinamakan epicardium. Ruang seperti celah di
18
antara lamina parietalis dan lamina visceralis pericardium
serosum disebut cavitas pericardiaca. Normalnya, cavitas ini
berisi sedikit cairan, cairan pericardial, yang berfungsi sebagai
pelumas untuk memudahkan pergerakan jantung (Snell, 2006).
3) Sinus Pericardii
Pada permukaan posterior jantung, lipatan pericardium
serosum di sekitar vena-vena besar membentuk recessus yang
dinamakan sinus obliquus. Demikian posterior jantung,
terdapat sinus transversus yang merupakan jalan pendek yang
terletak di antara lipatan pericadium serosum di sekitar aorta
dan truncus pulmonalis dengan lipatan di sekitar vena-vena
besar (Snell, 2006).
19
terdapat valvula atrioventrikularis yang tersusun atas selapis sel
endotel dan jaringan ikat subendotelial. Di bawah jaringan ikat
subendotelial terdapat serat kolagen bergelombang yang memperkuat
kedua lapisan endocardium (Eroschenko, 2010).
b. Histologi pembuluh darah
1) Arteri dan Vena
Dinding arteri dibagi menjadi 3 lapisan yaitu
(Eroschenko, 2010):
a) Tunika intima, merupakan lapisan otot dan beberapa unsur
yang terususun longitudinal.
b) Tunika media, merupakan lapisan otot paling tebal, terdiri
atas unsur yang tersusun melingkar.
c) Tunika adventitia, terdiri atas unsur-unsur yang tersusun
longitudinal.
Batas antara tunika media dan tunika intima adalah tunika
elastika interna, yang dapat dilihat nyata pada arteri berukuran
sedang, sedangkan pada vena hanyadapat ditemui pada vena
berukuran besar. Tunica elastika eksterna hanya terdapat pada
arteri. Lapisan ini ditemukan pada perbatasan tunika media dan
tunika adventitia.
20
Keterangan:
1. Tunika intima
2. Lamina elastika interna
3. Tunika media
4. Lamina elastika eksterna
5. Tunika adventisia
Arteri dan vena mempunyai lapisan yang sama, dari dalam
ada tunika intima, tunika media dan tunika adventesia. Akan
tetapi ada beberapa yang membedakan struktur arteri dan vena,
antara lain adalah :
21
eksterna
Tunika adventisia tipis Tunika adventivisia tebal
22
2) Aorta
Pada gambar terdapat endotel dan jaringan ikat subendotel
pada tunika intima. Struktur dinding aorta memiliki serat elastik
yang tersebar di tunika media dengan sedikit serat otot polos.
Lalu pada tunika adventisia terdapat jaringan ikat tipis pada
bagian perifer. Tunika adventisia mendapatkan pasokan darah
dari vasa vasorum. Di pembuluh besar sperti aorta dan arteri
pulmonalis, tunika media mengisi sebagian besar dinding
pembuluh, sedangkan tunika adventisa lebih tipis (Eroschenko,
2010).
23
SA node pada dinding lateral superior atrium kanan kemudia menjalar
dengan kecepatan tinggi melalui atrium ke AV node kemudian bundle
of HIS lalu menuju bundle branch dan akhirnya sampai pada serabut
purkinje di ventrikel (Guyton & Hall, 2007).
1) Fase 1 Kontraksi Atrial
Pada fase ini atrium mulai berkontraksi, dan katup AV
kanan dan kiri masih terbuka sehingga menyebabkan penambahan
pengisian ventrikel sebesar 20 persen. Segera sesudah ventrikel
berkontraksi, tekanan ventrikel meningkat dengan tiba-tiba
sehingga menyebabkan katup AV menutup. Pada saat ini
ventrikel terisi darah secara maksimal. Volume darah dalam
ventrikel tersebut disebut volume diastolik-akhir (Guyton & Hall,
2007).
2) Fase 2 Kontraksi Isovolumetrik
Selanjutnya pada fase ini dibutuhkan tambahan waktu
sebanyak 0.02-0.03 detik bagi ventrikel agar dapat membentuk
tekanan yang cukup untuk mendorong katup semilunaris agar
terbuka melawan tekanan di dalam aorta dan arteri pulmonalis.
Selama periode ini akan terjadi kontraksi pada ventrikel namun
tidak terjadi pengosongan. Periode ini disebut kontraksi
isovolumetrik (Guyton & Hall, 2007).
3) Fase 3 Ejeksi Cepat
Bila tekanan ventrikel kiri meningkat di atas 80 mmHg,
(dan tekanan ventrikel kanan meningkat sedikit di atas 8 mmHg),
maka tekanan ini akan mendorong katup semilunaris terbuka.
Segera setelah itu, darah mengalir keluar dari ventrikel, sekitar 70
persen dari proses pengosongan darah terjadi selama sepertiga
pertama. Waktu sepertiga pertama ini yang disebut periode ejeksi
cepat (Guyton & Hall, 2007).
4) Fase 4 Ejeksi Lambat
Waktu dua pertiga pertama, sekitar 30 persen sisa
pengosongan darah, ini yang disebut periode ejeksi lambat.
24
Volume yang masih tertinggal dalam setiap ventrikel disebut
volume sistolik akhir. Peninggian tekanan di dalam arteri besar
yang berdilatasi yang baru saja diisi darah yang berasal dari
ventrikel yang berkontraksi, segera mendorong darah kembali ke
venterikel sehingga aliran darah ini akan menutup katup
semilunaris dengan keras (Guyton & Hall, 2007).
5) Fase 5 Relaksasi Isovolumetrik
Pada akhir sistolik, relaksasi ventrikel mulai terjadi secara
tiba-tiba, sehingga baik tekanan intraventrikel kanan maupun kiri
menurun dengan cepat. Selama 0.03-0.06 detik berikutnya, otot
ventrikel terus berelaksasi, meskipun volume ventrikel tidak
berubah. Hal ini disebut relaksasi isovolumetrik. Pada fase ini
semua katup masih menutup (Guyton & Hall, 2007).
6) Fase 6 Pengisian Cepat
Tekanan ventrikel menurun hingga ke tekanan
diastoliknya yang rendah, tekanan yang cukup tinggi yang telah
terbentuk dalam atrium, segera mendorong katup AV untuk
membuka sehingga darah dapat mengalir dengan cepat ke dalam
ventrikel. Keadaan ini disebut periode pengisian cepat. Periode
pengisian cepat berlangsung sepertiga pertama dari diastolik
(Guyton & Hall, 2007).
7) Fase 7 Pengisian Lambat
Selama sepertiga kedua dari diastolik, biasanya hanya ada
sedikit darah yang mengalir ke dalam ventrikel, darah ini adalah
darah yang mengalir masuk ke dalam atrium dari vena dan
langsung masuk ke ventrikel (Guyton & Hall, 2007).
b. Suara Jantung (Tortora, 2006)
1) S1
- Suara keras
- Ditimbulkan oleh katup AV
2) S2
- Suara keras
25
- Ditimbulkan oleh katup semilunar
3) S3
- Suara lunak/ lembut
- Oleh aliran darah mengisi ventrikel saat rapid filling
4) S4
- Suara lunak/ lembut
- Oleh aliran darah mengisi ventrikel saat kontraksi atrial
26
penyakit jantung memiliki satu atau lebih faktor risiko
(Fisher, 2013).
Faktor Risiko Yang Dapat Diubah
a) Merokok
Risiko penyakit jantung koroner adalah 2-4 kali dari
perokok dan non perokok. Orang yang merokok satu pak
rokok sehari memiliki lebih dari dua kali lipat risiko
serangan jantung dibandingkan orang yang tidak pernah
merokok. Merokok merupakan faktor risiko independen
yang kuat untuk kematian jantung mendadak pada pasien
dengan penyakit arteri koroner. Orang yang merokok cerutu
atau pipa tampaknya memiliki risiko yang lebih tinggi dari
kematian akibat penyakit jantung koroner ( dan mungkin
stroke) risiko, tapi risikonya tidak sebesar perokok. Paparan
perokok pasif meningkatkan risiko penyakit jantung bahkan
untuk orang yang tidak merokok (Fisher, 2013).
b) Kolesterol tinggi
Kolesterol seseorang juga dipengaruhi oleh usia, jenis
kelamin faktor keturunan dan pola makan (Fisher, 2013).
1) Kolesterol total : kurang dari 200 mg / dL
2) LDL (kolesterol jahat) :
3) Jika Anda berada pada risiko rendah untuk penyakit
jantung Kurang dari 160 mg / dL
4) Jika Anda berada pada risiko menengah untuk penyakit
jantung : Kurang dari 130 mg / dL
5) Jika Anda berada pada risiko tinggi penyakit jantung
(termasuk orang-orang dengan penyakit jantung atau
diabetes) : Kurang dari 100mg/dl
6) HDL (kolesterol baik) : 40 mg / dL atau lebih tinggi
untuk pria dan 50 mg / dL atau lebih untuk perempuan
7) Trigliserida : Kurang dari 150 mg / dL
c) Hipertensi
27
Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja
jantung, yang menyebabkan otot jantung menebal dan
menjadi kaku. Kaku otot jantung ini tidak normal, dan
menyebabkan jantung tidak berfungsi dengan baik. Hal ini
juga meningkatkan risiko stroke, infark miokard, gagal
ginjal dan gagal jantung kongestif. Ketika tekanan darah
tinggi ada dengan obesitas, merokok, kadar kolesterol darah
atau diabetes, risiko serangan jantung atau stroke meningkat
beberapa kali (Fisher, 2013).
d) Aktivitas fisik
Gaya hidup merupakan faktor risiko penyakit jantung
koroner. Aktivitas fisik yang teratur , sedang sampai kuat
membantu mencegah penyakit jantung dan pembuluh darah.
Semakin kuat aktivitas, semakin besar keuntungan Anda.
Namun, bahkan aktivitas fisik intensitas sedang membantu
jika dilakukan secara rutin dan jangka panjang. Aktivitas
fisik dapat membantu mengontrol kolesterol darah, diabetes
dan obesitas, serta membantu menurunkan tekanan darah
pada beberapa orang (Fisher, 2013).
e) Obesitas dan kelebihan berat badan
Orang yang memiliki kelebihan lemak tubuh -
terutama jika banyak itu di bagian pinggang - lebih mungkin
untuk terkena penyakit jantung dan stroke bahkan jika
mereka tidak memiliki faktor risiko lain. Kelebihan berat
badan meningkatkan beban kerja jantung karena tekanan
darah seringkali lebih tinggi. Hal ini juga meningkatkan
tekanan darah dan kolesterol darah dan trigliserida, dan
menurunkan HDL ( " baik " ) kolesterol (Fisher, 2013).
f) Diabetes mellitus
Diabetes dapat meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskular. Bahkan ketika kadar glukosa berada dalam
pengontrolan, diabetes meningkatkan risiko penyakit jantung
28
dan stroke, tetapi risiko yang lebih besar jika gula darah
tidak terkontrol dengan baik . Setidaknya 65 % dari
penderita diabetes meninggal karena beberapa bentuk
penyakit jantung atau penyakit pembuluh darah (Fisher,
2013).
2) Faktor Risiko Minor
a) Stres
Beberapa ilmuwan telah mencatat hubungan antara
risiko dan stres penyakit jantung koroner dalam kehidupan
seseorang, perilaku kesehatan dan status sosial - ekonomi.
Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi faktor risiko yang
ditetapkan. Sebagai contoh, orang stres dapat makan
berlebihan, mulai merokok atau merokok lebih dari yang
mereka seharusnya (Fisher, 2013).
b) Alkohol
Minum terlalu banyak alkohol dapat meningkatkan
tekanan darah, menyebabkan gagal jantung dan
menyebabkan stroke. Hal ini dapat berkontribusi untuk
trigliserida tinggi, kanker dan penyakit lainnya, dan
menghasilkan detak jantung tidak teratur. Ini memberikan
kontribusi untuk obesitas, alkoholisme, bunuh diri dan
kecelakaan. (Fisher, 2013).
c) Diet dan Nutrisi
Diet sehat adalah salah satu senjata terbaik yang Anda
miliki untuk melawan penyakit kardiovaskular. Makanan
yang Anda makan ( dan jumlah ) dapat mempengaruhi faktor
risiko dikontrol lainnya : kolesterol, tekanan darah, diabetes
dan kelebihan berat badan. Pilih makanan yang kaya nutrisi -
yang memiliki vitamin, mineral, serat dan nutrisi lainnya
tetapi rendah kalori - lebih miskin nutrisi. Diet yang kaya
sayuran, buah-buahan, biji-bijian dan makanan serat tinggi,
29
ikan, protein dan lemak susu bebas lemak atau rendah adalah
kuncinya (Fisher, 2013).
b. Infark Miokard Akut
Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah
yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor
risiko yang masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik, antara lain kadar serum lipid,
hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang tinggi
lemak jenuh, kolesterol, serta kalori (Farissa, 2012).
30
10. Perbedaan sindrom koroner akut dan infark miokard akut
Infark miokard, umumnya dikenal sebagai serangan jantung,
adalah nekrosis ireversibel pada otot jantung akibat iskemik
berkepanjangan. Hal ini biasanya merupakan hasil dari
ketidakseimbangan antara pasokan dengan kebutuhan oksigen, yang
sering disebabkan oleh pecahnya plak dengan pembentukan trombus di
pembuluh koroner, yang mengakibatkan penurunan akut suplai darah ke
sebagian daerah pada miokardium (Zafari, 2014).
Sedangkan sindrom koroner akut lebih mengacu kepada spektrum
keadaan klinis yang terdiri dari ST segment Elevation Myocardial
Infarction (STEMI), Non ST segment Elevation Myocardial Infarction
(NSTEMI) dan angina tidak stabil (Coven, 2014).
31
Dinding pembuluh darah terpajan berbagai iritan yang terdapat
dalam kehidupan keseharian. Diantaranya adalah faktor-faktor
hemodinamik, hipertensi, hiperlipidemia, serta derivat merokok dan
toksin (misal, homosistein atau LDL-C teroksidasi (Price, 2012).
Dinding arteri terdiri atas lapisan konsentrik tempat sel-sel
endotel, sel-sel otot polos, dan matriks ekstrasel dengan serabut
elastis dan kolagen yang dapat terlihan dengan jelas. Ketiga lapisan
ini adalah intima, media, dan adventisia. Pajanan-pajanan tersebut
dapat menyebabkan cedera yang kemudian menyebabkan disfungsi
endotel arteri dengan meningkatnya permeabilitas terhadap monosit
dan lipid darah (Price, 2012).
Pembentukan bercak lemak: bercak lemak terdiri atas
makrofag mengandung lipid (sel busa) dan limfosit T. Kemudian
lepasnya faktor pertumbuhan dari makrofag teraktivasi dan trombosit
menyebabkan migrasi otot polos dari media ke dalam intima dan
proliferasi matriks; proses ini mengubah bercak lemak menjadi
ateroma matur (Price, 2012).
Pembentukan lesi aterosklerosis komplikata lanjut: bercak
lemak berkembang menjadi intermediet dan lesi lanjut dan cenderung
membentuk lapisan fibrosa yang membatasi lesi dari lumen
pembuluh darah; lapisan ini merupakan campuran leukosit, debris, sel
busa, dan lipid bebas yang dapat membentuk suatu inti nekrotik.
Penimbunan kalsium ke dalam plak fibrosa dapat menyebabkan
pengerasan (Price, 2012).
b. Infark Miokard Akut
Mekanisme pathogenesis utama infark miokard adalah ketidak
seimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhannya. Penyebab
terseringnya adalah aterosklerosis dan penyempitan lumen pembuluh
darah.
32
Gambar 6. Dasar Patogenesis Infark Miokard (Myrtha, 2012)
33
Gambar 7. Disfungsi endotel (Myrtha, 2012)
34
membentuk kapsul fibrosa. Setelah itu, makrofag menyekresi matrix
metalloproteinase (MMPs) yang menyebabkan disrupsi plak.
35
proses hemostasis primer. Selain trombosit, pembentukan thrombus
juga melibatkan system koagulasi plasma. Sistem koagulasi plasma
merupakan jalur hemostasis sekunder. Kaskade koagulasi ini
diaktifkan bersamaan dengan sistem hemostasis primer yang
dimediasi trombosit. Setelah itu, sel darah merah pun ikut terhambat
alirannya oleh thrombus yang menyebabkan iskemia (Rosen &
Gelfand, 2009). Kaskade koagulasi yang terjadi adalah sebagai
berikut.
36
Nyeri seperti diremas-remas, tertekan benda berat, panas,
dan kadang menjalar sampai ke lengan kiri, punggung,
leher.
c) Faktor memperberat
Aktivitas berat.
d) Faktor memperingan
Istirahat.
e) Keluhan penyerta
Lemas, palpitasi, pusing, pingsan, sesak nafas (malam hari),
keringat dingin, tanpa mual dan muntah.
f) RPK
Riwayat penyakit jantung.
g) RSE
Merokok, gemar mengkonsumsi junk food dan makanan
berkolesterol tinggi.
2) Pemeriksaan fisik
a) Hipertensi
b) Obesitas : lingkar pinggang wanita > 80 cm, laki-laki > 90
cm.
3) Pemeriksaan penunjang
a) Radiologi didapatkan pembesaran jantung untuk PJK lanjut
(CTR >50%).
b) Hiperkolesterolemia.
c) Tanpa peningkatan troponin maupun CK-MB.
b. Infark Miokard Akut
1) Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan
berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG
adanya elevasi ST >2 mm, minimal pada 2 sandapan prekordial
yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan ekstremitas.
Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T yang meningkat
akan memperkuat diagnosis (Farissa, 2012).
2) Pemeriksaan Fisik
37
Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan
tidak bisa beristirahat (gelisah) dengan ekstremitas pucat disertai
keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan
banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI
(Farissa, 2012).
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian
dalam tatalaksana pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat
implementasi terapi reperfusi. Pemeriksaan petanda kerusakan
jantung yang dianjurkan adalah creatinin kinase (CK) MB dan
cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I, yang dilakukan
secara serial. cTn digunakan sebagai petanda optimal untuk
pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal karena pada
keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB (Farissa,
2012).
Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien
dengan elevasi ST dan gejala IMA serta tidak tergantung pada
pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim diatas dua kali
nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung
(Farissa, 2012).
a) CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal
dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardioversi
elektrik dapat meningkatkan CKMB.
b) cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini
meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10
hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin,
creatinine kinase (CK), Lactic dehydrogenase (LDH) (Farissa,
2012).
38
14. Penatalaksanaan awal dan lanjutan diagnosis banding
a. Penyakit Jantung Koroner
1) Tujuan Pengobatan
Memperbaiki prognosis dengan cara mencegah Infark
miokard dan kematian yaitu mengurangi terjadinya trombotik
akut dan disfungsi ventrikel kiri. Tujuan dapat dicapai dengan
cara, modifikasi gaya hidup dengan ataupun intervensi
farmakologik dengan mengurangi inflamasi dan memperbaiki
fungsi endotel, dan akhirnya mencegah trombosis bila terjadi
disfungsi endotel atau pecahnya plak. Obat yang digunakan yaitu
Obat Antitrombotik : antikoagulan, trombolitik, antitrombin
direct, dan antiplatelet. Serta untuk memperbaiki simptom dan
stemi (Sudoyo, 2009).
2) Farmakologik
a) Antikoagulan
Mencegah koagulasi dengan menghambat fungsi
beberapa faktor pembekuan darah, bisa diberikan secara oral
dan parenteral. Pemberian secara parenteral bisa dengan
injeksi intravena ataupun subkutan, dengan pemberian
heparin terbaru LWMH (Low Molekular Weight Heparin),
lebih stabil, cara pemberian lebih mudah, dan tidak
memerlukan monitoring APTT (waktu yang dibutuhkan bagi
darah untuk menggumpal). Secara oral obat yang seringkali
digunakan adalah warfarin, dengan cara mengganggu
konversi silik vitamin K sehingga menginaktivasi pro
koagulan yang tergantung dengan VIT K (faktor 2, 7, 9, 10)
(Sudoyo, 2009).
b) Antitrombin Direct
Diberikan apabila terjadi trombositopenia akibat dari
penggunaan heparin, contoh obat yang dapat diberikan yaitu
Bivalirubin dan Hirudin, cara kerja obat dengan
menghambat terjadinya trombin. Contoh lain, argatrobain ( 2
39
mgkgBB/menit infus), penggunaan obat ini memerlukan
evaluasi APTT (waktu yang dibutuhkan darah untuk
menggumpal (Sudoyo, 2009).
c) Trombolitik
Mengubah proenzim plasminogen menjadi enzim
plasmin aktif, plasmin dapat melisiskanbekuan fibrin dan
merupakan suatu serum protease nonspesifik yang mampu
merusak dari faktor V dan VIII, sehingga melarutkan
trombus yang sudah terbentuk. Contoh obat yang dapat
digunakan yaitu streptokinase, urokinase, aktivator
plasminogen yang diberikan secara intravena (Sudoyo,
2009).
d) Antiplatelet
Mekanisme kerja obat ini yaitu dengan mempengaruhi
mekanisme agar tidak terjadinya agregasi trombosit satu
sama lain, contoh obat yang dapat digunakan yaitu aspirin,
pasien degan intoleransi terhadap aspirin dapat diberikan
tiklopidin, contoh lainnya klopidogrel, dipiridamol, sulfin
piraziol, serta yang terbaru golongan GP II B/ III A, contoh
abciksimab, tirofiban, eptifibatid (Sudoyo, 2009).
e) Obat Penurun Kolesterol
Dapat diberikan statin yang berfungsi sebagai penurun
kolesterol, anti inflamasi dan anti trombotik serta untuk
mengurangi resiko baik pada prevensi primer maupun
sekunder. Dengan target penurunan LDL sebesar < 100 mg/
dl, dan untuk pasien dengan risiko tinggi (DM, PJK) < 70
mg/dl. Pemberian statin jenis atrovastatin 40 mg satu
minggu PCI (Percutaneus Coronary Intervention) dapat
mengurangi kerusakan miokard akibat tindakan (Sudoyo,
2009).
f) Pengobatan Simptom dan Skemi
i. ACE-Inhibitor
40
Peranan ACE-I sebagai kardioproteksi untuk
prevensi sekunder pada pasien dengan PJK telah
dibuktikan dari berbagai studi. Apabila intoleransi
terhadap golongan ini (contoh, captopril dosis awal
12,5 mg/hari), dapat digantikan dengan ARB (contoh,
Losartan 50 mg/hari) (Sudoyo, 2009).
ii. Nitrat
Disarankan karena memiliki efek venodilator
sehingga preload miokard dan volume akhir bilik kiri
dapat menurun sehingga konsumsi oksigen
miokardjuga akan menurun. Nitrat juga dapat
melebarkan pembuluh darah normal dan yang
mengalami atherosklerotik. Efek samping obat ini
adalah sakit kepala, dan flushing. Contoh obat yang
dapat diberikan yaitu mononitrat dengan pemberian
sublingual (Sudoyo, 2009).
iii. Beta Blocker
Menghambat efek katekolamin pada sirkulasi
dan reseptor beta 1 yang dapat menyebabkan
penurunan konsumsi oksigen miokard. Tidak
dibolehkan diberikan dengan pasien yang memiliki
riwayat asma bronkial. Contoh obat yang dapat
diberikan yaitu propanolol (Sudoyo, 2009).
iv. Canal Calsium Blocker
Mempunyai efek vasodilatasi, dapat mengurangi
keluhan pasien yang mendapat pengobatan dengan
nitrat atau beta blocker. CCB tidak disarankan bila
terdapat penurunan fungsi bilik kiri atau gangguan
konduksi atrioventrikel (Sudoyo, 2009).
3) Non Farmakologik (Sudoyo, 2009).
a) Modifikasi gaya hidup, dan edukasi pasien tentang faktor
resiko yang mendasari penyakit jantung koroner, serta sadar
41
akan ada atau tidaknya riwayat penyakit jantung koroner di
keluarga pasien.
b) Dengan revaskularisasi operatif, yaitu bedah pintas coroner
(Coronary Arteri Bypass Surgery = CABG) atau tindakan
intervensi secara perkutan (Percutaneus Coronary
Intervention = PCI).
b. Infark Miokard Akut
1) Penatalaksanaan awal (Sudoyo, 2009) :
a) Oksigen, diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri < 90%. Diberikan selama 6 jam pertama.
b) Mengurangi nyeri dada, dengan obat obatan berikut:
i. Nitrogliserin, diberikan dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
ii. Morfin, diberikan dengan dosis 2 4 mg dan dapat
diulang dengan interval 5 15 menit sampai dosis
total 20 mg.
iii. Aspirin, diberikan dengan dosis 160 325 mg di ruang
emergensi. Selanjutnya diberikan per oral dengan
dosis 75 162 mg.
c) Terapi reperfusi, untuk memperpendek lama oklusi koroner,
meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel.
i. Fibrinolisis, untuk restorasi patensi arteri koroner
secara cepat
- Streptokinase
- Reteplase
- Tenectaplase
ii. Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
2) Penatalaksanaan lanjutan (Sudoyo, 2009) :
a) Anti trombotik, tujuan primer pengobatan adalah untuk
memantapkan patensi arteri koroner yang terkait infark.
Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien
menjadi trombosis
42
i. Aspirin, diberikan dengan dosis 160 325 mg di ruang
emergensi. Selanjutnya diberikan per oral dengan
dosis 75 162 mg.
ii. Klopidogrel, pada pasien yang mengalami PCI
dianjurkan dosis loading 600 mg, sedangkan yang
tidak menjalani PCI dianjurkan dosis loading 300 mg
dilanjutkan dosis pemulihan 75 mg/hari
b) Beta blocker, untuk memperbaiki keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi
luasnya infark dan menurunkan resiko kejadian aritmia
ventrikel.
c) ACE Inhibitor
43
90 mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit),
takikardia,
- aspirin 160-325 mg: bila alergi/tidak responsif
diganti dengan dipiridamol, tiklopidin atau
klopidogrel, dan
- mengatasi nyeri: morfin 2,5 mg (2-4 mg)
intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis
total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau
tramadol 25-50 mg intravena.
b) Hasil penilaian EKG, bila:
1) Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih
sadapan ekstremitas berdampingan atau > 0,2 mV
pada dua atau lebih sadapan precordial
berdampingan atau blok berkas (BBB) dan
anamnesis dicurigai adanya IMA maka sikap yang
diambil adalah dilakukan reperfusi dengan :
i. terapi trombolitik bila waktu mulai nyeri dada
sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun dan
tidak ada kontraindikasi.
ii. angioplasti koroner (PTCA) primer bila
fasilitas alat dan tenaga memungkinkan.
PTCA primer sebagai terapi alternatif
trombolitik atau bila syok kardiogenik atau
bila ada kontraindikasi terapi trombolitik
2) Bila sangat mencurigai ada iskemia (depresi segmen
ST, insersi T), diberi terapi anti-iskemia, maka
segera dirawat di ICCU; dan
3) EKG normal atau nondiagnostik, maka pemantauan
dilanjutkan di UGD. Perhatikan monitoring EKG
dan ulang secara serial dalam pemantauan 12 jam
pemeriksaan enzim jantung dari mulai nyeri dada
dan bila pada evaluasi selama 12 jam, bila:
44
i. EKG normal dan enzim jantung normal,
pasien berobat jalan untukevaluasi stress test
atau rawat inap di ruangan (bukan di ICCU),
dan
ii. EKG ada perubahan bermakna atau enzim
jantung meningkat, pasien di rawat di ICCU.
b. Infark Miokard Akut
Sebagian besar kematian di luar rumah sakit pada STEMI
disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar
terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra
hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain (Sabatine,
2008) :
1) Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan
medis
2) Segera mengambil tim medis emergensi yang dapat melakukan
tindakan resusitasi
3) Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas
ICU/ICCU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih
4) Melakukan terapi reperfusi
Tujuan tatalaksana di IGD adalah mengurangi/menghilangkan
nyeri dada, mengidentifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat
terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang
tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien
dengan STEMI (Sabatine, 2008).
Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa
didahului fibrinolitik disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif
dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa
jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari
fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan
dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang
yang lebih baik. PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok
kardiogenik (terutama pada pasien < 75 tahun), risiko perdarahan
45
meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam
jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat
fibrinolitik. Namun, PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas,
dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di
beberapa rumah sakit (Farissa, 2012).
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak
masuk (door to needle time < 30 menit) bila tidak terdapat
kontraindikasi. Tujuan utamanya adalah merestorasi patensi arteri
koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik
antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase,
tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu
konversi plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan
trombus fibrin (Sabatine, 2008).
Aliran di dalam arteri koroner yang terlibat digambarkan
dengan skala kualitatif sederhana dengan angiografi, disebut
thrombolysis in myocardial infarction (TIMI) grading system
(Farissa, 2012) :
1) Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada
arteri yang terkena infark.
2) Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras
melewati titik obstruksi tetapi tanpa perfusi vaskular distal.
3) Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark
ke arah distal tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan
aliran arteri normal.
4) Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami
infarkdengan aliran normal.
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3 karena
perfusi penuh pada arteri koroner yang terkena infark menunjukkan
hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark,
mempertahankan fungsi ventrikel kiri, dan menurunkan laju
mortalitas,selain itu, waktu merupakan faktor yang menentukan
dalam reperfusi, fungsi ventrikel kiri, dan prognosis penderita.
46
Keuntungan ini lebih nyata bila streptokinase diberikan dalam 6 jam
pertama setelah timbulnya gejala, dengan anjuran pemberian
streptokinase sedini mungkin untuk mendapatkan hasil yang
semaksimal mungkin (Farissa, 2012).
47
Apabila curah jantung sangat kurang dalam waktu lama.
Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi ventrikel kiri sesudah
mengalami infark, yang umumnya mengenai 40% ventrikel kiri
(Guyton & Hall, 2007).
4) Disfungsi M. Papillaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrosis otot papilaris akan
mengganggu fungsi katup mitralis, memungkinkan eversi daun
katup ke dalam atrium selama sistolik. Inkompentensi katup
mengakibatkan aliran retrograd dari ventrikel kiri ke dalam
atrium kiri dengan dua akibat pengurangan aliran ke aorta dan
peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
Volume aliran regugitasi tergantung dari derajat gangguan pada
otot papilaris bersangkutan (Guyton & Hall, 2007).
5) Aritmia
Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologis sel-sel
miokardium. Perubahan elektrofisiologis ini bermanifestasi
sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik
aktivitas listrik sel (Guyton & Hall, 2007).
6) Sindrom Dressler
Sindrom pasca infark miokardium ini merupakan respon
peradangan jinak yang disertai nyeri pada pleuroperikardial.
Diperkirakan sindrom ini terjadi dalam beberapa minggu sampai
beberapa bulan setelah infark miokard. Sindrom ini ditandai
dengan demam, pleuritis atau pericarditis dan adanya antibody
terhadap otot jantung. Sindrom ini juga merupakan suatu reaksi
hipersensitivitas terhadap miokardium yang mengalami nekrosis
(Guyton & Hall, 2007).
7) Timbul lingkaran setan hemodinamik progresif hebat yang
irreversibel, yaitu (Guyton & Hall, 2007) :
a) Penurunan perfusi perifer
b) Penurunan perfusi coroner
c) Peningkatan kongesti paru-paru
48
17. Prognosis diagnosis banding
a. Penyakit Jantung Koroner
Setiap orang pulih dalam cara yang berbeda beda. Beberapa
orang bisa mempertahankan hidup sehat dengan mengubah pola
makan mereka, berhenti merokok, dan minum obat sesuai dengan
anjuran dokter. Mungkin juga ada yang memerlukan prosedur medis
seperti angioplasty atau operasi. Meskipun setiap orang berbeda,
deteksi dini PJK umumnya menghasilkan prognosis yang lebih baik
(Dugdale, 2012).
b. Infark Miokard Akut
Prognosis infark miokard didasarkan pada tiga indeks pengukuran:
1) Proses terjadinya aritmia yang gawat
2) Potensi serangan iskemia yang lebih jauh
3) Potensi memburuknya gangguan hemodinamik
Prognosis dapat menjadi lebih buruk dengan adanya
pertambahan usia, peningkatkan disfungsi ventrikel, disritmia
ventrikel dan infark berulang, selain itu keterlambatan dalam
reperfusi, remodelling ventrikel kiri, infark anterior, EKG
menunjukkan elevasi ST, blok cabang berkas dan tekanan darah
sistolik kurang dari 100 mm dengan takikardia lebih besar dari 100
per menit. Prognosis yang lebih baik berhubungan dengan reperfusi
awal, infark dinding inferior, pengobatan jangka pendek dan jangka
panjang dengan beta-blocker, aspirin, statin dan ACE inhibitor
(Guyton & Hall, 2007).
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis paska
IMA (Farissa, 2012):
1) Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside
sederhana, S3 gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik
49
III Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80
Tabel 2. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut.
50
Elevasi ST anterior atau LBBB (1 7 (23,4)
poin)
51
Pasien yang pernah mengalami IM secara khusus
diberikan pemahaman untuk memperbaiki kualitas hidupnya dan
untuk mencegah terjadinya IM berulang dengan berhenti
merokok, memilih makanan sehat, melakukan aktifitas fisik
sesuai kemampuan. Menurunkan atau menghindari obesitas
penting untuk pencegahan primer. Dengan perubahan gaya hidup
seperti ini keperluan untuk penggunaan terapi seumur hidup
dapat dihindari.
2) Berhenti merokok
Merokok dapat merusak transportasi oksigen sedangkan
pada pasien paska IM perlu sediaan oksigen yang baik. Dengan
berhenti merokok dan menghindakan didi sebagai perokok pasif
diharapkan dapat memelihara dan mmemenuhi kebutuhan
oksigen dengan baik
3) Melakukan pemilihan makanan sehat
Peran keluarga penting dalam tanggung jawab untuk
membeli dan menyiapkan makanan. Anjuran diet yan diperlukan
pasien adalah mengurangi konsusmsi lemak jenuh atau konsumsi
kolesterol kurang dari 300 mg/hari, meningkatkan konsumsi
sayur, gandum atau buah segar 800 gr/hari, mengurangi asupan
kalori bila perlu menurunkan berat badan, mengurangi konsumsi
garam dan alcohol bila ada tekanan darah tinggi.
4) Meningkatkan aktifitas pasien dengan memulai rehabilitasi dini
paska IM
Memberikan pemahan pada pasien dan keluarga
pentingnya aktifitas fisik secara bertahap. Aktifitas yang
dilakukan dapat memperlancar aliran darah sehingga tmencegah
terjadinya aliran gangguan kolateral. Selain itu dengan aktifitas
fisik energi terbakar sehingga membantu menurunkan berat
badan dengan aktifitas pula dapat mempengaruhi tonus otot
abdomen sehingga dapat merangsang peristaltik dan konstipasi
dapat dihindari.
52
5) Menurunkan berat badan
Obesitas dapat meningkatkan tahanan perifer dan beban
jantung serta meningkatkan kerentaran faktor faktor lain seperti
infeksi. Untuk itu penting bagi pasien paska IM menurunkan
berat badan dengan melakukan aktifitas fisik sehingga lemak
yang ada dalam tubuh dapat berkurang sehingga menurunkan
resiko terjadinya plaque arteri.
6) Mengontrol Tekanan Darah
Hipertensi menyebabkan peningkatan tahanan perifer yang
merusak intima arteri dan menyebabkan arterosklerosis. Dengan
mengontrol tekanan darah diharapkan dapat menurunkan resiko
terjadi infark ulang.
7) Mengontrol gula darah
Mengontrol gula darah memiliki efek positif pada
penyakit mikrovaskuler diabetes dan komplikasi lainnya. Dalam
hal ini derajat hiperglikemia berkaitan dengan peningkatan resiko
aterosklerosis. Penderita diabetes mempunyai resiko lebih tinggi
infark ulang dibanding yang nondiabetes.
53
III. KESIMPULAN
54