Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

DISKUSI

Pasien laki-laki umur 37 tahun masuk Rumah sakit dengan keluhan Batuk berlendir disertai
darah sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu, pasien juga mengeluh sesak sesaat setelah batuk.
Ada demam sejak kurang lebih 2 hari, demam terus menerus, turun jika diberikan obat penurun
panas demam disertai nyeri pada bola mata. Ada keringat saat malam tanpa adanya aktifitas
sedang sampai berat. Pasien mengeluhkan luka di lidah dan kulit didalam mulut, nyeri menelan
sehingga pasien tidak nafsu makan sehingga terjadi penurun BB sejak kurang lebih 2 bulan
terakhir sebanyak > 10 kg. Ada nyeri perut disertai mual tapi tidak muntah. Sering BAK, dan
BAK warna seperti teh sejak kurang lebih 5 hari yang lalu. BAB baik. Pasien tidak memiliki
kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan narkoba jarum suntik. Pasien juga memiliki
riwayat sosial bekerja sebagai pelayan kafe dan diketahui pasien pernah melakukan hubungan
seksual dengan sesama maupun lawan jenis dalam waktu 1 tahun terakhir..

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD: 110/70mmHg, Nadi: 82x/menit, Respirasi: 26x/menit,
Suhu: 37,9oC. Anemis (+/+), terasa nyeri tekan pada area epigastrik (+), terdapat stomatitis pada
area lidah. Pada hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan RBC 5.3 x 1012/L, Hb 13.9 g/dl, HCT
44.1 % , LED I 85 mm3/jam, LED II : 119 mm3/jam (0-10) SGOT 38 u/L, CD4 126 sel/l.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dari kasus diatas
mengarah pada kasus TB paru e.c HIV/AIDS. Pada kasus ini dapat ditegakkan berdasarkan dari
hasil hitung jumlah CD4. Seorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan pemeriksaan
laboratorium terbukti terinfeksi HIV, baik dengan metode pemeriksaan antibodi atau
pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh. Diagnosis AIDS untuk kepentingan
surveilens ditegakkan apabila terjadi infeksi oportunistik atau limfosit CD4+ 350 sel/mm3.
Diagnosa TB Paru pada pasien ini berdasarkan teori TB paru yang sama dengan keluhan
pasien yaitu, batuk berlendir kadang disertai bercak kecoklatan sampai kemerahan, sesak,
keringat malam, demam dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan penunjang sputum BTA
yang dilakukan sebanyak 3x pada tanggal 20 januari menunjukkan hasil negatif, berdasarkan
Penelitian oleh Helena Huerga dkk pada Performance of the 2007 WHO Alogarithm to Diagnose
Smear-Negative Pulmonary Tuberculosis in a HIV Prevalent Setting menyatakan bahwa pasien
infeksi HIV dengan gambaran foto Thorax dengan sugestif TB, tanda dan gejala khas TB dengan
hasil kultur sputum negatif maka dimulai terapi TB. Pemeriksaan penunjang foto thorax pada
pasien ini menunjukkan gambaran yang tidak khas atau bervariasi berdasarkan pemaparan dari
KEMENKES dr. Adria Rusli, Sp.P pada Koinfeksi HIV&TB (International Standards for
Tuberculosis Care) bahwa TB pada infeksi HIV memiliki gejala sistemik dan dasar diagnostik
yang tidak khas, yaitu batuk yang jarang dijumpai, gambaran foto thorax bervariasi dll.
Dalam penentuan stadium AIDS dapat dibuat atas dasar tanda-tanda klinis atau berdasarkan
investigasi secara sederhana. Berdasarkan Guidlines WHO, pada kasus ini kita dapat
menentukan pasien masuk dalam kategori stadium HIV dengan melihat beberapa infeksi
oportunistik yang muncul serta gejala lain. Pasien didapatkan terjadinya penurunan berat badan
yang secara drastis (>10% dari berat badan sebenarnya), pasien mengeluhkan mengalami diare
sejak 2 bulan yang lalu, yang menandakan bahwa pasien sudah mengalami diare kronis, pasien
juga mengeluhkan bahwa demam persisten, serta pasien mengeluhkan sulit untuk makan yang
dikarenakan terdapatnya stomatitis pada area lidah yang menandakan bahwa pasien mengalami
kandidiasis oral serta dalam hasil pemeriksaan laboratorium pasien didapatkan anemia, serta
pada hasil perhitungan CD4 didapatkan 126 sel/l. Oleh karena itu berdasarkan dari gejala
infeksi oprtunistik dan pemeriksaan laboratroium didapatkan maka pasien tersebut masuk dalam
AIDS stadium 3.11
Pada kasus ini pasien mengeluhkan mengalami diare kronis 2 bulan yang lalu, adapun
gambaran klinis yang didapatkan yakni diare cair kronis, nyeri pada area perut khususnya pada
epigastrium, anoreksia, kehilangan BB, demam dan ditemukan perdarahan pada tinja. Gambaran
klinis dari infeksi bakteri Salmonella adalah berupa diare cair, nyeri perut, demam, mual serta
disertai muntah. Pada kasus infeksi Shigella Campylobater tampak gambaran klinis berupa
gejala Colitis klasik (diare darah mukoprulen, tenesmus dan demam), nyeri perut bawah dan
takikardia. Pada kasus infeksi Cdifficale kronis dapat muncul tanda berupa peritonitis atau
bahkan mengalami asites. Pada beberapa kasus kita dapat menentukan dan memastikan jenis
penyebab dari diare tersebut yakni virus, parasit dan bakteri dengan melakukan pemeriksaan
feses (Stool Examintion).10
Selain dari riwayat diare kronis yang didapatkan, pasien juga di diagnosis dengan mengalami
kandidiasis oral yang sebagai infeksi oportunistik. Kandidiasis oral merupakan infeksi jamur
Candida pada rongga mulut yang dimana terdapatnya bercak-bercak putih dalam rongga mulut.
Sariawan yang timbul bisa disebabkan karena adanya dehidrasi akibat komplikasi dari diare
kronis pasien dan juga bisa disebabkan karena infeksi jamur Candida yang menyebabkan lesi
pada area lidah. Infeksi Candida ini disebabkan karena terjadinya penurunan kekebalan selular
maupun superfisialis yang sering dan mulai timbul ketika CD4 masih cukup tinggi yakni sekitar
400sel/l. Selama dirawat, pasien diberikan terpai nystatin topikal yang diteteskan pada area
infeksi di rongga bibir. Nystatin merupakan obat antifungi (antijamur), yaitu dengan mengikat
sterol (terutama ergosterol) dalam membran sel fungi. 11
Pada kasus pasien terebut bahwa pasien sudah terinfeksi HIV, berdasarkan teori sebelumnya
memperoleh terapi ARV pasien terlebih dahulu diterapi dengan kotrimoxazol selama 2 minggu
sebelum dimulainya terapi ARV dengan dosis 1x960mg. Namun dalam kasus ini pasien hanya
diberikan terapi profilaksis dan terapi TB karena pada terapi ARV pada ODHA disertai infeksi
TB paru yang telah mendapatkan terapi OAT maka perlu ditinjau kembali jumlah CD4 jika 50
cell/mm2 terapi ARV dimulai 2 minggu setelah OAT dan jika jumlah CD4 >50cell/mm2 terapi
ARV dimulai 8 minggu setelah OAT.

Anda mungkin juga menyukai