Anda di halaman 1dari 6

3

Bab 2. Tinjauan Teori

2.1 Pengertian Sinusitis


Sinusitis secara harfiah berarti "peradangan pada rongga sinus."
Peradangan ini adalah apa yang terjadi terjadi ketika hidung pasien dan sinus yang
terkena mikrorganisme atau benda berbahaya yang mungkin mengiritasi lapisan
membran. Iritan ini mungkin termasuk debu dan polusi, asap rokok, dan iritasi
lainnya. Reaksi alergi terhadap jamur, serbuk sari, dan sebagainya juga dapat
mengiritasi lapisan hidung. Selanjutnya, infeksi oleh virus atau bakteri dapat
mengiritasi lapisan hidung. Pembengkakan yang terjadi dapat menyebabkan
mempersempit saluran rongga hidung dan rongga sinus. Tebal sekresi lendir yang
abnormal juga dapat memblokir sinus lebih lanjut. Peradangan pada sinus dapat
meliputi sinus maksila (sinusitis maksila), sinus etmoid (sinusitis etmoid), sinus
frontal (sinusitis frontal) dan sinus sphenoid (sinusitis sphenoid). Peradangan yang
mengenai mukosa beberapa sinus paranasal disebut multisinusitis. Peradangan
yang mengenai mukosa semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Berdasarkan
perjalanan penyakitnya terbagi atas :
a. Sinusitis akut, bila infeksi berlangsung dari beberapa hari sampai empat
minggu;
b. Sinusitis subakut, bila infeksi berlangsung dari empat minggu sampai tiga
bulan;
c. Sinusitis kronik, bila infeksi berlangsung lebih dari tiga bulan.

2.2 Epidemiologi
Sinusitis adalah penyakit yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-
hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering
di seluruh dunia. Sinusitis menyerang 1 dari 7 orang dewasa di United States,
dengan lebih dari 30 juta individu yang didiagnosis tiap tahunnya. Individu
dengan riwayat alergi atau asma berisiko tinggi terjadinya rhinosinusitis.
Prevalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa 18-75 tahun dan kemudian anak-
anak berusia 15 tahun. Pada anak-anak berusia 5-10 tahun. Infeksi saluran
pernafasan dihubungkan dengan sinusitis akut. Sinusitis jarang pada anak-anak
4

berusia kurang dari 1 tahun karena sinus belum berkembang dengan baik sebelum
usia tersebut.

2.3 Etiologi
a. Sinusitis dapat disebabkan oleh:
1) Bakteri: Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza,
Streptococcus group A, Staphylococcus aureus, Neisseria, Klebsiella,
Basil gram -, Pseudomonas;
2) Virus: Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus;
3) Bakteri anaerob: fusobakteria;
4) Jamur.

b. Sinusitis akut dapat disebabkan oleh:


1) Rinitis akut;
2) Faringitis;
3) Adenoiditis;
4) Tonsilitis akut;
5) Dentogen. Infeksi dari gigi rahang atas;
6) Berenang;
7) Menyelam;
8) Trauma. Menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal;
9) Barotrauma. Menyebabkan nekrosis mukosa sinus paranasal.

c. Infeksi kronis pada sinusitis kronis disebabkan:


1) Gangguan drainase. Gangguan drainase dapat disebabkan obstruksi
mekanik dan kerusakan silia.
2) Perubahan mukosa. Perubahan mukosa dapat disebabkan alergi, defisiensi
imunologik, dan kerusakan silia.
3) Pengobatan. Pengobatan infeksi akut yang tidak sempurna. Sebaliknya,
kerusakan silia dapat disebabkan oleh gangguan drainase, perubahan
mukosa, dan polusi bahan kimia.

d. Faktor predisposisi terjadinya sinusitis antara lain:


1) Obstruksi mekanik. Misalnya deviasi septum nasi.
2) Hipertrofi konka nasi media.
3) Benda asing dalam rongga hidung.
4) Polip nasi.
5) Tumor dalam rongga hidung
6) Rinitis. Rinitis kronis dan rinitis alergi menyebabkan obstruksi ostium
sinus dan menghasilkan lendir yang banyak sehingga menjadi media yang
baik bagi pertumbuhan bakteri.
5

7) Lingkungan. Lingkungan yang berpolusi dan udara dingin & kering dapat
menyebabkan perubahan mukosa dan kerusakan silia.

2.4 Tanda dan Gejala


a. Penyumbatan Hidung
Hidung tersumbat memiliki banyak penyebab. Penyumbatan pada hidung
dapat dilakukan pennganan secara medis maupun dengan metode pembedahan.
Penyebab medis termasuk flu biasa (infeksi infeksi virus sementara penyebab),
sinusitis bakteri, alergi, kepekaan terhadap debu, asap, polusi, dan iritasi lainnya.
Penyebab bedah meliputi anatomi kelainan seperti septum menyimpang, polip
hidung, sinus tersumbat yang tidak membaik dengan obat, lebih diperbesar
turbinat, kelenjar gondok menghalangi, dan penyebab lainnya.

b. Mendengkur
Ada banyak penyebab mendengkur, dan salah satunya adalah obstruksi
hidung. Obstruksi hidung menyebabkan pasien bernapas melalui mulut, yang
menyebabkan getaran yang lebih besar dari jaringan di bagian belakang mulut dan
tenggorokan ketika tidur dan dapat menyebabkan mendengkur.

c. Mulut Berbau
Penyebab umum dari halitosis (bau mulut) adalah debit postnasal tebal.
Lendir tebal bisa berwarna putih, kuning, atau bahkan hijau. Jika pasien memiliki
sinusitis, lendir stagnan dalam sinus dan menjadi berbau busuk, menetes kembali
ke dalam tenggorokan untuk memberikan bau mulut.

d. Batuk
Batuk adalah gejala umum dari banyak terlihat pada pasien sehingga butuh
perawatan primer, dan akhirnya dikirim untuk diperiksaa oleh spesialis sinus.

e. Infeksi berulang Sinus


Beberapa pasien mengalami infeksi berulang. Hal ini terjadi karena
penurunn tingkat kekebalan pasien.

f. Infeksi berulang Sinus


Dapat terjadi karena adanya peradangan pada sinus yang dapat menyumbat
saluran pada hidung dan memberikan penekanan pada saraf nyeri area muka
sehigga menyebabkan nyeri.

g. Nyeri pada Rahang Atas dan Gigi


6

Sinus maksilaris terletak tepat di atas gigi. Bahkan, atap mulut, di lokasi
akar gigi) adalah lantai sinus maksilaris. Sehinngga sinus maksilaris yang
terinfeksi juga dapat menyebabkan sakit gigi. Setelah sinus maksilaris yang
terpengaruh, infeksi dapat menyebar ke sinus yang berdekatan.

h. Ingusan
Beberapa pasien mengeluh pilek persisten atau nasal discharge. Hal ini
terjadi karena prosuksi lender bertambah karena adanya peradangan pada sinus.

i. Bau dan Disfungsi Rasa


Bau dan sensasi rasa berjalan beriringan. Pasien yang kehilangan indra
penciuman akan merasa makanan hambar. Meskipun menjengkelkan, ini benar-
benar dapat menjadi masalah yang lebih serius karena pasien tidak tahu apakah
makanan rusak atau jika ada keadaan darurat seperti kebakaran, maka tidak akan
mampu mendeteksi. Saraf untuk bau terletak di daerah yang sangat tinggi kecil di
rongga hidung. Bahkan penyumbatan di lokasi ini dapat menyebabkan hilangnya
indera penciuman. Sinusitis adalah penyebab umum kehilangan indera penciuman
dan rasa.

2.5 Patofisiologi
Sinusitis disebabkan oleh bakteri atau virus pada dinding sinus. Selain itu,
individu yang memiliki saluran pembuangan yang terlalu kecil untuk menampung
hasil sekresi sinus dapat juga terkena sinusitis. Dalam beberapa kasus, sinusitis
juga dapat dipicu oleh hasil produksi sekresi cairan sinus yang menyebabkan
demam serta iritasi asap rokok.
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM).
Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang
berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak
7

dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan
tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi
atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya
cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh
tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini
akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret
akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang
membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa
berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang.
Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi,
polipoid atau pembentukan polip dan kista.

2.6 Komplikasi
Sinusitis Akut: abses epidural atau subdural, meningitis, trombosis sinus
karvenosus, neoritis optik, selulitis, dan abses periorbital atau orbital, serta
osteomielitis.
Sinusitis Kronis: Setiap komplikasi sinusitis akut dapat terjadi pada
sinusitis kronis. Istilah sinubronkitis kadang-kadang digunakan untuk menandai
hubungan antara gejala-gejala sinus dan saluran pernapasan bawah: anak dengan
keadaan ini mungkin menderita jalan napas reaktif, kistik fibrosis,
imunodefisiensi, atau silia diskinetik sebagai penyakit yang mendasari. Sinusitis
dapat memperburuk asma dan alergi, lebih lazim pada penderita dengan penyakit
yang luas, sering ditandai dengan eosinofilia perifer.

2.7 Pengobatan dan Prognosis


Pengobatan ini terutama terdiri dari terapi antimikroba efektif, amoksisilin
menjadi pilihan awal. Pada daerah dimana H. Influenzae dan M. Catarrhalis
penghasil -laktamase lazim ditemukan atau pada pengobatan yang gagal,
trimetropin-sulfametoksazol, amoksisilin dengan kalium klavulanat, eritromisin
plus sulfonamid, dan sefalosporin generasi ke-2 dan ke-3 dapat diresepkan.
8

2.8 Pencegahan
1. Biasakan mencuci tangan sesering mungkin untuk menghindari bakteri
menempel di tangan dan menimbulkan alergi. Jagan pula lingkungan agar tetap
bersih.
2. Mencegah stres dan mengonsumsi makanan yang kaya akan antioksidan,
terutama sayur dan buah yang dapat menguatkan sistem kekebalan tubuh
sehingga akan mencegah serangan sinus musiman.
3. Jaga kondisi sinus agar tetap kering dan bersih dengan minum air yang cukup
agar cairan hidung tetap encer.
4. Menggunakan obat semprot hidung untuk melawan alergen.
Menghindari zat-zat yang menyebabkan alergi yang terdapat di lingkungan,
seperti debu, asap rokok, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai