Anda di halaman 1dari 14

Potensi Bioremediasi Tanah Terkontaminasi Polycyclic

Aromatic Hydrocarbons dari Batubara dengan Composting

Andy Mizwar*, Yulinah Trihadiningrum

Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Sepuluh Nopember Surabaya


* andy.mizwar@gmail.com

Abstrak

Tanah terkontaminasi polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) telah menjadi masalah


utama lingkungan dalam satu dekade terakhir. Telah banyak literatur yang
menjelaskan tentang berbagai sumber dan alternatif teknologi remediasi tanah
terkontaminasi PAHs, namun kajian yang sama untuk PAHs-batubara masih sangat
jarang dilakukan. Padahal batubara mengandung struktur aromatik yang melebihi
bahan bakar lain, dan dapat menghasilkan PAHs hingga 100 kali lebih besar daripada
minyak bumi. Dari sejumlah teknologi remediasi tanah terkontaminasi PAHs yang telah
dikembangkan, bioremediasi dengan teknologi composting telah terbukti efektif, lebih
ekonomis, dan lebih mudah diaplikasikan. Makalah ini menyajikan kajian komprehensif
tentang batubara sebagai sumber alami polutan PAHs, biodegradasinya dan
composting sebagai alternatif remediasi tanah terkontaminasi PAHs-batubara.

Keywords: batubara, biodegradasi, composting, PAHs, remediasi

Abstract

Soil contaminated with polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) has become a major
environmental problem in the last decade. Many literatures have described various
sources and alternative technologies of PAHs contaminated soil remediation, however
similar study on PAHs-coal is still very rare. Coal contains more aromatic structures
than other fuels and can produce PAHs up to 100 times greater than petroleum. From
numerous PAHs contaminated soil remediation technology that has been developed,
bioremediation by composting technology has been proven effective, less expensive
and easier to apply. This paper presents a comprehensive review of coal as a natural
source of PAHs, PAHs biodegradation and composting as an alternative remediation of
soil contaminated with PAHs-coal.

Keywords: coal, biodegradation, composting, PAHs, remediation

1. Pendahuluan
Polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) adalah senyawa organik yang terdiri dari dua
atau lebih cincin benzena dan/atau molekul pentasiklik yang tersusun secara teratur
dalam berbagai konfigurasi struktural (Gan et al., 2009; Haritash & Kaushik, 2009).
Dari sekitar 500 jenis PAHs yang telah diketahui, US EPA telah mengidentifikasi 16
jenis PAHs (EPA-PAHs) yang berbahaya karena bersifat toksik, karsinogenik dan/atau
mutagenik, seperti yang tercantum pada Tabel 1 (Haritash & Kaushik, 2009). Bamforth
& Singleton (2005) dan Cerniglia (1992) menjelaskan bahwa PAHs merupakan
senyawa hidrofobik dengan kelarutan dalam air yang rendah, sehingga memiliki
kecenderungan besar untuk berikatan dengan partikel bahan organik padat dan
membentuk micropollutants rekalsitran di lingkungan, terutama di dalam matrik tanah.
Resistensi PAHs di lingkungan dipengaruhi berbagai faktor, seperti struktur kimia
PAHs, konsentrasi dan dispersi PAHs, dan bioavailabilitas kontaminan. Secara umum,

1
semakin tinggi berat molekul PAHs, maka semakin hidrofobik, toksik dan resisten
PAHs di lingkungan. Selain itu, faktor lingkungan seperti jenis dan struktur tanah, pH,
suhu, serta ketersediaan oksigen, nutrisi dan air untuk mikroba pendegradasi polutan
organik akan mempengaruhi waktu PAHs bertahan di lingkungan (Gan et al., 2009;
Loick et al., 2009).
Tabel 1. Jenis PAHs berbahaya dalam daftar US EPA
Berat
Jenis PAHs Formula Struktur
Molekul
Naphthalene C10H8 128

Acenaphthylene C12H8 152

Acenaphthene C12H10 154

Fluorene C13H10 166

Phenanthrene C14H10 178

Anthracene C14H10 178

Pyrene C16H10 202

Fluoranthene C16H10 202

Benzo[a]anthracene C18H20 228

Chrysene C18H20 228

Benzo[b]fluoranthene C20H12 252

Benzo[k]fluoranthene C20H12 252

Benzo[a]pyrene C20H12 252

Dibenzo[a,h]anthracene C22H14 278

Indeno[1,2,3-c,d]pyrene C22H12 276

Benzo[g,h,i]perylene C22H12 276

Sumber : Haritash & Kaushik (2009)


Keberadaan PAHs dalam tanah dan sedimen sering berhubungan dengan
pembakaran tidak sempurna bahan organik pada suhu tinggi (500-800C) atau pada
pembakaran bahan organik pada suhu rendah (100-300C) dalam kurun waktu yang
lama (Achten & Hofmann, 2009; Haritash & Kaushik, 2009). Selain sumber alami
seperti kebakaran hutan dan lahan, rembesan minyak, letusan gunung berapi serta
eksudat dari pohon (Gan et al., 2009; Haritash & Kaushik, 2009), PAHs juga berasal
dari aktivitas manusia seperti industri minyak dan beberapa produknya (Arbabi et al.,
2009; Dike et al., 2013; Edema et al., 2011; Napier et al., 2008; Wyszkowski &
Zikowska, 2013), industri gas yang menghasilkan produk sampingan berupa tar dan

2
kokas (Gong et al., 2010; Lee et al., 2001; Lors et al., 2010), industri pengolahan kayu
yang menggunakan creosote sebagai bahan pengawet kayu (Gallego et al., 2008;
Ghaly et al., 2012), insinerasi sampah (Chen et al., 2013; Wheatley & Sadhra, 2004),
peleburan aluminium (Rodriguez et al., 2012; Yunker et al., 2011), peleburan baja
(Ciaparra et al., 2009; Ene et al., 2012) dan batubara (Achten & Hofmann, 2009;
Ahrens & Morrisey, 2005).
Khusus di batubara, konsentrasi PAHs dapat mencapai ratusan bahkan dalam kasus
luar biasa bisa mencapai ribuan milligram per-kilogram batubara dan konsentrasinya
meningkat seiring dengan peningkatan peringkat (rank) batubara (Achten & Hofmann,
2009; Laumann et al., 2011; Stout & Emsbo-Mattingly, 2008). Namun batubara masih
kurang diperhatikan dan jarang dianggap sebagai sumber pencemaran PAHs dalam
tanah dan sedimen (Ahrens & Morrisey, 2005), bahkan Walker et al. (2005)
menggambarkan batubara sebagai sumber PAHs yang tidak terduga. Walaupun jenis
dan karakteristik PAHs pada tar dan kokas batubara (burnt coal) hampir sama dengan
PAHs-batubara (unburnt coal), konsentrasi PAHs-batubara ternyata lebih tinggi
(Ribeiro et al., 2012). Selain itu, potensi sebaran pencemaran PAHs-batubara juga
lebih luas daripada sebaran pencemaran PAHs pada tar dan kokas batubara. Ahrens &
Morrisey (2005), Pies et al. (2007) dan Wang et al. (2010) mengemukakan bahwa
potensi pencemaran PAHs-batubara terutama terjadi pada aktivitas penambangan
terbuka, pengolahan batubara, pembuangan limbah pertambangan batubara,
penimbunan batubara di stockpile serta tumpahan selama bongkar-muat batubara di
pelabuhan dan kecelakaan transportasi pengangkutan batubara. Oleh karena itu,
sudah selayaknya remediasi tanah terkontaminasi PAHs-batubara menjadi salah satu
perhatian utama dalam upaya perbaikan kualitas lingkungan.
Karena potensi risiko yang ditimbulkan oleh PAHs terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan, beberapa negara seperti Belanda, Denmark dan Kanada telah
menetapkan pedoman remediasi tanah yang terkontaminasi PAHs (Chung et al.,
2006). Tujuan dan prioritas yang berkaitan dengan upaya remediasi tanah
terkontaminasi PAHs berbeda di setiap negara. Sebagai contoh, di Inggris remediasi
tanah terkontaminasi PAHs ditujukan untuk maksud penggunaan tertentu sedangkan di
Amerika Serikat dan Belanda ditujukan untuk penggunaan yang multifungsi (Antizar-
Ladislao et al., 2004). Lebih lanjut Antizar-Ladislao et al. (2004) menjelaskan bahwa
batas optimum kontaminasi tanah oleh PAHs yang di atur oleh perundangan di Inggris
adalah sebesar 5 mg/kg pada penggunaan lahan untuk kebun, pertanian dan area
bermain, dan 1000 mg/kg pada penggunaan lahan untuk taman, bangunan dan lahan
yang dilapisi dengan material padat. Sedangkan perundangan di Amerika Serikat dan
Belanda menetapkan konsentrasi PAHs sebesar 1 mg/kg sebagai batas optimum
kontaminasi tanah oleh PAHs. Tujuan dan prioritas remediasi tanah serta ketentuan
batas optimum kontaminasi PAHs tersebut tentunya akan sangat mempengaruhi
pemilihan teknologi remediasi yang akan diaplikasikan, terutama terkait dengan waktu,
biaya dan hasil akhir yang diharapkan (Gan et al., 2009).
Dari sejumlah teknologi remediasi PAHs yang telah dikembangkan, seperti ekstraksi
larutan (Lee et al., 2001; Silva et al., 2005), oksidasi kimia (Rivas, 2006; Yap et al.,
2011), bioremediasi (Cajthaml et al., 2002; Haritash & Kaushik, 2009), fitoremediasi
(Huesemann et al., 2009; Meagher, 2000), degradasi fotokatalitik (Dong et al., 2010;
Zhang et al., 2008), degradasi elektrokinetik (Maturi & Reddy, 2006; Reddy et al.,
2006) dan teknologi termal (Acharya & Ives, 1994; Harmon et al., 2001), bioremediasi
dengan metode composting telah terbukti efektif, lebih ekonomis dan lebih mudah
diaplikasikan untuk pemulihan tanah terkontaminasi PAHs (Antizar-Ladislao et al.,
2004; aek et al., 2003; Zhang et al., 2011). Selain itu, composting terbukti lebih
cepat, lebih terkontrol dan membutuhkan ruang yang lebih kecil daripada teknik
bioremediasi lain (Bamforth & Singleton, 2005; Crawford et al., 1993).

3
Composting sebagai salah satu metode bioremediasi merupakan teknik untuk
menghilangkan polutan berbahaya dari lingkungan dan/atau mengubah polutan
berbahaya menjadi kurang berbahaya dengan menggunakan komunitas mikrobiologi
setempat (Bamforth & Singleton, 2005). Prinsip utama proses bioremediasi adalah
peningkatan aktivitas mikroba melalui optimasi ketersediaan oksigen dan nutrisi, serta
pengendalian pH, kelembaban dan suhu (Lors et al., 2012). Loick et al. (2009)
menegaskan bahwa pengolahan secara biologi, terutama bioremediasi merupakan
upaya yang lebih nyata untuk memecahkan masalah kontaminasi dibanding dengan
pengolahan secara fisik maupun kimia yang hanya memindahkan atau mengkonversi
kontaminan ke tempat, waktu, bentuk dan formula lain. Beberapa studi tentang
remediasi tanah terkontaminasi PAHs (sebagian besar PAHs-tar batubara dari industri
gas) dengan metode composting telah ditinjau oleh Loick et al. (2009), namun kajian
yang sama untuk PAHs-batubara masih sangat jarang dilakukan.
Makalah ini menyajikan kajian komprehensif tentang batubara sebagai sumber alami
PAHs, biodegradasinya dan potensi composting sebagai alternatif remediasi tanah
terkontaminasi PAHs-batubara.
2. Batubara sebagai sumber alami PAHs
Jaffrennou et al. (2007) dan Zhao et al. (2000) menjelaskan bahwa batubara terbentuk
dari sisa-sisa tumbuhan purba yang mengalami proses penggambutan (tahap
diagenesis) dan pembatubaraan (tahap catagenesis) yang sangat kompleks dalam
kurun waktu jutaan tahun. Gambar 1 mengilustrasikan proses pembentukan batubara.
Tahap diagenesis terjadi pada saat sisa-sisa tumbuhan purba tertimbun dalam kondisi
anaerobik di daerah rawa dan mengalami pembusukan menjadi humus. Selanjutnya
humus tersebut diubah menjadi gambut oleh bakteri anaerobik dan fungi. Sedangkan
tahap catagenesis merupakan proses perubahan komponen organik dari gambut
menjadi batubara akibat pengaruh dari temperatur, tekanan dan waktu. Achten &
Hofmann (2009) mengemukakan bahwa pada tahap catagenesis, jumlah cincin
aromatik pada biopolimer tumbuhan yang rekalsitran, terutama lignin, menjadi semakin
banyak dan secara tidak langsung menentukan tingkat kematangan batubara dari yang
paling rendah sampai dengan yang paling tinggi, yaitu: lignite, sub-bituminous coal,
bituminous coal, anthracite dan graphite.

Gambar 1. Proses pembentukan batubara (Kentucky Geological Survey, 2012)


Secara umum batubara terdiri dari < 50% bahan anorganik dan > 50% bahan organik,
terutama asam humat dan PAHs (Greenwood et al., 2001; Schweinfurth & Finkelman,
2003; Yoshioka & Takeda, 2004). Batubara mengandung struktur yang lebih aromatik
daripada bahan bakar lain (Yan et al., 2004), sehingga dapat menghasilkan PAHs

4
hingga 100 kali lebih besar daripada minyak bumi (Richter & Howard, 2000). PAHs
dalam batubara hadir sebagai campuran kompleks dengan berbagai sifat dan
komposisi fisikokimia, sehingga pola dan konsentrasi PAHs dalam batubara sangat
bervariasi (Laumann et al., 2011). Secara umum batubara mengandung 16 jenis EPA-
PAHs, benzo[e]pyrene, perylene, coronene dan senyawa turunannya, yaitu: retene,
hydropicenes, methylated picenes, methylated chrysenes, methylphenanthrenes dan
tetrahydrochrysenes (Laumann et al., 2011; Stout & Emsbo-Mattingly, 2008). PAHs di
dalam batubara jenis sub-bituminous sebagian besar berupa chrysene, picene dan
senyawa turunannya (Puettmann & Schaefer, 1990) dengan total konsentrasi EPA-
PAHs bervariasi dari 0.1 sampai 14 mg/kg (Pttmann, 1988; Radke et al., 1990; Stout
& Emsbo-Mattingly, 2008). Sedangkan pada batubara jenis bituminous dan anthracite
didominasi oleh naphthalene, phenanthrene dan senyawa turunannya (Ahrens &
Morrisey, 2005; Chen et al., 2004), dengan total konsentrasi EPA-PAHs bervariasi dari
0.3 sampai 163.90 mg/kg (Pies et al., 2007; Radke et al., 1990; Stout & Emsbo-
Mattingly, 2008; Willsch & Radke, 1995; Zhao et al., 2000) dan konsentrasi tertinggi
terjadi pada batubara jenis bituminous volatil tinggi (Stout & Emsbo-Mattingly, 2008).
3. Biodegradasi PAHs
Studi terbaru menunjukkan bahwa degradasi mikrobiologis adalah proses utama
dekontaminasi tanah dan sedimen terkontaminasi PAHs, karena senyawa ini dapat
benar-benar terdegradasi atau secara parsial berubah oleh salah satu komunitas
mikroorganisme atau oleh mikroorganisme tunggal (Juhasz & Naidu, 2000; Kanaly &
Harayama, 2000). Cerniglia (1992), Kanaly & Harayama (2000) dan Chauhan et al.
(2008) mengemukakan hal-hal prinsip dalam metabolisme PAHs oleh mikroorganisme
adalah: 1) berbagai jenis bakteri, jamur dan ganggang memiliki kemampuan untuk
memetabolisme PAHs (Tabel 2), 2) alur utama degradasi PAHs secara umum
digambarkan pada Gambar 2, 3) mayoritas bakteri mengoksidasi PAHs sebagai awal
untuk pemecahan cincin dan asimilasi karbon, sedangkan hidroksilasi dengan filamen
merupakan awal detoksifikasi PAHs oleh jamur, 4) mekanisme biodegradasi prokariotik
maupun eukariotik, memerlukan oksigen untuk memulai serangan enzimatik pada
cincin PAHs. Sistem enzim lain, seperti methane monooxygenases dan lignin
peroxidases juga berperan penting dalam katabolisme PAHs, 5) degradasi toluene,
naphthalene, biphenyl dan phenanthrene melibatkan plasmid, 6) secara umum laju
degradasi PAHs berbanding terbalik dengan jumlah cincin dalam molekul PAHs (Tabel
3), sehingga PAHs dengan berat molekul rendah seperti naphthalene dan
phenanthrene terdegradasi lebih cepat dibanding PAHs dengan berat molekul tinggi
seperti benz[a]anthracene, chrysene dan benzo[a]pyrene, dan 7) degradasi PAHs
oleh mikroba dalam ekosistem perairan dan terestrial sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor abiotik dan biotik, meliputi: suhu, pH, jenis tanah, aerasi, nutrisi, kedalaman,
difusi, adaptasi mikroba, bioavailabilitas, paparan bahan kimia sebelumnya,
ketersediaan air, toksisitas sedimen, sifat fisiko-kimia PAHs, konsentrasi PAHs dan
faktor musim.
Tabel 2. Mikroorganisme pendegradasi PAHs
Jenis PAHs Mikroorganisme
Naphthalene Bakteri : Acinetobacter calcoaceticus, Alcaligenes denitricans,
Brevundimonas vesicularis, Burkholderia cepacia,
Comamonas testosteroni, Moraxella sp., Cycloclasticus sp.,
Corynebacterium renale, Neptunomonas naphthovorans,
Mycobacterium sp., Pseudomonas sp., P. Fuorescens, P.
marginalis, P. saccharophila, P. putida, P. stutzeri,
Sphingomonas paucimobilis, Streptomyces sp., Rhodococcus
sp.

5
Jenis PAHs Mikroorganisme
Jamur : Absidia glauca, Aspergillus niger, Basidiobolus ranarum,
Candida utilis, Choanephora campincta, Circinella sp.,
Claviceps paspali, Cokeromyces poitrassi, Conidiobolus
gonimodes, C. bainieri, C. elegans,C. japonica, Emericellopsis
sp., Epicoccum nigrum, Gilbertella persicaria, Gliocladium sp.,
Helicostylum piriforme, Hyphochytrium catenoides, Linderina
pennispora, Mucor hiemalis, Neurospora crassa,Panaeolus
cambodginensis, Panaeolus subbalteatus, Penicillium
chrysogenum, Pestalotia sp., Phlyctochytrium reinboldtae,
Phycomyes blakesleeanus, Phytophthora cinnamomi,
Psilocybe cubensis, Psilocybe strictipes, Psilocybe stuntzii,
Psilocybe subaeruginascens, Rhizophlyctis harderi,
Rhizophlyctis rosea, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, S.
cervisiae, Saprolegnia parasitica, Smittium culicis, Smittium
culisetae, Smittium simulii, Sordaria micola, Syncephalastrum
racemosum, Thamnidium anomalum, Zygorhynchus moelleri.
Acenaphthene Bakteri : Alcaligenes eutrophus, Alcaligenes paradoxus, Beijerinckia
sp., P. putida, Cycloclasticus sp., Bu. cepacia, Pseudomonas
sp., Neptunomonas naphthovorans, P. fluorescens,
Jamur : Cunninghamella elegans, T. versicolor.
Fluorene Jamur : Cunninghamella elegans, Phanerochaete chrysosporium,
Pleurotus ostreatus.
Phenanthrene Bakteri : Acidovorax delaeldii, Acinetobacter calcoaceticus, Aci. sp.,
Aeromonas sp., A. faecalis, A. denitricans, Agrobacterium sp.,
Arthrobacter polychromogenes, Bacillus sp., Beijerinckia sp.,
Burkholderia sp., Comamonas testosteroni, Cycloclasticus
pugetii, Cycloclasticus sp., Flavobacterium gondwanense,
Flavobacterium sp., Halomonas meridiana, Micrococcus sp.,
Mycobacterium sp., Nocardia sp., Nocardioides sp., P.
aeruginosa, P. fluorescens, P. putida, P. saccharophila, P.
stutzeri, Rhodococcus sp., Rhodotorula glutinis, Sp.
paucimobilis, Streptomyces sp., S. griseus, Stenotrophomonas
maltophilia, Gordona sp., Sphingomonas sp., Sp. yanoikuyae,
Sphingomonas sp., Pseudomonas sp., Vibrio sp.
Jamur : Agrocybe aegerita, Aspergillus niger, Bjerkandera adjusta,
Curvularia lunata, Curvularia tuberculata, Cylindrocladium
simplex, C. elegans, Daedaela quercina, Flamulina velutipes,
Kuehneromyces mutabilis, Laetiporus sulphureus,
marasmiellus sp., Monosporium olivaceum, P. chrysosporium,
P. laevis, Penicullium sp., Pleurotus ostreatus,
Syncephalastrum racemosum, Trametes versicolor.
Anthracene Bakteri : Acinetobacter calcoaceticus, Arthrobacter sp., Beijerinckia sp.,
Bu. cepacia, Comamonas testosteroni, Cycloclasticus pugetii,
Cycloclasticus sp., Flavobacterium sp., Gordona sp.,
Mycobacterium sp., P. fluorescens, P. marginalis, P. putida,
Rhodococcus sp., Sphingomonas sp., Sp. paucimobilis, Sp.
Yanoikuyae.
Jamur : Bjerkandera sp., Bjerkandera adjusta, Ceriporiopsis
subvermispora, Cladosporium herbarum, Coriolopsis polyzona,
Curvularia lunata, Curvularia tuberculata, Cryphonectria
parasitica, Cylindrocladium simplex, C. elegans, Daedaela
quercina, Drechslera spicifera, Flamulina velutipes, Fusarium
moniliforme, Laetiporus sulphureus, Marasmiellus sp.,
Monosporium olivaceum, Oxysporus sp., Penicullium sp.,

6
Jenis PAHs Mikroorganisme
Pleurotus ostreatus, P. chrysosporium, P. laevis, Ramaria sp.,
Rhizopus arrizus, R. solani, Trametes versicolor, Verticillium
lecanii.
Pyrene Bakteri : Acinetobacter calcoaceticus, Alcaligenes denitrificans,
Burkholderia cepacia, Flavobacterium sp., Gordona sp.,
Mycobacterium sp., P. putida, P. saccharophilia, Rhodococcus
sp., Sphingomonas sp., Sp. paucimobilis, Stenotrophomonas
maltophilia.
Jamur : Agrocybe aegerita, Bjerkandera adjusta, C. elegans,
Dichomitus squalens, Flammulina velutipe, Kuehneromyces
mutabilis, Laetiporus sulphureus, Phanerochaete
chrysosporium, Penicillium sp., P. janthinellum, P. glabrum,
Pleurotus ostreatus, Pleurotus sp., Syncephalastrum
racemosum, Trammetes versicolor.
Fluoranthene Bakteri : Acinetobacter calcoaceticus, Acidovorax delaeldii, Alcaligenes
denitrificans, Burkholderia cepacia, Flavobacterium sp.,
Gordona sp., Mycobacterium sp., Pseudomonas sp., P. putida,
Rhodococcus sp., Sphingomonas sp., Sp. paucimobilis,
Stenotrophomonas maltophilia, P. saccharophilia, Pasteurella
sp.
Jamur : Aspergillus terreus, Beauveria alba, Bjerkandera adjusta,
Cryptococcus albidus, Cicinobolus cesatii, C. elegans, C.
blackesleeana, C. echinulata, Daedaela quercina, Flamulina
velutipes, Laetiporus sulphureus, Marasmiellus sp., Mortierella
ramanniana, Penicullium sp., Pestalotia palmarum, Pleurotus
ostreatus, Rhizopus arrhizus, Sporormiella australis
Benzo[a]anthracene Bakteri : Agrobacterium sp., Alcaligenes denitrificans, Bacillus sp.,
Beijerinckia sp., Burkholderia cepacia, Burkholderia sp.,
Pseudomonas sp., P. putida, P. Saccharophilia,
Sphingomonas sp., Sp. paucimobilis, Sp. yanoikuyae,
Stenotrophomonas maltophilia.
Jamur : C. elegans, P. laevis, P. janthinellum, Trametes versicolor.
Chrysene Bakteri : Acinetobacter calcoaceticus, Agrobacterium sp., Bacillus sp.,
Burkholderia sp., Pseudomonas sp., P. marginalis, P.
saccharophilia, Rhodococcus sp., Sphingomonas sp., Sp.
paucimobilis, Stenotrophomonas maltophilia
Jamur : Penicillium sp., P. janthinellum, Syncephalastrum racemosus
Benzo[b]fluoranthene Bakteri : Alcaligenes denitrificans, Sp. paucimobilis
Benzo[a]pyrene Bakteri : Beijerinckia sp., Mycobacterium sp., Pseudomonas,
Sphingomonas paucimobilis
Jamur : Chrysosporium pannorum, Cunninghamella elegans,
Phanerochaete chrysosporium, Stropharia coronilla
Dibenzo[a,h]anthracene Bakteri : Sp. paucimobilis, Stenotrophomonas maltophilia.
Jamur : Trametes versicolor, P. janthinellum.
Sumber : Cerniglia (1992), Cerniglia (1997), Juhasz & Naidu (2000) dan Kanaly & Harayama (2000)

Tabel 3. Tingkat degradasi PAHs pada berbagai kondisi alami


Jenis PAHs t1/2 di tanah t1/2 di air tanah t1/2 aerobik t1/2 anaerobik
Naphthalene 16.6 - 48 hari 1 - 258 hari 2 jam - 20 hari 25 - 258 hari
Anthracene 50 hari - 1.26 thn. 100 hari - 2.52 thn. 50 hari - 1.26 thn. 200 hari - 5.04 thn.
Phenanthrene 16 - 200 hari 32 hari - 1.1 tahun 16 - 200 hari 64 jam - 2.19 thn.
Fluorene 32 - 60 hari 64 - 120 hari 32 - 60 hari 128 - 240 hari

7
Jenis PAHs t1/2 di tanah t1/2 di air tanah t1/2 aerobik t1/2 anaerobik
Fluoranthene 140 - 440 hari 280 hari - 2.41 thn. 140 - 440 hari 1.53 - 4.82 tahun
Pyrene 210 hari - 5.2 thn. 1.15 - 10.4 tahun 210 hari - 5.2 thn. 2.3 - 20.8 tahun
Chrysene 1.02 - 2.72 tahun 2.04 - 5.48 tahun 1.02 - 2.72 tahun 4.06 - 11.0 tahun
Benzo[b]fluoranthene 360 hari - 1.67 thn. 1.97 - 3.34 tahun 360 hari - 1.67 thn. 3.95 - 6.68 tahun
Benzo[a]pyrene 57 hari - 1.45 thn. 114 hari - 2.90 thn. 57 hari - 1.45 thn. 228 hari - 5.8 thn.
Dibenzo[a,h]anthracene 361 hari - 2.58 thn. 1.98 - 5.15 tahun 361 hari - 2.58 thn. 3.96 - 10.3 tahun
Benzo[g,h,i]perylene 590 - 650 hari 3.2 - 3.6 tahun 590 - 650 hari 5.9 - 7.1 tahun
Sumber : Crawford et al. (1993)

Gambar 2. Tiga alur utama degradasi PAHs oleh jamur dan bakteri (Cerniglia, 1992)

4. Composting sebagai alternatif remediasi tanah terkontaminasi PAHs-batubara


Indonesia merupakan salah satu dari 11 negara penghasil batubara utama dunia
disamping Cina, Amerika Serikat, India, Australia, Afrika Selatan, Rusia, Polandia,
Kazakhstan, Ukraina dan Jerman (Achten & Hofmann, 2009). Pada tahun 2007, jumlah
produksi batubara Indonesia mencapai 218 juta ton dan meningkat menjadi 353 juta
ton pada tahun 2011 dengan lebih dari 50 lokasi penambangan batubara yang tersebar
di Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi (ESDM, 2011; 2012). Dari sedikit penelitian
tentang PAHs yang dilakukan di Indonesia, Lukman (2010) mengidentifikasi bahwa
kegiatan pertambangan batubara dan kebakaran lahan gambut di Sumatera, terutama
di Riau, secara nyata menyebabkan peningkatan konsentrasi PAHs pada sedimen,
partikel tersuspensi dan aliran air di Sungai Siak, muara dan wilayah pesisir Sumatera.
Kenyataan tersebut bisa dianggap sebagai tanda peringatan awal potensi terjadinya
pencemaran PAHs-batubara, terutama untuk daerah-daerah pusat kegiatan
pertambangan batubara di Indonesia. Untuk itu, composting diajukan sebagai alternatif
bioremediasi tanah terkontaminasi PAHs-batubara yang dapat diaplikasikan.

8
Composting merupakan metode bioremediasi dengan mencampurkan tanah
terkontaminasi dengan bahan-bahan pembuatan kompos, sehingga terjadi proses
biodegradasi bahan organik yang ada di dalam campuran bahan tersebut (Antizar-
Ladislao et al., 2004; Atagana, 2004; Loick et al., 2009). Antizar-Ladislao et al. (2004)
dan Crawford et al. (1993) mengemukakan bahwa potensi remediasi PAHs dengan
composting disebabkan oleh: 1) banyak jenis mikroorganisme yang secara alami
mampu memetabolisme PAHs hadir pada saat proses composting, 2) suhu tinggi pada
proses composting akan meningkatkan kelarutan dan kecepatan transfer massa
kontaminan, sehingga lebih tersedia untuk metabolisme dan meningkatkan kinetika
enzim yang terlibat dalam proses tersebut, 3) kesempatan untuk co-oxidation dapat
ditingkatkan karena berbagai substrat alternatif yang tersedia, dan 4) modifikasi
kondisi fisik/kimia lingkungan mikro pada massa composting dapat meningkatkan
keragaman mikroflora.
Walaupun kondisi optimal proses composting PAHs belum dapat ditentukan secara
pasti, karena banyaknya perbedaan kondisi dan perlakuan dari masing-masing studi,
Loick et al. (2009) menyimpulkan bahwa laju degradasi dan kualitas hasil composting
dipengaruhi oleh: 1) kondisi composting (suhu, kelembaban, rasio tanah dan bahan
kompos, aerasi dan penambahan mikroorganisme), 2) teknik composting (windrows,
static pile dan in-vessel composting), 3) sumber, konsentrasi, distribusi, homogenitas
dan bioavailability PAHs, serta 4) sumber dan komposisi bahan pembuatan kompos.
Dari sedikit penelitian tentang composting tanah terkontaminasi PAHs-batubara, hasil
penelitian Zhang et al. (2011) perlu dikemukakan disini untuk memberikan gambaran
tentang potensi penggunaan composting untuk remediasi tanah terkontaminasi PAHs-
batubara. Penelitian ini dilakukan dengan metode in-vessel composting terhadap
tanah terkontaminasi PAHs-batubara China. Empat kondisi ekperimen berbeda
disiapkan untuk penelitian selama 60 hari, yaitu; 1) 100% tanah terkontaminasi PAHs
(S), 2) 100% sampah domestik organik (W), 3) tanah terkontaminasi PAHs + sampah
domestik organik (SW), dan 4) tanah terkontaminasi PAHs + sampah domestik organik
+ mikroorganisme pendegradasi PAHs (SWB) dengan pengaturan suhu, rasio
tanah/sampah dan kadar air mengacu pada hasil penelitian Antizar-Ladislao et al.
(2005b). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penurunan masa kering sebesar
355% terjadi pada semua reaktor kecuali reaktor S, tingkat penyisihan 16 jenis EPA-
PAHs sebesar 50.514.8% pada reaktor SW dan 63.710% pada reaktor SWB, dan
penambahan mikroorganisme pendegradasi PAHs tidak berdampak signifikan pada
tingkat penyisihan PAHs. Sementara itu, hasil penelitian Antizar-Ladislao et al. (2005a)
tentang pengaruh temperatur dan rasio tanah/sampah sayuran hijau pada remediasi
dengan in-vessel composting terhadap tanah terkontaminasi PAHs-tar batubara dari
pabrik industri gas di Inggris menunjukkan bahwa tingkat degradasi optimal (77% total
PAHs) terjadi pada suhu 38C, rasio tanah/sampah 0.8/1, kadar air 60% dan lama
waktu composting 98 hari. Dengan membandingkan kedua hasil penelitian tersebut,
diyakini bahwa composting dapat diterapkan untuk remediasi tanah terkontaminasi
PAHs-batubara.
Hal yang perlu diperhatikan dalam aplikasi composting tanah terkontaminasi PAHs-
batubara adalah konsentrasi logam berat di batubara yang cukup tinggi (Bhuiyan et al.,
2010; Ladwani et al., 2012) dan akan menyebabkan terganggunya proses composting
(Antizar-Ladislao et al., 2004; Loick et al., 2009). Beberapa alternatif pre-treatment
logam berat pada tanah terkontaminasi batubara sebelum melakukan composting,
antara lain: soil washing (Dermont et al., 2008; Yang et al., 2012), oksidasi kimia
(Sheoran & Sheoran, 2006; Yan & Lo, 2013) dan solid-bed bioleaching (Lser et al.,
2001; Seidel et al., 2004).

9
5. Penutup
Batubara merupakan sumber alami pencemaran PAHs dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dan potensi sebaran yang lebih luas daripada sumber PAHs yang lain. Oleh
karena itu, kontaminasi tanah oleh PAHs-batubara sudah sepatutnya menjadi
perhatian utama dalam upaya pemulihan kualitas lingkungan, terutama di Indonesia
yang merupakan salah satu penghasil batubara utama dunia.
Composting sebagai salah satu metode bioremediasi untuk menghilangkan polutan
berbahaya dari lingkungan dan/atau mengubah polutan berbahaya menjadi kurang
berbahaya dapat diajukan sebagai alternatif upaya remediasi tanah terkontaminasi
PAHs-batubara yang efektif, ekonomis, dan mudah diaplikasikan. Selain kondisi dan
teknik composting, serta sumber dan komposisi bahan pembuatan kompos,
konsentrasi logam berat yang cukup tinggi di batubara menjadi hal yang perlu
diperhatikan pada penerapan remediasi tanah terkontaminasi PAHs-batubara dengan
composting.

Daftar Pustaka
Acharya, P. & Ives, P. (1994) Incineration at Bayou Bounfouca remediation project.
Waste Management 14(1), 13-26.
Achten, C. & Hofmann, T. (2009) Native polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) in
coals A hardly recognized source of environmental contamination. Science of The
Total Environment 407(8), 2461-2473.
Ahrens, M. J. & Morrisey, D. J. (2005) Biological effects of unburnt coal in the marine
environment. in: Oceanography and Marine Biology. pp. 69-122. CRC Press.
Antizar-Ladislao, B., Lopez-Real, J. & Beck, A. (2004) Bioremediation of polycyclic
aromatic hydrocarbon (PAH)-contaminated waste using composting approaches.
Critical Reviews in Environmental Science and Technology 34(3), 249-289.
Antizar-Ladislao, B., Lopez-Real, J. & Beck, A. J. (2005a) In-vessel composting
bioremediation of aged coal tar soil: effect of temperature and soil/green waste
amendment ratio. Environment International 31(2), 173-178.
Antizar-Ladislao, B., Lopez-Real, J. & Beck, A. J. (2005b) Laboratory studies of the
remediation of polycyclic aromatic hydrocarbon contaminated soil by in-vessel
composting. Waste Management 25(3), 281-289.
Arbabi, M., Nasseri, S. & Chimezie, A. (2009) Biodegradation of polycyclic aromatic
hydrocarbons (PAHs) in petroleum contaminated soils. Iran. J. Chem. Chem. Eng.
28(3), 53-59.
Atagana, H. I. (2004) Co-composting of PAH-contaminated soil with poultry manure.
Letters in applied microbiology 39(2), 163-168.
Bamforth, S. M. & Singleton, I. (2005) Bioremediation of polycyclic aromatic
hydrocarbons: current knowledge and future directions. Journal of Chemical
Technology & Biotechnology 80(7), 723-736.
Bhuiyan, M. A. H., Parvez, L., Islam, M. A., Dampare, S. B. & Suzuki, S. (2010) Heavy
metal pollution of coal mine-affected agricultural soils in the northern part of
Bangladesh. Journal of Hazardous Materials 173(13), 384-392.
Cajthaml, T., Bhatt, M., aek, V. & Matj, V. (2002) Bioremediation of PAH-
contaminated soil by composting: A case study. Folia Microbiol 47(6), 696-700.
Cerniglia, C. (1992) Biodegradation of polycyclic aromatic hydrocarbons.
Biodegradation 3(2-3), 351-368.
Cerniglia, C. E. (1997) Fungal metabolism of polycyclic aromatic hydrocarbons: past,
present and future applications in bioremediation. J Ind Microbiol Biotech 19(5-6),
324-333.

10
Chauhan, A., Fazlurrahman, Oakeshott, J. & Jain, R. (2008) Bacterial metabolism of
polycyclic aromatic hydrocarbons: strategies for bioremediation. Indian J Microbiol
48(1), 95-113.
Chen, Y., Bi, X., Mai, B., Sheng, G. & Fu, J. (2004) Emission characterization of
particulate/gaseous phases and size association for polycyclic aromatic
hydrocarbons from residential coal combustion. Fuel 83(78), 781-790.
Chen, Y., Zhao, R., Xue, J. & Li, J. (2013) Generation and distribution of PAHs in the
process of medical waste incineration. Waste management (New York, N.Y.) 33(5),
1165-1173.
Chung, M. K., Hu, R., Cheung, K. C. & Wong, M. H. (2006) Pollutants in Hong Kong
soils: polycyclic aromatic hydrocarbons. Chemosphere 67 (464473.
Ciaparra, D., Aries, E., Booth, M.-J., Anderson, D. R., Almeida, S. M. & Harrad, S.
(2009) Characterisation of volatile organic compounds and polycyclic aromatic
hydrocarbons in the ambient air of steelworks. Atmospheric Environment 43(12),
2070-2079.
Crawford, S. L., Johnson, G. E. & Goetz, F. E. (1993) The potential for bioremediation
of soils containing PAHs by composting. Compost Science & Utilization 1(3), 41-47.
Dermont, G., Bergeron, M., Mercier, G. & Richer-Laflche, M. (2008) Soil washing for
metal removal: A review of physical/chemical technologies and field applications.
Journal of Hazardous Materials 152(1), 1-31.
Dike, B. U., Okoro, B. C., Nwakwasi, N. N. & Agbo, K. C. (2013) Remediation of used
motor engine oil contaminated soil: A soil washing treatment approach. J Civil
Environ Eng 3(129), 1-3.
Dong, D., Li, P., Li, X., Xu, C., Gong, D., Zhang, Y., Zhao, Q. & Li, P. (2010)
Photocatalytic degradation of phenanthrene and pyrene on soil surfaces in the
presence of nanometer rutile TiO2 under UV-irradiation. Chemical Engineering
Journal 158(3), 378-383.
Edema, C. U., Idu, T. E. & Edema, M. O. (2011) Remediation of soil contaminated with
polycyclic aromatic hydrocarbons from crude oil. African Journal of Biotechnology
10(7), 1146-1149.
Ene, A., Bogdevich, O., Sion, A. & Spanos, T. (2012) Determination of polycyclic
aromatic hydrocarbons by gas chromatographymass spectrometry in soils from
Southeastern Romania. Microchemical Journal 100(0), 36-41.
ESDM (2011) Indonesia Mineral and Coal Mining Statistics 2011. Dirjen Minerba,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.
ESDM (2012) Indonesia Mineral and Coal Mining Statistics 2012. Dirjen Minerba,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.
Gallego, E., Roca, F. J., Perales, J. F., Guardino, X. & Berenguer, M. J. (2008) VOCs
and PAHs emissions from creosote-treated wood in a field storage area. The
Science of the total environment 402(1), 130-138.
Gan, S., Lau, E. V. & Ng, H. K. (2009) Remediation of soils contaminated with
polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs). Journal of Hazardous Materials 172(23),
532-549.
Ghaly, A. E., Zhang, B. & Dave, D. (2012) Degradation of phenolic compounds in
creosote treated wood waste by a mixed microbial culture augmented with
cellulolytic-thermophilic actinomaycets Thermobifida Fusca Journal of
Environmental Protection 3(83-96
Gong, Z., Wang, X., Tu, Y., Wu, J., Sun, Y. & Li, P. (2010) Polycyclic aromatic
hydrocarbon removal from contaminated soils using fatty acid methyl esters.
Chemosphere 79(2), 138-143.
Greenwood, P. F., George, S. C., Pickel, W., Zhu, Y. & Zhong, N. (2001) In situ
analytical pyrolysis of coal macerals and solid bitumens by laser micropyrolysis GC
MS. Journal of Analytical and Applied Pyrolysis 5859(0), 237-253.

11
Haritash, A. K. & Kaushik, C. P. (2009) Biodegradation aspects of Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons (PAHs): A review. Journal of Hazardous Materials 169(13), 1-15.
Harmon, T. C., Burks, G. A., Aycaguer, A. C. & Jackson, K. (2001) Thermally
enhanced vapor extraction for removing PAHs from lampblack-contaminated soil. J.
Environ. Eng. 127(11), 986-993.
Huesemann, M. H., Hausmann, T. S., Fortman, T. J., Thom, R. M. & Cullinan, V.
(2009) In situ phytoremediation of PAH- and PCB-contaminated marine sediments
with eelgrass (Zostera marina). Ecological Engineering 35(10), 1395-1404.
Jaffrennou, C., Stephan, L., Giamarchi, P., Cabon, J. Y., Burel-Deschamps, L. &
Bautin, F. (2007) Direct fluorescence monitoring of coal organic matter released in
seawater. J Fluoresc 17(5), 564-572.
Juhasz, A. L. & Naidu, R. (2000) Bioremediation of high molecular weight polycyclic
aromatic hydrocarbons: a review of the microbial degradation of benzo[a]pyrene.
International Biodeterioration & Biodegradation 45(12), 57-88.
Kanaly, R. A. & Harayama, S. (2000) Biodegradation of high-molecular-weight
polycyclic aromatic hydrocarbons by bacteria. Journal of Bacteriology 182(8), 2059
2067.
Kentucky Geological Survey (2012) How is Coal Formed?, http://www.uky.edu/KGS/
coal/coalform.htm. diakses tanggal 20 Januari 2014.
Ladwani, K. D., Ladwani, K. D., Manik, V. S. & Ramteke, D. S. (2012) Assessment of
heavy metal contaminated soil near coal mining area in Gujarat by Toxicity
Characteristics Leaching Procedure. International Journal of Life Sciences
Biotechnology and Pharma Research 1(4), 73-80.
Laumann, S., Micic, V., Kruge, M. A., Achten, C., Sachsenhofer, R. F., Schwarzbauer,
J. & Hofmann, T. (2011) Variations in concentrations and compositions of polycyclic
aromatic hydrocarbons (PAHs) in coals related to the coal rank and origin.
Environmental pollution (Barking, Essex : 1987) 159(10), 2690-2697.
Lee, P. H., Ong, S. K., Golchin, J. & Nelson, G. L. (2001) Use of solvents to enhance
PAH biodegradation of coal tar-contaminated soils. Water research 35(16), 3941-
3949.
Loick, N., Hobbs, P. J., Hale, M. D. C. & Jones, D. L. (2009) Bioremediation of poly
aromatic hydrocarbon (PAH)-contaminated soil by composting. Critical Reviews in
Environmental Science and Technology 39(4), 271-332.
Lors, C., Damidot, D., Ponge, J.-F. & Pri, F. (2012) Comparison of a bioremediation
process of PAHs in a PAH-contaminated soil at field and laboratory scales.
Environmental Pollution 165(0), 11-17.
Lors, C., Ryngaert, A., Perie, F., Diels, L. & Damidot, D. (2010) Evolution of bacterial
community during bioremediation of PAHs in a coal tar contaminated soil.
Chemosphere 81(10), 1263-1271.
Lser, C., Seidel, H., Hoffmann, P. & Zehnsdorf, A. (2001) Remediation of heavy
metal-contaminated sediments by solid-bed bioleaching. Environmental Geology
40(4-5), 643-650.
Lukman, M. (2010) Distribution and Sources of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in
Sediments, Suspended Particulate Matter and Waters from the Siak River System,
Estuary and Coastal Area of Sumatra, Indonesia, Dissertation, Faculty of
Biology/Chemistry, University of Bremen, Germany.
Maturi, K. & Reddy, K. R. (2006) Simultaneous removal of organic compounds and
heavy metals from soils by electrokinetic remediation with a modified cyclodextrin.
Chemosphere 63(6), 1022-1031.
Meagher, R. B. (2000) Phytoremediation of toxic elemental and organic pollutants.
Current Opinion in Plant Biology 3(2), 153-162.
Napier, F., DArcy, B. & Jefferies, C. (2008) A review of vehicle related metals and
polycyclic aromatic hydrocarbons in the UK environment. Desalination 226(143
150.

12
Pies, C., Yang, Y. & Hofmann, T. (2007) Distribution of polycyclic aromatic
hydrocarbons (PAHs) in floodplain soils of the Mosel and Saar river. J Soils
Sediments 7(4), 216222.
Puettmann, W. & Schaefer, R. G. (1990) Assessment of carbonization properties of
coals by analysis of trapped hydrocarbons. Energy & Fuels 4(4), 339-346.
Pttmann, W. (1988) Analysis of polycyclic aromatic hydrocarbons in solid sample
material using a desorption device coupled to a GC/MS system. Chromatographia
26(1), 171-177.
Radke, M., Willsch, H. & Teichmller, M. (1990) Generation and distribution of aromatic
hydrocarbons in coals of low rank. Organic Geochemistry 15(6), 539-563.
Reddy, K. R., Ala, P. R., Sharma, S. & Kumar, S. N. (2006) Enhanced electrokinetic
remediation of contaminated manufactured gas plant soil. Engineering Geology
85(12), 132-146.
Ribeiro, J., Silva, T., Mendonca Filho, J. G. & Flores, D. (2012) Polycyclic aromatic
hydrocarbons (PAHs) in burning and non-burning coal waste piles. J Hazard Mater
199-200(105-110.
Richter, H. & Howard, J. B. (2000) Formation of polycyclic aromatic hydrocarbons and
their growth to soota review of chemical reaction pathways. Progress in Energy
and Combustion Science 26(46), 565-608.
Rivas, F. J. (2006) Polycyclic aromatic hydrocarbons sorbed on soils: A short review of
chemical oxidation based treatments. Journal of Hazardous Materials 138(2), 234-
251.
Rodriguez, J. H., Wannaz, E. D., Salazar, M. J., Pignata, M. L., Fangmeier, A. &
Franzaring, J. (2012) Accumulation of polycyclic aromatic hydrocarbons and heavy
metals in the tree foliage of Eucalyptus rostrata, Pinus radiata and Populus hybridus
in the vicinity of a large aluminium smelter in Argentina. Atmospheric Environment
55(0), 35-42.
aek, V., Bhatt, M., Cajthaml, T., Malachov, K. & Lednick, D. (2003) Compost-
mediated removal of polycyclic aromatic hydrocarbons from contaminated soil.
Archives of environmental contamination and toxicology 44(3), 0336-0342.
Schweinfurth, S. P. & Finkelman, R. B. (2003) Coal-a complex natural resource: an
overview of factors affecting coal quality and use in the United States U.S. Dept. of
the Interior, U.S. Geological Survey, Eastern Region, Reston, Va.
Seidel, H., Loser, C., Zehnsdorf, A., Hoffmann, P. & Schmerold, R. (2004)
Bioremediation process for sediments contaminated by heavy metals: feasibility
study on a pilot scale. Environ Sci Technol 38(5), 1582-1588.
Sheoran, A. S. & Sheoran, V. (2006) Heavy metal removal mechanism of acid mine
drainage in wetlands: A critical review. Minerals Engineering 19(2), 105-116.
Silva, A., Delerue-Matos, C. & Fiza, A. (2005) Use of solvent extraction to remediate
soils contaminated with hydrocarbons. Journal of Hazardous Materials 124(13),
224-229.
Stout, S. A. & Emsbo-Mattingly, S. D. (2008) Concentration and character of PAHs and
other hydrocarbons in coals of varying rank Implications for environmental studies
of soils and sediments containing particulate coal. Organic Geochemistry 39(7),
801-819.
Walker, S. E., Dickhut, R. M., Chisholm-Brause, C., Sylva, S. & Reddy, C. M. (2005)
Molecular and isotopic identification of PAH sources in a highly industrialized urban
estuary. Organic Geochemistry 36(4), 619-632.
Wang, R., Liu, G., Chou, C. L., Liu, J. & Zhang, J. (2010) Environmental assessment of
PAHs in soils around the Anhui Coal District, China. Archives of environmental
contamination and toxicology 59(1), 62-70.
Wheatley, A. D. & Sadhra, S. (2004) Polycyclic aromatic hydrocarbons in solid residues
from waste incineration. Chemosphere 55(5), 743-749.

13
Willsch, H. & Radke, M. (1995) Distribution of Polycyclic Aromatic Compounds in Coals
of High Rank. Polycyclic Aromatic Compounds 7(4), 231-251.
Wyszkowski, M. & Zikowska, A. (2013) Content of polycyclic aromatic hydrocarbons
in soils polluted with petrol and diesel oil after remediation with plants and various
substances. Plant Soil Environ. 59(7), 287294.
Yan, D. Y. S. & Lo, I. M. C. (2013) Removal effectiveness and mechanisms of
naphthalene and heavy metals from artificially contaminated soil by iron chelate-
activated persulfate. Environmental Pollution 178(0), 15-22.
Yan, J. H., You, X. F., Li, X. D., Ni, M. J., Yin, X. F. & Cen, K. F. (2004) Performance of
PAHs emission from bituminous coal combustion. Journal of Zhejiang University.
Science 5(12), 1554-1564.
Yang, Z., Zhang, S., Liao, Y., Li, Q., Wu, B. & Wu, R. (2012) Remediation of Heavy
Metal Contamination in Calcareous Soil by Washing with Reagents: A Column
Washing. Procedia Environmental Sciences 16(0), 778-785.
Yap, C. L., Gan, S. & Ng, H. K. (2011) Fenton based remediation of polycyclic aromatic
hydrocarbons-contaminated soils. Chemosphere 83(11), 1414-1430.
Yoshioka, H. & Takeda, N. (2004) Analysis of organic compounds in coal macerals by
infrared laser micropyrolysis. Journal of Analytical and Applied Pyrolysis 71(1), 137-
149.
Yunker, M. B., Lachmuth, C. L., Cretney, W. J., Fowler, B. R., Dangerfield, N., White, L.
& Ross, P. S. (2011) Biota Sediment partitioning of aluminium smelter related
PAHs and pulp mill related diterpenes by intertidal clams at Kitimat, British
Columbia. Marine Environmental Research 72(3), 105-126.
Zhang, L., Li, P., Gong, Z. & Li, X. (2008) Photocatalytic degradation of polycyclic
aromatic hydrocarbons on soil surfaces using TiO2 under UV light. Journal of
Hazardous Materials 158(23), 478-484.
Zhang, Y., Zhu, Y. G., Houot, S., Qiao, M., Nunan, N. & Garnier, P. (2011)
Remediation of polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH) contaminated soil through
composting with fresh organic wastes. Environmental science and pollution research
international 18(9), 1574-1584.
Zhao, Z.-B., Liu, K., Xie, W., Pan, W.-P. & Riley, J. T. (2000) Soluble polycyclic
aromatic hydrocarbons in raw coals. Journal of Hazardous Materials 73(1), 77-85.

This article should be cited as


Mizwar, A. dan Trihadiningrum, Y., 2014. Potensi Bioremediasi Tanah Terkontaminasi
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons dari Batubara dengan Composting, Prosiding Seminar
Nasional Waste Management II, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, hal.
251-264

14

Anda mungkin juga menyukai