Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes melitus atau lebih dikenal dengan sebutan penyakit kencing
manis di masyarakat merupakan salah satu penyakit abadi yang terus
bermunculan penderitanya dalam kehidupan sehari-hari. Penyakit ini memberikan
dampak yang luas bagi pasiennya, tidak hanya karena mengganggu kesehatan
semata akibat berbagai komplikasi yang ditimbulkan, namun juga mempengaruhi
kehidupan sosial.1
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insidensi dan prevalensi diabetes melitus di berbagai penjuru
dunia. World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan
jumlah penyandang Diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang.
WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes melitus di Indonesia
dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada
dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009,
memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes melitus dari 7,0 juta pada
tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan
angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah
penyandang diabetes melitus sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.2
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyulit medik yang sering
terjadi saat kehamilan. Angka kejadiannya 3-5% dari semua kehamilan.
Kehamilan dengan DM terdiri dari Diabetes Gestasi (DMG) atau intoleransi
karbohidrat yang ditemukan pertamakali saat hamil, yang terjadi pada hampir
90% kasus, sedangkan yang 10% lainnya adalah Diabetes Pragestasi (DMpG)
yang meliputi DM tipe 1 dan tipe 2. Peningkatan angka kematian dan angka
kesakitan perinatal pada kehamilan dengan DM berkorelasi langsung dengan
kondisi hiperglikemia ibu. Kehamilan merupakan keadaan yang diabetogenik.
Glukosa melewati plasenta dengan cara difusi (facilitated diffusion), sehingga
hiperglikemia pada ibu akan berakibat hiperglikemia pada janin dan keadaan ini

1
akan berdampak pada hiperplasi sel beta Langerhans dari pankreas janin sehingga
terjadi hiperinsulin janin yang dikaitkan dengan kejadian makrosomia janin. 14

Kelainan bawaan janin saat ini merupakan salah satu penyebab kematian
perinatal pada 10% kasus kehamilan dengan DM tipe 1 dan tipe 2 yang tidak
teregulasi dengan baik. Bayi-bayi dengan makrosomia akan terjadi kelambatan
maturasi paru janin yang akhirnya juga meningkatkan kejadian Respiratory
Distress Syndrome (RDS). Kejadian kematian janin intrauterin pada kasus-kasus
kehamilan dengan DM juga dikaitkan dengan kondisi hiperglikemia yang berakhir
dengan keadaan lactic acidosis. 14

Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association


(ADA)5 :

Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi


insulin absolute
Autoimun
Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relative sampai yang dominan
defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
Tipe Lain Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan
diabetes mellitus
Diabetes Diabetes yang terjadi pada ibu selama masa kehamilan
Gestasional

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes melitus gestasional adalah keadaan intoleransi karbohidrat dari


seorang wanita yang diketahui pertama kali ketika dia sedang hamil. Diabetes
gestasional terjadi karena perubahan pada metabolisme glukosa yang dipicu oleh
kehamilan.6
Teori lain mengatakan bahwa diabetes tipe ini disebut sebagai unmasked
atau baru ditemukan saat hamil dan patut dicurigai pada wanita yang memiliki ciri
gemuk, riwayat keluarga diabetes, riwayat melahirkan bayi > 4 kg, riwayat bayi
lahir mati, dan riwayat abortus berulang.
Penilaian risiko untuk diabetes melitus gestasional harus dilakukan pada
kunjungan prenatal pertama. Wanita dengan karakteristik klinis yang konsisten
dengan risiko tinggi diabetes melitus gestasional (ditandai obesitas, sejarah

3
pribadi diabetes melitus gestasional, glikosuria, atau riwayat keluarga yang kuat
diabetes) harus menjalani pengujian glukosa sesegera mungkin.

2.2 Epidemiologi dan Prevalensi Diabetes Melitus Gestasional


Di Indonesia insiden diabetes melitus gestasional sekitar 1,9-3,6%. Dan
sekitar 40-60% wanita yang pernah mengalami diabetes melitus gestasional pada
pengamatan lanjut pasca persalinan akan mengidap diabetes melitus atau
gangguan toleransi glukosa.2
Prevalensi diabetes melitus gestasional sangat bervariasi dari 1-14 %
tergantung dari subyek yang diteliti dan dari kriteria diagnosis yang digunakan.
Dengan menggunakan kriteria diagnosis American Diabetes Association,
prevalensi berkisar antara 2-3 %.2

2.3 Etiologi dan Patofisiologi Diabetes Melitus Gestasional


Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat
yang menunjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui.
Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga
kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tak
dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada
janin.
Pada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis akibat peningkatan
hormon-hormon kehamilan yang mencapai puncaknya pada trimester ketiga
kehamilan. Hormon-hormon kehamilan tersebut antara lain human placenta
lactogen, progesterone, kortisol, dan prolaktin. Tidak berbeda pada patofisiologi
diabetes mellitus tipe 2, pada diabetes mellitus gestasional juga terjadi gangguan
sekresi sel beta pankreas. Kegagalan sel beta ini dapat terjadi karena autoimun,
kelainan genetik, dan resistensi insulin kronik.
Resistensi insulin selama kehamilan merupakan mekanisme adaptif tubuh
untuk menjaga asupan nutrisi ke janin. Resistensi insulin kronik sudah terjadi
sebelum kehamilan pada ibu-ibu dengan obesitas. Kebanyakan wanita dengan
diabetes mellitus gestasional memiliki kedua jenis resistensi insulin ini yaitu
kronik dan fisiologis sehingga resistensi insulin biasanya lebih berat dibandingkan

4
kehamilan normal. Kondisi ini akan membaik segera setelah partus dan akan
kembali ke kondisi awal setelah selesai masa nifas, dimana konsentrasi human
placenta lactogen sudah kembali normal. 7

Gambar 1. Skema mekanisme pada diabetes gestasional

2.4 Gejala Kinis Diabetes Melitus Gestasional


A. Gejala Khas
1.Banyak kencing (poliuria)
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan
menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam
jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada
waktu malam.8
2. Banyak minum (polidipsia)
Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena
banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru
sering disalahtafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang
panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus
itu penderita minum banyak.8

5
3. Banyak makan (polifagia)
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah
dimetabolisasikan menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya
dapat dimanfaatkan, oleh karena itu penderita selalu merasa lapar.8

Gambar 2. Mekanisme poliuria dan polidipsia.


B. Gejala Tidak Khas
1. Gangguan saraf tepi/kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada
kaki di waktu malam, sehingga mengganggu tidur.
2. Gangguan penglihatan
Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan
penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti
kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.
3. Gatal/bisul

6
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah
kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah
payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang
lama sembuhnya.
4. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang
sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya
gejala yang dirasakan.8

2.5 Diagnosis dan Skrining Diabetes Melitus Gestasional


Fourth International Workshop-Conference on Gestasional Diabetes
Melitus, merekomendasikan skrining untuk mendeteksi diabetes melitus
gestasional dengan faktor resiko sebagai berikut6 :
Risiko Rendah :
Tes glukosa darah tidak dibutuhkan apabila :
o Angka kejadian diabetes gestasional pada daerah tersebut rendah
o Tidak didapatkan riwayat diabetes pada kerabat dekat
o Usia < 25 tahun
o Berat badan normal sebelum hamil
o Tidak memiliki riwayat metabolisme glukosa terganggu
o Tidak ada riwayat obstetrik terganggu sebelumnya
Risiko Sedang :
o Wanita dengan ras Hispanik, Afrika, Amerika, Asia Timur, dan
Asia Selatan perlu dilakukan tes gula darah pada kehamilan 24
28
Risiko Tinggi :
o Wanita dengan obesitas, riwayat keluarga dengan diabetes,
mengalami glukosuria (air seni mengandung glukosa) perlu
dilakukan tes gula darah secepatnya.

Bila diabetes melitus gestasional tidak terdiagnosis, maka pemeriksaan


gula darah diulang pada minggu 24 28 kehamilan atau kapanpun ketika
pasien mendapat gejala yang menandakan keadaan hiperglikemia (kadar
gula di dalam darah berlebihan).

7
Menurut American Diabetes Association, Skrining dilakukan hanya pada
wanita hamil dengan risiko tinggi untuk DM (ADA). Dengan alasan bahwa orang
Indonesia termasuk kelompok etnis Asia Tenggara maka kita menganut skrining
universal (ACOG) yakni dilakukan untuk setiap ibu hamil dimulai sejak
kunjungan pertama (trimester 1) untuk menapis DMpG. Bila negatif maka
harus diulangi pada UK 24-28 minggu untuk menapis DMG. 14

Skrining dan diagnosis yang direkomendasikan adalah pemeriksaan satu


tahap (One Step Approach menurut WHO) yakni dengan Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO), dengan memberikan beban 75 gram glukosa anhidrus setelah
berpuasa selama 8 14 jam. Dinyatakan DM positif apabila hasil glukosa puasa =
126 mg/dL dan 2 jam = 200 mgh/dL. Bila hasil negatif diulangi dengan cara
pemeriksaan yang sama pada UK 24-28 minggu. 14

Teknik Skrining dianjurkan bagi semua wanita hamil dengan cara:

Pasien diberikan 50 gr beban glukosa oral, lalu kadar gula darahnya


diperiksa 1 jam kemudian. Bila kadar glukosa plasma > 140 mg/dl maka
perlu dilanjutkan dengan tes toleransi glukosa 3 jam atau 2 jam.
Jika pemeriksaan awal glukosa plasma puasa 126 mg/dl atau glukosa
plasma sewaktu 200mg/dl, maka dilakukan pemeriksaan ulangan. Jika
sama, pemeriksaan tes toleransi glukosa oral tidak diperlukan lagi.
Untuk tes toleransi glukosa oral American Diabetes Association
mengusulkan dua jenis tes, yaitu yang disebut tes toleransi glukosa oral 3
jam dan yang 2jam. Perbedaan utama yaitu jumlah beban glukosa, yaitu
pada yang 3jam menggunakan beban glukosa 100 gram, sedangkan yang 2
jam hanya menggunakan 75gram glukosa.
Penilaian hasil tes toleransi glukosa oral 3 jam maupun yang 2 jam sama,
yaitu dengan ditemukannya dua atau lebih angka yang abnormal.

Penilaian Hasil Tes Toleransi Glukosa Oral 3 jam dengan Beban Glukosa 100
gr, dan
2 jam dengan Beban Glukosa 75gr
3 jam 100 gr Glukosa (mg/dl) 2 jam 75 gr Glukosa (mg/dl)
Puasa 95 Puasa 95

8
1- Jam 180 1 Jam 180
2- Jam 155 2 Jam 155
3 Jam 140
World Health Organization (WHO) merekomendasikan kriteria
diagnostik menggunakan tes beban glukosa oral 75 gr. Diabetes melitus
gestasional didiagnosis bila:

Nilai Glukosa Plasma Puasa dan Tes Toleransi Glukosa Oral dengan Beban
Glukosa 75 gr
Glukosa plasma puasa
Normal < 110 mg/dl
Glukosa Puasa Terganggu 110 mg/dl - < 126mg/dl
Diabetes Melitus 126 mg/dl
Glukosa plasma 2 jam setelah pemberian 75gr glukosa oral
Normal < 140mg/dl
Toleransi Glukosa Terganggu 140mg/dl - < 200mg/dl
Sedang puasa < 126 mg/dl
Diabetes Melitus 200mg/dl

Tujuan skrining diabetes melitus gestasional adalah untuk


meningkatkan kewaspadaan ibu hamil dan meyakinkan seorang ibu untuk
melakukan pemeriksaan skrining setelah melahirkan.

2.6 Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus Gestasional

Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan kadar gula darah serta


ultrasonografi untuk mendeteksi adanya kelainan bawaan dan makrosomia.
2.7 Komplikasi Diabetes Melitus Gestasional pada Ibu dan Bayi

A. Komplikasi diabetes melitus gestasional terhadap bayi.


Sebagian besar wanita yang mengalami diabetes melitus gestasional
dapat melahirkan bayi yang sehat. Akan tetapi, diabetes gestasional yang tidak
dimonitor dengan baik dapat mengakibatkan kadar gula darah yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan masalah kesehatan pada sang ibu dan bayi,
termasuk kemungkinan untuk melahirkan dengan cara operasi caesar. Berikut
adalah beberapa resiko yang dapat terjadi akibat diabetes gestasional9 :
1. Bayi lahir dengan berat berlebih.

9
Kadar glukosa yang berlebih dalam darah dapat menembus plasenta,
yang mengakibatkan pankreas bayi akan memproduksi insulin berlebih. Hal ini
dapat menyebabkan bayi tumbuh terlalu besar (macrosomia). Bayi yang terlalu
besar dapat mengakibatkan bayi terjepit ketika melewati jalan lahir, dan
beresiko untuk terjadinya luka saat lahir yang membutuhkan operasi caesar
untuk melahirkannya.
2. Lahir terlalu awal dan sindrom sulit untuk bernafas.
Ibu dengan kadar gula darah yang tinggi dapat meningkatkan resiko
untuk melahirkan sebelum waktunya. Atau dapat juga dokter yang
menyarankan demikian, karena bayinya tumbuh terlalu besar. Bayi yang
dilahirkan sebelum waktunya dapat mengalami sindrom sulit untuk bernafas.
Bayi yang mengalami sindrom tersebut memerlukan bantuan pernafasan
hingga paru-parunya sempurna. Bayi yang ibunya mengalami diabetes
gestasional juga dapat mengalami sindrom sulit untuk bernafas meskipun
dilahirkan tepat waktu.

3. Kadar gula darah rendah (hipoglikemia).


Terkadang, bayi dari ibu yang mengalami diabetes gestasional
mempunyai kadar gula darah yang rendah (hipoglikemia) setelah dilahirkan,
karena kadar insulin dalam tubuhnya yang tinggi. Hipoglikemia berat yang
dialami oleh bayi, dapat mengakibatkan kejang pada bayi. Pemberian nutrisi
secara cepat, terkadang juga dengan pemberian cairan glukosa secara intra
vena dapat mengembalikan kadar gula darah bayi kembali ke normal.
4. Bayi kuning (jaundice).
Warna kekuningan pada kulit dan mata dapat terjadi bila hati bayi belum
berfungsi dengan sempurna untuk memecah zat yang bernama bilirubin, yang
secara normal terbentuk ketika tubuh mendaur ulang sel darah merah yang tua
ataupun rusak. Meskipun jaundice tidak menimbulkan kekhawatiran, tetapi
pengawasan secara menyeluruh tetap diperlukan.
5. Diabetes tipe 2 di kemudian hari.

10
Bayi dari ibu yang mengalami diabetes gestasional mempunyai resiko
lebih besar untuk menderita obesitas dan diabetes tipe 2 di kemudian hari.
6. Kematian pada bayi, baik sebelum ataupun setelah lahir

Komplikasi diabetes melitus gestasional terhadap ibu

1. Tekanan darah tinggi, preeklampsia dan eklampsia


Diabetes melitus gestasional akan meningkatkan resiko ibu untuk
mengalami tekanan darah yang tinggi selama kehamilan. Hal tersebut juga
akan meningkatkan resiko ibu untuk terkena preeklampsia dan eklampsia, yaitu
2 buah komplikasi serius dari kehamilan yang menyebabkan naiknya tekanan
darah & gejala lain, yang dapat membahayakan ibu maupun sang buah hati.
2. Diabetes di kemudian hari
Jika mengalami diabetes melitus gestasional, maka kemungkinan besar
akan mengalami kembali pada kehamilan berikutnya. Selain itu, ibu juga
beresiko untuk menderita diabetes tipe 2 di kemudian hari. Akan tetapi dengan
mengatur gaya hidup seperti makan makanan yang bernutrisi dan berolahraga
dapat mengurangi resiko terkena diabetes tipe 2 nantinya.

2.7 Perawatan dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus Gestasional


Perawatan antenatal
1. Program perawatan kasus DMG dilaksanakan secara multi-disiplin
yang terdiri dari Bagian Kebidanan, Penyakit Dalam, Gizi, Neonatus
dan Anestesi.
2. Perawatan antenatal, kunjungan setiap 2 minggu sampai dengan UK
36 minggu kemudian 1 minggu sekali sampai dengan aterm (bila
kadar glukosa darah terkendali dengan baik).
3. Target glukosa darah senormal mungkin dengan kadar glukosa puasa
= 100 mg/dL dan 2 jam pp = 140 mg/dL yang dicapai dengan diet,
olahraga dan insulin.
4. Obat Anti Diabetes (OAD) tidak dianjurkan oleh karena dapat
menembus barier plasenta, dikawatirkan efek teratogenik dan lebih
merangsang sel beta Langerhans pada janin. 14

11
Perawatan selama persalinan
1. Untuk pasien yang kadar glukosa terkendali dengan diet saja
diperbolehkan melahirkan sampai UK aterm. Bila sampai UK 40
minggu belum terjadi persalinan maka mulai dilakukan pemantauan
kesejahteraan janin 2 kali seminggu.
2. Pasien dengan HDK dan pernah stillbirth sebelumnya harus dilakukan
pemantauan kesejahteraan janin 2 kali seminggu mulai usia hamil 32
minggu
3. Perkiraan berat lahir secara klinis dan pemeriksaan USG dilakukan
untuk mendeteksi adanya tanda-tanda makrosomia. Untuk mengurangi
kelainan janin akibat trauma kelahiran dianjurkan untuk
mempertimbangkan SC elektif pada taksiran berat janin 4500 g.
4. Pasien dengan DMG yang dalam terapi insulin disertai diet untuk
mengendalikan kadar glukosa direncanakan program
pemantauan/evaluasi janin antenatal (antepartum fetal surveillance)
seperti pada DMpG.
5. Perawatan intensif untuk mendeteksi dan mengatasi kejadian . 14

Perawatan pasca persalinan


1. Evaluasi untuk mengantisipasi intoleransi karbohidrat yang menetap.
- Self monitoring untuk mengevaluasi profil glukosa darah
- Pada 6 minggu pasca persalinan, dilakukan TTGO dengan beban 75
g glukosa (lihat persyaratan diagnosis DMG) kemudian diukur kadar
glukosa darah (plasma) saat puasa dan 2 jam.
- Bila TTGO diatas menunjukkan kadar yang normal, evaluasi lagi
setelah 3 tahun dengan kadar glukosa puasa. Dianjurkan untuk berolah
raga teratur untuk menurunkan berat badan pada yang obesitas.
2. Kontrasepsi oral dosis rendah ( Low-dose pils) dilaporkan tidak
pernah berpengaruh terhadap kejadian intoleransi karbohidrat.
3. Reccurrence risk untuk DMG sekitar 60 %. 14

12
Kadar glukosa plasma pada 6 minggu pasca persalinan pada DMG.

Normal Glucose DM
Intolerance
Puasa(mg/ < 100 < 100-125 100
dL) 2 jam 140 140-199 140
(mg.dL)

Selain monitoring, terapi diabetes dalam kehamilan adalah9 :


a. Diet
Terapi nutrisi adalah terapi utama di dalam penatalaksanaan diabetes.
Tujuan utama terapi diet adalah menyediakan nutrisi yang cukup bagi ibu
dan janin, mengontrol kadar glukosa darah, dan mencegah terjadinya
ketosis (kadar keton meningkat dalam darah). Menurut Lokakarya
LIPI/NAS (1968), wanita diabetes gestasional dengan berat badan normal
dibutuhkan 30kkal/kg/hari. Pada wanita dengan obesitas (Indeks Massa
Tubuh > 30 kg/m2) dibutuhkan 25 kkal/kg/hari. Pola makan 3 kali makan
besar diselingi 3 kali makanan kecil dalam sehari sangat dianjurkan.
Pembatasan jumlah karbohidrat 40% dari jumlah makanan dalam sehari
dapat menurunkan kadar glukosa darah postprandial (2 jam setelah
makan).

Gambar 3. Diet Sehat untuk Penderita DM

b. Olahraga
Berjalan, berenang, senam yoga, dan olah raga tubuh bagian atas
direkomendasikan pada wanita dengan diabetes gestasional. Para wanita
dianjurkan meraba sendiri rahimnya ketika berolahraga, apabila terjadi

13
kontraksi maka olahraga segera dihentikan. Olahraga berguna untuk
memperbaiki kadar glukosa darah.

Gambar 4. Olahraga untuk Wanita dengan Diabetes Gestasional

c. Pengobatan insulin
Penderita yang sebelum kehamilan memerlukan insulin diberikan
insulin dengan dosis yang sama seperti sebelum kehamilan, sampai
didapatkan tanda-tanda perlu ditambah atau dikurangi. Menurut The
American Diabetes Association (1999), terapi insulin direkomendasikan
ketika terapi diet gagal untuk mempertahankan kadar gula darah.

Gambar 5. Lokasi Penyuntikan Insulin pada Wanita Hamil

14
Gambar 6. Contoh Pen untuk Menyuntikkan Insulin

Terapi obat oral pada diabetes gestasional tidak direkomendasikan


oleh ADA karena obat-obat tersebut dapat melalui plasenta, merangsang
pankreas janin, dan menyebabkan hiperinsulinemia pada janin.

d. Terapi Obstetrik
Pada penderita diabetes gestasional yang ringan, gula darah dapat
dikendalikan melalui diet, dan tidak memiliki riwayat melahirkan bayi
makrosomia, maka ibu dapat melahirkan secara normal dalam usia
kehamilan 37 40 minggu selama tidak ada komplikasi lain. Apabila
diabetesnya lebih berat dan memerlukan pengobatan dengan insulin, maka
sebaiknya kehamilan diakhiri lebih dini pada kehamilan 36 38 minggu
terutama bila kehamilannya diikuti oleh komplikasi lain seperti
makrosomia, preeklampsia, atau kematian janin. Pengakhiran kehamilan
lebih baik lagi dengan induksi (perangsangan) atau operasi Caesar.
Wanita dengan diabetes gestasional memiliki risiko meningkat untuk
mengalami diabetes tipe 2 setelah melahirkan. Kadar glukosa darah ibu
harus diperiksa 6 minggu setelah melahirkan dan setiap 3 tahun ke depan.

2.8Prognosis Diabetes Melitus Gestasional


Selain komplikasi jangka pendek, juga terdapat komplikasi jangka
panjang pada dengan diabetes gestational, yaitu gangguan toleransi
glukosa sampai diabetes melitus, sehingga diperlukan pemantauan pasca
persalinan dalam kurun waktu 6 minggu postpartum. Pemantauan tersebut

15
meliputi tes toleransi glukosa oral untuk mngetahui adanya diabetes
melitus, glukosa puasa terganggu, atau toleransi glukosa terganggu.
Apabila hasil tes toleransi glukosa normal, maka dilakukan tes ulangan
setiap tahun. Selain pemeriksaan skrinning tes toleransi glukosa oral,
pemantauan gaya hidup juga perlu ditekankan pada ras Asia, mengingat
ras Asia memiliki risiko kejadian diabetes melitus gestasional lebih tinggi
dibandingkan ras Kaukasia.13
Mestman et al (1972) meneliti kekerapan kejadian gangguan
toleransi glukosa pasca persalinan sampai dengan lima tahun kemudian
pada 360 wanita hamil. Pada masa kehamilan, sebanyak 51 subyek
(14,2%) memiliki peningkatan glukosa darah puasa, 181 subyek (50,3%)
memiliki hasil pemeriksaan TTGO abnormal, 90 subyek (25%) memiliki
hasil positif pada Prednisolone Glucose Tolerance Test (PGTT) dan 38
subyek (10,5%) sisanya normal. Pada kelompok dengan GDP meningkat,
hanya 2% yang menunjukkan pemeriksaan GDP, TTGO, dan PGTT
normal selama pemantauan post partum hingga 5 tahun kemudian.
Sedangkan pada kelompok TTGO abnormal, PGTT positif dan normal,
pada periode pemantauan, sebanyak 22,6%, 47,7%, dan 89% tetap
menunjukkan hasil normal. Ini menunjukkan tingginya kekerapan
gangguan toleransi glukosa pasca melahirkan pada kelompok wanita hamil
dengan gangguan toleransi glukosa selama kehamilan.1
Studi di Ujung Pandang dengan lama pemantauan selama 6 tahun
pada $^ wanita pasca diabetes melitus gestational, melaporkan angka
kejadian diabetes melitus tipe 2 dan toleransi glukosa terganggu sebesar
56,6 %.1

16
BAB III
KESIMPULAN

Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik yang dapat menimbulkan


berbagai komplikasi yang sangat memepengaruhi kualitas hidup penyandangnya
sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Sampai saat ini
memang belum ditemukan cara atau pengobatan yang dapat menyembuhkan
diabetes secara menyeluruh. Namun harus diingat bahwa diabetes dapat
dikembalikan, dengan cara diet, olahraga, dan dengan menggunakan obat anti
diabetik. Pada setiap penanganan penyandang diabetes melitus, harus selalu
ditetapkan target yang akan dicapai sebelum memulai pengobatan. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui keberhasilan program pengobatan dan penyesuaian
regimen terapi sesuai kebutuhan. Pengobatan diabetes ini sangat spesifik dan
individual untuk masing-masing pasien. Modifikasi gaya hidup sangat penting
untuk dilakukan, tidak hanya untuk mengontrol kadar glukosa darah namun bila
diterapkan secara umum diharapkan dapat menurunkan prevalensi diabetes
melitus baik di Indonesia maupun di dunia di masa yang akan datang.

Diabetes yang terjadi dan baru diketahui saat hamil, dinamakan dengan
diabetes melitus gestasional. Sedangkan bila diabetes telah diketahui sebelum
hamil, maka dinamakan diabetes melitus pregestasi. Diabetes melitus yang terjadi
pada ibu hamil dan diketahui saat hamil kemudian akan pulih kembali 6 minggu
pasca persalinan, maka ini dinamakan diabetes melitus gestasional, namun apabila
setelah 6 minggu persalinan diabetes belum juga sembuh, maka ini bukannya
diabetes Gestasional, tetapi diabetes melitus. Diabetes melitus gestasional perlu
penanganan yang serius, karena dapat mempengaruhi perkembangan janin, dan
dapat mengancam kehidupan janin kedepannya. sehingga perlu diberikan asuhan

17
keperawatan secara professional terhadap ibu hamil dengan diabetes melitus, agar
tidak lagi terjadi berbagai komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam, John M.F., Purnamasari, Dyah. Diabetes Melitus Gestational.


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi V. Interna Publishing
Universitas Diponegoro.2009
2. Soewondo, Pradana,dkk. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan
Diabetes Melitus tipe 2, 2011. Indonesia : PB.PERKENI
3. http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/definisi-
klasifikasi-etiologi-dan-epidemiologi-diabetes-melitus/
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_mellitus
5. American Diabetic Association (ADA). Guidelines 2011. Gestational
Diabetes Mellitus.
6. Metzger BE, Coustan DR (Eds.): Proceedings of the Fourth International
Workshop- Conference on Gestational Diabetes Mellitus. Diabetes Care
21 (Suppl. 2):B1 B167, 1998
7. Gibbs, Ronald S. Karlan, Beth Y. Haney, Arthur F. Nygaard, Ingrid E.
Danforth's Obstetrics and Gynecology, 10th Edition. Copyright Ac 2008
Lippincott Williams & Wilkins.
8. Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan kelima, 2005.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
9. http://ainicahayamata.wordpress.com/2011/03/30/diabetes-mellitus-
gestasional-dmg/
10. R. Moore, Thomas. Diabetes Mellitus and Pregnancy. Diakses tanggal 27
November 2011, online : http://emedicine.medscape.com/article/127547-
overview
11. Asdie AH. Patogenesis dan Terapi Diabetes Melitus. Medika FK UGM,
Yogyakarta. 2000.
12. Tjokroprawiro A. Diabetes Melitus: Klasifikasi, Diagnosis, dan Terapi.
Edisi ke-3 PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2001

18
13. Djokomoeljanto R. Obesitas pada diabetes mellitus. Dalam: Soedjono A,
Husein A, Paulus W, eds. Yogyakarta diabetes update 2001 New Look on
Old Disease. Edisi pertama. Yogyakarta: Medika FK UGM. 2001: 9 -19.
14. Made K Karkata, Panduan penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunan
kedokteran Fetomaternal dan Perkumpulan Ginekologi Indonesia, 2012

19

Anda mungkin juga menyukai