TERJEMAHAN PAPER
(PETROLEUM GEOCHEMISTRY OF LATE
CRETACEOUS AND EARLY TERTIARY SHALES
PENETRATED BY THE AKUKWA-2 WELL IN THE
ANAMBRA BASIN, SOUTHERN NIGERIA)
Diterjemahkan oleh :
x
111.160.xxx
Plug 15
LABORATORIUM SEDIMENTOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2017
GEOKIMIA PETROLEUM PADA SERPIH KAPUR AKHIR DAN
TERSIER AWAL YANG DITEMBUS OLEH SUMUR AKUKWA-2
DI CEKUNGAN ANAMBRA, NIGERIA SELATAN
Chukwuemeka M. Ekweozor* and James R. Gormly**
*Department of Chemistry, University of Ibadan, Ibadan, Nigeria.
**Institutfur Erdol und Organische Geochemie (ICH-5) KernforschungsanlageJ ulich GmbH,
Postfach 1913, D-5170 Julich, FR Germany.
SARI
Konsentrasi, jenis dan kematangan termal material organik dari Imo Shale (Serpih),
Nkporo Shale dan Formasi Nkalagu bagian atas yang ditembus oleh sumur Akukwa-2
dipaparkan disini. Kandungan organik karbon berkisar dari 0,4-3,5%. Kerogens berasal
dari berbagai formasi adalah hasil dari humat (sisa dari pelapukan tanaman) dan material
lain. Bukti dari parameter kematangan thermal yang dindependen (yaitu, rataan vitrinite,
reflektansi (Ro %), Tmax dan transformasi rasio dari Rock-Eval (evaluasi batuan),pola
distribusi n-alkana, dan hopane yang terekam") dikombinasikan untuk menemukan 'oil
window' bagian atas pada Nkporo Shale di kedalaman sekitar 2.000 m dari permukaan.
Hal ini terkait dengan suatu batas suhu sekitar kira-kira 65C.
Bahan sedimen organik yang menghasilkan generasi minyak dan gas kemungkinan
berlimpah di cekungan Anambra. Reservoir hidrokarbon kemungkinan terletak pada
kedalaman yang relatif dangkal dimana akumulasi minyak berat juga didapatkan.
PENDAHULUAN
Cekungan Anambra adalah suatu struktur sinklin yang terletak di ujung barat daya Palung
Benue di Nigeria (Gambar 1). Beberapa penulis telah meninjau asal dari cekungan
geologi tersebut (misalnya Reyment, 1965; Murat, 1972; Petters, 1978; Agagu dan
Ekweozor, 1980). Sinklin ini kontrol oleh episodik lipatan utama yang terjadi di palungan
Benue selama masa kapur akhir. Cekungan diperkirakan terisi lebih dari 6.000 m sedimen
Senonian tersier awal berupa fasies fluvial, lanau, pro delta dan paparan samudera. Tubuh
serpih utama berada dalam Nkalagu (Coniacian-Santonian; dalam Petters dan Ekweozor,
1982 untuk revisi stratigrafi subdivisi), Nkporo (Italia-Maastrichtian) dan Formasi Imo
(Paleosen-Eosen) (Gambar 2).
Gambar 1. Posisi cekungan Anambra dan cekungan sedimen lain di Nigeria
(pada Petter, 1978)
Prospek untuk petroleum (perminyakan) di cekungan Anambra dimulai lebih dari
lima dekade lalu. Namun, upaya pencarian awal gagal dan ditinggalkan di tahun 1950-an
ketika minyak hadir di cekungan delta Nigera terdekat. Tetapi bebera tahun belakangan
ini ada keinginan untuk memperbaharui kegiatan eksplorasi minyak di daerah ini. Saat
ini peninjauan ulang dari re-evaluasi sebelumnya diperoleh data geologi dan geofisika
serta analisis geokimia organik pada serpih mengasumsikan bahwa terdapat prospek
hidrokarbon yang ekonomis di cekungan ini (Agagu, 1978; Agagu dan Ekweozor, 1980,
1982; Petters dan Ekweozor, 1982). Kegiatan pengeboran eksplorasi sedang berlangsung
di beberapa bagian cekungan tersebut.
Penelitian ini merupakan penyelidikan lebih detil dari geokimia petroleum (yaitu
studi konsentrasi, jenis dan kematangan material organik dari beberapa serpih), dari
sampel pada tingkat stratigrafi yang berbeda di sumur Akukwa-2. Dalam eksplorasi ini
sudah dilakukan pengeboran lebih dari 20 tahun yang lalu di lokasi utara pusat sinklin
Anambra. Sumur yang terdalam terdapat dari salah satu sumur di cekungan dan sumur itu
telah menembusi hingga ke Formasi kapur atas dan tersier awal berupa argillaceous
klastik (batuan dengan komposisi silika dan alumina). Batas-batas berbagai satuan
lithostratigraphic, berupa Nkalagu, serpih Nkporo dan serpih Imo dijelaskan pada sumur
menggunakan log listrik serta dari litologi dan biostratigrafi cutting (lumpur hasil
pemboran) dan core (pengambilan inti batuan pada suatu lubang bor) (Agagu, 1978).
Geokimia rinci dari profil sumur ini dilakukan untuk hasil yang digunakan untuk
kesamaan hasil di daerah.
Total 32 sampel cutting dari serpih Imo, Formasi Nkporo dan Nkalagu yang ada
pada interval kedalaman 40-2.400 m yang dianalisis menggunakan teknik yang sesuai
dengan hukum negara. Cutting telah terawetkan dan sebagian besar berupa potongan-
potongan serpih pada bagian permukaan. Namun, sampel cutting yang sebelumnya dicuci
dengan campuran toluena dan metanol sebelum dikeringkan dan kemudian diawetkan
untuk diekstraksi dengan pelarut organik.
Gambar 2. Log litologi dari sumur Akukwa-2 (Agagu, 1978; dalam Petters dan Ekweozor,
1982 untuk revisi sub satuan stratigrafi)
PROSEDUR ANALISA
Total kandungan karbon organik (TOC) ditentukan dengan LECO karbon analyzer
setelah unsur karbonat pada karbon telah dihapus oleh HCI. Bahan organik larut (SOM)
diekstrak dari sampel batuan dengan campuran toluena metanol oleh ultrasonik agitasi
(MSE ultrasonik Disintegrator). Ekstraksi total memisahkan hidrokarbon dan bebas-
hidrokarbon menjadi pecahan oleh sebuah gel silika pada kolom kromatografi.
Hidrokarbon jenuh lebih lanjut terpecah oleh urea adduksi ke n-alkana dan bercabang
serta pecahan alkana siklik (b/c) yang kemudian dianalisis oleh gas kromatografi (gc) dan
gas kromatografi / massa spektrometri (gc/ms). Indeks preferensi Karbon, CP11,.31
(Maxwell et al., 1971) untuk setiap sampel dihitung dari gas kromatografi pecahan n-
alkana.
Jumlah sampel batuan dalam miligram yang dilakukan pyrolysed dengan Rock-Eval
(EspitaliC et al., 1971) diinstrumen untuk menghasilkan kuantitas (mg/g batu) dari
hidrokarbon yang terkandung dalam batu di sebuah aturan bebas (Sl), hidrokarbon dan
senyawa terkait yang dihasilkan dari pirolisis kerogen (S2), dan pyrolysates yang
mengandung oksigen yang dilepaskan sebagai karbon dioksida (S3). Rasio transformasi
(Sl / Sl + S2) dan Tmax diukur untuk mendapatkan asumsi kematangan. Demikian pula,
bahan organik jenis atau kerogen tipe indikator, yaitu, indeks hidrogen (S2 / organik
karbon) dan indek hidrogen (S2 / organik karbon) yang diperoleh dari data Rock Eval.
Gambar 3 (kiri)TOC dan Total kandungan Sulfur pada Sumur Akuwa-2
Gambar 5.(kiri) Profil kematangan Ro% dari serpih pada sumur AKUKWA-2 dan Gambar 6.
(kanan) Profil kematangan sumur AKUKWA-2 dari nilai Tmax (Rock Eval) pada serpih dengan
kedalaman berbeda.
Indikator Rock-Eval adalah hasil perbandingan data reflektansi vitrinit dengan data.
Tmax (suhu maksimum perkembangan hidrokarbon selama pirolisis) versus kedalaman
yang menunjukkan tren yang sama dengan reflektansi vitrinit (Gambar 6). Terdapat jelas
diskontinuitas pada sedimen relatif dangkal ke sedimen yang lebih dalam. Namun, pada
sedimen lebih dalam peningkatan Tmax lebih bertahap, tanpa titik infleksi yang tajam
yang terjadi pada reflektansi vitrinit di kedalaman 2.000 m. Peningkatan Tmax relatif
sama pada reflektansi vitrinit dengan yang diamati oleh Durand dan Oudin (1980) di
endapan Mahakam Delta.
Gambar 7 menunjukkan rasio transformasi yang diplot sebagai fungsi dari
kedalaman saat ini. Ketika digambarkan dengan cara ini nilai yang di dapat digunakan
sebagai indeks pematangan yang baik (Espitalie dll, 1977) karena peningkatan harus
secara bertahap sebagai fungsi dari perkembangan hidrokarbon. Anomali pada tingginya
nilai kematangan tertentu akan menunjukan pengaruh impregnasi oleh migrasi atau
kontaminasi. Nilai-nilai yang tinggi dalam Formasi Imo yang dangkal menunjukkan
bahwa salah satu atau kedua kemungkinan tersebut telah terjadi. Di sekitar 1600 m, rasio
transformasi mulai meningkat secara bertahap sampai kedalaman 2.200 m, di mana titik
itu meningkat pesat menjadi 0.5 pada interval di bawah sekitar 1600 m, hal itu,
menyebabkan hidrokarbon terbentuk. Harus diingat bahwa sampel cutting ini sudah
berumur 20 tahun. Dan Selama periode waktu ini hilangnya hidrokarbon mungkin telah
terjadi, sehingga mengurangi jumlah S1, dan secara bersamaan dengan rasio transformasi.
Tetapi, hal ini tampaknya tidak terjadi pada skala yang besar karena nilai-nilai ini masih
relevan pada saat ini (Espitalie dkk, 1977; hasil pengamatan Gormly, tidak
dipublikasikan).
The Carbon Preference Index (CPI) atau kebanyakan fraksi n-alkana, biasanya
menurun sebagai fungsi dari kematangan dan pembentukan hidrokarbon (Tissot dan
Welte, 1978). Gambar 8 menunjukkan penurunan pada CPI dalam sumur dengan
kedalaman. CPI menurun secara teratur dari 1,5 dan mendekati nilai konstan 1.1 di
berbagai kedalaman 1.800-2.000 m. Ini memperkuat konsep dimana pembentukan
hidrokarbon telah dimulai pada interval kedalaman tersebut.
Gc/ms yang bercabang dan cylic alkana diekstrak dari sampel cutting pada
kedalaman sekitar 1600 m di serpih Nkporo juga memberikan informasi yang berguna
pada status kematangan. Anggota dari hopane dengan seri 27,29,30 dan 31 atom karbon
per molekul diketahui dari massa spektrum dan waktu retentasinya., anggota C27 kurang
stabil merupakan seri BB-hopane yang turut hadir tetapi hanya dalam jumlah sedikit.
Oleh karena itu, bahan organik dari lapisan tersebut dapat dikatakan pada tingkat evolusi
thermal menengah. Hal ini menegaskan bahwa pada kedalaman tersebut berhubungan
dengan TIHG pada sumur Akukwa-2 di bawah 1600 m.
ACKNOWLEDGEMENT
Kami berterima kasih kepada Dr. O. Agagu yang telah memberikan contoh cutting,
Dr P. Mukhopaday untuk analisis petrografi, dan Dr. S. W. Petters untuk komentarnya
pada naskah.