Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI

TERJEMAHAN PAPER
(Paleogeography, sedimentation and tectonics of the upper
cretaceous Anambra basin, southeastern Nigeria)

Diterjemahkan oleh :
x
111.160.xxx
Plug 15

LABORATORIUM SEDIMENTOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2017
Paleogeografi, sedimentasi dan tektonik pada kapur atas di cekungan
Anambra, Nigeria selatan
Kehlnde O. Ladtpo
Department of Geology and Mlnera]
Sciences University of llorln
P.M.B. 1515
Ilorln, Kwera State
Nigeria

SARI
Reinterpretasi lingkungan pengendapan pada suksesi cekungan Anambra denga
model-model sedimentalogi modern mengharuskan diperbaruinya paleogeografi pada
kapur akhir di Nigeria selatan. Fase transgresi dan regresi pada kala Campanian sampai
Paleosen dalam cekungan Anambra ditinjau berdasarkan interpretasi yang baru. Dengan
demikian, hal tersebut dapat menggambarkan, contohnya bahwa Formasi Mamu dan pada
bagian atas Batupasir Ajali dikontrol oleh transgresi Maastrichtian, yang dimulai pada
Campanian akhir, ditunjukan dengan pasang surut kenaikan eustatik permukaan laut
secara regoinal, yang berlangsung sampai Paleosen. Hal ini kontras dengan interpretasi
yang mengatakan bahwa fase regresi merupakan transgresi Maastrichtian yang pendek,
seperti telah diperkirakan sebelumnya oleh beberapa peneliti.
Pergerakan tektonik pada cekungan ini terbukti mengontrol siklus sedimentasi pada
kapur akhir, dengan ditunjukkan oleh variasi pola-pola ketebalan di seluruh cekungan.
Variasi fasies secara lateral di dalam dan pada batas-batas formasi, dari Utara ke Selatan,
menghasilkan slump dengan skala besar dan tipe atribut lain pada syn sedimentasi yamg
berkaitan dengan deformasi struktur pada aktivitas tektonik lebih lanjut yang aktif pada
cekungan selama periode sedimentasi. Pola subsidence (penurunan permukaan)
diperkirakan juga dipengaruhi oleh gempa bumi dan periode "quiescene", terutama pada
sub cekungan Ankpa Utara.

PENDAHULUAN

Paleogeograpfi Nigeria Temggara dianggap oleh banyak orang telah dikontrol oleh
siklus transgresi dan regresi (Burke dkk, 1972; Murat, 1972; Kogbe, 1978; Whiteman,
1982; Gambar 1), didasarkan pada rekognasi terhadap perulangan fasies "marine-
paralic-continental". Selama tahap akhir peristiwa Transgresi yang berpuncak pada
Paleosen disebabkan oleh pasang surut kenaikan eustatik permukaan laut, akibat dari efek
pergerakan kerak lokal selama transgresi Maastrichtian (Reyment dan Reyment, 1980).

Gambar 1. Siklus transgresi-regresi pada kapur atas-tersier bawah di cekungan Anambra


modifikasi whiteman (1982)

Burke dkk (1972) menggambarkan siklus sedimentasi merupakan peristiwa


ekstensif yang pendek pada Campanlan akhir sampai Maastrlchtlan di mana serpih
Nkporo ekivalen secara lateral, dengan Serpih Enugu dan batupasir Owelli, serta Formasi
Mamu (bagian bawah berupa batubara), Batupasir Ajali (lapisan batupasir) dan Formasi
Nsukka (bagian atas berupa batubara) yang terendapkan; lalu siklus kedua dari Paleosen
sampai Eosen berupa serpih Imo, Formasi Ameki dan akumulasi pasir Nanka (Gambar
2). Interpretasi tentang episodik transgresi dan regresi mendasari suatu pemahaman
penyebab perubahan permukaan laut, interpretasi lingkungan unit formasi yang berbeda
dalam suksesi serta lateral variabilitas dalam pengendapan karakteristik seluruh
cekungan.
Gambar 2. Peta Geologi Cekungan Anambra

Suatu review di dalam literatur (Burke dkk, 1972; Murat, 1972; Kogbe, 1978;
Petters, I978, 1983) menunjukkan, bagaimanapun, bahwa tafsiran sedemikian sering
tidak didasarkan pada data sedimentalogi yang memadai dan analisis urutan dari fasies
sedimen, juga tidak tepat dengan perbandingan analogi modern. Karya-karya yang lebih
baru pada karakteristik pengendapan beberapa juga mengenai formasi didasarkan
pendekatan proses-respon (Nwajide, 1979, 1980; Ladipo, 1986a; 1986b) sekarang telah
mengambarkan dengan lebih meyakinkan tentang interpretasi pada pengendapan
karakteristik dan pola sedimentasi secara umum dalam cekungan. Sebagai contoh, Fase
regresi pada siklus sedimen pertama dalam cekungan Anambra (Murat, 1972; Gambar
1) diperkirakan telah membentuk sekuen deltaic (?) Formasi Mamu dan fluvio-deltaik
batupasir Ajali (Hoque dan Ezepue, 1977; Agagu, 1978; Belenggu 1978, 1983). Sekuen
ini sekarang telah dinterpertasikan kembali terdiri dari estuarin, tidal flat, offshore bar
dan lingkungan laut dangkal semuanya tidak menunjukan adanya regresi, seperti
sebelumnya diperkirakan. (Ladido, 1986c). Karya ilmiah menyimpulkan penetian
sebelumnya tentang pengendapan karakteristik formasi sedimen dalam cekungan
Anambra dan variasi fasies lateral dalam pola pengendapan, yang berlangsung bersamaan
dengan pembentuk mekanisme subsidence sebagai dasar revisi sejarah palaeografi
cekungan.
Gambar 3. Pola tektonik dan variasi pola ketebalan sedimen kapur atas (Agagu dan Adhigije,
1983)

Pengaruh tektonik subsidence pada pola sedimentasi di seluruh bagian bawah


palung Benue(Reyment dan Reyment, tahun 1978; Reyment, 1980), terutama dalam
variasi ketebalan sedimen (Agagu dan AdhigiJe, 1983), ditunjukkan Gambar 3).
Cekungan Anambra dibagi menjadi Ankpa Utara, dan Onltsha Selatan, masing-masing
dipisahkan oleh tinggi Nsukka. Subsidence terbesar terletak di sub-cekungan Onltsha
Selatan. Ini dapat dibuktikan dari pola pengendapan dimana pola subsidence berlangsung
secara periodik, terutama dari daerah utara sungai. Struktur slum berskala besar dan
deformasi struktural syn-sedimentasi lainnya yang juga disebabkan oleh pergerakan
tektonik pada cekungan.
STRATIGRAFI

Suksesi stratigrafi di cekungan Anambra dalam tulisan ini diadopsi dari Reyment
(1965, Gambar 2). Agagu dan Adhigije (1983) mengasumsikan bahwa antara 5.000 dan
7.000 meter dari sedimen mendasari suksesi post-santontan di cekungan Anambra, tapi
ini sebagian besar tidak tersingkap.
Suksesi (urutan) post-Santonian di cekungan dimulai dari serpih Nkporo yang
Zaborski (1983) berumur Campanian akhir berdasarkan Llaycoceras dandease and
Bostrychoceras palyplochum (Reyment, 1980). Singkapan Formasi umumnya sedikit,
meskipun ketebalan sekitar 1.000 meter (Reyment, 1965; Kogbe, 1978). Secara lateral
Serpih Nkporo ekivalen dengan Awgu ekivalen dengan Serpih Enugu bersifat karbonatan
dan Satupasir Owelli. Cekungan ekstrem di bagian utara, di sekitar Ayangba, Batupasir
Lokoja berkaitan dengan stratigrafi Serpih Nkporo seperti bekas timbunan Formasi
Mamu di daerah ini. Jan du Che dkk (1978) mendating Batupasir Lokoja berumur
Maastrichtian menggunakan palynomorphic assemblages. Dengan demikian, umur
chrono dari bawah sampai tengah Maastrichtian disugestikan sama dengan Formasi
Mamu pada bagian selatan ke utara cekungan.
Formasi Mamu terdiri dari batupasir sisipan lempung, dengan lapisan batubara di
bagian bawah formasi namun terbatas pada daerah pusatnya. Ketebalan bervariasi
berkisar dari sekitar 80 meter di selatan dan 90 meter di daerah cekungan ekstrem bagian
utara hingga lebih dari 300 meter di daerah pusat sekitar Enugu. Bagian Formasi yang
hampir lengkap telah dideskripsikan dari Leru-Oklgwe di sepanjang jalan tol Enugu Port-
Harcourt (Ladipo, dalam persiapan), dan interval yang sesuai dengan bagian atas suksesi
dari berbagai tempat di sekitar Enugu, Otukpa dan Ayangba di daerah tengah dan utara
cekungan. Formasi Mamu terlihat menunjukkan perubahan fasies lateral yang sangat
cepat dan berbeda di cekungan.
Batupasir Ajali secara tidak selaras melewati asosiasi fasies secara lateral dengan
Formasi Mamu di selatan. Formasi dideskripkan berukuran medium-kasar, agak
menyudut sampai agak bulat berupa Arenit Kuarsa (Hoque dan Ezepue, 1977; Nwajide
dan Hoque, 1982) dengan ketebalan maksimum sekitar 550 meter pada bagian tengah
cekungan sekitar Onltsha (Agagu, 1978; Tamfu, 1982).
Fasies Formasi Nsukka bagian atas adalah bagian yang paling buruk dari suksesi di
Cekungan Anambra, karena Formasi ini sulit untuk deskripsi secara rinci dan
penginterpertasiannya. Reyment (1965) menggambarkan Formasi Nsukka sebagai
diendapkan selaras diatas Batupasir Ajalt; lebar formasi melebar kearah utara sekitar 13
dari sumbu yang sempit tepat di sebelah selatan Enugu menuju Sungai Anambra. Litologi
Formasi Nsukka digambarkan sangat mirip dengan Formasi Mamu, yang terdiri dari
batupasir sisipan serpih dengan batubara tipis di beberapa tempat. Kumpulan
foraminiferal dari formasi menunjukan berumur Maastrichtian (Kogbe et aL, 1978),
mungkin hingga ke Paleosen.
Mesikipun, Serpih Imo adalah pengendapan pertama kala Paleosen di Cekungan
Anambra (Reyment, 1965). Deskripsi litologinya berwarna abu-abu ke serpihan hijau
muda dengan struktur laminasi terkadang interklas batupasir karbonatan, napal dan batu
gamping (Kogbe et aL, 1978), semuanya diendapakan dalam lingkungan laut. Nwajide
(1979) mengemukakan status formasi baru yaitu Batupasir Nanka, dengan Formasi
Ameki sebagai ekivalen yang setara. Dia menggambarkan Batupasir Nanka sebagai
bagian batupasir setebal 345 meter dengan umur Eosen (Reyment, 1965), karena terletak
di antara Serpih Imo dan Formasi Asaba Ogwashi yang telah didating berumur Eosen
eosen dari kumpulan palinomorph ( Jan du Chene et aL 1978b; Omatsola dan Ogunsanmi,
1977 dalam Nwajide 1979). Deskripsi litologi dari Batupasir Nanka utamanya berukuran
medium sampai kasar berupa kuarsa arenit dengan berseling dengan sedikit lapisan
batulempung. Di daerah ekstrem di bagian selatan cekungan, ekuivalen secara lateral
dengan Formasi Ameki yang terdiri dari batupasir cross-bedded batupasi glauconit yang
kasar sisipan batulempung yang tipis.
SEJARAH PENGENDAPAN
Sedimentasi aktif post-Santonlan di Cekungan Anambra merupakan sejarah
dimulai pengendapan Serping Nkporo di Campanian akhir. Zaborski (1983)
menggambarkan bagian campuran dari Serpih Nkporo, setebal 47 m, di Lokpanta di dekat
Okigwe (Gambar 2) di mana terdapat serpih berstruktur fossiliferous di endapkan diatas
batupasir berlapis lenticular dan batupasir ripple laminasi dua arah, batulempung,
pengendapan yang berhubungan dengan multishore channel yang terjadi. menutupi
Formasi Mamu Atas. Pengkasaran keatas (CU) yang umum menunjukkan material delta
yang mengisi cekungan laut. Lebih jauh ke pedalaman ke utara Awgu, asosiasi Serpih
Enugu dan Batupasir Owelli menunjukkan lingkungan flood plain berlumpur yang luas
dimana terdapat saluran sinuositas tinggi yang mengendapkan tubuh batupasir secara
linier (Collinson 1978). Lapisan batupasir tipis terbetuk di dekat channel sand, berada di
persimpangan jalan raya Enugu Port Harcourt, di mana lipatan yang kompak dapat dilihat.
Lapisan batupasir tipis yang terbentuk di dekat channel sand berstuktur ripple laminasi,
sering kali ditemukan juga bioturbasi, dan diliputi oleh lapisan batubara tipis. Hal ini
menunjukkan bahwa sedimentasi tersebut hasil endapan overbank di dataran banjir
(Elliott 1974).
Interpretasi lingkungan pengendapan Formasi Mamu dan variasi lateral
karakteristik pengendapannya telah dibahas dalam makalah terpisah (Ladipo, dalam
persiapan). Hal ini termasuk dalam estuarin, offshore bar, dataran pantai yang berlumpur,
kompleks punggungan chenier dan lingkungan tidal flat. Di bagian selatan cekungan, di
Leru (Lokpanta), dekat Okigwe, penipisan ke atas (FU) pada Formasi Manu ditafsirkan
sebagai fasies estuarin yang berkembang sebagai akibat tenggelamnya sistem saluran
distribusi di delta Campanian atas. Bukti pengaruh gelombang di sepanjang puncak
channel sand mendukung interpretasi sebagai estuarin "Tipe-i" (Pritchard, 1967; 1971).
Akumulasi shell debris berasal dari reworked serpih angular sisipan dalam serpih tebal
diasumsikan sebagai chenier ridges (Greensmith dan Tucker, 1969; 1975). Di bagian Atas
dari suksesi, yang ekivalen dengan stratigrafi Maastrichtian tengah, urutannya mengkasar
ke atas (CU) dengan pengkasarn ukuran butir, dan struktur internal didominasi oleh wave
ripple lamination dan stratifikasi silang siur hummocky. Struktur sedimen ini
menunjukkan model pengendapan di lepas pantai (Hamblin and Walker, 1979), yang
akhirnya berubah menjadi kondisi laut dangkal pada Batupasir Ajali, dengan lingkungan
off-shore bar yang mendominasi saat ini. Selama Maastrichtian awal, bagian tengah
cekungan berupa rawa-rawa yang luas yang membentuk batubara, ditutupi oleh sedimen
saluran muara distal. Di wilayah utara cekungan, tidal flat, multistore diendapkan pada
Maastrichtian awal. Urutan ini menunjukkan subsidence secara perlahan pada cekungan,
dan perubahan garis pantai diduga mengontrol pola distribusi fasies.
Sedimen laut dangkal dari Batupasir Ajali secara tidak selaras melewati asosiasi
fasial lateral Formasi Mamu dari selatan. Herringbone crossbedding, reaktivasi
permukaan dan tidal bundles, dimana menunjukan pasang surut air laut (Ladipo, 1986a;
1986b), semuanya mengasumsikan model subtidal pada Batupasir Ajali, beserta jejak
fosil (Opiomorpha, Skolithos dan berbagai variasi burrow). Pola paleo arus dari lapisan
silang siur menunjukan arus pasang surut helicoidal yang mungkin berasal dari sifat
memanjang pada cekungan, mirip dengan bagian selatan Laut Utara (McCave, 1971).
Di bagian paling atas Maastrlchtlan, Formasi Nsukka karena singkapannya yang
sangat buruk di seluruh cekungan, sehingga sulit untuk diinterpretasikan. Reyment (1965)
menggambarkan pola fasies umum yang sangat mirip dengan Formasi Mamu; Dengan
demikian Formasi Nsukka juga dapat dianggap sebagai lingkungan transisi, marjinal ke
laut dangkal yang masuk pada Batupasir Ajali. Formasi tersebut juga dapat menandai
dimulainya regresi di sub cekungan Ankpa utara di Maastrlchtian akhir, sementara di
selatan, di mana subsidence masih berlangsung, fasies laut Imera lebih dalam
didendapkan. Dengan demikian, Serpih Imo menandai batas transgresi pada cekungan
mengindikasikan kontinuitas progresif dengan pendalaman cekungan yang berlanjut dan
transgresi fasies laut yang lebih dalam. Regresi tersebut dimulai di sub-cekungan Onitsha
selatan, mungkin pada Eosen, ketika Batupasir Nanka dan Formasi Ameki diendapkan di
bar lepas pantai dangkal dan lingkungan pasang surut flat (Nwajide, 1980). Formasi
Amekl di dekat Ummahia menunjukkan serangkaian urutan menghalus ke atas yang
didominasi oleh cross stratification dengan struktur herringbone dan kemunculan fosil
jejak Ophiomorpha. Urutan ini diinterpretasikan sebagai saluran subtidal (de Raaf dan
Boersma, 1971).

Gambar 4. Sejarah Pengendapan pada Cekungan Anambra


Ringkasan karakteristik pengendapan dari suksesi cekungan Anambra diberikan
pada Gambar 4. Seperti yang terlihat di atas, urutan kejadian pengendapan di cekungan
menunjukkan mode pengendapan yang kontinyu dengan fasies yang dihasilkan dari
cekungan subsidence bertahap dan transgresi yang dimulai pada Campanlan akhir dan
bertahan sampai Maastrlchtlan akhir serta Paleosen di Ankpa utara dan sub cekungan
Onitsha bagian selatan, masing-masing. Regresi yang pertama kali ternemtil di Ankpa
sub-cekungan dengan Formasi Nsukka mungkin hanya sedikit terbatas ke sub-cekungan
Onitsha seperti yang diperlihatkan oleh pola singkapan yang digambarkan oleh Reyment
(1965). Formasi ini juga dianggap mewakili fasies garis pantai marjinal, walaupun
informasi bawah permukaan yang lebih rinci dapat memperbaiki interpretasi.

PENGARUH TEKTONIK TERHADAP SEDIMENTASI

Dampak yang umum dari pola subsidence cekungan pada sedimentasi telah
dijelaskan oleh Agagu dan AdhiglJe (1983), terutama pada variasi ketebalan di seluruh
cekungan (Gambar 3). Meskipun ketebalan total yang tepat dari post santonlan ke
suksesi Eosen di masing-masing sub-cekungan ini tidak ditemukan, sub cekungan di utara
telah membuktikan mengalami penurunan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sub-
cekungan Onltsha. Ketebalan formasi yang ditentukan dari studi permukaan dan bawah
permukaan beberapa formasi Campanian dan Maastrichtian benar-benar membuktikan
penurunan bertahap di sub cekungan utara, dan kedua bahwa sub cekungan Onitsha
asimetris dalam profil longitudinal dengan penurunan maksimum terhadap bagian
tengahnya di sekitar Enugu dan Onitsha. Hal ini mungkin sebagian disebabkan oleh sifat
aktif Tinggian Nsukka non margin (Gambar 3) dan efek gabungan dari pergerakan kerak
lokal di sub cekungan selatan serta perubahan regional pasang surut muka air laut
(Reyment 1978, 1980). Ketebalan pada Formasi Mamu dan Batupasir Ajali di bagian
tengah cekungan tiga kali lebih besar dalam perbandingan di dasar cekungan selatan dan
utara.
Diskusi ini membahas lingkungan tidal flat dari sub-cekungan Ankpa utara di
daerah Ayangba, (Ladipo, dalam persiapan), pola penurunan bertahap diasumsikan pada
transgresi yang diperkirakan berkembang selama periode "quiescene" dengan
perkembangan lapisan paleosoil namun pada siklus transgresi yang baru dimulai dengan
fase baru penurunan cekungan.
Contoh dari slump dengan skala besar dan struktur deformasional syn-sedtmentasi
lainnya, termasuk slump ball, load cast dan convolute strata, umum terbentuk di sebagian
besar cekungan, dan utamnya ketika menjalang transisi antara Formasi Mamu dan
Batupasir Ajali, di mana struktur slump utama dipengaruhi beberapa meter dari suksesi
terjadi. Gerakan kerak vertikal selama Maastrlchttan akhir (Reyment 1980), disertai
gempa bumi mungkin telah mengontrol mekanisme penggerak untuk pembentukan
struktur deformasi ini (Kuenen, 1958; Mills, 1983).
RINGKASAN DAN KESIMPULAN
Berbeda dengan model sejarah geologi Cekungan Anambra sebelumnya, urutan
peristiwa pengendapan yang diinterpertasi ulang dari proses yang mengontrol struktur
sedimen utama menghadirkan model baru dari transgresi tunggal dan meluas yang timbul
pada subsidence kerak bumi lokal dan pergerakan estuasi regional yang dimulai di
Campani akhir dan berkembang ke utara sampai ke Maastrichtian berlangsung sampai
Paleosen di sub-cekungan Onlteha selatan. Dengan demikian, bersamaan dengan
dimulainya regresi di sub-cekungan Ankpa utara pada Maaetrtchtian awal sampai
Paleosen awal, wilayah selatan masih menyusut sampai akhir Paleosen pada akhir
transgresi regional terbentuk, ketika garis pantai berubah pada fasies dari Batupasir
Nanka diendapkan sebagai bagian dari fase regresif utama. Model penurunan terus dan
berbeda-beda di Cekungan Anambra tidak hanya menjelaskan variasi dalam pola
ketebalan, tetapi juga variasi lateral yang terlihat pada fasies.

Anda mungkin juga menyukai