Anda di halaman 1dari 9

Awal 2017, Angka Kematian Ibu di Jateng Capai 79 Kasus

Kamis, 09 Mar 2017 11:26 WIB

Foto ilustrasi. (Ant/Septianda Perdana)

Metrotvnews.com, Grobogan: Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menilai penurunan


angka kematian ibu (AKI) hamil dan menyusui di sejumlah daerah belum signifikan.

"Secara makro mengalami penurunan, namun penurunan AKI di Jateng masih sangat
sedikit," katanya di sela kunjungan kerja di Kabupaten Grobogan, seperti dilansir Antara,
Kamis, 9 Maret 2017.

Ganjar menyebutkan selama dua bulan pertama pada 2017 ini sudah tercatat 79 kasus AKI di
Jateng. Rinciannya, terbanyak ada di Kabupaten Kudus dengan tujuh kasus, Kabupaten
Grobogan dan Kota Semarang masing-masing enam kasus. Serta Kabupaten Rembang,
Pemalang, dan Brebes berada diperingkat ketiga dengan jumlah lima kasus. Sisanya, tersebar
di beberapa wilayah Jateng.

"Saya minta tolong kepala Dinas Kesehatan Kudus berkoordinasi dengan kepala dinas
provinsi, harus. Tidak boleh tidak," ujarnya.

Menurut Ganjar, untuk menekan AKI, perilaku hidup bersih masyarakat harus terus didorong
dan lebih digiatkan. Selain itu, kewaspadaan, kepedulian, dan respons bupati dan wali kota
harus dimunculkan dan ditingkatkan, serta terus meningkatkan komunikasi
dengan pemerintah provinsi dan pusat.

"Salah satu cara yang paling tepat untuk mengurangi jumlah AKI di Jateng adalah dengan
mengintensifkan program 'Nginceng Wong Meteng' dan mengoptimalkan peran serta
masyarakat, khususnya PKK dan para mahasiswa, program tersebut akan berjalan lebih
efisien," katanya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Jateng Yulianto Prabowo mengatakan penurunan AKI
di Jateng melampaui target yang ditentukan. "Pada akhir 2016, AKI di Jateng tercatat 109,65
per 100.000 kelahiran hidup atau melampaui target 117 per 100.000 kelahiran hidup,"
ujarnya.
http://jateng.metrotvnews.com/peristiwa/ob37YLmb-awal-2017-angka-kematian-ibu-di-
jateng-capai-79-kasus
6 Ibu Melahirkan Meninggal di Tahun 2017

Oleh : Nul Zainul Mukhtar15 Agustus 2017 19:00

INILAH, Garut - Kabupaten Garut masih kesulitan mengatasi tingginya angka


kematian ibu melahirkan, dan bayi baru lahir.

Dari Januari hingga Juli 2017, kejadian kematian ibu melahirkan di Kota DOdol tersebut
mencapai sebanyak 26 kasus, dan kematian bayi baru lahir mencapai sebanyak 155 kasus.

Memang masih di bawah rata-rata kasus pada 2016. Mudah-mudahan saja tidak bertambah.
Ini mesti menjadi perhatian semua pihak, tutur Kepala Bidang Kesehatan Lingkungan Eman
Suherman pada Pertemuan Penguatan Forum Masyarakat Madani KAMI SIAGA dalam
Gerakan Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir di Kabupaten Garut di aula Koperasi Warga
Kesehatan Jalan Pahlawan, Selasa (15/8/2017).

Selama 2016, lanjut Eman, di Garut terjadi sebanyak 74 kasus kematian ibu melahirkan, dan
sebanyak 333 kasus kematian bayi baru lahir. Sehingga menempatkan Kabupaten Garut
sebagai kabupaten tertinggi angka kematian ibu melahirkan dan bayi baru lahirnya
dibandingkan kabupaten/kota lain di Jawa Barat.

Disebutkan, penyebabnya bukan semata-mata faktor kesehatan melainkan lebih karena gaya
hidup masyarakatnya yang belum mengikuti standar pola hidup bersih dan sehat (PHBS).

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Garut menilai tingginya angka kematian ibu
melahirkan, dan anak atau bayi baru lahir di Kabupaten Garut selama ini terjadi bukan semata
karena penyakit atau faktor kesehatan melainkan bisa jadi lebih dipengaruhi faktor pola dan
gaya hidup masyarakat sendiri khususnya kalangan ibu hamil sendiri.

Sebanyak 60,8% kasus kematian ibu melahirkan di antaranya disebabkan karena eklamsi atau
hipertensi pada kehamilan, dan karena perdarahan. Bisa juga karena ibu hamil terlambat
dibawa ke fasilitas kesehatan ketika terjadi perdarahan.

Sedangkan kematian bayi baru lahir, sebanyak 72,03% di antaranya disebabkan berat badan
lahir bayi rendah, dan asfiksia atau sesak.

Berat badan bayi baru lahir itu rendah karena ibu hamil kurang asupan gizinya. Masalahnya,
bisa saja asupan gizinya itu kurang karena daya beli kurang, atau ada penyebab lainnya, kata
Eman. [jek]

http://www.inilahkoran.com/berita/jabar/71446/26-ibu-melahirkan-meninggal-di-tahun-2017
Penyebab Tingginya Angka Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia

Jumat, 10 Maret 2017 | 17:09 WIB

VIVA.co.id Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan, dr. Eni Gustina, MPH
menyebutkan, angka kematian ibu tercatat 305 per 100.000 kelahiran. Sementara tahun 2016
menunjukkan angka 4834, di tahun 2015 angkanya mencapai 4897, dan di tahun 2014
angkanya 5.048.

"Artinya Indonesia, dari angka yang dilaporkan saja, ada 400 ribu ibu
meninggal setiap bulan, dan 15 ibu meninggal setiap harinya," ujar Eni saat
temu media di Ruang Maharmardjono Kemenkes, Jakarta, Jumat 10 Maret
2017.

Eni mengungkapkan, penyebab tertinggi kematian ibu di tahun 2016, 32


persen diakibatkan perdarahan. Sementara 26 persen diakibatkan hipertensi
yang menyebabkan terjadinya kejang, keracunan kehamilan sehingga
menyebabkan ibu meninggal.

Karena itulah, Kemenkes menggiatkan kepada bidan-bidan untuk melakukan


deteksi dini risiko kehamilan. Kemenkes akan menyediakan alat untuk
memperkuat bidan. Jadi, ketika ditemukan hipertensi, sudah dicegah sejak
awal agar jangan sampai terjadi komplikasi.

Penyebab lain kematian ibu, Eni menambahkan, adalah karena penyebab lain
seperti faktor hormonal, kardiovskuler, dan infeksi.

Selain itu, Eni juga menyebutkan penyebab kematian pada bayi baru lahir.
Utamanya adalah bayi yang berusia 0-28 hari. Umumnya kematian bayi baru
lahir terkait dengan proses kehamilan dan persalinan.

"Tertinggi adalah karena berat lahir rendah, bisa karena prematur," imbuhnya.

Dan di tahun ini yang menjadi masalah hampir di semua wilayah di Indonesia
adalah karena kehamilan di bawah usia 20 tahun. Hamil dan bersalin di bawah
usia 20 tahun sangat berisiko karena di usia ini rahim belum siap dijadikan
tempat tinggal janin dan menjalani persalinan. Sehingga bisa menyebabkan
komplikasi.

Penyebab lain kematian bayi baru lahir adalah sesak napas dan infeksi.

http://www.viva.co.id/gaya-hidup/kesehatan-intim/892600-penyebab-tingginya-angka-
kematian-ibu-dan-bayi-di-indonesia
Menkes: Angka Kematian Ibu Memang Turun, Tapi Belum Cukup Signifikan

Ajeng Anastasia Kinanti - detikHealth

Selasa, 14/03/2017 15:00 WIB

Jakarta, Saat ini angka kematian ibu di Indonesia bisa dikatakan sudah mengalami
penurunan. Namun demikian, Menteri Kesehatan RI Prof Nila Djuwita F. Moeloek, SpM(K)
menegaskan angka ini belum signifikan dan masih butuh banyak pembenahan.

Beberapa waktu lalu Direktur Kesehatan Keluarga, Kementerian Kesehatan, dr Eni Gustina,
MPH pernah menuturkan bahwa sepanjang tahun 2014 data menunjukkan angka kematian
ibu di Indonesia mencapai 5.048 kasus. Lanjut pada tahun 2015 berkurang menjadi 897 kasus
dan data terakhir di tahun 2016 ada 4.834 kasus.

"Ini masih jadi masalah besar karena kita tidak bisa mencapai Millenium Development Goals
(MDGs), yakni dengan angka 102 per 100 ribu kelahiran. Kita saat ini masih sekitar 305 per
100 ribu kelahiran," tutur Menkes Nila saat membuka kegiatan 'Seruan Aksi Melanjutkan
Upaya Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir' yang diadakan di Kementerian Kesehatan,
Jakarta, Selasa (14/3/2017).

Sementara itu, angka target dari Sustainable Development Goals (SDGs) untuk angka
kematian ibu sendiri adalah 70 per 100 ribu kelahiran. Menkes Nila pun menilai target ini
membutuhkan kerja keras dari berbagai pihak.

"Sudah banyak program dilakukan tapi angka kematian ibu masih tinggi. Ini tidak main-
main, harus diperhitungkan dengan benar," imbuh Menkes Nila.

Salah satu program yang sudah berjalan dan sudah mulai memperlihatkan hasil saat ini
adalah program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS). Dalam program ini,
Kemenkes RI menggandeng United States Agency for International Development (USAID).

Dari tahun 2012 hingga saat ini, EMAS bekerja dengan berbagai fasilitas kesehatan ibu dan
anak di bawah kementerian di kabupaten prioritas enam provinsi sasaran yakni Sumatera
Utara, banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Melalui program
EMAS dan program-program terkait lainnya, Menkes Nila berharap ke depannya angka
kematian ibu dan anak Indonesia bisa terus menurun hingga mendapat hasil yang diinginkan.

https://health.detik.com/read/2017/03/14/145151/3446537/764/menkes-angka-kematian-ibu-
memang-turun-tapi-belum-cukup-signifikan

Tentang Program EMAS


Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) adalah program Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia yang didanai oleh United States Agency for International Development
(USAID), yang diluncurkan pada tahun 2011. Program 5 tahun (2011-2016) ini bekerja untuk
mengurangi kematian ibu dan bayi baru lahir di enam provinsi di Indonesia, yang
berkontribusi terhadap 50 persen kematian ibu dan bayi baru lahir. Yaitu, Sumatra Utara,
Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Hampir 70 persen dari semua kematian ibu dan 75 persen kematian bayi, terjadi di Jawa dan
Sumatra, yang sebagian besar diakibatkan oleh penyebab yang dapat dicegah.

Demi peningkatan layanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, program EMAS bermitra
dengan instansi pemerintah (nasional, provinsi dan kabupaten), organisasi kemasyarakatan,
fasilitas kesehatan milik negara dan swasta, organisasi kesehatan profesional serta sektor
swasta. Program EMAS adalah jalinan kemitraan dari lima organisasi : Jhpiego (mitra
pimpinan), Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan (LKBK), Muhammadiyah, Save the
Children dan Research Triangle Institute (RTI).

https://emasindonesia.org/tentang-program-emas/

ng"

Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan setinggi-tingginya sesuai


Rencana Strategis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018, maka Pembangunan Kesehatan dilakukan dengan
cara: 1) Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkeadilan, 2) Mewujudkan SDM yang
berdaya saing, 3) Mewujudkan peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan dalam pembangunan
kesehatan. 4) Melaksanakan pelayanan administrasi internal dan pelayanan publik yang bermutu.

Dalam hal penyelenggaran pelayanan informasi kesehatan kepada publik atau masyarakat, teknologi
informasi mempunyai peran strategis yang cukup besar, mengingat Jawa Tengah yang secara administrasi
wilayah tahun 2015 terdiri dari 29 (dua puluh sembilan) kabupaten, 6 (enam) kota, 573 (lima ratus tujuh puluh
tiga) kecamatan, 769 (tujuh ratus enam puluh Sembilan) kelurahan dan 7.809 (tujuh ribu delapan ratus
Sembilan) desa, dengan jumlah penduduk 36.746.094 jiwa. Memiliki 276 Rumah Sakit Umum Daerah dan
swasta, 875 puskesmas, dan fasyankes lainnya.
Diharapkan dengan penggunaan teknologi informasi akan dicapai pelayanan informasi yang cepat,
tepat, akurat, mudah, murah, efektif dan efisien, untuk terwujudnya pelayanan prima bagi masyarakat sampai
ke pelosok desa, bagi pengambil kebijakan dan stakeholders terkait maupun institusi pendidikan.

Visi Gubernur Jawa Tengah 2013-2018 adalah Menuju Jawa Tengah Sejahtera dan Berdikari,
dengan slogan mboten korupsi, mboten ngapusi. Dengan Misi ke-6: Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik
untuk Memenuhi Kebutuhan Dasar Masyarakat. Mempunyai tujuan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, dengan Sasaran menurunkan Angka Kematian dan Angka Kesakitan.

Strategi dilaksanakan melalui promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat, pelayanan kesehatan


dasar, peningkatan cakupan pemeliharaan Jaminan Kesehatan. Melalui kebijakan meningkatkan pemenuhan
Sarana Prasana Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan Serta Pemerataan Tenaga Kesehatan.

Makna sejahtera dalam bidang kesehatan sebagaimana tertuang dalam Program Unggulan Rakyat
Sehat adalah meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berpihak kepada publik, antara lain
(1) melengkapi sarana dan prasarana, fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai khususnya penambahan
kamar klas tiga dan puskesmas rawat inap, dan (2) melakukan pemetaan kesehatan warga sekaligus
mengembangkan sistem informasi pelayanan kesehatan online.

Di dalam pengelolaan informasi kesehatan, salah satunya adalah terkait indikator dan isu strategis,
yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). AKI di Jawa Tengah mengalami tren naik
turun dalam 3 (tiga) tahun terakhir, walaupun di tahun 2015 sedikit mengalami penurunan, dapat digambarkan
dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Kasus kematian ibu dan bayi tahun 2012-2015


JENIS 2012 2013 2014 2015
AKI (Angka 116,34 118,62 126,55 111,16
Kematian (675 kasus) (668 kasus) (711 (619
Ibu) per 100.000 kasus) kasus)
Kelahiran Hidup.
AKB (Angka 10,75 10,41 10,08 10,0
Kematian Bayi) (6.325 kasus) (5.865 kasus) (5.666 (5.571
per 1.000 kasus) kasus)
Kelahiran Hidup.

Sumberdaya tim internal pelaporan Ibu Hamil yaitu Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi (Kesga dan Gizi), Seksi
Manajemen Informasi dan Pengembangan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan
sumberdaya tim eksternal dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2. Sumberdaya Tim Eksternal.


No. SDM JUMLAH
1. Kasie Kesehatan Ibu dan Anak 35 Kab/Kota
2. Kasie Data dan Informasi 35 Kab/Kota
3. Bidan Koordinator 875 Puskesmas
4. Bidan Desa: 4.044 orang
PNS 4.958 orang
Non PNS
5. PKK Provinsi/Kab/Kota 35 Kab/Kota
6. Kader Kesehatan
7. Kelompok Dasawisma Kelompok 10-20 RT
8. Lintas Sektor terkait: BKKBN, Bapermas,
Kemenag, Diknas, Institusi Diknakes,
Organisasi Profesi, dst
PERMASALAHAN

Permasalahan utama pada mekanisme pelaporan Ibu Hamil (kohort ibu dan kantong persalinan) saat
ini sebagian besar masih dilakukan secara manual (pelaporan rutin bulanan) dan berjenjang dari fasilitas
kesehatan di desa (bidan desa, bidan koordinator, poliklinik kesehatan desa), puskesmas sampai dengan
dinas kesehatan kabupaten/kota. Sedangkan Dinas Kesehatan Provinsi melakukan perhbitungan Ibu Hamil
berdasarkan sasaran tahunan. Keterlambatan mengenali informasi tanda bahaya atau factor resiko ibu hamil
dan merujuk atau mendapatkan pertolongan di fasilitas pelayanan kesehatan berdampak pada keselamatan
ibu dan bayinya.
Penyebab tidak langsung kematian ibu disebabkan berbagai faktor, antara lain kurangnya informasi
tentang sosial ekonomi/kemiskinan, pendidikan, kedudukan peranan wanita, sosial budaya dan transportasi,
yang berdampak pada 3 Terlambat dan 4 Terlalu.
Tiga terlambat, antara lain: 1)Terlambat mengenali tanda bahaya/ resiko dan mengambil keputusan.
2)Terlambat untuk mencapai fasiltas pelayanan kesehatan. 3)Terlambat untuk mendapatkan pertolongan di
pelayanan kesehatan. Dan 4 Terlalu yaitu Terlalu muda mempunyai anak (usia <20 tahun), Terlalu banyak
melahirkan (>3 anak), Terlalu rapat jarak kelahiran (<2 tahun) dan Terlalu tua (usia >35 tahun )
Oleh sebab itu dibutuhkan informasi yang mudah, murah, cepat dan akurat, untuk pengambilan
tindakan secara cepat dan langkah tindaklanjut secara tepat, untuk pengambil kebijakan maupun upaya
preventif serta edukasi kepada masyarakat.

PEMECAHAN MASALAH

Melalui Program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng (5NG) Selamatkan Ibu dan Anak.
Apa itu 5NG?

Program 5NG memiliki 4 fase yaitu Fase Pra Hamil, Fase Kehamilan, Fase Persalinan dan Fase Nifas.
Sistem Fase Pertama (Fase Sebelum Hamil);

Fase ini terdapat 2 terminologi yaitu Stop dan Tunda. Stop hamil jika ibu dengan usia >35 tahun dan
sudah memiliki anak; faktor kesehatan tidak memungkikan/ berbahaya bagi kesehatan. Tunda jika usia <20
tahun dan kondisi kesehatan belum optimal.
Sistem ini sangat berkaitan dengan BKKBN, Bapermas (Pemberdayaan Masyarakat), BP3AKB (Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana), Kementrian Agama, Dinas
Pendidikan, Lintas Sektor: PKK, Dasawisma dan Masyarakat. Melakukan pendataan WUS (Wanita Usia Subur)
yang akan menjadi database WUS yang terintegrasi dengan data NIK (Nomor Induk Kependudukan).
Peran BKKBN, BP3AKB memberikan fasilitasi teknis program Keluarga Berencana, mendorong peran
aktif masyarakat sebagai akseptor Keluarga Berencana. Sedangkan Kementrian Agama, Dinas Pendidikan
dan PKK, masyarakat mendorong perubahan Undang-Undang tentang Pernikahan didorong atau diusulkan
untuk batasan usia minimal 20tahun serta mendorong wajib belajar minimal 12tahun.

Sistem Fase Kedua (Fase Hamil);


Fase Ini dapat dideteksi, di data, dilaporkan secara sistem melalui teknologi informasi.
Ibu yang hamil dicatat oleh bidan desa, dengan bidan koordinator (Bikor) atau Gasurkes (petugas
surveilans kesehatan) sebagai koordinator wilayah, dikawal atau diperiksa oleh tenaga kesehatan (minimal 1
kali oleh dokter) dan dapat diketahui atau dikenali faktor-faktor resikonya. Ibu hamil dengan faktor risiko
tinggi (risti) diberikan tanda. Ke depan tanda bisa berupa gelangisasi seperti gelang haji yang dapat memuat
informasi tentang data kesehatan ibu hamil beserta faktor risikonya.
Ibu hamil dapat diinceng, diketahui NIK berapa, berdomisili dimana, desa/ kelurahan, kecamatan,
kabupaten/ kota, dengan 15 faktor risiko kehamilannya (faktor risiko berdasarkan Permenkes tentang
Kesehatan Ibu dan Anak, antara lain primigravida, anemia, gangguan persalinan, riwayat kehamilan, riwayat
penyakit keluarga, jarak persalinan, kelainan janin, dst).
Bagi PKK, dasawisma dan masyarakat dapat berperan aktif memantau, mengingatkan, mengarahkan
bahkan menfasilitasi untuk melakukan pemeriksaan secara rutin.
Kedepan NIK ibu hamil ter-integrasi, bridging dengan data NIK se Jawa Tengah dan dengan BPJS,
sehingga dapat diketahui ibu hamil tersebut memiliki jaminan asuransi kesehatan atau jaminan persalinan
atau jaminan kesehatan lainnya. Sehingga secara cepat, secara Online dengan teknologi, ibu hamil dapat
diinceng, diketahui, dikenali dan dideteksi dini untuk merencanakan persalinannya secara tepat dan lebih
baik. Menyiapkan dan menentukan tempat yang akan digunakan dalam melakukan proses persalinan,
menyiapkan keluarganya, menyiapkan transportasi, menyiapkan pembiayaannya, dst.
Pada sisi fasilitas pelayanan kesehatan dapat merencanakan dan menyiapkan fasilitas persalinan
dengan baik, meliputi ketersediaan tenaga kesehatannya (dokter umum, dokter spesialis anaesthesi, perawat,
bidan), obat-obat dan persediaan perbekalan kesehatan, penyiapan ruang bersalin dan ruang operasi jika
diperlukan, dan seterusnya.

Sistem Fase Ketiga (Fase Persalinan);


Ibu hamil yang akan melahirkan dikawal didampingi. Ibu dengan persalinan normal bersalin di fasilitas
kesehatan dasar standar, sedangkan ibu hamil dengan resiko tinggi dirujuk ke Rumah Sakit dan dipantau
diinceng oleh PKK/ Dasa Wisma dan Masyarakat.
Proses rujukan melalui sistem SIJARI EMAS, untuk 12 Kabupaten/kota yang sudah dilatih dan
difasilitasi EMAS, sedangkan kabupaten lainnya dapat menggunakan PSC (Public Service Center) atau
SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu) untuk monitoring proses rujukan.

Sistem Fase Keempat (Fase Nifas);


Ibu nifas diberikan asuhan keperawatan pasca persalinan baik oleh dokter/bidan/perawat dan dipantau
oleh PKK/Dasa Wisma dan Masyarakat. Sistem fase keempat ini mencatat dan memonitor ibu nifas dan bayi
sampe 1000 Hari Pertama Kelahiran,
Apabila terdapat kasus kematian ibu atau bayi dicatat secara sistem melalui SIKIB (Sistem informasi
pemetaan kasus kematian ibu dan bayi), dst.
Pada ke-empat fase ini didukung pula dengan keterpaduan peran Institusi Pendidikan Kesehatan
(Poltekkes, Akbid, Akper, STIKES, dst) melalui Program OSOC (One Student One Client) yang nantinya dapat
ditingkatkan menjadi One Tim One Community (OTOC). Pada program OSOC ini, satu mahasiswa diberikan
akses ke database 5NG dan penugasan untuk ikut mengawal, memonitoring ibu hamil, namun tidak dalam
kapasitas memberikan pelayanan medis kesehatan, sehingga berperan seperti manajer kasus kesehatan ibu
hamil.
Keempat fase ini didukung monitoringnya dengan teknologi informasi, sehingga memudahkan bagi
semua pihak yang terlibat secara aktif ikut monitoring, ikut nginceng, dapat mengakses, melakukan
advis/saran, observasi, menganalisa, rujukan dan tindakan lebih lanjut.
Pelaksanaan Program 5NG Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng akan dikawal, dibawah
koordinator Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah.
Program 5NG ini merupakan upaya terobosan mendukung Program Pembangunan Rakyat Sehat,
khususnya misi untuk memfokuskan pada:

1. Rakyat Sehat, dengan memberikan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan bagi seluruh masyarakat
(Sistem informasi Yankesdas dan Yankes Rujukan);
2. Menguatkan Sistem Pelayanan Publik, dengan meningkatkan koordinasi, pembinaan, pengawasan
untuk perbaikan kinerja dan sistem pelayanan publik dan keterbukaan informasi publik;
3. Pembangunan Infrastruktur, dengan menyediakan prasarana dan sarana kesehatan, dan teknologi
informasi dalam mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Output atau hasil-hasil keluaran sistem 5NG, dapat dimanfaatkan bagi lintas program maupun lintas
seksi sebagai berikut:

a. Pelayanan Kesehatan: kualitas pelayanan kesehatan meningkat, dengan perbaikan pada pemenuhan
fasilitas pelayanan kesehatan, fasyankes yang ter-standard atau ter-akreditasi, Rumah Sakit PONEK
b. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit: dengan diketahuinya factor-faktor penyakit, histori
penyakit, penyakit keturunan pada ibu hamil dst, dapat dilakukan langkah antisipatip dan langkah
program lebih lanjut..
c. Farmasi dan Perbekalan Kesehatan: perencanaan obat dan perbekes menjadi lebih baik dan
peningkatan pelayanan kefarmasian (khususnya dalam penanganan ibu hamil sampai nifas).
d. Promosi dan Pemberdayaan: peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
Dengan diketahui faktor resiko ibu hamil, dan persebaran perdesaan-perkotaan, dapat dilakukan
perencanaan promosi kesehatan secara lebih baik dan focus untuk intervensi pada permasalahan.
e. Sumber Daya Kesehatan: pemerataan tenaga kesehatan, distribusi tenaga kesehatan secara merata
dan berkeadilan di Jawa Tengah
f. BKKBN: Optimalisasi pelayanan KB. Ibu bersalin dan pasca nifas dapat dijaring secara sistem untuk
melakukan pelayanan KB
g. Disduknakestrans: menerbitkan Akte Kelahiran secara cepat berdasarkan status kelahiran Bayi
(dasar HPL dan status kelahiran bayi).

Outcome yang Diharapkan:

1. Ibu hamil, masyarakat semakin peduli atas kesehatan dan keselamatan ibu dan anak. Dengan
mengerti, menyadari faktor resiko tinggi dan faktor tak langsung lainnya, dapat menjaga kesehatan
dan keselamatannya, sehingga menjadi masyarakat yang sehat, ber-pengetahuan, mandiri dan
berdikari.
2. Meningkatnya derajat kesehatan masayarakat, dengan dapat ditekannya angka kematian ibu dan
bayi.
3. Meningkatnya peserta KB aktif, menurunnya dropout peserta KB dan un-met need KB.
4. Pelayanan kesehatan publik menjadi lebih baik dan meningkat.

KESIMPULAN
Mekanisme pencatatan dan pelaporan ibu hamil atau cohort ibu secara umum masih dilakukan manual
melalui pelaporan rutin dan berjenjang dari fasilitas kesehatan di desa, puskesmas sampai Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota.
Terdapat beberapa (2-3) kabupaten yang sudah memiliki pencatatan ibu hamil (SIMPUS, cohort online
atau aplikasi ANC). Sedangkan Dinas Kesehatan Provinsi menghitung sasaran ibu hamil berdasarkan angka
prediksi.
Melalui Program 5NG cukup 1 menit 1 ibu hamil terdeteksi, hanya variable utama (NIK, nama ibu hamil,
domisi, 15 faktor risiko, HPHT, HPL) yang dicatat dan dilaporkan secara online, mempunyai peran dan arti
sangat vital untuk pengambilan keputusan secara cepat dan tepat.
Bagi dinas kesehatan kabupaten/ kota (tenaga kesehatan, bidan desa, bidan koordinator, perawat,
dokter, farmasi) dapat melakukan langkah-langkah antisipatif secara baik dan terencana sehingga Ibu dan
Bayi Selamat. Bagi PKK, dasawisma, masyarakat bisa nginceng wong meteng dengan cara memantau,
mengawal, mengingatkan, merujuk ibu hamil pada wilayahnya. Bagi pengelola program untuk proses
perencanaan program kesehatan ibu dan bayi mendasarkan pada prioritas masalah sehingga menjadi lebih
tepat, efektif dan efisien. Serta bagi lintas sektor (BKKBN, Bapermas, BP3AKB, Kemenag, Diknas,
Disduknakertrans dan Organiasi Prosfesi) dapat turut berperan dalam pemberdayaan, edukasi kepada
masyarakat dan pelayanan publik lainnya secara cepat.
http://www.dinkesjatengprov.go.id/v2015/index.php/39-rokcontent/frontpage/344-hamil

Anda mungkin juga menyukai