HIPOTIROID
A. PENGERTIAN
Hipertiroidisme adalah keadaan dimana terjadi peningkatan hormon tiroid lebih dari yang
dibutuhkan tubuh. Tirotoksikosis merupakan istilah yang digunakan dalam manifestasi klinis yang
terjadi ketika jaringan tubuh distimulasi oleh peningkatan hormon tiroid. Angka kejadian pada
hipertiroid lebih banyak pada wanita dengan perbandingan 4:1 dan pada usia antara 20-40 tahun
(Black,2009)
Hipertiroidisme adalah kadar hormon tiroid yang bersirkulasi berlebihan. Gangguan ini
dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid hipofisis, atau hipotalamus. (Elizabeth J.Corwin:296)
B. ETIOLOGI
1. Adenoma Hipofisis
Penyakit ini merupakan tumor jinak kelenjar hipofisis dan jarang terjadi.
2. Penyakit Graves
Penyakit graves atau toksik goiter diffuse merupakan penyakit yang disebabkan
karena autoimun, yaitu dengan terbentuknya antibodi yang disebut thyroid-stimulating
immunoglobulin (TSI) yang mendekati sel-sel tiroid. TSI meniru tindakan TSH dan
merangsang tiroid untuk membuat hormon tiroid terlalu banyak. Penyakit ini dicirikan
adanya hipertiroidisme, pembesaran kelenjar tiroid (goiter) dan eksoftalmus (mata melotot).
Merupakan inflamasi kelenjar tiroid yang biasanya disebabkan oleh bakteri seperti
streptococcus pyogenes, staphylococcus aureus, dan pneumococcus pneumonia. Reaksi
peradangan ini menimbulkan pembesaran pada kelenjar tiroid, kerusakan sel dan
peningkatan jumlah hormon tiroid. Tiroiditis dikelompokan menjadi tiroiditis subakut,
tiroiditis postpartum, dan tiroiditis tersembunyi.
1) Tiroiditis Subakut
2) Tiroiditis Postpartum
3) Tiroiditis Tersembunyi
5. Pengobatan Hipotiroid
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Sistem Kardiovaskuler
2. Sistem Pernafasan
4. Sistem Gastrointestinal
5. Sistem Muskuloskeletal
6. Sistem Integumen
Berkeringat yang berlebihan, kulit lembab, merah hangat, tidak toleran panas,
keadaan rambut lurus, lembut, halus dan mungkin terjadi kerontokan rambut.
7. Sistem Endokrin
8. Sistem Saraf
Meningkatnya refleks tendon dalam, tremor halus, gugup gelisah, emosi tidak stabil
seperti kecemasan, curiga tegang dan emosional.
9. Sistem Reproduksi
10. Eksoftalmus
Yaitu keadaan dimana bola mata menonjol ke depan seperti mau keluar.
Eksoftalmus terjadi karena adanya penimbunan karbohidrat kompleks yang menahan air
dibelakang mata. Retensi cairan ini mendorong bola mata kedepan sehingga bola mata
nampak menonjol keluar rongga orbita. Pada keadaan ini dapat terjadi kesulitan dalam
menutup mata secara sempurna sehingga mata menjadi kering, iritasi atau kelainan kornea.
D. PATOFISIOLOGI
Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi CAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya
adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme konsentrasi TSI meningkat.
Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama
12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi
hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh
kelenjar hipofisis anterior. Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid dipaksa mensekresikan
hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori
kelenjar tiroid membesar.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat terjadi pada sistem kardiovaskuler yaitu
dengan menstimulasi peningkatan reseptor beta adregenik, sehingga denyut nadi menjadi
lebih cepat, peningkatan cardiac output, stroke volume, aliran darah perifer serta respon
terhadap sekresi dan metabolisme hipothalamus, hipofisis dalam hormon gonad, sehingga
pada individu yang belum pubertas mengakibatkan keterlambatan dalam fungsi seksual,
sedangkan pada usia dewasa mengakibatkan penurunan libido, infertile dan menstruasi
tidak teratur.
1. Eksoftalmus
Keadaan dimana bola mata pasien menonjol keluar. Hal ini disebabkan karena
penumpukan cairan pada rongga orbita bagian belakang bola mata. Biasanya terjadi
pasien dengan penyakit graves.
2. Penyakit Jantung
Terutama kardioditis dan gagal jantung. Tekanan yang berat pada jantung bisa
menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang bisa berakibat fatal (aritmia) dan syok.
Pada periode akaut pasien mengalami demam tinggi, takhikardi berat, derilium
dehidrasi dan iritabilitas yang ekstrem. Keadaan ini merupakan keadaan emergensi,
sehingga penanganan harus lebih khusus. Faktor presipitasi yang berhubungan dengan
tiroksikosis adalah hipertiroidisme yang tidak terdiagnosis dan tidak tertangani, infeksi
ablasi tiroid, pembedahan, trauma, miokardiak infark, overdosis obat.
Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani
terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak
terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan hormon tiroid dalam jumlah yang sangat besar
yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia, dan apabila tidak diobati dapat
menyebabkan kematian.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Pemeriksaan Laboratorium
1. Serum T3, terjadi peningkatan (N: 70 250 ng/dl atau 1,2 3,4 SI unit)
T3 serum mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau total T3 total, dalam
serum. Sekresinya terjadi sebagai respon terhadap sekresi TSH dan T4. Meskipun
kadar T3 dan T4 serum umumnya meningkat atau menurun secara bersama-sama,
namun kadar T4 tampaknya merupakan tanda yang akurat untuk menunjukan adanya
hipertiroidisme, yang menyebabkan kenaikan kadar T4 lebih besar daripada kadar T3.
Tes yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan teknik
radioimmunoassay atau peningkatan kompetitif. T4 terikat terutama dengan TBG dan
prealbumin : T3 terikat lebih longgar. T4 normalnya terikat dengan protein. Setiap
factor yang mengubah protein pangikat ini juga akan mengubah kadar T4.
Tes Stimulasi TRH merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH di
hipofisis dan akan sangat berguna apabila hasil tes T3 dan T4 tidak dapat dianalisa. Pasien
diminta berpuasa pada malam harinya. Tiga puluh menit sebelum dan sesudah
penyuntikan TRH secara intravena, sampel darah diambil untuk mengukur kadar TSH.
Sebelum tes dilakukan, kepada pasien harus diingatkan bahwa penyuntikan TRH secara
intravena dapat menyebabkan kemerahan pasa wajah yang bersifat temporer, mual, atau
keinginan untuk buang air kecil.
3) Tiroid antibodi antiglobulin antibodi, titer antiglobulin antibodi tinggi (N: titer < 1 : 100).
Tes ini mengukur proporsi dosis iodium radioaktif yang diberikan yang terdapat
dalam kelenjar tiroid pada waktu tertentu sesudah pemberiannya. Tes ambilan iodium-
radioaktif merupakan pemeriksaan sederhana dan memberikan hasil yang dapat
diandalkan. Penderita hipertiroidisme akan mengalami penumpukan dalam proporsi yang
tinggi (mencapai 90% pada sebagian pasien).
6) Test Penunjang Lainnya
1. CT Scan tiroid, mengetahui posisi, ukuran dan fungsi kelenjar tiroid. Iodine radioaktif
(RAI) diberikan secara oral kemudian diukur pengambilan iodine oleh kelenjar tiroid.
Normalnya tiroid akan mengambil iodine 5 35 % dari dosis yang diberikan setelah
24 jam. Pada pasien hipertiroid akan meningkat.
2. USG, untuk mengetahui ukuran dan komposisi dari kelenjar tiroid apakah massa atau
nodule. Pemeriksaan ini dapat membantu membedakan kelainan kistik atau solid pada
tiroid. Kelainan solid lebih sering disebabkan keganasan dibanding dengan kelainan
kistik. Tetapi kelainan kistikpun dapat disebabkan keganasan meskipun
kemungkinannya lebih kecil.
7) EKG, untuk menilai kerja jantung, mengetahui adanya takhikardi, atrial fibrilasi dan
G. PENATALAKSANAAN
1. TERAPI UMUM
1) Obat Antitiroid
Biasanya diberikan sekitar 18-24 bulan. Contoh obatnya: propil tio urasil(PTU),
karbimazol.- Pemberian yodium radioaktif, biasa untuk pasien berumur 35 tahun/lebih
atau pasien yang hipertiroidnya kambuh setelah operasi.
Cara ini dipilih untuk pasien yang pembesaran kelenjar tiroid-nya tidak bisa
disembuhkan hanya dengan bantuan obat-obatan, untuk wanita hamil (trimester
kedua), dan untuk pasien yang alergi terhadap obat/yodium radioaktif. Sekitar 25%
dari semua kasus terjadi penyembuhan spontan dalam waktu 1 tahun.
2. FARMAKOTERAPI
Obat-obat antitiroid selain yang disebutkan di atas adalah:
1) Carbimazole (Karbimasol)
Berkhasiat dapat mengurangi produksi hormon tiroid. Mula-mula dosisnya bisa
sampai 3-8 tablet sehari, tetapi bila sudah stabil bisa cukup 1-3 tablet saja sehari. Obat
ini cukup baik untuk penyakit hipertiroid. Efek sampingnya yang agak serius adalah
turunnya produksi sel darah putih (agranulositosis) dan gangguan pada fungsi hati.
Ciri-ciri agranulositosis adalah sering sakit tenggorokan yangtidak sembuh-sembuh
dan juga mudah terkena infeksi serta demam. Sedangkan ciri-ciri gangguan fungsi hati
adalah rasa mual, muntah, dan sakit pada perut sebelah kanan, serta timbulnya warna
kuning pada bagian putih mata, kuku, dan kulit.
2) Kalmethasone (Mengandung Zat Aktif Deksametason)
Merupakan obat hormon kortikosteroid yang umumnya dipakai sebagai obat anti
peradangan. Obat ini dapat digunakan untuk menghilangkan peradangan di kelenjar
tiroid (thyroiditis).
3) Artane (Dengan Zat Aktif Triheksilfenidil)
Obat ini sebenarnya obat anti parkinson, yang dipakai untuk mengatasi gejala-
gejala parkinson, seperti gerakan badan yang kaku, tangan yang gemetar dan
sebagainya. Di dalam pengobatan hipertiroid, obat ini dipakai untuk mengobati tangan
gemetar dan denyut jantung yang meningkat. Namun penggunaan obat ini pada pasien
dengan penyakit hipertiroid harus berhati-hati, bahkan sebaiknya tidak digunakan pada
pasien dengan denyut jantung yang cepat (takikardia). Pada pasien yang denyut
nadinya terlalu cepat (lebih dari 120 kali per menit) dan tangan gemetar biasanya diberi
obat lain yaitu propranolol, atenolol, ataupun verapamil.
3. TERAPI LAIN
Adapun pengobatan alternatif untuk hipertiroid adalah mengkonsumsi bekatul.
Para ahli menemukan bahwa dalam bekatul terdapat kandungan vitamin B15, yang
berkhasiat untuk menyempurnakan proses metabolisme di dalam tubuh kita. Selain
hipertiroid, vitamin B15 juga dapat digunakan untuk mengobati diabetes melitus,
hipertensi, asma, kolesterol dan gangguan aliran pembuluh darah jantung (coronair
insufficiency), serta penyakit hati. Selain itu, vitamin B15 juga dapat meningkatkan
pengambilan oksigen di dalam otak, menambah sirkulasi darah perifer dan oksigenisasi
jaringan otot jantung.
DAFTAR PUSTAKA
Bare & Suzanne. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2. Jakarta: EGC
Runge MS, Ohman EM. (2004). Netters Cardiology, Edisi 1. New Jersey : Medi Media
Faizi M, Netty EP. (2006). Penatalaksanaan Hipertiroid Pada Anak. Surabaya : Divisi
Endokrinologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR RSU Dr. Soetomo Surabaya
Antono D, Kisyanto Y. (2009). Penyakit Jantung Tiroid. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI
Guyton AC, Hall JE. (2007). Textbook of Medical Physiology. Dalam : Rachman LY,
editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC
Sherwood L. (2001). Human Physiology : From Cell To Systems. Dalam : Santoso BI,
Editor. Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC