Anda di halaman 1dari 24

PRAKTIKUM BATUBARA

LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL


PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BAB VII
PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI
PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET

7.1. Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum proses mixing dan analisa hasil
mixing melalui uji pembakaran dengan pembutan kali ini,
antara lain:
1. Mengetahui konsep mixing pada proses preparasi dalam
skala laboratorium.
2. Menentukan komposisi yang pas serta perbandingan
campuran yang sesuai dengan permintaan untuk proses
mixing.
3. Mengetahui hasil analisa mixing batubara non-karbonisasi
dan karbonisasi dalam proses pembuatan dan uji
pembakaran pada briket batubara karbonisasi dan briket
batubara non-karbonisasi.
4. Membandingkan hasil briket batubara non-karbonisasi dan
karbonisasi sebelum dan sesudah proses mixing.

7.2. Dasar Teori


Batubara adalah salah satu sumber energi yang penting
bagi dunia, yang digunakan pembangkit listrik untuk
menghasilkan listrik hampir 40% di seluruh dunia. Di banyak
negara angka-angka ini jauh lebih tinggi, Polandia
menggunakan batubara lebih dari 94% untuk pembangkit
listrik, Afrika Selatan 92%, Cina 77%, dan Australia 76%.
Batubara merupakan sumber energi yang mengalami
pertumbuhan yang paling cepat di dunia di tahun-tahun
belakangan ini lebih cepat daripada gas, minyak, nuklir, air

7-1
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

dan sumber daya pengganti.


Produksi batubara saat ini berjumlah lebih dari 4030
Juta suatu kenaikan sebesar 38% selama 20 tahun terakhir.
Pertumbuhan produksi batubara yang tercepat terjadi di Asia,
sementara produksi batubara di Eropa menunjukkan
penurunan. Negara penghasil batubara terbesar tidak hanya
terbatas pada satu daerah Lima negara penghasil batubara
terbesar adalah Cina, AS, India, Australia dan Afrika Selatan.
Sebagian besar dari produksi batubara dunia digunakan di
negara tempat batubara tersebut diproduksi, hanya sekitar
18% dari produksi antrasit yang ditujukan untuk pasar
batubara internasional.
Produksi batubara dunia diharapkan mencapai 7 milyar
ton pada tahun 2030 sampai dengan Cina memproduksi
sekitar setengah dari kenaikan itu selama jangka waktu
tersebut. Produksi batubara ketel uap diproyeksikan akan
mencapai sekitar 5,2 milyar ton batubara kokas 624 juta ton
dan batubara muda 1,2 milyar ton.
(Anonim, 2015)
Batubara telah memainkan peran yang sangat penting
ini selama berabad-abad tidak hanya membangkitkan listrik,
namun juga merupakan bahan bakar utama bagi produksi
baja dan semen, serta kegiatan-kegiatan industri lainnya.
Sumber daya Batubara menyajikan tinjauan lengkap
mengenai batu bara dan maknanya bagi kehidupan kita.

Tinjauan ini menyajikan proses pembentukan batubara,


penambangannya, penggunaannya serta dampaknya
terhadap masyarakat dan lingkungan hidup. Tinjauan ini

7-2
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

menguraikan peran penting batubara sebagai sumber energi


dan betapa pentingnya batubara bersama sumber energi
lainnya dalam memenuhi kebutuhan energi dunia yang
berkembang dengan cepat.
Batubara sebagai bahan bakar telah banyak
dimanfaatkan dalam berbagai kebutuhan, antara lain untuk
pemakaian sehari-hari (skala kecil) dalam dapur-dapur
pemanas dan rumah tangga, dalam industri furnace, dan
pembuatan gas. Sedangkan pemakaian batubara sebagai
pembangkit tenaga telah digunakan untuk penggerak mesin
kapal, kereta api, listrik dan lain-lain. Sekitar 70% produksi
batubara dunia digunakan sebagai sumber pembangkit tenaga
listrik, inipun baru memenuhi sekitar 40% kebutuhan
pembangkit tenaga listrik. Sekitar 12% produksi batubara
dunia digunakan sebagai coke untuk keperluan 70% produksi
baja. Sisanya 18% produksi batubara dunia digunakan untuk
keperluan industri dan domestik
(Aladin, 2011).
Batubara sebagai salah satu jenis bahan bakar untuk
pembangkit energi, disamping gas alam dan minyak bumi.
Batubara terbentuk dengan cara yang sangat kompleks dan
memerlukan waktu yang sangat lama (puluhan sampai
ratusan juta tahun) di bawah pengaruh fisika, kimia ataupun
keadaan geologi. Oleh sebab itu, komposisi dan kualitas
batubara berbeda-beda sesuai dengan tingkatannya.

Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui


terlebih dahulu kualitasnya antara lain Total Sulfur (TS), Ash
Content (AC), Volatile Matter (VM), Inherent Moisture (IM),

7-3
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Fixed Carbon (FC), Calorific Value (CV), dan Total Moisture


(TM). Hal ini dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau
peralatan yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar
sesuai dengan mutu batubara yang akan digunakan, sehingga
mesin-mesin tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan lama.
Stockpile management berfungsi sebagai penyangga
antara pengiriman dan proses sebagai stock strategis
terhadap gangguan yang bersifat jangka pendek atau jangka
panjang. Stockpile juga berfungsi sebagai proses
homogenisasi dan atau pencampuran batubara untuk
menyiapkan kualitas yang dipersyaratkan.
Stockpile juga digunakan untuk mencampur batubara
supaya homogenisasi sangat sesuai dengan kebutuhan.
Homogenisasi bertujuan untuk menyiapkan produk dari satu
tipe material dimana fluktuasi di dalam kualitas batubara dan
distribusi ukuran disamakan. Dalam proses homogensiasi ada
dua tipe yaitu blending dan mixing. Stockpile biasanya terletak
dekat tambang,dekat pelabuhan,tempat pengguna batubara.
Namun Sekarang ini kebutuhan dari permintaan pasar
atau konsumen akan batubara yang mereka inginkan semakin
besar. Maka itu proses pencampuran batubara (mixing)
semakin besar. Seiring dengan meningkatnya permintaan
batubara oleh konsumen dengan kualitas tertentu, ini menjadi
tantangan tersendiri bagi perusahaan pertambangan
batubara. Dikarenakan kualitas batubara di Pit itu berbeda-
beda, maka perlu adanya pencampuran batubara (coal
blending) dan kontrol kualitas (quality control) untuk
memperoleh kualitas tertentu yang diminta konsumen.
Pencampuran batubara tidak serta merta dilakukan begitu

7-4
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

saja. Namun perlu diketahui terlebih dahulu kualitas batubara


dari tiap seam yang akan di-mixing melalui analisis
Laboratorium.
Sehingga melalui perhitungan tertentu akan diperoleh
pendugaan kualitas hasil mixing. Namun kualitas hasil mixing
kadang kala tidak sesuai dengan yang direncanakan. Hal ini
dikarenakan oleh banyak hal antara lain banyaknya seam
batubara dengan ragam kualitas, tercampurnya batubara
dengan material pengotor dan stockpile management yang
kurang baik.
Pencampuran batubara (mixing) adalah suatu cara
untuk mendapatkan nilai kalori batubara yang sesuai dangan
permintaan konsumen yang dilakukan dangan cara
mencampur tipe jenis batubara yang tidak hanya dari satu
jenis tipe saja tetapi dipakai dengan dua tipe atau lebih agar
mendapatkan nilai kalori yang sesuai permintaan pasar
(konsumen). Namun Dalam proses blending batubara ini
seringkali didapatkan hasilnya tidak sesuai dengan target
yang diharapkan, sehingga nilai jualnya akan menjadi lebih
rendah.
(Anonim, 2015)
Adapun perbedaan mixing dan blending, mixing
didefinisikan sebagai penataan ulang partikel secara acak
dengan bantuan energi mekanik, misalnya alat yang dengan
energi putar dalam volume tetap. Jejak komponen individu
masih terdapat dan berada dalam jumlah yang kecil dari
bahan yang telah dicampurkan (dua atau lebih jenis bahan).
Biasanya diaplikasikan untuk penyimpanan skala kecil.
Sedangkan blending didefinisikan sebagai integrasi dari

7-5
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

sejumlah bahan baku dengan sifat fisik atau kimia yang


berbeda untuk membuat suatu spesifikasi yang dibutuhkan
untuk konsumen.
Tujuannya adalah untuk mencapai produk akhir,
misalnya, dua atau lebih jenis batubara, yang memiliki
komposisi kimia yang terdefinisi dengan baik di mana unsur-
unsur yang sangat merata dan tidak ada yang dapat
diidentifikasi. Ketika proses sampling, isi rata-rata dan standar
deviasi rata-rata adalah sama. Biasanya diplikasikan
menggunakan berbagai jenis batubara untuk komposisi
tertentu
Blending merupakan suatu cara untuk mendapatkan
nilai kalori batubara yang sesuai dangan permintaan
konsumen yang dilakukan dangan cara mencampur tipe jenis
batubara yang tidak hanya dari satu jenis tipe saja tetapi
dipakai dengan dua tipe atau lebih agar mendapatkan nilai
kalori yang sesuai permintaan pasar
Seiring dengan meningkatnya permintaan batubara oleh
konsumen dengan kualitas tertentu, ini menjadi tantangan
tersendiri bagi perusahaan pertambangan batubara.
Dikarenakan kualitas batubara di Pit itu berbeda-beda, maka
perlu adanya pencampuran batubara (coal blending) dan
kontrol kualitas (quality control) untuk memperoleh kualitas
tertentu yang diminta konsumen. Pencampuran batubara tidak
serta merta dilakukan begitu saja. Namun perlu diketahui
terlebih dahulu kualitas batubara dari tiap seam yang akan
diblending melalui analisis Laboratorium. Sehingga melalui
perhitungan tertentu akan diperoleh pendugaan kualitas hasil
blending.

7-6
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Namun kualitas hasil blending kadang kala tidak sesuai


dengan yang direncanakan. Hal ini dikarenakan oleh banyak
hal antara lain banyaknya seam batubara dengan ragam
kualitas sehingga pencampuran menjadi sulit, tercampurnya
batubara dengan material pengotor dan stockpile
management yang kurang baik.
Coal Blending adalah penggabungan atau penimbunan
secara bersamaan dan terus-menerus dalam waktu tertentu
dari dua atau lebih material (batubara beda kualitas), yang
dianggap mempunyai komposisi yang konstan (parameter
kualitas konstan) dan terkontrol proporsinya. Dalam hal ini
pencampuran dilakukan terhadap batubara yang berbeda nilai
kalori, kandungan sulfur dan kandungan abu..
Dengan kata lain batubara yang memiliki kualitas
rendah (nilai kalori rendah dan kandungan sulfur tinggi), dapat
dicampur dengan batubara yang memiliki kualitas tinggi (nilai
kalori tinggi dan kandungan sulfur rendah) dan dapat
memenuhi batasan-batasan persyaratan untuk memenuhi
permintaan konsumen. Pencampuran batubara dilakukan
untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang
diinginkan, dengan komposisi yang homogen, secara teoritis
parameter kualitas campurannya dapat didekati dengan
persamaan berikut :

(7.1)

Keterangan :

X = Berat batubara a

7-7
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Y = Berat batubara b

A = Kalori batubara a

B = Kalori batubara b

Z = Nilai kalori yang diinginkan


(Anonim, 2015)
Kualitas batubara merupakan faktor dasar dalam
pengambilan keputusan oleh pihak konsumen untuk memilih
produk yang dihasilkan oleh perusahaan pertambangan.
Dengan kualitas yang memenuhi permintaan konsumen maka
dapat memuaskan konsumen dan juga dapat meningkatkan
pendapatan perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu perlu
adanya harga standar terhadap kualitas batubara yang
diinginkan konsumen dengan yang telah dimiliki oleh
perusahaan.
Untuk dapat mengetahui serta memperoleh data
kualitas batubara yang dihasilkan selama proses produksi
perlu dilakukan kegiatan pengukuran kualitas batubara.Untuk
memaksimalkan pemanfaatan batubara nilai kalori rendah
dengan memperhatikan batas-batas persyaratan yang
diinginkan konsumen, maka salah satu diantaranya dilakukan
pencampuran batubara atau lebih dikenal dengan blending.
Dalam hal ini pencampuran batubara dilakukan terhadap
batubara yang kualitasnya berbeda-beda, sehingga kualitas
hasil pencampuran merupakan perpaduan dari beberapa
parameter kualitas batubara yang dicampur, umumnya
parameter yang serinng digunakan adalah nilai kalori,
kandungan abu dankandungan sulfur.

7-8
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Kualitas batubara sangat ditentukan oleh beberapa


faktor yaitu keadaan alami batubara, perlakuan/penanganan
yang dialami batubara seperti dalam kegiatan penambangan,
penimbunan dan pencampuran serta keadaan cuaca. Dengan
dilakukannya penanganan yang baik mulai dari penambangan
hingga penimbunan, diharapkan akan diperoleh kualitas
batubara yang dapat memenuhi permintaan konsumen.
Dalam menyusun suatu blending plan, hal-hal yang
perlu diperhatikan danditentukan adalah:
1. Parameter yang bersifat kualitatif
Tidak semua parameter kualitas batubara dapat
disimulasikan dengan perhitungan kumulatif biasa. Ada
dua jenis parameter yang berbeda dalam melekakukan
blending batubara, yaitu :

a. Parameter aditif yaitu parameter yang apabila kita


melakukan blending 1000 ton batubara yang
mempunyai kandungan ash 14% dengan 1000 ton
batubara yang mempunyai kandungan ash 16%, akan
diperoleh 2000 ton batubara dengan kandungan ash
15%. Parameter-parameter yang mempunyai sifat aditif
antara lain, kandungan ash, moisture dan total sulfur.
b. Parameter yang mempunyai sifat non-aditif maupun
aditif, misalkan bila kita mencampurkan 1000 ton
batubara yang mempunyai indeks HGI 48 dengan 1000
ton batubara yang mempunyai indeks HGI 52 mungkin
saja tidak diperoleh 2000 ton batubara yang indeks HGI
50. Untuk mengetahui hasil blending ini harus diadakan
percobaan. Parameter-parameter dalam batubara yang

7-9
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

mempunyai sifat aditif maupun non-aditif antara lain


Hardgrove Grindability Index, Ash Fusion Temperature,
Crucible Swelling Number, Plasticity, Gray King Coke.
2. Strategi Pencampuran

Pencampuran batubara yang ideal adalah dengan


mencampurkan dua batubara atau lebih dengan
menggunakan unit loading rate terkecil. Sistem
pencampuran batubara yang mungkin terjadi dengan tingkat
homogenitas yang mengecil secara berurutan.
(Anonim, 2015)
Penelitian pemanfaatan batubara Indonesia jenis
coking dan non-coking sebagai bahan baku industri metalurgi
dikonsentrasikan kepada peningkatan kualitas batubara.
Pengembangan proses ini dilakukan dengan cara metode coal
blending yaitu pencampuran batubara coking dan non-coking
dengan perbandingan tertentu. Hal ini dikarenakan jumlah
batubara coking relatif rendah dibandingkan dengan batubara
non-coking. Pencampuran ini diutamakan pada produksi
kokas untuk kekuatan yang sesuai terutama coke strength
after reaction (CSR), meskipun kehilangan sejumlah masa.
Teknologi pembuatan kokas dari batubara jenis coking
telah dikenal, namun penggunaannya terhadap batubara
Indonesia untuk menghasilkan kokas dengan kualitas yang
memenuhi persyaratan masih belum diperoleh, Karena jenis
batubara yang terdapat di Indonesia kebanyakan hanya
batubara non coking, sehingga pengolahannya hanya
semikokas saja. Secara umum pertimbangan volatile matter
dalam pencampuran batubara sekitar 26-29% baik untuk

7-10
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

pengkokasan. Oleh karena itu, perbedaan tipe batubara,


dicampur secara proportional untuk memperoleh tingkat
volatility sebelum pengkokasan dimulai. Istilah-istilah dalam
proses pembuatan kokas, adalah Plastic Properties, crucible
swelling number (CSN), Fluidity, Dilation, Plasticity.
Plasticity merupakan kemampuan untuk mengalami
proses pelunakan, reaksi kimia, pembebasan gas, dan
memadat kembali dalam coke oven. Plasticity sangat
dibutuhkan dalam proses coke blend untuk menentukan
kekuatan akhir dari produk kokas. Fluiditas dari sifat plastis
merupakan faktor utama untuk menentukan berapa banyak
batubara yang digunakan untuk pencampuran. Crucible
swelling number (CSN) adalah salah satu tes plasticity untuk
mengamati caking properties batubara, yang paling sederhana
dan mudah dilakukan.
Caking adalah kemampuan batubara membentuk
gumpalan yang mengembang selama proses pemanasan.
Pada proses kaarbonisasi, batubara pada awalnya mengkerut,
kemudian mengembang ketika volatile matter mulai menguap
dan akhirnya terbentuklah gumpalan kokas. Dilatasi
merupakan perubahan volume yang terjadi pada proses
karbonisasi. Proses ini sangat penting untuk diketahui, agar
ppenentuan jumlah batubara konsumsi coke oven dap pat
dilakukan dengan tepat sehingga prosesn nya menjadi aman.
Audibert-Arnu dilatometry adalah alat untuk mengukur
perubahan volume yang terjadi pada proses karbonisasi.
Proses perubahan volume kokas. Coke yield adalah
perolehan kokas dan perolehan produk sampingan dari
beberapa proses pembuatan kokas utamanya ditentukan saat

7-11
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

kokas diproduksi dan saat kondisi karbonisasi. Coke yield


diperoleh dari perhitungan berat kokas yang masih stabil
setelah proses karbonisasi terhadap berat batubara awal
yang diumpankan. Coke yield berhubungan dengan volatile
matter, jika semakin tinggi volatile matter maka
kecenderungan coke yield semakin menurun.
(Yustanti, 2012)
Dalam pelaksanaannya pencampuran (blending)
dapat dilakukan dengan beberapa system, berikut adalah
beberapa system pencampuran (blending):
1. Roof type Stockpile (Chevron Method), material yang
akan diblending ditumpahkan selapis demi selapis secara
bergantian sepanjang blending bed.
2. Areal Stockpile, material yang akan diblending
dicurahkan selapis demi selapis secara horisontal dimana
setiap perlapisan diratakan dulu baru kemudian
dicurahkan lapisan berikutnya demikian seterusnya.
3. Axial Stockpile, lapisan material yang dicurahkan disusun
secara longitudinal dilakukan dengan menggeser posisi
curahan lebih tinggi dan menyamping.
4. Continous stockpile, hampir sama dengan metode axial
stockpile tetapi ukuran material tumpukan yang
dicurahkan relatif sama tinggi dan sejajar ke samping.
5. Alternative Stockpile, material blending ditumpahkan
pada dua tempat dalam jarak tertentu, lapisan
selanjutnya dicurahkan secara bergantian sehingga
bertemu ditengah.
(Anwari, 2015).

7-12
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Dalam suatu blending sistem pencampuran atau


blending merupakan yang terpenting. Blending harus
dilakukan dengan proporsi unit pencampuran yang terkecil
untuk mendapatkan batubara hasil blending yang homogen.
Berikut adalah beberapa sistem pencampuran tingkat
homogenitas yang meningkat yaitu :

1. Blending Barge By Barge

2. Blending Bucket Loader By Bucket loader

3. Blending conveyor

4. Blending On Truck atau Truck by Truck, Merupakan salah


satu dari metode pencampuran batubara, dimana yang
digunakan sebagai pembanding pencampuran adalah
jumlah truck. Kapasitas daritruck yang digunakan
diusahakan agar sama, sehingga akan mempermudah
dalamperhitungan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam metode pencampuranini adalah alat angkutnya,
kapasitas truck. Waktu edar truck (cycle time) dankualitas
dari batubara yang akan di campur nanti. Formulasi dan
pengaturan yang tepat dari semua faktor ini akan
memberikan hasil yang baik terhadap kualitasdari
pencampuran batubara.

Hasil suatu blending yang homogen sangat diperlukan


terutama bagi industri. Ketidak homogenan dalam suatu
blending akibatnya akan terasa langsung oleh end user pada
saat batubara tersebut digunakan. Kesempurnaan dari suatu

7-13
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

blending adalah ketepatan dalam pencapaian target kualitas


hasil blending dan homogenitas hasil pencampura.

(Anonim, 2015)

Dalam pelaksanaannya pencampuran (blending) dapat


dilakukan dengan beberapa sistem, berikut adalah beberapa
sistem pencampuran (blending):
1. Roof type Stockpile (Chevron Method), material yang
akan diblending ditumpahkan selapis demi selapis secara
bergantian sepanjang blending bed.
2. Areal Stockpile, material yang akan diblending
dicurahkan selapis demi selapis secara horisontal dimana
setiap perlapisan diratakan dulu baru kemudian
dicurahkan lapisan berikutnya demikian seterusnya.
3. Axial Stockpile, lapisan material yang dicurahkan disusun
secara longitudinal dilakukan dengan menggeser posisi
curahan lebih tinggi dan menyamping.
4. Continous stockpile, hampir sama dengan metode axial
stockpile tetapi ukuran material tumpukan yang
dicurahkan relatif sama tinggi dan sejajar ke samping.
5. Alternative Stockpile, material blending ditumpahkan
pada dua tempat dalam jarak tertentu, lapisan
selanjutnya dicurahkan secara bergantian sehingga
bertemu ditengah.
Adapun cara-cara blending yang sering digunakan
adalah sebagai berikut:
1. Chevron stockpiling

7-14
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Chevron stockpiling ialah suatu cara blending


dengan membentuk tumpukan menurut garis bujur dari
penampang silang (cross section) berbentuk segitiga
dimana komponen-komponen berurutan ditimbun sama
rata sepanjang poros tengah tumpukan.

Gambar 7.
Chevron
2. Windrow stockpiling
Window stockpiling ialah suatu cara blending
dengan membentuk tumpukan menurut garis bujur dari
penampang saling berbentuk segitiga dimana komponen-
komponen berurutan ditimbun dalam tumpukan yang
berdampingan maju membentuk keseluruhan tumpukan.
Cara blending ini memberikan derajat kehomogenan
paling tinggi.

Gambar 7.

7-15
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Windrow

3. Layered stockpiling
Layered stockpiling merupakan cara membentuk
tumpukan dimana komponen-komponen berurutan
ditambahkan dalam bentuk lapisan. Jika hal ini dikerjakan
untuk mem-blending, komponen yang berurutan tersebar
merata ke seluruh daerah tumpukan. Cara ini umumnya
digunakan untuk mem-blending tumpukan yang kecil dan
jumlah batubaranya tidak terlalu banyak.

Gambar 7.
Layered
(Anonim, 2015)

7-16
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

7.3. Alat dan Bahan


7.3.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini
adalah:
a. Crusher, digunakan sebagai alat yang mereduksi
ukuran butir dari sampel batubara.

Gambar 7.
Sketsa Crusher
b. Cetakan briket, digunakan untuk mencetak campuran
material menjadi bentuk briket.

7-17
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Gambar 7.
Sketsa Cetakan Briket

c. Alat mixing, digunakan untuk mencampurkan batubara


kalori a dengan batubara kalori b.

Gambar 7.
Sketsa Alat Mixing
d. Timbangan dan neraca analitik, digunakan untuk
mengukur berat sampel batubara dalam pembuatan
briket.

Gambar 7.
Sketsa Timbangan dan Neraca Analitik

7-18
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

e. Ember, digunakan untuk menampung bahan-bahan


pencampuran batubara.

Gambar 7.
Sektsa Ember
f. Safety tools, digunakan untuk melindungi diri pada saat
proses pencampuran.

Gambar 7.
Sketsa Safety tools

7-19
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

g. Sendok, digunakan untuk memindahkan material dan


batubara maupun campurannya.

Gambar 7.
Sketsa Sendok

h. Kompor briket, digunakan sebagai alat untuk proses


pembakaran briket batubara.

Gambar 7.
Sketsa Kompor Briket

7-20
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

i. Korek api, digunakan sebagai penyulut api pada


pembakaran awal.

Gambar 7.
Sketsa Korek Api

j. Stopwatch, digunakani sebagai pengukur lama waktu


pembakaran briket batubara.

Gambar 7.
Sketsa Stopwatch

7-21
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

k. Kotak Penyimpanan Briket, digunakan sebagai


tempat penyimpanan briket batubara setelah proses
pencetakan.

Gambar 7.
Sketsa Kotak Penyimpanan Briket

7.3.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali
ini adalah:
a. Batubara karbonisasi dengan kalori 5000 kkal/kg,
berfungsi sebagai bahan bakar pertama dalam
pencampuran batubara dalam pembuatan briket
batubara
b. Batubara non-karbonisasi dengan kalori 7000 kkal/kg,
berfungsi sebagai bahan bakar kedua dalam
pencampuran batubara dalam pembuatan briket
batubara
c. Kanji, berfungsi sebagai perekat dalam pembuatan

7-22
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

briket batubara.
d. Tanah liat, berfungsi sebagai bahan penstabil panas
briket batubara.
e. Serbuk kayu berfungsi sebagai pemicu terbakarnya
briket batubara.
f. Minyak tanah, berfungsi sebagai pemicu api pada
saat pembakaran briket non karbonisasi.
g. Kapur, sebagai bahan tambahan yang digunakan
untuk mengikat racun dan mengurangi bau belerang.

7.4. Prosedur Percobaan


7.4.1. Mixing Batubara
Adapun prosedur percobaan untuk pencampuran
batubara, yaitu:

Batubara Kalori
5000 kkal/kg dengan
berat 600 gram

Ditambahkan

Batubara Kalori
7000 kkal/kg dengan
berat 600 gram
Dimasukkan ke alat
mixing

7-23
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Batubara Kalori
5000 kkal/kg + Batubara
Kalori 7000 kkal/kg
Dengan berat 1200 gram

Diaduk selama 15 menit

Hasil Mixing

Gambar 7.6
Flowchart Mixing Batubara

Langkah kerja:
1. Menyiapkan material batubara kalori 5000 kkal/kg dan
material batubara kalori 7000 kkal/kg dengan berat masing-
masing 600 gram.
2. Memasukkan batubara kalori 5000 kkal/kg dan material
batubara kalori 7000 kkal/kg ke alat mixing sesuai dengan
perbandingan komposisi yang sudah ditentukan.
3. Mengaduk campuran tersebut dengan menggunakan alat
mixing selama 15 menit.
4. Memasukkan data hasil mixing.

7-24

Anda mungkin juga menyukai