Anda di halaman 1dari 22

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya


akumulasi leukosit abnormal dalam sumsum tulang dan darah.Sel-sel abnormal ini
menyebabkan timbulnya gejala karena kegagalan sumsum tulang (yaitu anemia,
neutropenia, trombositopenia) dan infiltrasi organ (misalnya hati,limpa, kelenjar
getah bening, meningens, otak, kulit, atau testis)(1).

Leukemia merupakan suatu penyakit yang dikenal dengan adanya


proliferasi neoplastik dari sel-sel organ hemopoetik, yang terjadi sebagai akibat
mutasi somatik sel bakal (stem cell) yang akan membentuk suatu klon sel
leukemia (1,2,3,4).

Leukemia atau kanker darah juga didefinisikan sekelompok


penyakit neoplastik yang beragam, ditandai oleh perbanyakan secara tak normal
atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum
tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan
oleh sel tak normal atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat
ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi
hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh
penderita.5(5)

Sel darah normal

Kebanyakan sel-sel darah berkembang di dalam sumsum tulang yang


disebut stem sel. Sumsum tulang adalah bagian jaringan lunak yang terletak di
setiap pusat tulang. Stem sel berkembang menjadi berbagai macam sel darah yang
memiliki fungsi yang berbeda-beda:

1
Sel darah putih: membantu melawan
infeksi. Sel darah putih memiliki beberapa
jenis yaitu
limfosit,monosit,basofil,neutrofil batang,
neutrofil segmen, dan eosinofil.
Sel darah merah: membantu membawa
oksigen ke seluruh tubuh

Platelet: membantu pembekuan darah


sehingga tidak terjadi perdarahan

Sel darah putih, sel darah merah, dan platelet terbentu dari sel stem dimana
mereka sangat dibutuhkan oleh tubuh. Saat sel-sel tersebut menua dan rusak, sel
tersebut akan mati, dan sel baru akan menggantikan tempat mereka.

Gambar di bawah menunjukkan bagaimana sel stem berkembang menjadi


beberapa tipe sel darah putih.

2
Pertama, sel stem akan berkembang menjadi sel stem myeloid atau sel stem
limfosit:

Sel stem myeloid berkembang menjadi myeloid blast. Myeloid blast ini
dapat berkembang menjadi seld darah merah, platelet, atau menjadi
beberapa jenis dari sel darah putih.
Sel stem limfoid akan berkembang menjadi limfoid blast. Limfoid blast ini
dapat berkembang menjadi beberapa tipe sel darah putih seperti sel B atau
sel T

Sel darah putih yang dihasilkan dari myeloid blast berbeda dari sel darah putih
yang dihasilkan limfoid blast ini.

Sel Leukemia
Pada orang dengan leukemia, sumsum tulang membuat sel darah putih yang
abnormal.Sel yang abnormal tersebut adalah sel leukemia.
Tidak seperti sel darah normal, sel leukemia tidak mati saat waktunya tiba.
Mereka malah memadati dan mendesak sel darah putih normal, sel darah merah,
dan platelet. Hal ini membuat sel darah normal kesulitan dalam menjalankan
fungsi normal mereka.

3
II. Epidemiologi
Leukemia menurut usia didapatkan data yaitu, Leukemia Limfoblastik Akut
(LLA) terbanyak pada anak-anak dan dewasa, Leukemia Granulositik Kronik
(LGK) pada semua usia, lebih sering pada orang dewasa, Leukemia Granulositik
Kronik pada semua usia tersering usia 40-60 tahun, Leukemia Limfositik Kronik
(LLK) terbanyak pada orang tua. Leukemia Mieoloblastik Akut lebih sering
ditemukan pada usia dewasa (85%) daripada anak-anak (15%). Walaupun
leukemia menyerang kedua jenis kelamin, tetapi pria terserang sedikit lebih
banyak dibandingkan wanita dengan perbandingan 2 : 1(5).

III. Etiologi
Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti. Diperkirakan leukemi tidak
disebabkan oleh penyebab tunggal, tetapi gabungan dari faktor resiko antara
lain(6) :

Terinfeksi virus.
Agen virus sudah lama diidentifikasi sebagai penyebab leukemia pada
hewan. Pada tahun 1980, diisolasi virus HTLV-1( human Tcell
lymphotropic virus type 1) yang menyerupai virus penyebab AIDS dari
leukemia sel T manusia pada limfosit seorang penderita limfoma kulit dan
sejak saat itu diisolasi dari sampel serum penderita leukemia sel T.
Faktor Genetik.
Pengaruh genetik maupun faktor-faktor lingkungan kelihatannya memainkan
peranan , namun jarang terdapat leukemia familial, tetapi insidensi leukemia
lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang , dengan insidensi
yang meningkat sampai 20% pada kembar monozigot (identik).
Kelainan Herediter.
Individu dengan kelainan kromosom, seperti Sindrom Down, kelihatannya
mempunyai insidensi leukemia akut 20 puluh kali lipat.
Faktor lingkungan.
- Radiasi. Kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia

4
yang timbul bertahun-tahun kemudian.
- Zat Kimia. Zat kimia misalnya : benzen, arsen, kloramfenikol,
fenilbutazon,
dan agen antineoplastik dikaitkan dengan frekuensi yang meningkat
khusus
nya agen-agen alkil. Kemungkinan leukemia meningkat pada penderita
yang
diobati baik dengan radiasi maupun kemoterapi.
Radiasi
Orang yang terekspos radiasi yang sangat tinggi lebih memiliki kecenderungan
untuk mengidap leukemia mieloblastik akut, leukemia mielositik kronik,atau
leukemia limfoblastik akut.
Ledakan bom atom: telah menyebabkan radiasi yang sangat tinggi (contohnya
seperti ledakan di jepang pada perang dunia kedua). Terjadi peningkatan
resiko mengidap leukemia pada orang-orang, terutama anak-anak, yang
selamat dari ledakan bom tersebut.
Radioterapi: radioterapi untuk kanker dan kondisi lainnya adalah sumber
eksposur radiasi tinggi lainnya. Radioterapi meningkatkan resiko leukemia.
X-rays: dental x-rays dan x-rays diagnostik lainnya (seperti CT-Scan)
mengekspos orang-orang terhadap level radiasi yang lebih rendah. Belum
diketahui apakah radiasi level rendah ini dapat menghubungkan leukemia
dengan anak-anak maupun orang dewasa. Peneliti sedang mempelajari
apakah melakukan banyak foto x-rays dapat meningkatkan resiko leukemia.
Mereka juga mempelajari apakah menjalani CT-Scan ketika anak-anak dapat
meningkatkan resiko leukemia.
Benzene
Terekspose benzene di tempat kerjadapat menyebabkan leukemia mieloblastik
akut. Selain itu benzene juga dapat menyebabkan leukemia mielositik kronik
atau leukemia limfoblastik akut. Benzene banyak digunakan pada industri
kimia. Benzene juga ditemukan pada asap rokok dan gasoline.
Merokok

5
Merokok dapat meningkatkan resiko leukemia mieloblastik akut.
Kemoterapi
Pasien kanker yang diterapi dengan beberapa tipe obat pelawan kanker
kadang akan mengidap leukemia mieloblastik akut atau leukemia limfoblastik
akut. Contohnya, diterapi dengan obat bernama alkylating agen atau
topoisomerase inhibitor dapat dihubungkan dengan kemungkinan kecil
berkembangnya leukemia akut.

Memiliki satu atau lebih faktor resiko tidak berarti seseorang akan mengidap
leukemia. Kebanyakan orang yang memiliki faktor resiko tidak pernah
berkembang menjadi leukemia.3

IV. Patofisiologi

Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan kita
dengan infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai dengan perintah, dapat
dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh kita. Leukemia meningkatkan produksi
sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat
berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel
leukemia memblok produksi sel darah putih yang normal , merusak kemampuan
tubuh terhadap infeksi. Sel leukemia juga merusak produksi sel darah lain pada
sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk
menyuplai oksigen pada jaringan.(6)

Menurut Smeltzer dan Bare (2001) analisa sitogenik menghasilkan banyak


pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan
leukemia,. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang
menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur,
yang termasuk translokasi ini, dua atau lebih kromosom mengubah bahan
genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan
mulainya proliferasi sel abnormal.7

6
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah
putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan.
Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari
kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Penyusunan kembali kromosom
(translokasi kromosom) mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel,
sehingga sel membelah tak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel
ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang
menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke
dalam organ lainnya, termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal dan
otak.3,5

Jika penyebab leukemia virus, virus tersebut akan masuk ke dalam tubuh
manusia jika struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia. Bila
struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus
tersebut ditolaknya seperti pada benda asing lain. Struktur antigen manusia
terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan
selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh (kulit disebut juga antigen
jaringan ). Oleh WHO terhadap antigen jaringan telah ditetapkan istilah HL-A
(Human Leucocyte Lucos A). Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut
hukum genetika sehingga adanya peranan faktor ras dan keluarga dalam etiologi
leukemia tidak dapat diabaikan. 6,7

Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat


sistemik dan biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang
disebabkan karena terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu
sumsum tulang. Penyakit ini sering disebut kanker darah. Keadaan yang
sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darah tetapi yang
dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan
sel darah normal. 3,4

Proses patofisiologi leukemia dimulai dari transformasi ganas sel induk


hematologis dan turunannya. Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan sel

7
leukemia dan mengakibatkan penekanan hematopoesis normal, sehingga terjadi
bone marrow hipoaktivasi, infiltrasi sel leukemia ke dalam organ, sehingga
menimbulkan organomegali, katabolisme sel meningkat, sehingga terjadi
keadaan hiperkatabolisme.
V. Klasifikasi
Leukemia dapat diklafikasikan ke dalam :

1. Maturitas sel (5):


Leukemia Akut
Leukemia akut biasanya merupakan penyakit yang bersifat agresif,
dengan transformasi ganas yang menyebabkan terjadinya akumulasi
progenitor sumsum tulang dini, disebut sel blast. Gambaran klinis
dominan penyakit-penyakit ini biasanya adalah kegagalan sumsum
tulang yang disebabkan akumulasi sel blas walaupun juga terjadi
infiltrasi jaringan. Apabila tidak diobati, penyakit ini biasanya cepat
bersifat fatal, tetapi, secara paradoks, lebih mudah diobati dibandingkan
leukemia kronik.

Leukemia Kronik
Leukemia kronik dibedakan dari leukemia akut berdasarkan progresinya
yang lebih lambat. Sebaliknya, leukemia kronik lebih sulit diobati.

2. Tipe-tipe sel asal (5)

Mieloblastik (Mieloblast yang dihasilkan sumsum tulang)


Limfoblastik (limfoblast yang dihasilkan sistem limfatik)
Normalnya, sel asal (mieloblast dan limfoblast) tak ada pada darah perifer.
Maturitas sel dan tipe sel dikombinasikan untuk membentuk empat tipe utama
leukemia :

1. LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT (LMA)

8
Leukemia Mieloblastik Akut (LMA) atau dapat juga disebut leukemia
granulositik akut (LGA), mengenai sel stem hematopetik yang kelak
berdiferensiasi ke semua sel mieloid, monosit, granulosit (basofil, netrofil,
eosinofil), eritrosit, dan trombosit. Dikarakteristikan oleh produksi berlebihan dari
mieloblast. Semua kelompok usia dapat terkena insidensi meningkat sesuai
dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering
terjadi.(1)

Gambaran klinis LMA, antara lain yaitu terdapat peningkatan leukosit


immature, pembesaran pada limfe, rasa lelah, pucat, nafsu makan menurun,
anemia, ptekie, perdarahan , nyeri tulang, Infeksi,pembesaran kelenjer getah
bening,limpa,hati dan kelenjer mediastinum. Kadang-kadang juga ditemukan
hipertrofi gusi ,khususnya pada leukemia akut monoblastik dan mielomonositik.
(1,6)

Pada tahun 1976 tujuh ahli hematologi dari Amerika,Perancis,dan Ingris


melakukan kerjasama dan mereka mengusulkan klasifikasi baru untuk leukemia
akut. Klasifikasi itu kemudian diterima dan dikenal sebagai klasifikasi FAB (
French American British). FAB membagi LMA menjadi 6 jenis (1):

M-1: Diferensiasi granulositik tanpa pematangan


M-2: Diferensiasi granulositik disertai pematangan menjadi stadium
promielositik
M-3: Diferensiasi granulositik disertai promielosit hipergranular yang
dikaitkan dengan pembekuan intra vaskular tersebar (Disseminated
intravascular coagulation).
M-4: Leukemia mielomonoblastik akut: kedua garis sel granulosit dan
monosit.
M-5a: Leukemia monoblastik akut : kurang berdiferesiasi
M-5b: Leukemia monoblastik akut : berdiferensiasi baik
M-6: Eritroblast predominan disertai diseritropoiesis berat
M-7: Leukemia megakariositik.

9
2. LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK (LMK)

Leukemia myeloid kronis atau Chronic Myelogenous Leukemia


(CML)adalah salah satu myeloproliferative disorder yang ditandai dengan
peningkatan proliferasi sel-sel granulositik tanpa kehilangan kemampuan
berdiferensiasi. Selain itu, gambaran darah perifer menunjukkan peningkatan
jumlah granulosit dan prekursor imaturnya termasuk beberapa jenis sel blast.
CML merupakan satu dari beberapa kanker yang disebabkan oleh mutasi
genetik tunggal. Lebih dari 90% kasus, muncul akibat aberasi sitogenetik yang
dikenal dengan sebutan Philadelphia chromosome.

CML berkembang melewati tiga fase: chronic, accelerated, dan blast.


Pada fase kronik, sel-sel matur berproliferasi; pada fase accelerated, terjadi
kelainan sitogenetik tambahan; pada fase blast, terjadi proliferasi cepat sel-sel
imatur. Sekitar 85% pasien terdiagnosa pada fase kronik yang kemudian
berlanjut ke fase accelerated dan i dalam waktu 3-5 tahun. Diagnosis CML
ditegakkan berdasarkan temuan histopatologi di darah perifer dan Philadelphia
chromosome di sel-sel bone marrow.

Kejadian CML berkisar 20% dari seluruh leukemia yang mengenai orang
dewasa, khususnya individu berusia separuh baya. Hanya sedikit yang terjadi
pada pasien-pasien yang lebih muda. CML yang terjadi pada pasien yang lebih
muda biasanya lebih agresif terutama pada fase accelerated atau saat blast
crisis.

Manifestasi klinis CML bersifat insidious, artinya muncul perlahan dengan


gejala tersamar namun dengan efek yang besar. Biasanya penyakit ini
ditemukan pada fase kronis, ketika terlihat peningkatan jumlah sel darah putih
pada pemeriksaan darah rutin atau ketika limpa yang membesar teraba pada
saat pemeriksaan fisik umum.

Gejala non-spesifik seperti fatigue dan penurunan berat badan biasanya


timbul cukup lama setelah onset penyakit. Kehilangan tenaga dan menurunnya
toleransi kegiatan fisik terjadi beberapa bulan setelah fase kronik.

10
Pasien biasanya mengalami gejala-gejala akibat pembesaran limpa, hati
atau keduanya. Pembesaran limpa mendesak lambung sehingga pasien merasa
cepat kenyang yang berakibat pada menurunnya asupan makanan. Nyeri
abdomen pada bagian kuadran kanan atas menunjukkan kemungkinan adanya
infark pada limpa. Pembesaran limpa juga mungkin berhubungan dengan
keadaan hipermetabolik, demam, penurunan berat badan dan keletihan yang
berlebihan. Beberapa pasien CML menderita low grade fever dan keringat
berlebihan akibat keadaan hipermetabolik.

Pasien yang datang dalam keadaan fase accelerated atau fase akut dari
CML, gejala yang paling khas adalah ditemukannya perdarahan, peteki, dan
ekimosis. Apabila terjadi demam pada fase ini, maka penyebab paling mungkin
adalah infeksi. Sedangkan gejala khas fase blast adalah nyeri tulang dan
demam serta peningkatan fibrosis pada bone marrow.

3. LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT (LLA)

Leukemia Limfositik Akut (LLA) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas


limfoblas. Paling sering terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih banyak
dibanding perempuan,dengan puncak insidensi pada usia 4 tahun. Setelah usia 15
tahun , LLA jarang terjadi. Manifestasi dari LLA adalah berupa proliferasi
limfoblas abnormal dalam sum-sum tulang dan tempat-tempat ekstramedular. (4)

Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan


sel darah merah dalam jumlah yang memadai, yaitu berupa lemah dan sesak nafas,
karena anemia (sel darah merah terlalu sedikit), infeksi dan demam karena
berkurangnya jumlah sel darah putih, perdarahan karena jumlah trombosit yang
terlalu sedikit. (4)

11
Manifestasi klinis (4):

Hematopoesis normal terhambat


Penurunan jumlah leukosit
Penurunan sel darah merah
Penurunan trombosit

4. LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIK (LLK)

Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar


limfosit (salah satu jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan
pembesaran kelenjar getah bening. Lebih dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60
tahun, dan 2-3 kali lebih sering menyerang pria. Pada awalnya penambahan
jumlah limfosit matang yang ganas terjadi di kelenjar getah bening. Kemudian
menyebar ke hati dan limpa, dan kedua nya mulai membesar. Masuknya limfosit
ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang normal, sehingga terjadi
anemia dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di dalam darah.
Kadar dan aktivitas antibodi (protein untuk melawan infeksi) juga berkurang.
Sistem kekebalan yang biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari luar,
seringkali menjadi salah arah dan menghancurkan jaringan tubuh yang normal(3).

Manifestasinya adalah :

Adanya anemia
Pembesaran nodus limfa

12
Pembesaran organ abdomen
Jumlah eritrosi dan trombosit mungkin normal atau menurun
Terjadi penurunan jumlah limfosit (limfositopenia)

VI. Manifestasi Klinis

Seperti semua sel darah lainnya, sel leukemia beredar di seluruh tubuh.
Gejala leukemia bergantung pada jumlah sel leukemia dan dimana sel leukemia
tersebut terkumpul dalam tubuh. Orang dengan leukemia kronik dapat tidak
memiliki gejala. Seorang dokter sering menemukan penyakit tersebut dalam
pemeriksaan darah rutin secara tidak sengaja.

Seseorang dengan leukemia akut biasanya pergi ke dokter saat mereka


merasa sakit. Jika otak telah terkena, mereka mungkin mengalami sakit kepala,
muntah, kehilangan kontrol otot, atau kejang. Leukemia juga dapat
mempengaruhi bagian tubuh seperti saluran cerna, ginjal, paru, jantung, atau
testis.

Gejala leukemia yang ditimbulkan umumnya berbeda diantara penderita,


namun demikian secara umum dapat digambarkan sebagai berikut(6):

1. Anemia.

Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat (sel
darah merah dibawah normal menyebabkan oxygen dalam tubuh kurang,
akibatnya penderita bernafas cepat sebagai kompensasi pemenuhan
kekurangan oxygen dalam tubuh).

2. Perdarahan.

Ketika Platelet (sel pembeku darah) tidak terproduksi dengan wajar karena
didominasi oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami perdarahan

13
salah satunya di jaringan kulit (banyaknya bintik merah lebar/kecil dijaringan
kulit).
3. Terserang Infeksi.

Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama
melawan penyakit infeksi. Pada Penderita Leukemia, sel darah putih yang
dibentuk tidak normal (abnormal) sehingga tidak berfungsi semestinya.
Akibatnya tubuh si penderita rentan terkena infeksi virus/bakteri, bahkan dengan
sendirinya akan menampakkan keluhan adanya demam, keluar cairan putih dari
hidung (meler) dan batuk.
4. Nyeri Tulang dan Persendian.

Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone marrow)
didesak padat oleh sel darah putih.

5. Nyeri Perut.

Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, dimana sel
leukemia dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang
menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri. Nyeri
perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu makan penderita leukemia.
6. Pembengkakan Kelenjar Limfe.

Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada kelenjar


limfe, baik itu yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar limfe
bertugas menyaring darah, sel leukemia dapat terkumpul disini dan
menyebabkan pembengkakan.
7. Kesulitan Bernafas (Dyspnea).

Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas dan nyeri dada,


apabila terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan pertolongan medis.

14
VII. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis leukemia dilakukan secara terperinci melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sehingga dapat
diperoleh data-data yang maksimal untuk mendukung diagnosis. Terkadang
diagnosis leukemia ditemukan secara tidak sengaja saat pasien menjalani
pemeriksaan kesehatan rutin.Pemeriksaan riwayat penyakit yang lebih teliti
dilakukan dan pasien dapat melaporkan riwayat leukemia atau gejala dan faktor
resiko yang ada.

Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan gumpalan, atau abnormalitas lain


dan gejala dari leukemia. Pada pemeriksaan fisik biasanya akan diperiksa ada
tidaknya pembengkakan pada kelenjar getah bening, limfe, dan hati.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan darah perifer pada leukemia dapat diketenukan:

Jumlah Leukosit Differential Leukosit

Akut Rendah,normal,atau tinggi Jika tinggi, maka sel blas


akan predominan, Jika
normal atau rendah
mungkin sel blast sangat
sedikit

Konik Tinggi Sel blast <10%

Penyakit Leukemia dapat dipastikan dengan beberapa pemeriksaan


penunjang, diantaranya adalah Biopsi, Pemeriksaan darah {complete blood
count (CBC)}, CT or CAT scan, magnetic resonance imaging (MRI), X-ray,
Ultrasound, Spinal tap/lumbar puncture.

15
Tes darah: laboratorium akan memeriksa jumlah sel-sel darah. Leukemia
menyebabkan jumlah sel-sel darah putih meningkat sangat tinggi, dan
jumlah trombosit dan hemoglobin dalam sel-sel darah merah menurun.
Pemeriksaan laboratorium juga akan meneliti darah untuk mencari ada
tidaknya tanda-tanda kelainan pada hati dan/atau ginjal.
Pada penelitian pola apusan darah tepi (GDT) eritrosit yang banyak
ditemukan adalah normokrom normositik dengan penderita LMA sebanyak
17 orang (80,9%), LLA sebanyak 17 orang (63%), LMK sebanyak 32 orang
(74,4%), dan LLK sebanyak 2 orang (100%). Hal ini sesuai dengan teori
Bakta, Byrd, Bloomfield, dan Wetzler bahwa pada keganasan hematologi
lebih banyak ditemukan pola GDT eritrosit yaitu normokrom normositik
Pada penelitian pola GDT leukosit yang ditemukan adalah peningkatan
jumlah leukosit dan sel blas (+) yang banyak ditemukan pada penderita
LMA sebanyak 20 orang (95,24%) dan LLA sebanyak 13 orang (48,15 %).
Hal ini sesuai dengan teori Ciesla bahwa pada leukemia akut sel blas lebih
banyak ditemukan pada gambaran darah tepi dan sumsum tulang7. Pada
penderita LLA juga ditemukan peningkatan jumlah leukosit dan sel
limfoblas (+) sebanyak 13 orang (48,15%) dengan inti sel yang bercelah,
berlekuk, dan terbelah. Hal ini sesuai dengan teori Ciesla dan Turgeon
bahwa, morfologi dari tipe sel limfoblas adalah inti berlekuk, membelah dan
bercelah1,7. Pada penderita LMK banyak ditemukan peningkatan jumlah
leukosit, sel blas (+), dan di jumpai di semua tahapan maturasi seri
granulositik pada 41 orang (95,35%) dan terdapat 6 penderita LMK yang
ditemukan adanya peningkatan eosinofil dan basofil. Hal ini sesuai dengan
teori Fadjari dan Sukrisman bahwa pada LMK ditemukan gambaran leukosit
di semua tahapan diferensiasi dan maturasi seri granulosit serta peningkatan
eosinofil dan basofil.8
Berkurangnya jumlah trombosit pada leukemia akut biasanya merupakan
akibat infiltrasi sumsum tulang atau kemoterapi, selain itu dapat juga
disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti koagulasi intravaskuler
diseminata, proses imunologis dan hipersplenisme sekunder terhadap

16
pembesaran limpa. Trombositopenia yang terjadi bervariasi dan hampir
selalu ditemukan pada saat leukemia didiagnosis. Proses infiltrasi di
sumsum tulang mengakibatkan sumsum tulang dipenuhi oleh sel leukemik
sehingga terjadi penurunan jumlah megakariosit yang berakibat menurunnya
produksi trombosit. Kemoterapi pada leukemia dapat menyebabkan
kerusakan langsung sumsum tulang sehingga juga akan menyebabkan
berkurangnya produksi trombosit9

Biopsi: dokter akan mengambil sedikit jaringan sumsum tulang dari tulang
pinggul atau tulang besar lainnya. Ahli patologi kemudian akan memeriksa
sampel di bawah mikroskop, untuk mencari sel-sel kanker. Cara ini disebut
biopsi, yang merupakan cara terbaik untuk mengetahui apakah ada sel-sel
leukemia di dalam sumsum tulang.
Sitogenetik: laboratorium akan memeriksa kromosom sel dari sampel darah
tepi, sumsum tulang (bone marrow sample), atau kelenjar getah bening.
Lumbal puncture: dengan menggunakan jarum yang panjang dan tipis,
dokter perlahan-lahan akan mengambil cairan cerebrospinal (cairan yang
mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang). Prosedur ini
berlangsung sekitar 30 menit dan dilakukan dengan anestesi lokal. Pasien
harus berbaring selama beberapa jam setelahnya, agar tidak pusing.
Laboratorium akan memeriksa cairan apakah ada sel-sel leukemia atau
tanda-tanda penyakit lainnya.
Sinar X pada dada: sinar X ini dapat menguak tanda-tanda penyakit di dada.

17
VIII. Tata Laksana
Leukemia Granulositik Kronik
Sebagian besar pengobatan tidak menyembuhkan penyakit, tetapi hanya
memperlambat perkembangan penyakit. Pengobatan dianggap berhasil
apabila jumlah sel darah putih dapat diturunkan sampai kurang dari
50.000/mikroliter darah. Pengobatan yang terbaik sekalipun tidak bisa
menghancurkan semua sel leukemik.Satu-satunya kesempatan penyembuhan
adalah dengan pencangkokan sumsum tulang. Pencangkokan paling efektif
jika dilakukan pada stadium awal dan kurang efektif jika dilakukan pada fase
akselerasi atau krisis blast. Obat interferon alfa bisa menormalkan kembali
sumsum tulang dan menyebabkan remisi. Hidroksiurea per-oral (ditelan)
merupakan kemoterapi yang paling banyak digunakan untuk penyakit ini.
Busulfan juga efektif, tetapi karena memiliki efek samping yang serius, maka
pemakaiannya tidak boleh terlalu lama. Terapi penyinaran untuk limpa
kadang membantu mengurangi jumlah sel leukemik. Kadang limpa harus
diangkat melalui pembedahan (splenektomi) untuk: mengurangi rasa tidak
nyaman di perut, meningkatkan jumlah trombosit, mengurangi kemungkinan
dilakukannya tranfusi. (2)

Leukemia Limfoblastik Akut :


Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan
menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel normal bisa tumbuh kembali di
dalam sumsum tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di
rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada
respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin
memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi
trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. (4)
Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya
diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri
dari prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan

18
antrasiklin atau asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di
otak, biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke dalam cairan
spinal dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau beberapa bulan
setelah pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan sel leukemik,
diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk
menghancurkan sisa-sisa sel leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama
2-3 tahun. (4)
Sel-sel leukemik bisa kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak
atau buah zakar. Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum tulang
merupakan masalah yang sangat serius. Penderita harus kembali menjalani
kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan kesempatan untuk
sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul di otak, maka
obat kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2
kali/minggu. Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar, biasanya
diatasi dengan kemoterapi dan terapi penyinaran. (4)

Pengobatan Leukeumia Limfositik Kronik


Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga banyak
penderita yang tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai
jumlah limfosit sangat banyak, kelenjar getah bening membesar atau terjadi
penurunan jumlah eritrosit atau trombosit. Anemia diatasi dengan transfusi
darah dan suntikan eritropoietin (obat yang merangsang pembentukan sel-sel
darah merah). Jika jumlah trombosit sangat menurun, diberikan transfusi
trombosit. Infeksi diatasi dengan antibiotik.
Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah
bening, hati atau limpa. (3)
Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid diberikan jika jumlah
limfositnya sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa
menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia yang sudah menyebar.
Tetapi respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah pemakaian jangka
panjang, kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping. Leukemia sel

19
B diobati dengan alkylating agent, yang membunuh sel kanker dengan
mempengaruhi DNAnya. Leukemia sel berambut diobati dengan interferon
alfa dan pentostatin. (3)

IX. Pengobatan
Kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan
kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia.
Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau
kombinasi dari dua obat atau lebih.

Terapi Biologi

Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi


untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini
diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik.

Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang
digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-
sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan
leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami
bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.

Terapi Radiasi

Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar


berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar
pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak,
atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini.
Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh.

20
(Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum
tulang.)

Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)

Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).


Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang
tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel
leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian,
pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung
fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau
leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi ini.

Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus


menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan
melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang
memadai.

21
Daftar Pustaka

1. Kurnianda J. Leukemia Mieloblastik Akut. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Jilid 2.Edisi 4.FKUI: Jakarta 2007.Hlm:706-09.
2. Fadjari H. Leukemia Granulositik Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid 2.Edisi 4.FKUI: Jakarta 2007.Hlm:688-91.
3. Rotty LWA. Leukemia Limfositik Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid 2.Edisi 4.FKUI: Jakarta 2007.Hlm:735-38.
4. Fianza PI. Leukemia Limfoblastik Akut. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid 2.Edisi4.FKUI: Jakarta 2007.Hlm:728-34.
5. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Leukemia. Dalam Buku
Hematologi.Edisi 4.Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta 2002. Hlm: 150-
66.
6. Leukemia. Available at: www.emedicinehealth.com/leukemia/article_em.htm.
Accessed on December 13th,2011.
7. I made bakta. 2012. Hemaologi klinik. EGC. Jakarta
8. Kemas yakub. Liana phey. Pola Gambaran Darah Tepi pada Penderita
Leukimia di Laboratorium Klinik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
MKS, Th. 46, No. 4, Oktober 2014
9. Rofinda zelly. Kelainan hemostasis pada leukimia. Jurnal Kesehatan Andalas.
2012; 1(2). http://jurnal.fk.unand.ac.id

22

Anda mungkin juga menyukai