Anda di halaman 1dari 19

CASE REPORT

HIDROPNEUMOTORAKS

Disusun Oleh :
Isma Dewi Masithah
150070200011055

Pembimbing :
dr. Farah Nurdiana, Sp. Rad

Laboratorium Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
MALANG
2017
2

LEMBAR PERSETUJUAN

CASE REPORT
HIDROPNEUMOTORAKS

Disusun Oleh:
Isma Dewi Masithah
NIM : 150070200011055

Supervisor PPDS Pembimbing

dr. Farah Nurdiana, Sp.Rad dr. DAN


3

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

HIDROPNEUMOTORAKS
1.1 Definisi
Hidropneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana terdapat udara dan
cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.1

1.2 Epidemiologi
Pencatatan tentang insiden dan prevalensi hidropneumotoraks belum
dilakukan, namun insiden dan prevalensi pneumotoraks berkisar antara 2,4-17,8
per 100.000 penduduk per tahun. Menurut Barrie dkk, seks ratio laki-laki
dibandingkan dengan perempuan 5:1. Ada pula peneliti yang mengatakan 8:1.1

1.3 Etiologi
Hidropneumotoraks dapat terjadi karena adanya trauma, toracentesis,
riwayat pembedahan toraks, dan fistula bronkopleural. Hidropneumotoraks
spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista kecil yang diameternya tidak
lebih dari 1-2 cm yang berada di bawah permukaan pleura viseralis, dan sering
ditemukan di daerah apeks lobus superior dan inferior. Terbentuknya bleb ini oleh
karena adanya perembesan udara dari alveoli yang dindingnya ruptur melalui
jaringan interstitial ke lapisan jaringan ikat yang berada di bawah pleura viseralis.
Sebab pecahnya dinding alveolus ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga
ada dua faktor sebagai penyebabnya.
1) Faktor infeksi atau radang paru. Infeksi atau radang paru walaupun minimal
akan membentuk jaringan parut pada dinding alveoli yang akan menjadi titik
lemah.
2) Tekanan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan. Mekanisme ini
tidak dapat menerangkan kenapa pneumotoraks spontan sering terjadi pada waktu
penderita sedang istirahat. Dengan pecahnya bleb yang terdapat di bawah pleura
viseralis, maka udara akan masuk ke dalam rongga pleura dan terbentuklah fistula
bronkopleura. Fistula ini dapat terbuka terus, dapat tertutup, dan dapat berfungsi
sebagai ventil.
3) Robeknya pleura visceralis Sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki kavum pleura. Hidropneumotoraks jenis ini disebut
4

sebagai close pneumotoraks. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi


sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari
kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya udara semakin lama semakin banyak
sehingga mendorong mediastinum ke arah kontralateral dan menyebabkan
terjadinya tension hidropneumotoraks.
4) Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan
antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar
dari 2/3 daimeter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut
dibanding traktus respiratorius yang seharusnya, pada saat inspirasi tekanan
dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura
lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi,
tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui
lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open hidropneumotoraks.2

1.4 Patofisiologi
Keadaan fisiologi dalam rongga dada pada waktu inspirasi tekanan
intrapleura lebih negative dari tekanan intrabronkial, maka paru mengembang
mengikuti gerakan dinding dada sehingga udara dari luar akan terhisap masuk
melalui bronkus hingga mencapai alveoli. Pada saat ekspirasi dinding dada
menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi daripada
tekanan udara alveoli atau bronkus akibatnya udara akan ditekan keluar melalui
bronkus. 1,2
Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran
pernafasan dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin,
atau mengejan. Apabila di bagian perifer bronki atau alveoli ada bagian yang
lemah, maka kemungkinan terjadinya robekan bronki atau alveoli akan sangat
mudah. 1,2
Dengan cara demikian dugaan terjadinya pneumotoraks dapat dijelaskan yaitu
jika ada kebocoran di bagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pleura
yang pecah, bagian yang robek tersebut berhubungan dengan bronkus. Pelebaran
alveolus dan septa-septa alveolus yang pecah kemudian membentuk suatu bula
yang berdinding tipis di dekat daerah yang ada proses non spesifik atau fibrosis
granulomatosa. Keadaan ini merupakan penyebab yang paling sering dari
pneumothoraks. 1,2
5

Ada beberapa kemungkinan komplikasi pneumotoraks, suatu katup bola


yang bocor yang menyababkan tekanan pneumotoraks bergeser ke mediastinum.
Sirkulasi paru dapat menurun dan mungkin menjadi fatal. Apabila kebocoran
tertutup dan paru tidak mengadakan ekspansi kembali dalam beberapa minggu,
jaringan parut dapat terjadi sehingga tidak pernah ekspansi kembali secara
keseluruhan. Pada keadaan ini cairan serosa terkumpul di dalam rongga pleura
dan menimbulkan suatu hidropneumotoraks. 1,2
Hidropneumotoraks spontan sekunder bisa merupakan komplikasi dari TB
paru dan pneumotoraks yaitu dengan rupturnya focus subpleura dari jaringan
nekrotik pengkejuan sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam rongga pleura
dan udara dapat masuk dalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar
paru ketika proses ekspirasi, semakin lama tekanan udara dalam rongga pleura
akan meningkat melebihi tekanan atmosfer, udara yang terkumpul dalam rongga
pleura akan menekan paru sehingga sering timbul gagal napas. 1,2
Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada
kavum pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga
paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum
pleura ini dapat ditimbulkan oleh:
a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumotoraks jenis ini disebut
sebagai closed pneumotoraks. Apabila kebocoran pleura visceralis
berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak dapat
keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin
lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum ke arah
kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumotoraks.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehinggga terdapat hubungan
antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih
besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati
lubang tersebut disbanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada
saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari
luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps
pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat,
akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi
ini disebutkan sebagai open pneumotoraks. 1,2
6

1.5 Diagnosis
1.5.1 Anamnesis
Biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada
seperti ditusuk disertai sesak napas dan kadang-kadang disertai dengan
batuk. Rasa nyeri dan sesak napas ini makin lama dapat berkurang atau
bertambah hebat. Berat ringannya sesak napas ini tergantung dari derajat
penguncupan paru, dan apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak. Pada
penderita COPD, pneumotoraks yang minimal sekali pun akan
menimbulkan sesak napas yang hebat. Nyeri dada biasanya datang tiba-
tiba seperti ditusuk-tusuk setempat pada sisi paru yang terkena. Kadang-
kadang menyebar ke arah bahu, hipokondrium dan scapula. Rasa nyeri
bertambah waktu bernapas dan batuk. Nyeri dada biasanya akan
berangsur-angsur hilang dalam waktu satu sampai empat hari. Batuk
biasanya merupakan keluhan yang jarang bila disertai penyakit paru lain,
biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif. 3,4

1.5.2 Pemeriksaan Fisik


a. Inspeksi, mungkin terlihat sesak napas, pergerakan dada
berkurang, batuk, sianosis, serta iktus kordis tergeser ke arah yang
sehat
b. Palpasi, mungkin dijumpai spatium interkostalis yang melebar, stem
fremitus melemah, trakea tergeser ke arah yang sehat, dan iktus
kordis tidak teraba atau tergeser ke arah yang sehat.
c. Perkusi, mungkin dijumpai sonor, hipersonor, sampai timpani pada
sisi pneumothorax dan dullness pada sisi bawah yang terdapat
cairan atau hidrotoraks.
d. Auskultasi, mungkin dijumpai suara napas yang melemah sampai
menghilang. 3,4

1.5.3 Pemeriksaan Diagnostik


Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan Rontgen foto toraks.
Sebaiknya rontgen foto toraks dibuat dalam keadaan ekspirasi maksimal. Pada
gambaran radiologi hidropneumotoraks (gambar 1) merupakan perpaduan
antara gambaran radiologi dari efusi pleura dan pneumotoraks. Pada
hidropneumotoraks cairan pleura selalu bersama-sama udara, maka meniscus
7

sign tidak tampak. Pada foto posisi tegak maka akan dijumpai air fluid level
meskipun cairan sedikit dan telihat garis mendatar karena adanya udara di atas
cairan. Gambaran radiologi pada hidropneumotoraks ini ruang pleura sangat
translusen dengan tak tampaknya gambaran pembuluh darah paru (clear
space), biasanya tampak garis putih tegas membatasi pleura visceralis yang
membatasi paru yang kolaps, tampak gambaran semiopak homogen menutupi
paru bawah, dan penumpukan cairan di dalam cavum pleura yang
menyebabkan sinus costofrenikus menumpul.5

Gambar 1. Hidropneumotoraks. Terdapat air fluid level pada


hemitoraks kanan karena terdapat cairan dan udara yang mengisi rongga
pleura.
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien
dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas
sebesar 10%.
CT-scan thorax. CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan
antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan
cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks
spontan primer dan sekunder. Komplikasi dapat berupa hemopneumotorak,
pneumomediastinum dan emfisemakutis, fistel bronkopleural dan empyema. 3

1.6 Diagnosis Banding


Apabila ditemukan gambaran air fluid level pada foto polos maka
beberapa diagnosis banding yang dapat dibuat antara lain pyopneumotoraks,
8

haemtoraks, abses pulmonary, traumatic pneumatocele, dan abses jaringan


lunak.5
Pyopneumotoraks (juga dikenal sebagai hidropneumotoraks yang
terinfeksi atau empiemik hidropneumotoraks) adalah kumpulan pus dan udara
pada rongga pleura. Terdapat beberapa macam empyema dan udara pada
toraks dengan etiologinya mungkin berbeda. Keluhan pasien biasanya nyeri
dada dan demam. Batuk dan sesak nafas mungkin ditemukan. Pada foto polos
tampak gambaran air fluid level yang mungkin terlokalisir. Hilangnya siluet
dengan diafragma dapat terlihat. Mungkin sulit untuk membedakan
pyopneumotoraks dari hidropneumotoraks yang tidak terinfeksi. Adanya
penebalan lapisan pleura tebal sangat mendukung pyopneumothoraks.6
Haemothorax yaitu adanya darah di dalam rongga dada, istilah tersebut
biasanya digunakan untuk menggambarkan efusi pleura akibat akumulasi
darah. Jika haemothorax terjadi bersamaan dengan pneumotoraks maka
disebut hemopneumotoraks. Haemothorax merupakan cairan pleura dengan
hematokrit >50% dari hematokrit darah. Biasanya terjadi dari trauma penetrasi
atau trauma tumpul dada (haemothorax traumatis). Haemothorax juga bisa
terjadi tanpa trauma yang disebut haemothorax spontan. Gambaran foto polos
dari haemothorax kebanyakan serupa dengan efusi pleura. Sangat sulit untuk
membedakan haemothorax dengan penyebab efusi pleura lainnya.7
Abses paru adalah kumpulan pus yang berada di sebuah kavitas
berbatas tegas, dan berpotensi mengancam jiwa. Abses paru dibagi menurut
durasi penyakit menjadi akut (<6 minggu) dan kronis (> 6 minggu). Gejala klinis
biasanya tidak spesifik dan umumnya mirip dengan infeksi dada non-kavitasi.
Gejalanya meliputi demam, batuk dan sesak napas. Abses perifer juga dapat
menyebabkan nyeri dada pleura. Gambaran khas abses paru adalah kavitas
yang mengandung air fluid level. Secara umum, abses berbentuk bulat dan
tampak serupa pada proyeksi frontal dan lateral.8,9

1.7 Tatalaksana
Tindakan pengobatan hidropneumotoraks tergantung dari luasnya
permukaan hidropneumotoraks. Tujuan dari penatalaksanaan ini yaitu untuk
mengeluarkan udara dari rongga pleura, sehingga paru-paru bisa kembali
mengembang. Pada hidropneumotoraks yang kecil biasanya tidak perlu
dilakukan pengobatan, karena tidak menyebabkan masalah pernafasan yang
9

serius dan dalam beberapa hari udara akan diserap. British Thoracic Societyy
dan American College of Chest Physicians telah memberikan rekomendasi
penanganan hidropneumotoraks adalah :
a. Observasi dan pemberian tambahan oksigen
Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumotoraks <15% dari
hemitoraks. Apabila fistula dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara
dalam rongga pleura perlahan-lahan akan diresorbsi. Laju resorbsinya
diperkirakan 1,25% dari sisi pneumotoraks perhari. Laju resorbsi tersebut akan
meningkat jika diberikan tambahan oksigen. Observasi dilakukan dalam
beberapa hari (minggu) dengan foto dada serial tiap 12-24 jam selama 2 hari
bisa dilakukan dengan atau tanpa harus dirawat di rumah sakit. Jika pasien
dirawat di rumah sakit dianjurkan untuk pemberian tambahan oksigen. Pasien
dengan luas pneumotoraks kecil unilateral dan stabil, tanpa gejala
diperbolehkan berobat jalan dan dalam 2-3 hari harus kontrol lagi.10
b. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi
dengan atau tanpa pleurodesis
Tindakan ini dilakukan seawal mungkin pada pasien pneumotoraks
yang luasnya >15%. Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara di rongga
pleura (dekompresi). Tindakan dekompresi ini dapat dilakukan dengan cara :
1. Menusukkan jarum melalui dinding dada sampai masuk rongga
pleura, sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui
jarum tersebut.
2. Membuat hubungan dengan udara luar melalui saluran
kontraventil, yaitu dengan:
a. Jarum infuse set ditusukkan ke dinding dada sampai masuk
rongga pleura, kemudian ujung pipa plastik di pangkal
saringan tetesan dipotong dan dimasukkan ke dalam botol
berisi air kemudian klem dibuka, maka akan timbul
gelembung-gelembung udara di dalam botol.
b. Jarum abbokath no 14 ditusukkan ke rongga pleura dan
setelah mandarin dicabut, dihubungkan dengan pipa infuse
set.
c. Water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (kateter urin) yang steril dimasukkan ke rongga
pleura dengan perantaraan trokar atau klem penjepit. Sebelum
10

trokar dimasukkan ke rongga pleura, terlebih dahulu dilakukan


insisi kulit pada ruang antar sela iga ke enam pada linea
aksilaris media. Insisi kulit juga bisa dilakukan pada ruang antar
iga kedua pda linea mid klavikula. Sebelum melakukan insisi
kulit, daerah tersebut harus diberikan cairan disinfektan dan
dilakukan injeksi anestesi local dengan lidokain atau prokain 2%
dan kemudian ditutup dengan kain duk steril. Setelah trokar
masuk ke dalam rongga pleura, pipa khusus (kateter urin)
segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian trokar
dicabut sehingga hanya pipa khusus itu yang masih tinggl di
ruang pleura.
Pemasukkan pipa khusus tersebut diarahkan ke bawah jika
lubang insisi kulitnya ada di ruang antar iga kedua. Pipa khusus
atau kateter tersebut kemudian dihubungkan dengan pipa yang
lebih panjang dan terakhir dengan pipa kaca yang dimasukkan
ke dalam air di dalam botol. Masuknya pipa kaca ke dalam air
sebaiknya 2 cm dari permukaan air, supaya gelembung udara
mudah keluar. Apabila paru sudah mengembang penuh dan
tekanan rongga pleura sudah negative, maka sebelum dicabut
dilakukan uji coba dengan menjepit pipa tersebut selama 24
jam.
Tindakan selanjutnya adalah melakukan evaluasi dengan foto
dada, apakah paru mengembang dan tidak mengempis lagi
atau tekanan rongga pleura menjadi positif lagi. Apabila
tekanan rongga pleura menjadi positif lagi makan pipa tersebut
belum dapat dicabut. Bila paru sudah mengembang maka WSD
dicabut. Pencabutan WSD dilakukan saat pasien dalam
keadaan ekspirasi maksimal.
3. Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap
adanya bleb / bulla.
4. Torakotomi.10
11

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas pasien
Nama : Ny. S
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Dsn Jatibanggi RT 02/05 Tanggung Campur Darat
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status : Pasien R. 231

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Sesak napas
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke RSSA Malang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 bulan
yang lalu. yang memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak
napas tidak dipengaruhi dengan aktivitas ringan dan perubahan posisi. Selain
sesak, pasien juga mengeluh batuk dengan dahak putih dan nyeri dada
dengan VAS= 8/10.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien didiagnosis Ca bronkogenik sejak 1 bulan yang lalu. Pasien tidak
memiliki riwayat hipertensi, asma, dan diabetes mellitus.
Riwayat pengobatan :
Pasien sudah menjalani kemoterapi satu kali di RSSA.
Riwayat sosial:
Pasien saat ini sudah tidak bekerja dan hanya beristirahat di rumah. Riwayat
merokok dan riwayat minum alkohol disangkal oleh pasien. Namun suami
pasien memiliki kebiasaan merokok 2 pak/hari.
Riwayat Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki keluhan serupa.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: GCS 456 BP: 120/70 mmHg


12

tampak sakit sedang PR: 104 x/menit, kuat


Kesan: RR: 24 x/mnt
normoweight Tax: 360 C

Normosefali, simetris, ptosis (-), konjungtiva anemis (-), sklera


Kepala
ikterik (-),

Leher Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Ictus visible, palpable at ICS V 3cm lateral MCL


sinistra
LHM ictus
Jantung
RHM parasternal line dekstra
S1, S2 tunggal, gallop (-), murmur (-),
JVP R+5 cm H2O; posisi 300

Inspeksi: Statis D>S


Dinamis D<S
Palpasi: Ekspansi dada tidak simetris, D<S
Thorax Stem Fremitus N
N
N
Paru Perkusi: hipersonor Sonor
dullness Sonor
dulness Sonor

Auskultasi: V Rh - - Wh - -
V -- --
V -- --

Rounded, soefl, bising usus (+) normal, liver span 9cm,


Abdomen
Traubes space tympani, bruit (-), undulasi (-).

Akral hangat, edema lengan -/-, edema tungkai -/-, CRT <2
Ekstremitas
detik, kondisi kulit normal.

Lain-lain -
13

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Darah Lengkap (2 Oktober 2017)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rentang
normal
WBC 7,20 103/L 4,3-10,3
HGB 8,7 g/dL 13,4-17,7
MCHC 32,80 g/dL 32,00-36,00
MCH 26,50 pg 27,80-33,80
MCV 80,80 pg 83,90-99,10
HCT 26,50 % 40-47
PLT 138 103/L 142-424

Kimia darah (2 Oktober 2017)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

SGOT 34 U/L 0-40


SGPT 52 U/L 0-41
Albumin 2,71 g/dl 3,5-5,5
Bilirubin total 0,28 mg/dl <1,0
Bilirubin direk 0,14 mg/dl <0,25
Bilirubin indirek 0,14 mg/dl <0,75
LDH 390 mg/dl 240-480
GDS 99 mg/dl <200
Ureum 11,40 mg/dl 16,6-48,5
Kreatinin 0,50 mg/dl <2,01
Asam urat 2,5 mg/dl 2,4-5,7
Na 130 mmol/L 136-145
K 4,40 mmol/L 3,5-5,1
Cl 97 mmol/L 98-106
Kalsium (Ca) 9,4 mg/dl 7,6-11,0
Phospor 3,7 mg/dl 2,7-4,5
CEA 11,95 ng/mL <5,0
14

Pemeriksaan Radiologi Thorax AP-Lateral

Cor : bentuk, ukuran, posisi normal


Aorta : Kalsifikasi (-), elongasi (-), dilatasi (-)
Trachea : Deviasi ke kiri
Pulmo : Tidak tampak infiltrat / cavitas / nodul . tampak
clear space pada hemithorax kanan dengan
gambaran air fluid level di dalamnya.
Sudut costophrenicus D/S : D tertutup opacitas, S tajam
Hemidiaphragma D/S : D tertutup opacitas, S tertutup perselubungan
Skeleton : Intak, tidak tampak lesi litik/blastik,
tidak tampak garis fraktur
Soft tissue : swelling (-),subcutis emphysema (-)
Conclusion : Hidropneumothorax kanan

2.5 Diagnosis
Adeno Ca Bronchogenic Dextra TxNxM1b st IV
15

Hidropneumothorax Dextra
Cancer Pain

2.6 Planning Terapi


Bedrest, semifowler position
O2 NC 2-4 lpm
IVFD NaCl 0,9 % 20tpm
Chest tube insertion
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Po. Paracetamol 3x500mg
Po.Codein 3x10mg
Prokemoterapi
KIE kondisi pasien, diagnosis, planning, terapi, komplikasi, prognosis

2.7 Planning Monitoring


Subjektif
Vital sign
Balans cairan
Produksi urin
BGA
16

BAB III
PEMBAHASAN

TEORI KASUS
Anamnesis Dari anamnesis pasien mengeluh
Biasanya ditemukan anamnesis yang sesak napas sejak 1 bulan yang
khas, yaitu rasa nyeri pada dada lalu yang memberat sejak 4 hari
seperti ditusuk disertai sesak napas sebelum masuk rumah sakit.
dan kadang-kadang disertai dengan Sesak napas tidak dipengaruhi
batuk. Rasa nyeri dan sesak napas dengan aktivitas ringan dan
ini makin lama dapat berkurang atau perubahan posisi. Selain sesak,
bertambah hebat. Berat ringannya pasien juga mengeluh batuk
sesak napas ini tergantung dari dengan dahak putih dan nyeri
derajat penguncupan paru, dan dada dengan VAS= 8/10. Pasien
apakah paru dalam keadaan sakit sudah terdiagnosis Ca
atau tidak. Pada penderita COPD, Bronkogenik sejak satu bulan
pneumotoraks yang minimal sekali yang lalu dan sudah menjalankan
pun akan menimbulkan sesak napas kemoterapi.
yang hebat. Rasa nyeri bertambah
waktu bernapas dan batuk.

Pemeriksaan Fisik Dari hasil pemeriksaan fisik


- Inspeksi, mungkin terlihat sesak pada pasien didapatkan inspeksi
napas, pergerakan dada dada secara statis, hemitoraks
berkurang, batuk, sianosis, serta kanan lebih tinggi daripada
iktus kordis tergeser ke arah yang hemitoraks kiri sedangkan pada
sehat inspeksi dada secara dinamis,
- Palpasi, mungkin dijumpai spatium hemitoraks kanan tertinggal. Pada
interkostalis yang melebar, stem palpasi, rongga dada tidak
fremitus melemah, trakea tergeser simetris dimana hemitoraks kanan
ke arah yang sehat, dan iktus lebih rendah. Pada pemeriksaan
kordis tidak teraba atau tergeser stem fremitus didapatkan
ke arah yang sehat. penurunan pada hemitoraks
- Perkusi, mungkin dijumpai sonor, kanan. Pada perkusi didapatkan
hipersonor, sampai timpani pada paru kanan hipersonor pada lobus
17

sisi pneumothorax dan dullness superior dan dullness pada lobus


pada sisi bawah yang terdapat medial serta inferior. Pada
cairan atau hidrotoraks. auskultasi didapatkan suara
- Auskultasi, mungkin dijumpai napas menurun pada paru kanan.
suara napas yang melemah
sampai menghilang.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang


Diagnosis pasti ditegakkan dengan telah dilakukan adalah foto
pemeriksaan Rontgen foto toraks. thoraks. Pada foto thoraks juga
Sebaiknya rontgen foto toraks dibuat didapatkan adanya air fluid level
dalam keadaan ekspirasi maksimal. dengan clear space pada
Pada foto polos didapatkan hemithoraks kanan dan deviasi
perpaduan antara gambaran trakea ke kiri.
radiologi dari efusi pleura dan
pneumotoraks. Pada
hidropneumotoraks cairan pleura
selalu bersama-sama udara, maka
meniscus sign tidak tampak. Pada
foto posisi tegak maka akan
dijumpai air fluid level meskipun
cairan sedikit dan telihat garis
mendatar karena adanya udara di
atas cairan. Gambaran radiologi
pada hidropneumotoraks ini ruang
pleura sangat translusen dengan tak
tampaknya gambaran pembuluh
darah paru (clear space), biasanya
tampak garis putih tegas membatasi
pleura visceralis yang membatasi
paru yang kolaps, tampak gambaran
semiopak homogen menutupi paru
bawah, dan penumpukan cairan di
dalam cavum pleura yang
18

menyebabkan sinus costofrenikus


menumpul. 3,4

Tatalaksana Penatalaksanaan pada kasus ini


Tindakan pengobatan dilakukan pemasangan toraks
hidropneumotoraks tergantung dari drainase berupa chest tube untuk
luasnya permukaan dekompresi hidropneumotoraks.
hidropneumotoraks. Tujuan dari Selain itu pasien diberi
penatalaksanaan ini yaitu untuk oksigenasi nasal canul untuk
mengeluarkan udara dari rongga meningkatkan laju resorbsi udara.
pleura, sehingga paru-paru bisa Untuk menangani underlying
kembali mengembang. British disease berupa Ca Bronkogenik,
Thoracic Societyy dan American pasien ini diberikan kemoterapi.
College of Chest Physicians telah
memberikan rekomendasi
penanganan hidropneumotoraks
adalah :
1. Observasi dan pemberian
tambahan oksigen. Tindakan
ini dilakukan apabila luas
pneumotoraks <15% dari
hemitoraks.
2. Aspirasi sederhana dengan
jarum dan pemasangan tube
torakostomi dengan atau
tanpa pleurodesis. Tindakan
ini dilakukan seawal mungkin
pada pasien pneumotoraks
yang luasnya >15%.
Tindakan ini bertujuan
mengeluarkan udara di
rongga pleura (dekompresi).
19

DAFTAR PUSTAKA

1. Asril Bahar, 1999, Penyakit-penyakit Pleura, Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid
II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
2. Darmanto Djojodibroto, 2009, Respirologi, EGC.
3. Sjahriar rasad, 2009, Radiologi diagnostik, Jakarta, Balai Penerbit FKUI.
4. Kahar Kusumawidjaja, 200, Pleura dan Mediastinum, Rdiologi diagnostic, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
5. Chen PH, Lin XZ. Images in clinical medicine. Hydropneumothorax. N. Engl. J.
Med. 2010;362 (3): e9.
6. Farrow CS. Exercise in diagnostic radiology. Pyopneumothorax, secondary to
distemper pneumonia. Can. Vet. J. 1981;22 (6): 182-3.
7. Chowdhury R, Wilson I, Rofe C et-al. Radiology at a Glance. Wiley-Blackwell.
(2010) ISBN:1405192208.
8. Ho ML, Gutierrez FR. Chest radiography in thoracic polytrauma. AJR Am J
Roentgenol. 2009;192 (3): 599-612.
9. Collins J, Stern EJ. Chest radiology, the essentials. Lippincott Williams &
Wilkins. (2007) ISBN:0781763142.
10. Doherty G, Companies M. Current diagnosis and treatment surgery. McGraw
Hill Professional. (2009) ISBN:0071590870.

Anda mungkin juga menyukai