Pembimbing
MALANG
2017
BAB 1
PENDAHULUAN
Dermatitis kontak merupakan istilah umum pada reaksi inflamasi akut atau
kronis dari suatu zat yang bersentuhan dengan kulit. Terdapat dua jenis dermatitis
kontak yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) yang disebabkan oleh iritasi kimia dan
dermatitis kontak alergi (DKA) yang disebabkan oleh antigen (alergen) sehingga
timbul reaksi hipersensitivitas tipe IV (cell-mediated atau tipe lambat) (Wolff K,
Johnson, 2009). DKA tidak berhubungan dengan atopi dan merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat yang dimediasi terutama oleh limfosit yang
sebelumnya tersensitisasi, sehingga menyebabkan peradangan dan edema pada
kulit. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elitasi.
Hanya individu yang telah mengalami sensitasi dapat menderita DKA (Marks et al,
2002).
Kejadian DKA sering terjadi pada masyarakat. Penyakit ini terhitung
sebesar 7% dari penyakit yang terkait dengan pekerjaan di Amerika Serikat (Wolff
K, Johnson, 2009). Pada penelitian yang dilakukan Paolo Pigatto dan kawan-
kawan, didapatkan kejadian DKA meningkat dengan seiring bertambahnya usia,
tingkat prevalensi 13,3 -24,5% telah dilaporkan tetapi tingkat sensitifitas tertinggi
ditemukan pada anak usia 03 tahun (Pigatto et al, 2010). Dengan menggunakan
uji tes Patch menunjukan titik prevalensi dari sensitifitas kontak sebesar 15,2% .
Ada perbedaan jenis kelamin yang jelas, dengan 19,4% perempuan dan 10,3%
laki-laki (Beck, Wilkinson, 2004). Pada penelitian yang dilakukan oleh Johnson dan
Roberts terkait prevalensi DKA berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur
menunjukkan bahwa tren yang jelas dari peningkatan prevalensi laki-laki. Pada
wanita angka prevalensi meningkat umumnya pada usia 40 tahun. Kesulitan
dalam menegakkan diagnosis DKA menyebabkan perbedaan prevalensi di
berbagai tempat tersebut (Statescu et al, 2013).
DKA merupakan proses multifaktorial, sehingga banyak faktor yang
berperan dalam terjadinya penyakit ini. Faktor-faktor yang ikut berperan dalam
terjadi DKA antara lain genetik, allergen, obat-obatan, dan pekerjaan (Duarte et al,
2012). Keluhan utama pada penderita DKA biasanya datang dengan gatal dan
eritema batas tegas. Jika proses akut, akan timbul vesikel dan bula. Jika proses
kronik, maka akan timbul skuama dan penebalan kulit (likenifikasi). Diagnosis DKA
berdasarkan keluhan, gambaran klinis, dan pemeriksaan penunjang
menggunakan Tes Patch. Selain itu kesulitan dalam menegakkan diagnosis DKA
menyebabkan banyaknya kasus yang tidak terdiagnosa atau underdiagnosed
(Nelson, Mowad, 2010).
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memahami gejala dan
tanda klinis dari kasus DKA sehingga sebagai dokter nantinya mampu
mendiagnosis dan memberikan terapi yang tepat bila menemui penyakit ini.
Dengan adanya upaya pencegahan kontak kembali dengan alergen penyebab dan
menekan kelainan kulit yang timbul, penyakit ini dapat diberantas dan memberikan
prognosis yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Marks JG, Elsner P, Deleo VA. Contact & Occupational Dermatology. 3rd
ed.USA:Mosby Inc; 2002. h. 3-33.