Oleh:
Isma Dewi Masithah 150070200011055
Carissa Putri Irnanda 150070200011022
Nancy Priscilla Bria 125070107111049
Nur Balqis Bt M. Azwar I. 125070108121007
Pembimbing:
dr. Djoko Heri H., Sp PD-KHOM
Judul ......................................................................................................1
Daftar Isi.................................................................................................2
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbulakibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong
yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan haemoglobin berkurang.
Selain itu ADB juga disebabkan oleh perdarahan menahun yang membuat
kehilangan besi atau kebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh
sehingga cadangan besi makin menurun (Bakta, 2009)
4
binding capacity= TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam
serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin
terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia
hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency
anemia) (Andrews, 1999).
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai,
terutama di negara-negara tropik atau negara dunia ketiga, karena sangat
berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari
sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat
merugikan serta dampak sosial yang cukup serius (Bakta,2009).
2.2 Etiologi
Terjadinya anemia defisiensi besi sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi
besi, diet yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah
yang hilang. Kebutuhan besi dapat disebabkan :
5
tambang, angiodisplasia. Konsumsi alkohol atau aspirin
yangberlebihan dapat menyebabkan gastritis, hal ini tanpa disadari
terjadi kehilangan darah sedikit sedikit tapi berlangsung terus menerus.
5. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab
utama. Penyebab paling sering pada laki-laki adalah perdarahan
gastrointestinal, dimana dinegara tropik paling sering karena infeksi
cacing tambang. Pada wanita paling sering karena menormettorhagia.
6. Kehamilan. Pada kehamilan, kehilangan besi kebanyakan disebabkan
oleh kebutuhan besi oleh fetus untuk eritropoiesis, kehilangan darah saat
persalinan, dan saat laktasi.
7. Transfusi feto-maternal. Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi
ibu akan menyebabkan anemia pada akhir masa fetus dan pada awal
masa neonatus.
8. Hemoglobinuri. Keadaan ini biasa dijumpai pada anak yang memakai
katup jantung buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria
kehilangan besi melalui urin 1,8-7,8 mg/hari.
9. Iatrogenic blood loss. Terjadi pada anak yang sering diambil darah
venanya untuk pemeriksaan laboratorium.
10. Idiopathic pulmonary hemosiderosis. Penyakit ini jarang terjadi, pada
keadaan ini kadar Hb dapat turun drastis hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam.
11. Latihan yang berlebihan . Pada orang yang berolahraga berat kadar
feritin serumnya akan kurang dari 10 ug/dl(Bakta, 2007).
6
energi untuk pertumbuhan. Jika anak tidak mendapat asupan gizi yang
cukup maka akan beresiko terkena anemia.
Vegetarian. Orang yang tidak mengkonsumsi daging akan memiliki resiko
ADB lebih tinggi.
Pendonor darah. Orang yang rutin mendonorkan darah akan memiliko resiko
yang lebih tinggi karena dapat mengurangi sediaan besi dan mengurangi
kadar haemoglobin.
2.4 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium
yang tepat. Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan
besar, yaitu, gejala umum anemia, gejala khas anemia akibat defisiensi besi,
dan gejala penyakit dasar. Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai
sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar
haemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat
lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada pemeriksaan
fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjunctiva dan jaringan di
bawah kuku.
Gejala khas yang dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada
anemia jenis lain adalah:
- Koilonychias : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-
garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok
- Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
papil lidah menghilang.
- Stomatitis angularis (cheilosis): adanya peradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
- Disfagia : Nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
- Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhhlorida
- Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah
liat, es, lem, dan lain-lain.
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly
adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi
papil lidah, dan disfagia.
7
Terdapat tiga tahap diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan
adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut off
point anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah kriteria WHO atau kriteria
klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan
tahap ketiga adalah menetukan penyebab defisiensi besi yang terjadi. Secara
laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu dan
tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi
dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut : Anemia hipokromik mikrositer pada
hapusan darah tepi, atau MCV <80 fl dan MCHC<31% dengan salah satu dari
a,b,c,atau d.
a. Dua dari tiga parameter di bawah ini :
- Besi serum <50mg/dl
- TIBC >350 mg/dl
- Saturasi transferrin: <15%, atau
b. Ferritin serum <20 mg/l, atau
c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain)
menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau
d. Dengan pemberian sulfas ferosus 3x 200 mg/hari (atau preparat besi lain
yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar haemoglobin lebih
dari 2 g/dl
Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi
besi. Tahap ini sering merupakan proses yang rumit dan memerlukan berbagai
jenis pemeriksaan tetapi merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah
kekambuhan defisiensi besi serta kemungkinan untuk dapat menemukan
sumber perdarahan yang membahayakan. Meskipun dengan pemeriksaan yang
baik, sekitar 20% kasus ADB tidak diketahui sebabnya.
Untuk pasien dewasa fokus utama adalah mencari sumber perdarahan.
Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti. Pada perempuan masa
reproduksi anamnesis tentang menstruasi sangat penting, kalau perlu dilakukan
pemeriksaan ginekologi. Untuk laki-laki dewasa dilakukan pemeriksaan feses
untuk mencari cacing telur tambang. Tidak cukup hanya dilakukan pemeriksaan
hapusan langsung (direct smear dengan eosin), tetapi sebaiknya dilakukan
pemeriksaan semi kuantitatif, seperti misalnya teknik Kato-Katz untuk
menentukan beratnya infeksi. Namun jika tidak ditemukan perdarahan yang
8
nyata, dapat dilakukan tes darah samar (occult blood test) pada feses, dan jika
terdapat indikasi dilakukan endoskopi saluran cerna atas atau bawah (Bakta,
2009).
A. Terapi Kausal
Terapi terhadap penyebab perdarahannya.
9
b. Terapi Besi Parenteral
Terapi besi parenteral berlujuan untuk mengembalikan kadar
hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg. Untuk
menghitung jumlah kebutuhan besi adalah
C. Terapi lainnya
a. Diet : mengkonsumsi makanan yang tinggi protein terutama protein
hewani
b. Vitamin C : untuk meningkatkan absorbsi besi dengan dosis 3 x 100 mg
per hari.
10
c. Transfusi darah.
Indikasi transfusi darah pada pasien anemia defisiensi besi adalah
- Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung.
- Anemia yang sangat simptomatik, misalnya anemia dengan gejala
pusing yang menyolok.
- Pasien memerlukam peningkatan kadar hemoglobin yang cepat
seperti pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi(Sudoyo, 2009)
2.7 Prognosis
Prognosisnya sangat bergantung pada penyakit yang mendasarinya. Bila
penyakit yang mendasarinya teratasi, dengan nutrisi yang baik maka anemia
defisiensi dapat teratasi (PPKDI, 2014).
11
BAB III
RINGKASAN
12
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I. M., Ketut Suega, Tjokorda Gde Dharmayuda. Anemia Defisiensi Besi.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setia S. Buku
Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. 2009.
Distribusi Besi Dalam Tubuh Dewasa (sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorderof
iron metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95)
Raspati H., Reniarti L., Susanah S. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak.
Anemia. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005.
Ikatan Dokter Indonesia. 2014. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Hlm 76.
Yehuda S., Mostofsky DI. 2010. Iron Deficiency and Overload: From basic
biology to clinical medicine. Springer Science & Business Media.
13