Case Fraktur
Case Fraktur
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identifikasi
Nama : Ryan Hidayat
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir/ Umur : 1 Juni 1993/ 23 Tahun
Alamat : Jl. Proklamasi Komplek Masjid Asai Muara Enim
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SLTA
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
No. Rekam Medis : 960479
No. Register : RI 16029441
Masuk RS : 27 Oktober 2016
2
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma sebelumnya : ada, 4 bulan yang lalu kecelakaan motor
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal
Keadaan Spesifik
Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor,
reflek cahaya (+/+)
Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
3
Auskultasi : Bunyi jantung I-II (+) normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, jejas (-), luka (-)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat, CRT <3
Status Lokalis
Regio Cruris Dextra
Look : Warna sama dengan kulit disekitarnya, skar (+), deformitas
(+), diskrepansi (+) tampak shortening 2 cm
True length : dextra : 86 cm, sinistra : 88 cm
Apparent length : dextra : 88 cm, sinistra : 90 cm
4
2.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (11 Oktober 2016)
Hemoglobin : 16 g/dl (13,2-17,3 g/dL)
Eritrosit : 5.590.000 (4.200.000-4.870.000/mm3)
Leukosit : 12.700/mm3 (4.500-11.000/mm3)
Hematokrit : 42% (43-49%)
Trombosit : 349.000/L (150.000-450.000/L)
Hitung Jenis Leukosit : 0/14/50/29/7 (0-1/1-6/50-70/25-40/2-8)
Waktu Perdarahan : 1 menit (1-3 menit)
Waktu Pembekuan : 9 menit (9-15 menit)
Glukosa Puasa : 80 mg/dL (70-120 mg/dL)
Ureum : 27 mg/dL (16,6-48,5 mg/dL)
Kreatinin : 0,77 mg/dL (0,50-0,90 mg/dL)
Natrium : 144 mEq/L (135-155 mEq/L)
Kalium : 4,7 mEq/L (3,5-5,5 mEq/L)
Kesan :
Fraktur complete di 1/3 proximal
tibia dextra
5
Pemeriksaan Radiologi (6 September 2016)
2.6. Penatalaksanaan
- Ketorolac injeksi 1x1 ampul
- Imobilisasi dengan spalk
- Rujuk ke Spesialis Bedah Orthopedi : Pro : Open Reduction and Internal
Fixation (ORIF)
- Rehabilitasi medik
2.7. Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
7
poplitea yang menutupi fossa poplitea. Disini tersusun oleh serabut-serabut
transversal yang ditembus oleh vena saphena parva. Fascia ini menerima
serabut-serabut tendo m.biceps femoris femoris disebelah lateral dan tendo m.
Sartorius, m.gracilis, m.semitendinosus, dan m.semimembranosus disebelah
medial. Keanterior, fascia ini bersatu dengan perosteum tibia serta perostenium
capitulum fibulae dan malleolus fibulae. Ke distal, fascia ini melanjutkan diri
ke raetinaculum mm.extensorum superior dan retinaculum mm. flexorum.
Fascia ini menjadi tebal dan kuat dibagian proximal dan anterior cruris, untuk
perlekatan m.tibialis anterior dan m.extensor digitorum longus. Tetapi, fascia
ini tipis dibagian posterior yang menutupi m.gastrocnemeus dan m.soleus.
disisi lateral cruris, fascia ini membentuk septum intermusculare anterius dan
septum intermusculare posterius.3
8
yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak
di tempat fraktur mungkin tidak ada.6
Kompresi
Retak dapat terjadi pada tulang, sama halnya seperti pada logam dan benda
lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan
pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon
tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.6
Patologik
Fraktur dapat terjadi karena tekanan yang normal apabila tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau apabila tulang itu sangat rapuh (misalnya pada
penyakit paget).6
9
b. Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma5,6
- Garis patah transverse
- Garis patah oblique
- Garis patah spiral
- Fraktur kompresi
- Fraktur avulsi
menjauhi).
10
Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustillo Anderson.6
3.5 Diagnosis
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap
dan melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk
dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto
rontgen untuk membantu mengarahkan dan menilai secara objektif keadaan
yang sebenarnya.5
11
1. Anamnesis
Adanya riwayat trauma.
Bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma harus
diperinci jenisnya, besar-ringannya trauma, arah trauma dan posisi
penderita atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme
trauma).Dari anamnesis dapat diduga :
Kemungkinan politrauma.
Kemungkinan fraktur multipel.
Kemungkinan fraktur-fraktur tertentu, misalnya : fraktur colles,
fraktur supracondylair humerus, fraktur collum femur.
Pada anamnesa ada nyeri tetapi tidak jelas pada fraktur inkomplit
Ada gangguan fungsi, misalnya : fraktur femur, penderita tidak dapat
berjalan. Kadang-kadang fungsi masih dapat bertahan pada fraktur
inkomplit dan fraktur impacted ( impaksi tulang kortikal ke dalam
tulang spongiosa).
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Dari pemeriksaan umum dicari kemungkinan kompikasi umum,
misalnya: shock pada fraktur multipel, fraktur pelvis atau fraktur terbuka,
tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka terinfeksi. Pada pemeriksaan
awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
Syok, anemia atau pendarahan
Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan
abdomen
Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.
12
fraktur kondilus lateralis humerus), angulasi, rotasi dan
shortening.
- Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur tibia tidak
dapat berjalan.
- Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan.
b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan, nilai keadaan vaskularisasi dari
distal fraktur berupa nadi dan menguji sensasi.
c. Move, untuk mencari:
- Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Pemeriksaan ini sebaiknya
tidak dilakukan karena menambah trauma.
- Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif atau pasif.
- Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang
tidak mampu dilakukan, range of joint movement (derajat dari
ruang lingkup gerakan sendi) dan kekuatan. Penilaian dilakukan
secara hati hati karena sifat nyeri hebat dan kemungkinan merusak
jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menentukan jenis dan kedudukan
fragmen fraktur. Foto Rontgen harus memenuhi beberapa syarat (rule of
two):
Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X
tunggal dansekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP
& Lateral/Oblique).
Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami
fraktur atau angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi
kecuali kalau tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami
dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur keduanya harus
disertakan dalam foto sinar-X.
13
Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur.
Foto pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.
Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1
tingkat. Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu
juga diambil foto sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.
Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-
ragu, sebagai akibat resorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari
kemudian dapat memudahkan diagnosis.
14
kehilangan darah dan mati,yang akan menimbulkan suatu daerah cicin
avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
2. Fase proliferasi/inflamasi (Terjadi 1 5 hari setelah trauma)
Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang
berproliferasi dari perosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada
daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktivitas seluler dalam
canalis medullaris. Apabila terjadi robekan hebat pada periosteum maka
penyembuhan sel berasal dari sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi
kedalam jaringan lunak. Pada tahap awal penyembuhan fraktur terjadi
penambahan jumlah sel-sel osteogenik yang memberikan pertumbuhan
yang cepat melebihi sifat tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari
organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa
minggu kalus dari fraktur akan membentuk satu massa yang meliputi
jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologi kalus belum mengandung
tulang sehingga masih merupakan suatu daerah radiolusen.
3. Fase pembentukan kalus (terjadi 6 10 hari setelah trauma)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen
sedasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas
membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks
interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium
membentuk tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut woven bone
(merupakan indikasi radiologi pertama penyembuhan fraktur).
4. Fase konsolidasi (2 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan
diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang
menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus dapat diresorpsi secara
bertahap.
5. Fase remodeling (waktu lebih 10 minggu)
Perlahan-perlahan terjadi resorbsi secara osteoklastik dan tetap terjadi
proses osteoblastik pada kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang.
Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem
15
haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk
membentuk ruang sum-sum.
16
Penyebab yang lain, karena distraksi yang mungkin disebabkan oleh kelebihan
traksi atau karena tonus dan tarikan otot.
4. Gangguan perdarahan setempat
Pendarahan jaringan tulang yang mencukupi untuk membentuk tulang baru
merupakan syarat mutlak penyatuan fraktur.
5. Trauma lokal ekstensif
6. Kehilangan tulang
7. Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang
8. Keganasan lokal
9. Penyakit tulang metabolik (mis; penyakit paget)
10. Radiasi (nekrosis radiasi)
11. Nekrosis avaskuler
Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasyang baik, maka penyembuhan
biasanya tanpa komplikasi akan tetapi bila salah satu sisi fraktur
vaskularisasinya jelek sehingga mengalami kematian maka akan menghambat
penyembuhannya.
12. Fraktur intra artikuler (cairan sinovial mengandung fibrolisin, yang akan melisis
bekuan darah awal dan memperlambat pembentukan jendalan)
13. Usia (lansia sembuh lebih lama)
Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat daripada orang
dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktifitas proses osteogenesis pada
periosteum dan endosteum dan juga berhubungan dengan proses remodeling
tulang pada bayi sangat aktif dan makin berkurang apabila umur bertambah.
14. Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)
17
7. Potensial listrik pada patahan tulang
Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu sampai 4 bulan. Waktu
penyembuhan pada anak secara kasar waktu penyembuhan pada dewasa.
3.8 Tatalaksana
18
- Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
- Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction yaitu dengan mengurangi fraktur apabila perlu restorasi fragmen
fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada fraktur
intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin
mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan,
deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari. Posisi yang baik
adalah :
- Alignment yang sempurna
- Aposisi yang sempurna
3. Retention; imobilisasi fraktur
4. Rehabilitation yaitu mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
Pilihan terapi
Ada 2 terapi, pilihan berdasarkan banyak faktor seperti bentuk fraktur, usia
penderita, level aktivitas, dan pilihan dokter sendiri.10,11
19
secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak
sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel/traksi
Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak-
anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi
definitif, bilamana tidak maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk
orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.
Gambar 5. Traksi
Terapi operatif
20
Terapi operatif dengan membuka frakturnya
1. Reposisi terbuka dan fikasasi interna / ORIF (Open Reduction and Internal
Fixation)fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum
tulang panjang, bisa juga berupa plat dengan skrup di permukaan tulang.
Keuntungan ORIF adalah bisa dicapai reposisi sempurna dan bila dipasang
fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak perlu lagi dipasang gips dan
segera bisa dilakukan immobilisasi. Kerugiannya adalah reposisi secara
Indikasi ORIF:
a. Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi.
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
dengan operasi, misalnya fraktur femur.
2. Excisional arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi.
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis dilakukan pada fraktur
kolum femur.
21
Terapi pada fraktur terbuka10,11
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera.
Tindakan harus sudah dimulai dari fase pra rumah sakit:
- Pembidaian
- Menghentikan perdarahan dengan perban tekan
- Menghentikan perdarahan dengan perban klem.
Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari
fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu di
dahulukan dalam kerangka kerja terpadu.Tindakan terhadap fraktur terbuka:
1. Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta pembidaian
anggota gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.
2. Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta tindakan
reposisi terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 6 jam
(golden period 4 jam)
3. Penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.
22
9. Fiksasi:
a. Fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan reposisinya
(unstable fracture) minimal dengan Kischner wire
b. Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan indikasinya seperti
pada operasi elektif, terutama yang dapat dilakukan dalam masa golden
period untuk fraktur terbuka grade 1-2
c. Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak memadai
(karena sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar (dengan gips spalk atau
sirkular)
d. Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan ketegangan,
biarkan terbuka dan luka ditutup dengan dressing biasa atau dibuat sayatan
kontra lateral.Untuk grade 3 kalau perlu: Pasang fikasasi externa
dengan fixator externa (pin/screw dengan K nail/wire dan acrylic cement).
Usahakan agar alignment dan panjang anggota gerak sebaik-baiknya.
Apabila hanya dipasang gips, pasanglah gips sirkuler dan kemudian gips
dibelah langsung (split) setelah selesai operasi.
e. Buat x-ray setelah tindakan
3.9 Prognosis
Prognosis dari fraktur tibia fibula untuk kehidupan adalah bonam. Pada
sisi fungsi dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke performa
semula, namun hal ini sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam
terapi yang dipilih, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.10,11
Komplikasi infeksi yang menyebabkan osteomielitis biasanya merupakan
akibat dari fraktur terbuka meskipun tidak jarang terjadi setelah reposisi
terbuka.
23
BAB IV
ANALISA KASUS
Dari pemeriksaan fisik pada inspeksi terdapat skar bekas luka robek yang
telah sembuh dan pemendekan pada tungkai kanan. Pada palpasi terdapat nyeri pada
tungkai kanan atas dan tidak terdapat gangguan pada sistem saraf dan pembuluh
darah. Pada pemeriksaan ROM didapatkan pergerakan aktif dan pasif yang terbatas.
Hal ini mengarahkan adanya suatu fraktur tibia dextra. Namun untuk memastikan
suatu fraktur diperlukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen.
24
Berdasarkan prinsip penanganan fraktur, tindakan pertama yang dilakukan adalah
recognition atau mengidentifikasi fraktur yang dialami penderita. Kedua adalah
reduction/reposisi dan sekaligus retaining, dimana fraktur direposisi dan
dipertahankan dengan menggunakan ORIF. Terakhir adalah rehabilitasi yaitu
mengembalikan fungsi ekstremitas yang terganggu karena fraktur. Prognosis pada
kasus ini adalah dubia ad bonam.
25
DAFTAR PUSTAKA
26