Salesma dan influenza hampir selalu sembuh sendiri tanpa obat. Jangan gunakan penicillin,
tetracycline atau antibiotika lainnya, karena obat-obatan ini sama sekali tidak menyembuhkan
dan dapat menimbulkan bahaya. Hal yang dilakukan saat menemui anggota keluarga memiliki
gejala salesma:
2. Aspirin atau acetaminophen dapat menurunkan panas dan menghilangkan sakit kepala.
Tablet-tablet salesma yang lebih mahal tidak lebih manjur daripada aspirin. Jadi, mengapa
Anda harus memboroskan uang?
3. Tetaplah makan seperti biasa, karena tidak ada pantangan mengonsumsi sesuatu.
Jika salesma atau influenza berlangsung lebih dari satu minggu, atau telah timbul panas,
batuk ditambah dengan keluarnya banyak lendir beserta nanah (dahak), bernapas dalam
kondisi cepat dan dangkal, atau mengalami sakit dada, maka terdapat kemungkinan si
penderita mengalami radang cabang tenggorokan (bronchitis) atau radang paru-paru
(pneumonia). Dalam keadaan ini diperlukan antibiotika. Bahaya terjadinya radang paru-paru
lebih besar pada orang-orang berusia lanjut dan yang menderita gangguan paru-paru seperti
bronchitis menahun.
Sakit tenggorokan atau sakit leher sering kali merupakan bagian dari salesma. Tidak
diperlukan obat khusus, tetapi kumur dengan air hangat akan membantu proses
penyembuhan. Jika sakit leher terjadi secara mendadak, disertai panas tinggi,
kemungkinannya adalah strep throat (sakit leher karena infeksi streptoccus). Dalam keadaan
ini diperlukan pengobatan khusus.
Pencegahan Salesma:
1. Nutrisi makanan yang bermutu akan membantu pencegahan penyakit salesma. Mengonsumsi
jeruk, tomat dan buah-buahan lain yang mengandung vitamin C sangat dianjurkan.
2. Bertentangan dengan kepercayaan umum, salesma bukan terjadi karena kedinginan atau
kehujanan. Salesma ditularkan oleh seseorang yang telah menderita infeksi melalui vektor
udara.
3. Untuk mencegah penularan kepada orang lain, maka penderita harus makan dan tidur
terpisah dari anggota keluarga lain terutama menjauhi bayi. Ia harus menutup hidung atau
mulutnya ketika batuk atau bersin.
4. Untuk mencegah agar salesma tidak menimbulkan sakit telinga, jangan menghembus ingus
kuat-kuat, hapus saja ingus anda. Ajarkan anak-anak agar melakukan hal yang sama.
Hidung yang tersumbat atau pilek dapat terjadi karena salesma atau alergi. Banyak lendir
dalam hidung menyebabkan infeksi telinga pada anak-anak atau gangguan sinus (peradangan
gawat dan berlangsung lama pada rongga tulang yang berhubungan dengan rongga hidung)
pada orang dewasa.
Untuk melegakan hidung yanng tersumbat, dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:
1. Pada anak-anak kecil, hisaplah dengan hati-hati ingus atau lendir dari hidung dengan
menggunakan balon penghisap atau sempritan tanpa jarum suntik.
2. Orang dewasa dan anak-anak remaja dapat menghirup air garam kedalam hidungnya.
Tindakkan ini akan mencairkan lendir.
3. Bernapas dalam uap air panas akan melegakan hidung yang tersumbat.
4. Hapuslah ingus Anda, tetapi jangan menghembuskan ingus kuat-kuat, karena tindakan ini
dapat menimbulkan sakit telinga dan infeksi sinus.
5. Penderita yang sering mengalami sakit telinga atau gangguan sinus dapat mencegahnya
dengan memakai tetes hidung decongestan seperti phenyleprine. Setelah menghirup sedikit
air garam, teteskan obat tersebut dalam hidung sebagai berikut:
Miringkan kepala, kemudian teteskan 2 atau 3 tetes ke dalam lubang hidung sebelah bawah.
Tunggu beberapa menit dan lakukan hal yang sama pada lubang lainnya.
RHINOSINUSITIS (SINUSITIS)
BAB I
PENDAHULUAN
Sinusitis merupakan masalah kesehatan yang cukup sering dijumpai pada praktik sehari-hari
dokter umum maupun dokter spesialis THT. Menurut American Acadenny of Otolaryngology -
Head & Neck Surger 1996, istilah sinusitis lebih tepat diganti dengan rinosinusitis karena dianggap
lebih akurat dengan alasan:
(1) secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung,
(2) sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis, dan
(3) gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia dijumpai pada rinitis ataupun sinusitis. [1]
Sinusitis bisa disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Streptococcus pneumoniae, Haemophillus
influenza, dan Streptococcus group A merupakan contoh bakteri yang dapat menyebabkan
sinusitis. [1] Selain bakteri tersebut ada juga bakteri anaerob yang dapat menyebabkan sinusitis
yaitu fusobakteria. Untuk virus yang dapat menyebabkan sinusitis adalah Rhinovirus, influenza
virus, dan parainfluenza virus. [2]
Sinusitis dapa dibedakan menjadi dua yaitu sinusitis akut dan kronis. Penyebab terjadinya sinusitis
akut dan kronis pun berbeda. Untuk sinusitis akut itu biasanya terjadi karena rhinitis akut,
faringitis, tonsilitis akut dan lain-lain. Gangguan drainase, perubahan mukosa, dan pengobatan
merupakan penyebab terjadinya sinusitis kronis. [3]
Sinusitis menjadi masalah kesehatan penting hampir di semua Negara dan angka prevalensinya
makin meningkat tiap tahunnya1. Sinusitis paling sering dijumpai dan termasuk 10 penyakit
termahal karena membutuhkan biaya pengobatan cukup besar.[4]Kebanyakan penderita
rhinosinusitis ini adalah perempuan. [5] Prevalensi sinusitis di Indonesia cukup tinggi. Hasil
penelitian tahun 1996 dari sub bagian Rinologi Departemen THT FKUI-RSCM, dari 496 pasien
rawat jalan ditemukan 50 persen penderita sinusitis kronik. Pada tahun 1999, penelitian yang
dilakukan bagian THT FKUI-RSCM bekerjasama dengan Ilmu Kesehatan Anak, menjumpai
prevalensi sinusitis akut pada penderita Infeksi Saluran Nafas Atas (ISNA) sebesar 25 persen.
Angka tersebut lebih besar dibandingkan data di negara-negara lain. [6]
Untuk pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan dengan rinoskopi anterior pada rinosinusitis
akan tampak adanya ingus yang purulen atau post nasal drip pada pemeriksaan faring. Adapun
pemeriksaan penunjang antara lain transiluminasi, radiologi, endoskopi, kultur bakteri.
Pungsi/aspirasi sebaiknya dilakukan setelah tanda akut mereda. [1] Gejala khas kelainan pada sinus
adalah sakit kepala yang dirasakan ketika penderita bangun pada pagi hari. Sementara gejala
lainnya adalah demam, rasa letih, lesu, batuk dan hidung tersumbat ataupun berlendir. Sakit pada
muka di sekitar mata. Dan juga dapat mengalamikesulitan membedakan aroma atau bahkan
mencium bau sama sekali
Pada daerah ini jika Anda mengetuk tulang atau menundukkan kepala, muka akan terasa sakit.
Diganosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala, foto rontgen sinus dan hasil pemeriksaan
fisik. Diagnosis banding sinusitis akut meliputi rinitis akut (common cold) dan Neuralgia
trigeminal, rhinovirus, sinus tumor (polip), dan ISNA
BAB II
PEMBAHASAN
2.2.2 Epidemiologi
Rhinosinusitis mempengaruhi sekitar 35 juta orang per tahun di Amerika dan jumlah yang
mengunjugi rumah sakit mendekati 16 juta orang. [5,8] Menurut National Ambulatory Medical Care
Survey (NAMCS), kurang lebih dilaporkan 14 % penderita dewasa mengalami rhinosinusitis yang
bersifat episode per tahunnya dan seperlimanya sebagian besar didiagnosis dengan pemberian
antibiotik. Pada tahun 1996, orang Amerika menghabiskan sekitar $3.39 miliyar untuk
pengobatan rhinosinusitis.[5,9]Sekitar 40 % acute rhinosinusitis merupakan kasus yang bisa
sembuh dengan sendirinya tanpa diperlukan pengobatan. Penyakit ini terjadi pada semua ras,
semua jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan dan pada semua kelompok umur.
Chronic rhinosinusitis mempengaruhi sekitar 32 juta orang per tahunnya dan 11,6 juta orang
mengunjungi dokter untuk meminta pengobatan. Penyakit ini bersifat persisten sehingga
merupakan penyebab penting angka kesakitan dan kematian. Adapun penyakit ini dapat mengenai
semua ras, semua jenis kelamin dan semua umur.
2.2.3 Etiologi
Sinusitis dapat disebabkan oleh beberapa patogen seperti bakteri (Streptococcus pneumonia,
Haemophillus influenza, Streptococcus group A, Staphylococcus aureus, Neisseria, Klebsiella,
Basil gram (-), Pseudomonas, fusobakteria), virus (Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza
virus), dan jamur.
Patogen yang paling sering dapat diisolasi dari kultur maxillary sinus pada pasiensinusitis akut
yang disebabkan bakteri seperti Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza,
dan Moraxella catarrhalis. Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureusdan bakteri anaerob.
Selain itu beberapa jenis jamur juga berperan dalam patogenesis penyakit ini
seperti Mucorales dan Aspergillus atau Candida sp. Berikut beberapa penjelasan patogen yang
berperan dalam penyakit sinusitis akut :
Streptococcus pneumonia merupakan bakteri gram positif, catalase-negative, facultatively
anaerobic cocci dimana 20 - 43 % dari sinusitis akut yang disebabkan bakteri pada kasus orang
dewasa. [10]
Haemophillus influenza merupakan bakteri gram negatif, facultatively anaerobic bacilli. H
influenza type B merupakan penyebab pasti meningitis sampai pemakaian luas vaksin.
Staphylococcus aureus sekarang ini dilaporkan mengalami peningkatan dalam patogen
penyebab sinusitis akut yang disebabkan bakteri. [11]
Pada sinusitis kronik ada beberapa bakteri yang telah dapat dilaporkan yang berperan sebagai
penyebab. Namun peran bakteri dalam patogenesis sinusitis kronik belum diketahui
sepenuhnya. Adapaun beberapa contohnya seperti Staphylococcus aureus, Coagulase-negative
staphylococci , H influenza, M catarrhalis, dan S Pneumoniae. Disamping itu, ada beberapa jenis
jamur yang dapat dihubungkan dengan penyakit ini seperti Aspergillus sp, Cryptococcus
neoformans, Candida sp, Sporothrix schenckii danAltemaria sp. Adapun etiologi yang mungkin
dari pasien diatas adalah adanya infeksi dari bakteri. Hal ini karena pasien mengeluhkan adanya
pilek yang kemungkinan disebabkan oleh bakteri.
2.2.4 Patogenesis
Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu obstruksi drainase sinus
(sinus ostia), kerusakan pada silia, dan kuantitas dan kualitas mukosa. Sebagian besar
episode sinusitis disebabkan oleh infeksi virus. Virus tersebut sebagian besar menginfeksi saluran
pernapasan atas seperti rhinovirus, influenza A dan B,parainfluenza, respiratory syncytial virus,
adenovirus dan enterovirus. Sekitar 90 % pasien yang mengalami ISPA akan memberikan bukti
gambaran radiologis yang melibatkan sinus paranasal.[4,12] Infeksi virus akan menyebabkan
terjadinya udem pada dinding hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan
atau obstruksi pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase dalam sinus.
Selain itu inflamasi, polyps, tumor, trauma, scar, anatomic varian, dan nasal
instrumentation juga menyebabkan menurunya patensi sinus ostia. Virus tersebut juga
memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat
difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret
yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk
berkembangnya bakteri patogen. Silia yang kurang aktif fungsinya tersebut terganggu oleh
terjadinya akumulasi cairan pada sinus. Terganggunya fungsi silia tersebut dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti kehilangan lapisan epitel bersilia, udara dingin, aliran udara yang cepat,
virus, bakteri,environmental ciliotoxins, mediator inflamasi, kontak antara dua permukaan
mukosa, parut, primary cilliary dyskinesia (Kartagener syndrome). Adanya bakteri dan lapisan
mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari
virus. Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus dan
akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan
jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktivitas leukosit. Sinusitis kronis
dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak adekuat, obstruksi sehingga drainase
sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa bakteri patogen. Menurut teori,patogenesis pasien di
atas disebabkan oleh deviasi septum. Deviasi septum tersebut didapatkan dari pemeriksaan fisik.
2.2.5 Manifestasi kilinis
Manifestasi klinis yang khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika
penderita bangun pada pagi hari. Manifertasi klinis yang ditimbulkan olehsinusitis dapat dibagi
menjadi dua yaitu gejala subyektif (dirasakan) dan gejala obyektif (dilihat).
Gejala subyektif : demam, lesu, hidung tersumbat, sekresi lender hidung yang kental dan terkadang
bau, sakit kepala yang menjalar dan lebih berat pada pagi hari.
Gejala obyektif kemungkinan ditemukan pembengkakan pada daerah bawah orbita(mata) dan lama
kelamaan akan bertambah lebar sampai ke pipi.
Sinusitis akut dan kronis memilki gejala yang sama, yaitu nyeri tekan dan pembengkakan
pada sinus yang terkena, tetapi ada gejala tertentu yang timbul berdasarkan sinus yang terkena :
Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat dibawah mata, sakit gigi dan sakit kepala
Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi
Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala di dahi.
Sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan bisa dirasakan di
puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau kadang menyebabkan sakit telinga dan sakit
leher.
Pada pasien di atas kemungkinan sinus yang terinfeksi adalah sinus maksilla berdasarkan dari
keluhan pasien. Pada pipi bagian sinistra pasien juga terdapat udema yang menunjukan
penumpukan cairan pada sinus maksillaris pasien.
Dari penjelasan-penjelasan sebelumnya dan dari hasil anamnesis yang kami dapatkan dari pasien
seperti utama hidung tersumbat, sering pilek yang hilang timbul, dan telinga terasa penuh, serta
dari hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan dan hasil dari pemeriksaan penunjang, maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa pasien tersebut menderitarhinosinusitis. Adapun
penatalaksanaan yang dilakukan kepada pasien adalah pemberian obat yang terdiri
dari ambroksol dengan dosis 3 kali sehari masing-masing 1 tablet. Selain itu, diberikan juga obat
dari golongan psodoefedrin dengan dosis 3 kali sehari masing-masing 1 tablet. Adapun follow up
yang akan dilaksanakan pada pasien ini adalah dengan control tiap 1 bulan. Prognosis pasien ini
baik apabila pasien rutin mengikuti follow up dan taat terhadap pengobatan yang diberikan. Untuk
komplikasinya bisa berupa orbital cellulitis, cavernous sinus thrombosis, intracranial extension
(brain abscess, meningitis)dan mucocele formation
Referensi:
1. Mangunkusumo. Fisiologi hidung dan paranasal dalam Iskandar N. Buku ajar Ilmu Penyakit
THT. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta, 1990, hal: 85-87.
3. Khun FA. Role of endoscopy in the management of chronic rhinosinusitis. Ann Rhinol
Laryngol. 2004;113:10-14.
4. Dolor RJ, Wlliams JW. Management of rhinosinusitis in Adult. Clinical application of recent
evidence and treatment recommendation. JCOM. 2001;9:463-477.