Anda di halaman 1dari 39

DIC

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakangh
Hemostasis ialah proses pembentukan bekuan pada dinding pembuluh darah yang
rusak, untuk mencegah kehilangan darah, sementara tetap mempertahankan datah dalam
keadaan cair di dalam system pembuluh darah. Sekumpulan mekanisme sistemik kompleks
yang saling berkaitan akan bekerja untuk mempertahankan imbangan antara koagulasi
dengan antikoagulasi. Sebagai tambahan, imbangan tersebut dipengaruhi oleh factor lokal
pada berbagai organ yang berbeda.

Respons terhadap cedera


Kalau suatu pembuluh terpotong atau rusak, cedera tersebut memulai suatu rangkaian
peristiwa ( seperti pada gambar) yang menghasilkan terbentuknya bekuan (hemostasis).
Bekuan ini menyumbat daerah yang rusak dan mencegah terjadinya kehilangan darah lebih
lanjut. Peristiwa yang mula-mula terjadi adlaah konstriksi pembuluh darah dan pembentukan
sumbat hemostatik sementara dari trombosit yang akan tercetus bila trombosit mengikat
kolagen dan beragregasi. Peristiwa ini diikuti dengan konversi sumbat tersebut menjadi
bekuan definitif.

Mekanisme pembekuan
Agregasi trombosit yang longgar pada sumbat sementara diikat dan dikonversi
menjadi sumbat definitive oleh fibrin. Mekanisme pembekuan yang berperan dalam
pembentukan fibrin melibatkan kaskade reaksi enzim yang tidak aktif di ubah menjadi aktif,
dan enzim tersebut selanjutnya mengaktifkan enzim lain yang belum aktif. Kompleksnya,
system tersebut pada masa lalu dipersulit oleh berbagai penamaan, tetapi diterimanya system
pemberian nomor untuk berbagai factor pembekuan lebih mempermudah keadaan
Reaksi mendasar dalam pembekuan darah adlah konversi protein olasma yang larut,
yaitu fibrinogen menjadi fibrin yang tidak Larut. Proses ini mencakup pembebasan dua
pasang polipeptida dari setiap molekul fibrinogen. Bagian yang tersisa, monomer fibrin,
kemudian mengalamai polimerisasi dengan molekul-molekul monomer lain sehinga
1
membentuk fibrin. Fibrin mula-mula berupa gumpalan longgar benang-benang yang saling
menjalin. Selanjutnya, pembentukan ikatan-ikatan silang kovalen akan mengubah gumpalan
longgar menjadi agregat yang padat dan ketat. Reaksi yang terakhir ini dikatalisis oleh faktor
XIII yang telah diaktifkan dan memerlukan Ca2+.
Perubahan fibrinogen menjadi dikatalisis oleh trombin. Trombin adalh suatu serin
protease yang terbentuk dari prekursornya di sirkulasi, protrombin, oleh kerja faktor X yang
telah diaktifkan. Kerja tambahan trombin adalah pengaktifan trombosit, sel endotel, serta
leukosi melalui sedikitnya satu reseptor gabungan protein G.
Faktor X dapat daktifkan melalui reaksi pada salah satu dari 2 sistem, sistem intrinsik
dan sistem ektrinsik. Reaksi awal pada sistem intrinsik adalah konversi faktor XII inaktif
menjadi faktor XII aktif (XIIa). Aktivasi ini yang dikatalisis oleh kininogen berberat molekul
tinggi dan kalikrein dapat dilakasanakan in vitro dengan pemajanan darah terhadap
permukaan bermuatan elektronegatif yang mudah dibasahi, seperti gelas dan serat kolagen.
Aktivasi in vivo terjadi kalau darah terpajan terhadap serat-serat kolagen yang berada
dibawah lapisan endotel pada pembuluh darah. Faktor XII aktif kemudian mengaktifkan
faktor XI, dan faktor XI aktif mengaktifkan faktor IX. Faktor IX yang telah diaktikan
membentuk suatu kompleks dengan faktor VIII aktif, yang menjadi aktif kalau terpisah dari
faktor von Willebrand. Kompleks Ixa dan VIIIa mengaktifkan faktor X. Fosfolipid dari
trombosit yang beragregasi (PL) dan Ca2+ diperlukan untuk pengaktifan sempurna faktor X.
Sistem ekstrinsik dipicu oleh pelepasan tromboplastin jaringan, suatu campuran protein-
fosfolipid yang mengaktifkan faktor VII. Tromboplastin jaringan dan faktor VII
mengaktifkan faktor IX dan X. Dengan adanya PL, Ca2+, dan faktor V, faktor X yang telah
diaktifkan mengatalisis konversi protrombin menjadi trombin. Jalur ekstrinsik dihambat oleh
suatu penghambat jalur faktor jaringan yang membentuk struktur kuartener dengan TPL,
faktor VIIa dan faktor Xa.
Contoh-contoh penyakit yang disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan
Defisiensi faktor : Sindroma klinis Penyebab
I Afibrinogemia Pengurasan selama
kehamilan disertai
pelepasan plasenta
prematur; juga kongenital
(jarang)
II Hipoprotrombinemia Penurunan sintesis oleh

2
(kecenderungan perdarahan hati, biasanya sekunder
pada penyakit hati) akibat defisiensi vitamin K
V Parahemofilia kongenital
VII Hipokonvertinemia kongenital
VIII Hemofilia A (hemofilia Cacat kongenital yang
klasik) disebabkan oleh aneka
macam kelainan gen pada
kromosom X yang mengode
faktor VIII; karena itu
penyakit ini diturunkan
seagai ciri-ciri yang terkait
seks.
IX Hemofilia B (penyakit kongenital
Christmas)
X Defisiensi faktor Stuart- kongenital
prower
XI Defisiensi PTA kongenital
XII Ciri Hageman kongenital

Gangguan pembekuan dapat terjadi oleh karena gangguan pada tahap pertama, kedua
atau ketiga ataupun karena adanya antikoagulansia yang beredar di dalam darah atau karena
proses pembekuan dalam pembuluh darah.

GANGGUAN TAHAP PERTAMA


Gangguan ini dapat disebabkan kekurangan faktor pembekuan yang bekerja pada
tahap tersebut. Kekurangan faktor pembekuan pada tahap pertama dapat diketahui dari
pemeriksaan SPT (serum prothrombin time) atau prothrombin consumption time). PTT
(Partial thromboplastin time), pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test). Bila
terdapat kekurangan faktor pembekuan dalam tahap pertama maka SPT kurang dari 40 detik
(normal lebih dari 40 detik), PTT dan TGT memanjang atau abnormal.
Gangguan mekanisme pembekuan pada tahap pertama terdapat pada penyakit :
a. Hemofilia A (kekurangan faktor VIII)
b. Hemofilia B (kekurangan faktor IX)

3
c. Penyakit von Willebrand ( pseudohemofilia, hemofilia vaskular)

GANGGUAN TAHAP KEDUA


Gangguan ini ditetapkan dengan pemeri8ksaan T (plasma prothrombin time) dengan
lebih dahulu dibuktikan bahwa mekanisme pembekuan tahap pertama normal atau dengan
perkataan lain tromboplastin yang dibentuk cukup. Bila PTT lebih dari 20 detik (normal 20
detik), berarti bahwa faktor pembekuan tahap kedua ( II, V, VII, X) kurang.
Untuk penentuan faktor mana yang kurang, maka masing-0masing faktor harus diselidiki
lebih lanjut.
ETIOLOGI
1. Faktor kongenital
Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor pembekuan
tersebut menurun.
2. Faktor didapat
Biasanya disebabkan defisiensi faktor II (prothrombin), yang terdapat pada keadaan sebagai
berikut:
a. Neonatus, terutama yang kurang bulan yaitu karena fungsi hati yang belum sempurna
sehingga pembentukan faktor pembekuan II mengalami gangguan.
b. Defisiensi vitamin K. Hal ini dapat terjadi pada penderita ikterus obstruktif, fistula biliaris,
absorbsi vitamin K dari usus yang tidak sempurna atau karena gangguan pertumbuhan bakteri
usus.
c. Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan lain-lain.
d. Terdapatnya zat antikoagulansia (dikumarol, heparin) yang bersifat antagonistik terhadap
prothrombin.
e. Disseminated intravaskular coagulation (DIC)

GANGGUAN TAHAP TIGA


Untuk menentukan adanya kelainan pembekuan pada tahap tiga harus dibuktikan
dahulu bahwa mekanisme pembekuan tahap pertama dan kedua berjalan normal.
Gangguan pada tahap tiga ini biasanya ialah kekurangan fibrinogen. Pemeriksaan
kadar fibrinogen dapat dilakukan kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif ialah dengan
menentukan thrombin time. Bila thrombin time memanjang (normal kurang dari 15-20 detik)

4
berarti terdapat hipofibrinogenemia. Secara kuantitatif ialah dengan mengukur kadar
fibrinogen dalam plasma (normal 250-350 mg%)
Kekurangan fibrinogen ini dapat kongenital dan bersifat resesif autosomal atau
didapat misalnya setelah mengalami operasi berat, solusio plasenta, DIC

B. Tujuan
1. Memahami mekanisme hemostasis dalam tubuh manusia
2. Dapat menjelaskan patogenesis dan patofisiologi penyakit pasien
3. Mengetahui dan memahami apa dilakukan untuk menegakkan diagnosis
4. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan penyakit pasien

C. Data pelaksana tutorial


1. Judul blok : Blok Hematologi
2. Nama Tutor : dr. Tina S.
3. Data Diskusi
a. SGD I
Hari/tanggal : Jumat, 14 Mei 2010
Waktu : 10.30-12.00 WIB
Tempat : Ruang Diskusi
b. SGD II
Hari/tanggal : Senin, 17 Mei 2010
Waktu : 07.50-09.30 WIB
Tempat : Ruang Diskusi
c. Pleno
Hari/tanggal : Kamis, 20 Mei 2010
Waktu : 07.50-09.30 WIB
Tempat : Ruang Diskusi

D. Pemicu / Skenario
SKENARIO 3
SI AMAT YANG DEMAM
Amat (laki-laki 15 tahun) adalah remaja yang memiliki segudang aktivitas. Akhir-akhir ini
Amat mengalami demam tinggi, menggigil, nausea, vomitus serta pada permukaan tubuhnya
dijumpai petechiae, ekimosis dan terjadi perdarahan yang sulit berhenti dibekas suntikan.

5
Amat pun pergi ke dokter untuk mendapatkan pengobatan dan sekaligus melakukan
pemeriksaan darah. Pada pemeriksaan darah dijumpai trombosit 100.000/ mm3, leukosit
14.000 mm/ mm3, PT 18 detik, aPTT 45 detik. Kira-kira apakah yang terjadi pada Amat dan
bagaimana pengobatan yang seharusnya diterima Amat.
E. Tujuan Pembelajaran

1. Mengetahui hemostasis

2. Mengetahui Hemofilia

3. Mengetahui Defisiensi Vitamin K

4. Mengetahui Thalassemia

5. Mengetahui DIC

6. Mengetahui ITP

7. Mengetahui von Willebrand

F. Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat


1. Apa maksud dari pemeriksaan penunjang pada DIC menurut Sistem Skor DIC (ISTH 2001) ?
2. Bagaimana penatalaksanaan penyakit yang diderita sesuai skenario ?

G. Jawaban atas pertanyaan


1. Penilaian dibaca sesuai skor yang dibuat sistem skor DIC (ISTH 2001) .
2. Yang pertama dilakukan adalah pemberian vitamin K untuk penanganan perdarahan pertama
kemudian dilanjutkan dengan pemberian heparin dengan dosis 300-500 U/ jam, plasma
trombosit, dan penghambat pembekuan III.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Petechiae : bintik merah kecil akibat keluarnya sejumlah kecil darah

2. Ekimosis : bercak perdarahan yang kecil pada kulit atau membran mukosa, lebih
besar dari petekie, yang membentuk bercak biru atau ungu yang bundar atau tidak
teratur serta tanpa elevasi.

3. Vomitus : muntah; bahan yang dimuntahkan

4. Nausea : sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mrngacu pada


epigastrium dan dan abdomen.

5. PT : prothrombin time. ukuran dari jalur ekstrinsik koagulasi


6. aPTT : activated partial thromboplastin time. waktu yang diperlukan untuk
membentuk bekuan yang stabil dalam plasma darah setelah terpapar dengan komponen dari
platelet.

B. MENETAPKAN PERMASALAHAN

1. OS mengalami demam tinggi, menggigil, nausea, vomitus dan dijumpai petechiae dan
ekimosis

2. Terjadi perdarahan yang sulit berhenti di bekas suntikan.

3. Hasil pemeriksaan darah

- Trombosit : 100.000/ mm3


- Leukosit : 14.000/ mm3
- PT : 18 detik

7
- aPTT : 45 detik

C. ANALISIS MASALAH

Demam tinggi menggigil


Faktor mikroorganisme/ nonmikroorganisme
Gangguan hemostasis
Mempengaruhi thrombosit
Demam tinggi, menggigil

Nausea, vomitus
Stimulus berupa gangguan hemostasis
(menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit)
Nausea, vomitus

Petechiae/ ekimosis
Kapiler/ pembuluh darah intra dermal pecah

8
Gangguan hemostasis
Petechiae/ ekimosis

Perdarahan yang tidak berhenti


Gangguan hemostasis
Gangguan faktor koagulasi
perdarahan

Hasil Lab :

Thrombosit : 100.000/ mm3


Leukosit : 14.000/ mm3 Tanda-tanda gangguan koagulasi
PT : 18 Detik
aPTT : 45 detik

Remaja memiliki segenap aktivitas risiko terhadap intake

9
Istirahat tidak adekuat
Daya tahan tubuh menurun

HEMOSTASIS
DEFENISI

Hemostasis adalah penghentian perdarahan oleh sifat fisiologis vasokontriksi dan koagulasi
(Dorland, 2006). Hemostasis dan koagulasi juga dapat didefinisikan sebagai serangkaian
kompleks reaksi yang menyebabkan pengendalian perdarahan melalui pembentukan
trombosit dan bekuan fibrin pada tempat cedera

KOMPONEN HEMOSTASIS
Pembuluh
Trombosit
Kaskade faktor koagulasi
Inhibitor koagulasi
Fibrinolisis

SUMBAT HEMOSTASIS PRIMER : Pembentukan agregasi trombosit


SUMBAT HEMOSTASIS SEKUNDER : Pembentukan fibrin

URUTAN MEKANISME HEMOSTASIS DAN KOAGULASI


Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang
rusak itu menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga dengan segera aliran darah
dari pembuluh darah yang pecah akan berkurang (terjadi vasokonstriksi). Setelah itu, akan
diikuti oleh adhesi trombosit, yaitu penempelan trombosit pada kolagen. ADP (adenosin
difosfat) kemudian dilepaskan oleh trombosit kemudian ditambah dengan tromboksan A2
menyebabkan terjadinya agregasi (penempelan trombosit satu sama lain). Proses aktivasi

10
trombosit ini terus terjadi sampai terbentuk sumbat trombosit, disebut juga hemostasis
primer. Setelah itu dimulailah kaskade koagulasi yaitu hemostasis sekunder, diakhiri dengan
pembentukan fibrin. Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi faktor Xa.
Faktor X diaktifkan melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik. Jalur ekstrinsik
dipicu oleh tissue factor/tromboplastin. Kompleks lipoprotein tromboplastin selanjutnya
bergabung dengan faktor VII bersamaan dengan hadirnya ion kalsium yang nantinya akan
mengaktifkan faktor X. Jalur intrinsik diawali oleh keluarnya plasma atau kolagen melalui
pembuluh darah yang rusak dan mengenai kulit. Paparan kolagen yang rusak akan mengubah
faktor XII menjadi faktor XII yang teraktivasi. Selanjutnya faktor XIIa akan bekerja secara
enzimatik dan mengaktifkan faktor XI. Faktor XIa akan mengubah faktor IX menjadi faktor
IXa. Setelah itu, faktor IXa akan bekerja sama dengan lipoprotein trombosit, faktor VIII,
serta ion kalsium untuk mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa. Setelah itu, faktor Xa yang
dihasilkan dua jalur berbeda itu akan memasuki jalur bersama. Faktor Xa akan berikatan
dengan fosfolipid trombosit, ion kalsium, dan juga faktor V sehingga membentuk aktivator
protrombin. Selanjutnya senyawa itu akan mengubah protrombin menjadi trombin. Trombin
selanjutnya akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin (longgar), dan akhirnya dengan
bantuan fakor VIIa dan ion kalsium, fibrin tersebut menjadi kuat. Fibrin inilah yang akan
menjerat sumbat trombosit sehingga menjadi kuat. Selanjutnya apabila sudah tidak
dibutuhkan lagi, bekuan darah akan dilisiskan melalui proses fibrinolitik. Proses ini dimulai
dengan adanya proaktivator plasminogen yang kemudian dikatalis menjadi aktivator
plasminogen dengan adanya enzim streptokinase, kinase jaringan, serta faktor XIIa.
Selanjutnya plasminogen akan diubah menjadi plasmin dengan bantuan enzim seperti
urokinase. Plasmin inilah yang akan mendegradasi fibrinogen/fibrin menjadi fibrin
degradation product

SISTEM HEMOSTASIS
I. Sistem Pembuluh Darah
Fungsinya :
1. Kontraksi pembuluh darah.
2. Aktivasi pembekuan darah dengan memproduksi tromboplastin.
3. Aktivasi trombosit dengan memproduksi faktor von Willebrand.
4. Trombotik : melepaskan aktivator plasminogen.
II. Sistem Trombosit
Fungsinya :

11
1. Memelihara supaya pembuluh darah tetap utuh setelah trauma pada endotel.
2. Mengawali penyumbatan pembuluh darah dengan membentuk sumbat primer.
3. Stabilisasi sumbat trombosit (fibrin), melalui beberapa tahap:
Adhesi trombosit.
Agregasi trombosit.
Reaksi pelepasan (release).
III. Sistem Pembekuan Darah
Pembekuan terjadi oleh karena interaksi antara pro-koagulan (faktor pembeku), fosfolipid dan
ion
Pro koagulan antara lain :
Substrat : fibrinogen (F I).
Kofaktor : FIII, FV, FVIII, HMWK.
Enzim : faktor koagulasi yang lain.

IV. Sistem Fibrinolisis


1. Proaktivator plasminogen diubah menjadi aktivator plasminogen.
2. Aktivator plasminogen akan mengubah plasminogen menjadi plasmin.
3. Plasmin menghidrolisis fibrinogen dan fibrin menjadi fibrin degradation product (FDP).

HOMEOSTATIC HEMOSTASIS adalah mekanisme fisiologis yang mempertahankan darah


dalam bentuk cairan di dalam sirkulasi, yang menggambarkan suatu kesetimbangan yang baik
antara perdarahan dan pembekuan

HEMOSTASIS, (Virchows Triad)


Kerjasama 3 komponen : pembuluh darah, aliran darah dan darah

MEKANISME HEMOSTASIS
Istilah hemostasis berarti pencegahan hilangnya darah. Bila pembuluh darah mengalami
cidera atau pecah, hemostasis akan terjadi. Peristiwa ini terjadi melalui beberapa cara yaitu :
vasokonstriksi pembuluh darah yang cidera, pembentukan sumbat trombosit, pembekuan
darah, dan pertumbuhan jaringan ikat kedalam bekuan darah untuk menutup pembuluh yang
luka secara permanen. Kerja mekanisme pembekuan in vivo ini diimbangi oleh reaksi-reaksi

12
pembatas yang normalnya mencegah mencegah terjadinya pembekuan di pembuluh yang
tidak mengalami cidera dan mempertahankan darah berada dalam keadaan selalu cair.
Vasokonstriksi pembuluh darah
Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang
rusak menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga aliran darah dari pembuluh
darah yang pecah barkurang. Kontraksi terjadi akibat refleks syaraf dan spasme miogenik
setempat. Refleks saraf dicetuskan oleh rasa nyeri atau lewat impuls lain dari pembuluh darah
yang rusak. Kontraksi miogenik yang sebagian besar menyebabkan refleks saraf ini, terjadi
karena kerusakan pada dinding pembuluh darah yang menimbulkan transmisi potensial aksi
sepanjang pembuluh darah. Konstriksi suatu arterioul menyebabkan tertutupnya lumen arteri.
Pembentukan sumbat trombosit
Perbaikan oleh trombosit terhadap pembuluh darah yang rusak didasarkan pada fungsi
penting dari trombosit itu sendiri. Pada saat trombosit bersinggungan dengan pembuluh darah
yang rusak misalnya dengan serabut kolagen atau dengan sel endotel yang rusak, trombosit
akan berubah sifat secara drastis. Trombosit mulai membengkak, bentuknya irreguler dengan
tonjolan yang mencuat ke permukaan. Trombosit menjadi lengket dan melekat pada serabut
kolagen dan mensekresi ADP. Enzimnya membentuk tromboksan A, sejenis prostaglandin
yang disekresikan kedalam darah oleh trombosit. ADP dan tromboksan A kemudian
mengaktifkan trombosit yang berdekatan sehingga dapat melekat pada trombosit yang semula
aktif. Dengan demikian pada setiap lubang luka akan terbentuksiklus aktivasi trombosit yang
akan menjadi sumbat trombosit pada dinding pembuluh.
Pembentukan bekuan darah
Bekuan mulai terbentuk dalam 15-20 detik bila trauma pembuluh sangat hebat dan dalam 1-2
menit bila trauma pembuluh kecil. Banyak sekali zat yang mempengaruhi proses pembekuan
darah salah satunya disebut dengan zat prokoagulan yang mempermudah terjadinya
pembekuan dan sebaliknya zat yang menghambat proses pembekuan disebut dengan zet
antikoagulan. Dalam keadaan normal zat antikoagulan lebih dominan sehingga darah tidak
membeku. Tetapi bila pembuluh darah rusak aktivitas prokoagulan didaerah yang rusak
meningkat dan bekuan akan terbentuk. Pada dasarnya secara umum proses pembekuan darah
melalui tiga langkah utama yaitu pembentukan aktivator protombin sebagai reaksi terhadap
pecahnya pembuluh darah, perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisa oleh
aktivator protombin, dan perubahan fibrinogen menjadi benang fibrin oleh trombin yang akan
menyaring trombosit, sel darah, dan plasma sehingga terjadi bekuan darah.

13
a. Pembentukan aktivator protombin
Aktivator protombin dapat dibentuk melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur
intrinsik. Pada jalur ekstrinsik pembentukan dimulai dengan adanya peristiwa trauma pada
dinding pembuluh darah sedangkan pada jalur intrinsik, pembentukan aktivator protombin
berawal pada darah itu sendiri.
Langkah-langkah mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan
1. Pelepasan tromboplastin jaringan yang dilepaskan oleh jaringan yang luka. Yaitu fosfolipid
dan satu glikoprotein yang berfungsi sebagai enzim proteolitik.

2. Pengaktifan faktor X yang dimulai dengan adanya penggabungan glikoprotein


jaringan dengan faktor VII dan bersama fosfolipid bekerja sebagai enzim membentuk
faktor X yang teraktivasi.

3. Terjadinya ikatan dengan fosfolipid sebagai efek dari faktor X yang teraktivasi yang
dilepaskan dari tromboplastin jaringan . Kemudian berikatan dengan faktor V untuk
membentuk suatu senyawa yang disebut aktivator protombin.
Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan
Langkah-langkah mekanisme intrinsik sebagai awal pembekuan
1. Pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena trauma.
Bila faktor XII terganggu misalnya karena berkontak dengan kolagen, maka ia akan berubah
menjadi bentuk baru sebagai enzim proteolitik yang disebut dengan faktor XII yang
teraktivasi.
2. Pengaktifan faktor XI yang disebabkan oleh karena faktor XII yang teraktivasi bekerja secara
enzimatik terhadap faktor XI. Pada reaksi ini diperlukan HMW kinogen dan dipercepat oleh
prekalikrein.
3. Pengaktifan faktor IX oleh faktor XI yang teraktivasi. Faktor XI yang teraktivasi bekerja
secara enzimatik terhadap faktor IX dan mengaktifkannya.
4. Pengaktifan faktor X oleh faktor IX yang teraktivasi yang bekerja sama dengan faktor VIII
dan fosfolipid trombosit dari trombosit yang rusak untuk mengaktifkan faktor X.
5. Kerja dari faktor X yang teraktivasi dalam pembentikan aktivator protombin. Langkah dalam
jalur intrinsic ini pada prinsipnya sama dengan langkah terakhir dalam jalur ekstrinsik. Faktor
X yang teraktivasi bergabung dengan faktor V dan fosfolipid trombosit untuk membentuk
suatu kompleks yang disebut dengan activator protombin. Perbedaannya hanya terletak pada
fosfolipid yang dalam hal ini berasal dari trombosit yang rusak dan bukan dari jaringan yang

14
rusak. Aktivator protombin dalam beberapa detik mengawali pemecahan protombin menjadi
trombin dan dilanjutkan dengan proses pembekuan selanjutnya.

b. Perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisis oleh activator protombin.


Setelah activator protombin terbentuk sebagai akibat pecahnya pembuluh darah, activator
protombin akan menyebabkan perubahan protombin menjadi trombin yang selanjutnya akan
menyebabkan polimerisasi molekul-molekul fibrinogen menjadi benang-benang fibrin dalam
10-15 detik berikutnya. Pembentukan activator protombin adalah faktor yang membatasi
kecepatan pembekuan darah. Protombin adalah protein plasma, suatu alfa 2 globulin yang
dibentuk terus menerus di hati dan selalu dipakai untuk pembekuan darah. Vitamin K
diperlukan oleh hati untuk pembekuan protombin. Aktivator protombin sangat berpengaruh
terhadap pembentukan trombin dari protombin. Yang kecepatannya berbanding lurus dangan
jumlahnya. Kecepatan pembekuan sebanding dengan trombin yang terbentuk.

c. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin.


Trombin merupakan enzim protein yang mempunyai kemampuan proteolitik dan bekerja
terhadap fibrinogen dengan cara melepaskan 4 peptida yang berberat molekul kecil dari
setiap molekul fibrinogen sehingga terbentuk molekul fibrin monomer yang mempunyai
kemampuan otomatis berpolimerisasi dengan molekul fibrin monomer lain sehingga
terbentuk retikulum dari bekuan. Pada tingkat awal dari polimerisasi, molekul-molekul fibrin
monomer saling berikatan melalui ikatan non kovalen yang lemah sehingga bekuan yang
dihasilkan tidaklah kuat daan mudah diceraiberaikan. Oleh karena itu untuk memperkuat
jalinan fibrin tersebut terdapaat faktor pemantap fibrin dalaam bentuk globulin plasma.
Globulin plasma dilepaskan oleh trombosit yang terperangkap dalam bekuan. Sebelum faktor
pemantap fibrin dapat bekerja terhadap benang fibrin harus diaktifkan lebih dahulu.
Kemudian zat yang telah aktif ini bekerja sebagai enzim untuk menimbulkan ikatan kovalen
diantara molekul fibrin monomer dan menimbulkan jembatan silang multiple diantara
benang-benang fibrin yang berdekatan sehingga menambah kekuatan jaringan fibrin secara
tiga dimensi.
Gangguan pembekuan dapat terjadi oleh karena gangguan pada tahap pertama, kedua
atau ketiga ataupun karena adanya antikoagulansia yang beredar di dalam darah atau karena
proses pembekuan dalam pembuluh darah.
GANGGUAN TAHAP PERTAMA

15
Gangguan ini dapat disebabkan kekurangan faktor pembekuan yang bekerja pada
tahap tersebut. Kekurangan faktor pembekuan pada tahap pertama dapat diketahui dari
pemeriksaan SPT (serum prothrombin time) atau prothrombin consumption time). PTT
(Partial thromboplastin time), pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test). Bila
terdapat kekurangan faktor pembekuan dalam tahap pertama maka SPT kurang dari 40 detik
(normal lebih dari 40 detik), PTT dan TGT memanjang atau abnormal.
Gangguan mekanisme pembekuan pada tahap pertama terdapat pada penyakit :
d. Hemofilia A (kekurangan faktor VIII)
e. Hemofilia B (kekurangan faktor IX)
f. Penyakit von Willebrand ( pseudohemofilia, hemofilia vaskular)
GANGGUAN TAHAP KEDUA
Gangguan ini ditetapkan dengan pemeri8ksaan T (plasma prothrombin time) dengan
lebih dahulu dibuktikan bahwa mekanisme pembekuan tahap pertama normal atau dengan
perkataan lain tromboplastin yang dibentuk cukup. Bila PTT lebih dari 20 detik (normal 20
detik), berarti bahwa faktor pembekuan tahap kedua ( II, V, VII, X) kurang.
Untuk penentuan faktor mana yang kurang, maka masing-0masing faktor harus diselidiki
lebih lanjut.
ETIOLOGI
3. Faktor kongenital
Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor pembekuan
tersebut menurun.
4. Faktor didapat
Biasanya disebabkan defisiensi faktor II (prothrombin), yang terdapat pada keadaan sebagai
berikut:
f. Neonatus, terutama yang kurang bulan yaitu karena fungsi hati yang belum sempurna
sehingga pembentukan faktor pembekuan II mengalami gangguan.
g. Defisiensi vitamin K. Hal ini dapat terjadi pada penderita ikterus obstruktif, fistula biliaris,
absorbsi vitamin K dari usus yang tidak sempurna atau karena gangguan pertumbuhan bakteri
usus.
h. Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan lain-lain.
i. Terdapatnya zat antikoagulansia (dikumarol, heparin) yang bersifat antagonistik terhadap
prothrombin.
j. Disseminated intravaskular coagulation (DIC)

16
GANGGUAN TAHAP TIGA
Untuk menentukan adanya kelainan pembekuan pada tahap tiga harus dibuktikan
dahulu bahwa mekanisme pembekuan tahap pertama dan kedua berjalan normal.
Gangguan pada tahap tiga ini biasanya ialah kekurangan fibrinogen. Pemeriksaan
kadar fibrinogen dapat dilakukan kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif ialah dengan
menentukan thrombin time. Bila thrombin time memanjang (normal kurang dari 15-20 detik)
berarti terdapat hipofibrinogenemia. Secara kuantitatif ialah dengan mengukur kadar
fibrinogen dalam plasma (normal 250-350 mg%)
Kekurangan fibrinogen ini dapat kongenital dan bersifat resesif autosomal atau
didapat misalnya setelah mengalami operasi berat, solusio plasenta, DIC
Gejalanya sama seperti kekurangan faktor pembekuan yang lain.

FAKTOR FAKTOR PEMBEKUAN

I : Fibrinogen
II : Protrombin
III : Tromboplastin
IV : Ion Ca
V : Proekselerin, Faktor labil, Globulin akseletor
VII : Prokonvertin, SPCA, Faktor stabil
VIII : Faktor anti hemofilia (AHF), Faktor antihemofilia A, Globulin antihemofilia (AHG)
IX : Faktor Christmas, Faktor antihemofilia B
X : Faktor Stuart-Power
XI : Turunan tromboplasti plasma (PTA), Faktor antihemofilia C
XII : Faktor Hageman, Faktor gelas
XIII : Faktor penstabil fibrin, Faktor Laki-Lorand

Mekanisme pembekuan darah ( Hemostasis)

17
Cedera dinding pembuluh darah

Kontraksi Kolagen Tromboplastin jaringan

Reaksi trombosit Aktivasi koagulasi

Agregasi trombosit Trombin


longgar

Sumbatan hemostatik definitif

Reaksi-reaksi pembatas

PEMERIKSAAN PENUNJANG HEMOSTASIS

18
1. Pemeriksaan untuk hemostasis primer
a. Tes Rumpel Leede (Torniquet test) :Tes ini untuk mengevaluasi integritas pembuluh darah.
b. Hitung jumlah trombosit dan evaluasi hapusan darah tepi.Pemeriksaan ini adalah
pemeriksaan laboratorium pertama yang terpenting,karena dengan cara ini dapat ditentukan
dengan cepat adanya trombositopenia dan kadang-kadang dapat ditentukan penyebab
trombositopenia itu.
c. Masa perdarahan (bleeding time = BT) memanjang pada pasien dengan
trombositopenia,gangguan faal trombosit dan pada pasien dengan vaskulopati.
d. Faal trombosit : dikerjakan bila ada dugaan gangguan faal trombosit,misalnya pada pasien
dengan gangguan hemostasis primer tetapi jmlah trombositnya normal.Tes faal trombosit ini
untuk melihat kemampuan adhesi sel trombosit dan kemampuan agregasi sel trombosit.

2. Pemeriksaan untuk hemostasis sekunder (fase koagulasi)


a. Masa pembekuan (clotting time = CT) dan masa rekalsifikasi plasma (plasma recalcification
time = PRT) memanjang bila ada defisiensi faktor; pada defisiensi ringan ,CT masih normal.
b. Perlu diperhatikan retraksi bekuan (clot retraction = CR) setelah 1-2 jam.Bila tidak ada
retraksi maka hal ini menunjukkan adanya gangguan faal trombosit yaitu kurangnya enzim
retraktrozim.
c. APTT (activated partial thromboplastin time) memanjang pada pasien dengan defisiensi
faktor intrinsik atau adanya antikoagulan terhadap faktor tersebut.Nilai normalnya 30-40
detik.
d. PPT (plasma prothrombine time) memanjang pada pasien dengan defisiensi faktor-faktor
ekstrinsik atau adanya antikoagulan terhadap faktor tersebut.

3. Pemeriksaan untuk integritas pembentukan fibrin


a. Masa thrombin (thrombin time = TT) dapat memanjang pada keadaan berikut:
- Defisiensi faktor-faktor pada common pathway atau adanya antikoagulan terhadap faktor
tersebut.
- Kadar fibrinogen sangat rendah (< 80 mg/dL)
Nilai normal antara 14-16 detik.

4. Pemeriksaan untuk stabilitas fibrin.Defisiensi faktor XIIIa menghasilkan bekuan yang larut
dalam urea 5M atau 1% asam monoklorosetat.
5. Pemeriksaan untuk integritas fibrinolisis

19
a. Waktu trombin (TT) dapat memanjang akibat terdapatnya fibrinogen degradation product
(FDP).
b. Euglobulin clot lysis time dan whole blood atau dilute whole blood clot lysis time biasanya
normal pada fibrinolisis lokal.Masa ini memendek bila ada peningkatan kadar aktivator
plasminogen dalam darah.
c. Kadar FDP meningkat bila terjadi proses fibrinolisis yang berlebihan baik primer maupun
sekunder.

DEFISIENSI VITAMIN K

DEFINISI
Vitamin K adalah nama generik untuk beberapa bahan yang diperlukan dalam pembekuan
darah yang normal. Bentuk dasarnya adalah vitamin K1 (filokuinon), yang terdapat dalam
tumbuh-tumbuhan, terutama sayuran berdaun hijau. Bakteri dalam usus kecil sebelah bawah
dan bakteri dalam usus besar menghasilkan vitamin K2 (menakuinon), yang dapat diserap
dalam jumlah yang terbatas.
Kecenderungan terjadinya perdarahan akibat gangguan proses koagulasi yang disebabkan
oleh kekurangan vitamin K atau dikenal dengan Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB).

PATOFISIOLOGI

Vitamin K diperlukan untuk sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX dan X (kompleks
protrombin) serta protein C dan S yang berperan sebagai antikoagulan (menghambat proses
pembekuan). Selain itu Vitamin K diperlukan untuk konversi faktor pembekuan tidak aktif
menjadi aktif.

Ada 3 Kelompok :

VKDB dini
VKDB klasik
VKDB lambat atau acquired prothrombin complex deficiency (APCD)
Secondary prothrombin complex (PC) deficiency

20
DIAGNOSIS

Anamnesis

1. onset perdarahan
2. lokasi perdarahan
3. pola pemberian makanan
4. riwayat pemberian obat-obatan pada ibu selama kehamilan

Pemeriksaan fisik
Adanya perdarahan di saluran cerna, umbilikus, hidung, bekas sirkumsisi dan lain sebagainya

Pemeriksaan penunjang
Waktu pembekuan memanjang
PPT (Plasma Prothrombin Time) memanjang
Partial Thromboplastin Time (PTT) memanjang
Thrombin Time normal
USG, CT Scan atau MRI untuk melihat lokasi perdarahan

Tabel : Perdarahan akibat defisiensi vitamin K pada anak


VKDB dini VKDB klasik VKDB lambat Secondary
(APCD) PC deficiency

Umur < 24 jam 1-7 hari (terbanyak 2 minggu-6 bulan Segala usia
3-5 hari) (terutama 2-8
minggu)
Penyebab & Obat yang - Pemberian - Intake Vit K - obstruksi
Faktor diminum makanan inadekuat bilier
selama terlambat
resiko - Kadar vit K -penyakit hati
kehamilan
- Intake Vit K rendah pada ASI -malabsorbsi
inadekuat - Tidak dapat -intake
- Kadar vit K profilaksis vit K kurang
rendah pada ASI (nutrisi
- Tidak dapat parenteral)
profilaksis vit K

21
Frekuensi < 5% pada 0,01-1% 4-10 per 100.000
kelompok (tergantung pola kelahiran
resiko tinggi makan bayi) (terutama di Asia
Tenggara)
Lokasi Sefalhematom, GIT, umbilikus, Intrakranial (30-
perdarahan umbilikus, hidung, tempat 60%), kulit,
intrakranial, suntikan, bekas hidung, GIT,
intraabdominal, sirkumsisi, tempat suntikan,
GIT, intrakranial umbilikus, UGT,
intratorakal intratorakal
Pencegahan -penghentian / -Vit K profilaksis Vit K profilaksis
penggantian (oral / im) (im)
obat penyebab - asupan vit K - asupan vit K
yang adekuat yang adekuat

PENATALAKSANAAN
Pencegahan VKDB
Dapat dilakukan dengan pemberian vitamin K Profilaksis
Vitamin K1 pada bayi baru lahir 1 mg im (dosis tunggal) atau per oral 3 kali @ 2 mg pada
waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari dan umur 1-2 tahun
Ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan mendapat profilaksis vitamin K1 5
mg/hari selama trimester ketiga atau 10 mg im pada 24 jam sebelum melahirkan. Selanjutnya
bayinya diberi vitamin K1 1 mg im dan diulang 24 jam kemudian
Pengobatan VKDB
Vitamin K1 dosis 1-2 mg/hari selama 1-3 hari
Fresh frozen plasma (FFP) dosis 10-15 ml/kg

HEMOPHILIA A
Adalah defisiensi factor pembekuan herediter yang paling banyak ditemukan. Prevalensinya
adalah sekitar 30-100 tiap sejuta populasi. Pewarisannya berkaitan dengan jenis kelamin,
tetapi hingga 33% pasien tidak mempunyai riwayat dalam keluarga dan terjadi akibat mutasi
spontan. Gen factor VIII terletak di dekat ujung lengan panjang kromosom X. Gen ini sangat
besar dan terdiri dari 26 ekson. Protein factor VIII meliputi meliputi region rangkap tiga A1,
A2, A3 dengan homologi sebesar 30% antar mereka, suatu region rangkap dua C1 , C2 dan

22
suatu domain B yang sangat terglikosilasi, yang dibuang pada waktu factor VIII diaktifkan
oleh thrombin.
Defeknya adalah tidak ada atau rendahnya kadar factor VIII plasma. Sekitar separuh dari
pasien-pasien tersebut mengalami mutasi missensei atau frameshift atau delesi dalam gen
factor VIII.
Gambaran klinis
Bayi dapat menderita perdarahan pascasirkumsisi atau mengalami perdarahan sendi dan
jaringan lunak serta memar yang berlebihan pada saat mereka mulai aktif. Hemartrosis
berulang yang terasa nyeri dan hematom otot mendominasi perjalanan penyakit pada pasien
yang sakit berat dan jika tidak diobati dengan baik, dapat menyebabkan deformitas sendi
yang progresif dan kecacatan. Perdarahan yang berkepanjangan terjadi setelah ekstrasi gigi.
Hematuria dan perdarahan saluran cerna yang spontan juga dapat terjadi. Keparahan klinis
penyakit berkolerasi dengan beratnya defisiensi factor VIII. Perdarahan operatif dan pasca
trauma dapat mengancam jiwa baik pada pasien yang sakit berat maupun ringan. Walaupun
tidak sering, perdarahan intrasebral spontan lebih sering terjadi daripada populasi umum dan
merupakan penyebab kematian yang penting pada pasien dengan penyakit berat.
Hasil pemerikasaan laboratorium
Pemeriksaan berikut ini hasilnya abnormal
1. Masa tromboplastin parsial teraktivasi, APTT
2. Pemeriksaan factor pembekuan VIII
Masa perdarahan dan masa protrombin normal
Deteksi pembawa sifat dan diagnosis antenatal
Sekarang deteksi pembawa sifat dapat lebih baik dilakukan dengan pelacak DNA. Suatu
mutasi spesifik yang diketahui dapat diidentifikasi atau polimorfisme panjang fragmen
restriksi didalam atau dekat gen factor VIII memungkinkan alel mutan diacak.

Pengobatan
Sebagian besar pasien dating ke pusat khusus hemophilia dengan tim multidisipliner yang
berdedikasi pada perawatan mereka. Episode perdarahan diobati dengan terapi penggantian
factor VIII dan perdarahan spontan biasanya terkendali bila kadar factor VIII pasien
meningkat diatasi 20% dari normal.
Factor VIII rekombinan dan preparat factor VIII yang dimurnikan dengan imunoafinitas saat
ini tersedia untuk penggunaan klinis dan mengeliminasi risiko penularan virus.

23
DDAVP (desmopresia) member cara alternative untuk meningkatkan kadar factor VIII
plasma pada penderita hemophilia yang lebih ringan. DDAVP juga dapat diberikan per-nasal-
cara ini telah digunaka sebagai pengobatan segera untuk henofilia ringan setelah trauma
kecelakaan atau perdarhan.
Tindakan suportif local yang digunakan untuk hemartrosis dan hematoma meliputi
pengistirahatan bagian yang sakit dan ppencegahan trauma lebih lanjut.
Terapi penderita hemofilia dengan konsentrat faktor VIII; ini cukup memudahkan perkiraan
dosis yang diperlukan untuk mencapai tinhkat hemostasis. Menurut definisi, 1ml plasma
normal mengandung 1 unit faktor VIII. Karena volume plasma kira-kira 45 ml/kg, maka
diperlukan infus faktor VIII 45 unit/kg untuk menaikkan kadarnya pada resipien yang
hemofilia dari 0-100% (0-100 unit/dl). Dosis faktor VIII sebesar 25-50 unit/kg biasanya
diberikan untuk menIKKn kadar pada resipien menjadi 50-100% (50-100 unit/dl) normal.
Karena waktu paro faktor VIII kir-kira 8-12 jam, infus berulang dapat diberikan, menurut
kebutuhan, untuk mempertahankan tingkat aktivitas yang diinginkan.
Bila anak hemofilia mengalami perdarahan nyata, terapi penggantian harus segera
dilaksanakan. Tindakan pertolongan pertama harus mencakup aplikasi suhu dingin dan
tekanan, tetapi ini tidak boleh sebagai ganti dari terapi penggantian adekuat. Untuk
hemartrosis biasa , diperlukan menaikkan kadar faktor VIII sampai sekitar 50% (50 unit/dl)
dan mempertahankannya paling tidak diatas 5% (5 unit/dl) selama 48-72 jam. Infus tunggal
konsentrat faktor VIII 20-30 unit/kg cukup, memungkinkan terapi satu langkah episode
perdarahan biasa. Imobilisasi pada awalnya terindikasi , tetapi latihan pasif harus dimulai
dalam 48 jam untuk mencegah kekakuan dan fibrosis sendi.
Apabila perdarahan terjadi di daerah vital seperti otak atau leher, atau bila pembedahan
diperlukan, terapi intensif dengan menggunakan konsentrat faktor VIII selama 2 minggu
terindikasi untuk mempertahankan kadar plasma diatas 50% (50 unit/dl). Asam -
aminokaproat, 50-100 mg/kg tiap 6 jam, mungkin terindikasi berbarengan dengan terapi
penggantian untuk perdarahan mukosa dan ekstraksi gigi.
Faktor Pabrik Proses
Produk-produk faktor VIII
A. Murni imunoafinitas
Monoklat P Armour Pasteurisasi
Hemofili M Baxter Hyland Pelarut deterjen
Metode Bexter Hyland untuk palang Pelarut deterjen

24
amerika
B. Kemurnian sedang dan
kemurnian tinggi Cutter Pelarut- deterjen
Kaotat-HP Behringwerke Pasteurasi
Humat P Bank darah N.Y Pelarut-deterjen
Melat SD Alfa Pelarut deterjen
Alfanat Bank darah N.Y, -Melville Pelarut deterjen
biologik
Bank darah N.Y
C. Babi (porcine)
Hyate : C Proton /speywood Polielektronik kromatografi
D. Rekayasa genetik
AHF rekombinan Baxter Rekayasa genetik
AHF KoGeNate Cutter Rekayasa genetik

Pengobatan profilaksis
Meningkatnya ketersedian konsetrat factor VIII yang dapat disimpan di kulkas rumah telah
mengubah pengobatan hemophilia secara dramatis. Seoarang anak yang menderita
hemophilia dapat diobati di rumah begitu terdapat kecurigaan tanda-tanda awal perdarahan.
Kemajuan ini telah mengurangi angka kejadian hemartrosis yang menyebabkan cacat dan
perlunya penanganan rawat inap. Pasien sakit berat sekarang dapat mencapai usia dewasa
dangan arthritis ringan atau tanpa arthritis.
Penderita hemophilia dianjurkan untuk menjalani perawatan gigi yang teratur. Anak-anak
penderita hemophilia dan orang tua mereka sering kali memerlukan bantuan ekstensif dalam
masalah social dan psikologis.
Terapi gen
Untuk mencegah sebagian besar mortalitas mortalitas dan morbiditas akibat defisiensi factor
VIII atau factor IX hanya perlu mempertahankan kadar factor >1%, sehingga terdapat
ketertarikan pada terapi berdasar gen dan saat ini sedang dilakukan uji klinis.
Inhibitor
Salah satu komplikasi hemophilia yang paling serius adalah terbentuknya antibody (inhibitor)
terhadap factor VIII yang diinfuskan, yang terjadi pada 5-10% pasien. Imunosupresi telah
digunakan dalam usaha mengurangi pembentukan antibody. Konsentrat factor VIII babi,

25
factor VIIa rekombinan dan konsentrat kompleks protrombin aktif (juga dikenal sebagai
FEIBA factor eight inhibitor bypassing activity (aktivitas pintas inhibitor factor VIII ) dapat
berguna dalam pengobatan episode perdarahan.

HEMOPHILIA B
Pewarisan dan gambaran klinis defisiensi factor IX (penyakit Christmas) identik dengan yang
terdapat pada hemophilia A. Bahkan kedua kelainan tersebut hanya dapat dibedakan dengan
pemeriksaan factor pembekuan spesifik. Insidensi nya seperlima dari insidensi hemophilia
A. factor IX dikode oleh gen yang terletak dekat dengan gen untuk factor VIII dekat ujung
lengan panjang kromosom X. Deteksi pembawa sifat dan diagnosis antenatal dilakukan sama
seperti untuk hemophilia A. Prinsip terapi penggantian sama dengan hemophilia A. Episode
perdarahan diatasi dengan konsentrat factor IX. Factor IX rekombinan saat ini telah tersedia.
Pemberian dosis yang lebih tinggi diperlukan dibandingkan dengan factor IX yang berasal
dari plasma.
Hasil pemeriksaan laboratorium
Uji-uji berikut ini memberinya hasil yang abnormal.
1. aPTT
2. Pemeriksaan Faktor pembekuan IX
Seperti pada hemophilia A, masa perdarahan dan PT member hasil yang abnormal.

Pengobatan
Penggantian faktor IX dilakukan dengan infus plasma beku segar atau konsentrat faktor IX.
Karena waktu paro faktor IX lebih lama dari pada faktor VIII (kira-kira 24 jam), faktor IX
dapat diberikan kurang sering. Satu unit faktor IX /kg menaikkan faktor IX plasma dari 1-
1,2% normal (1 unit/kg faktor VIII dapat menaikkan faktor VIII plasma resipien dengan 2%.
Jadi untuk mencapai aktivitas 100% ( 100 unit/dl) pada penderita dengan hemofilia B berat
diperlukan infus 100 unit faktor IX /kg.

KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA


Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) ditandai dengan proses aktivasi dari sistem
koagulasi yang menyeluruh yang menyebabkan pembentukan fibrin di dalam pembuluh darah
sehingga terjadi oklusi trombotik di dalam pembuluh darah berukuran sedang dan kecil.
Proses tersebut menjadikan aliran darah terganggu sehingga terjadi kerusakan pada banyak
organ tubuh. Pada saat yang bersamaan, terjadi pemakaian trombosit dan protein dari faktor-

26
faktor pembekuan sehingga terjadi perdarahan. Sebelum dikenal istilah KID, dahulu dikenal
istilah-istilah lain yang diberikan sesuai dengan patofisiologinya:

1. Coagulation consumption
2. Hyperfibrinosis
3. Defibrinasi
4. Thrombohaemoraghic Syndrome

KID merupakan keadaan yang termasuk dalam kategori kedaruratan medik, sehingga
memerlukan tindakan medis dan penanganan segera. Tindakan dan penanganan yang
diberikan tergantung dari patofisiologi penyakit
yang mendasarinya, apakah terjadi secara akut atau memang sudah ada penyakit yang sudah
lama diderita. Namun yang utama dalam memberikan penanganan tersebut adalah
mengetahui proses patologi KID itu sendiri, sepeti telah disebutkan sebelumnya, yakni
terjadinya proses trombosis mikrovaskular dan kemungkinan terjadi perdarahan (diatesa
hemoragik) secara bersamaan.

Gambar 1. Mekanisme KID


Trombosis pada pembuluh darah dan kegagalan multi organ
Aktivasi Sistem Koagulasi
Konsumsi trombosit dan faktor koagulasi
Pembentukan Fibrin intravaskular
Perdarahan

27
Tanda-tanda yang dapat dilihat pada penderita KID yang disertai dengan perdarahan
misalnya: petekie, ekimosis, hematuria, melena, epistaksis, hemoptisis, perdarahan gusi,
penurunan kesadaran hingga terjadi koma yang disebabkan oleh perdarahan otak.
Sementara tanda-tanda yang dapat dilihat pada trombosis mikrovaskular adalah gangguan
aliran darah yang mengakibatkan terjadi iskemia pada organ dan berakibat pada kegagalan
fungsi organ tersebut, seperti: gagal ginjal akut, gagal nafas akut, iskemia fokal, gangren pada
kulit.Berikut ini adalah kondisi klinik yang dapat menyebabkan terjadinya KID:

Sepsis

Trauma

o Cidera jaringan berat


o Cidera kepala
o Emboli lemak

Kanker

o Myeloproliferative disorder
o Tumor padat

Komplikasi Obstetrik

o Emboli cairan amnion


o Abruptio Placentae

Kelainan pembuluh darah

o Giant hemangioma
o Aneurysma Aorta

Reaksi terhadap toksin

Kelainan Imunologik

28
o Reaksi alergi yang berat
o Reaksi hemolitik pada transfusi
o Rejeksi pada transplant

PATOGENESIS
Pada pasien dengan KID, terjadi pembentukan fibrin oleh trombin yang diaktivasi oleh faktor
jaringan. Faktor jaringan, berupa sel mononuklir dan sel endotel yang teraktivasi,
mengaktivasi faktor VII. Kompleks antara faktor jaringan dan faktor VII yang teraktivasi
tersebut akan mengaktivasi faktor X baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
cara mengaktivasi faktor IX dan VIII. Faktor X yang teraktivasi bersama dengan faktor V
akan mengubah protrombin menjadi trombin. Di saat yang bersamaan terjadi konsumsi faktor
antikoagulan seperti antitrombin III, protein C dan jalur penghambat-faktor jaringan,
mengakibatkan kurangnya faktor-faktor tersebut. Pembentukan fibrin yang terjadi tidak
diimbangi dengan penghancuran fibrin yang adekuat, karena sistem fibrinolisis endogen
(plasmin) tertekan oleh penghambat-aktivasi plasminogen tipe 1 yang kadarnya tinggi di
dalam plasma menghambat pembentukan plasmin dari plasminogen. Kombinasi antara
meningkatnya pembentukan fibrin dan tidak adekuatnya penghancuran fibrin menyebabkan
terjadinya trombosis intravaskular yang menyeluruh.

DIAGNOSIS
Diagnosis KID tidak dapat ditegakan hanya berdasarkan satu tes laboratorium, karena itu
biasanya digunakan beberapa hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berdasarkan
kondisi klinik pasien.Dalam praktik klinik diagnosis KID dapat ditentukan atas dasar temuan
sebagai berikut:
1.adanya penyakit yang mendasari terjadinya KID.
2.Pemeriksaan trombosit kurang dari 100.000/mm.
3.Pemanjangan waktu pembekuan (PT, aPTT).
4.Adanya hasil degradasi fibrin di dalam plasma (ditandai dengan peningkatan D-dimer).
5.Rendahnya kadar penghambat koagulasi (Antitrombin III)Rendahnya trombosit pada KID
menandakan adanya aktivasi trombin yang terinduksi dan penggunaan trombosit.
Memanjangnya waktu pembekuan menandakan menurunnya jumlah faktor pembekuan yang
tersedia seperti vitamin K.Pemeriksaan kadar penghambat pembekuan (AT III atau protein C)
berguna untuk memberikan informasi prognostik. Pemeriksaan hasil degradasi fibrin seperti
D-dimer, akan membantu untuk membedakan KID dengan kondisi lain yang memiliki gejala

29
serupa, pemanjangan waktu pembekuan dan turunnya trombosit, seperti pada penyakit hati
kronik.
Rekomendasi KonNas Tatalaksana DIC pada Sepsis tahun 2001
Kriteria minimal untuk diagnosis DIC adalah didapatkan keadaan atau gambaran klinik yang
dapat menyebabkan DIC dengan manifestasi perdarahan, tromboemboli atau keduanya,
disertai dengan pemeriksaan laboratorium trombositopenia dan gambaran eritrosit sel Burr
atau D-dimer positif.Bilamana fasilitas laboratorium memungkinkan dapat digunakan kriteria
menurut Bick atau berdasarkan skor DIC dari ISTH 2001.
Kriteria Laboratorium DIC menurut KonNas Tata laksana DIC pada sepsis 2001
1.Hitung trombosit: trombositopeni pada 98% DIC
2.PT: memanjang pada 50-70% DIC
3.aPTT: memanjang pada 50-60% DIC
4.Masa Trombin : memanjang
5.Fibrinogen
6.sFM (soluble fibrin monomer)
7.D-dimer: meningkat
8.FDP: meningkat
9.Antitrombin: menurun
Kriteria Laboratorium DIC menurut Bick
1.Aktivasi prokoagualan: PF1+2, TAT, D-dimer, fibrinopeptide
2.Aktivasi fibrinolitik: D-dimer, FDP, plasmin, PAP
3.Konsumsi inhibitor: AT III, TAT, PAP, Protein C & S
4.Kerusakan/kegagalan organ: LDH, kreatinin, pH, pO2
Sistem Skor DIC (ISTH 2001)
1.Penilaian risiko: apakah terdapat penyebab DICjika tidak ada, penilaian tidak dilanjutkan
2.Uji Koagulasi (trombosit, PT, D-dimer, fibrinogen)
3.Skor:
a. Trombosit: > 100000 = 0
50000-100000 = 1
<50000 = 2

b. D-dimer: < 500 = 0


500-1000 = 1
>10000=2

30
c. PT memanjang: <3 detik = 0
4-6 detik = 1
>6 detik = 2
d. Fibrinogen: <100mg/dl = 1
>100 mg/dl = 0
4.Jumlah skor: 5 : sesuai DIC: skor diulang setiap hari
< 5 : sugestif DIC: skor diulang dalam 1-2 hari

PENATALAKSAAAN
Penatalakasanaan KID yang utama adalah mengobati penyakit yang mendasari terjadinya
KID. Jika hal ini tidak dilakukan , pengobatan terhadap KID tidak akan berhasil. Kemudian
pengobatan lainnya yang bersifat suportive dapat diberikan.
1.Antikogulan
Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan proses pembekuan, baik
yang disebabkan oleh infeksi maupun oleh penyebab lain. Meski pemberian heparin juga
banyak diperdebatkan akan menimbulkan perdarahan, namun dalam penelitian klinik pada
pasien KID, heparin tidak menunjukkan komplikas perdarahan yang signifikan.
Dosis heparin yang diberikan adalah 300 500 u/jam dalam infus kontinu.Indikasi:
1.Penyakit dasar tak dapat diatasi dalam waktu singkat2.Terjadi perdarahan meski penyakit
dasar sudah diatasi3.Terdapat tanda-tanda trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal
hati, sindroma gagal nafasDosis:100iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25 iu/kgBB/jam (750-1250
iu/jam) kontinu, dosis selanjutnya disesuaikan untuk mencapai aPTT 1,5-2 kali kontrol Low
molecular weight heparin dapat menggantikan unfractionated heparin
2.Plasma dan trombosit
Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersifat selektif. Trombosit diberikan hanya
kepada pasien KID dengan perdarahan atau pada prosedur invasive dengan kecenderungan
perdarahan. Pemberian plasma juga patut dipertimbangkan, karena di dalam palasma hanya
berisi faktor-faktor pembekuan tertentu saja, sementara pada pasien KID terjadi gangguan
seluruh faktor pembekuan.

3.Penghambat pembekuan (AT III)


Pemberian AT III dapat bermanfaat bagi pasien KID, meski biaya pengobatan ini cukup
mahal.Direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila AT III<70%Dosis:

31
a. Dosis awal 3000 iu (50 iu/kgBB) diikuti 1500 iu setiap 8 jam dengan infus kontinu selama
3 5 hari.
b. rumus: 1.1 iu x BB (kg) x AT III, dengan target AT III > 120%2. AT III x 0,6 x BB
(kg), dengan target AT III > 125%
4.Obat-obat antifibrinolitik
Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan perdarahan, tetapi pada pasien KID
pemberian antifibrinolitik tidak dianjurkan. Karena obat ini akan menghambat proses
fibrinolisis sehingga fibrin yang terbentuk akan semakin bertambah, akibatnya KID yang
terjadi akan semakin berat.

ITP ( Idiopathic Trombocytopenic Purpura )

DEFENISI
Suatu kelaianan didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan
trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini didalam sistem
retikuloendotel akibat adanya auto antibodi terhadap trombosit yang berasal dari Ig G.

KLASIFIKASI
ITP akut : Pada anak anak, paling sering usia 2-4 tahun
ITP kronis : Pada orang dewasa.

ETIOLOGI
Penyakit yang pasti belum diketahui, tetapi dikemukakan berbagai kemungkinan diantaranya
ialah hipersplenisme, infeksi virus ( demam berdarah, morbili, varisela, dan sebagainya),
intoksikasi makanan atau obat.
GEJALA KLINIK

1. ITP akut :
Di jumpai pada anak jarang pada umur dewasa
Awitan penyakit biasanya mendadak
Riwayat infeksi sering mengawali terjadinya perdarahan berulang
Manifestasi perdarahan ITP akut pada anak biasanya ringan
ITP akut pada anak biasanya self limiting
2. ITP kronis :

32
Awitan seringkali terjadi perlahan dengan perdarahan berupa petekie,mudah memar,
menoragia (pada wanita), perdarahan mukosa (misalnya epitaksis atau perdarahan gusi)
Riwayat perdarahan sering dari yang ringan sampai sedang.
ITP kronis cenderung mengalami relaps dan menyembuh secara spontan sehingga perjalanan
klinisnya sulit diprediksi.

PENGOBATAN

1. ITP AKUT
Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan
Pada keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid ( prednison) peroral
dengan atau tanpa transfusi.
Pada trombositopenia yang disebabkan DIC, dapat diberikan heparin
intravena. Pada pemberian heparin ini sebaiknya selalu disiapkan
antidotumnya yaitu protamin sulfat
Bila keadaan sangat gawat ( perdarahan otak ) hendaknya diberikan transfusi
trombosit.

2. ITP KRONIS

Kortikosteroid, diberikan selama 6 bulan


Splenektomi dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan obat imunosupresif
selama 2-3 bulan.
Terapi Ig intravena dosis tinggi
Obat-obatan imunosupresif : vinkristin, siklofosfamid, azitiopurin)
Danazol dan Ig anti O untuk tindakan emergenci transfusi trombosit.

Indikasi Transfusi Trombosit


a. Trombositopenia / fungsi trombosit abnormal. Pada saat terjadi perdarahan atau sebelum
dilakukan tindakan infasif dan tidak tersedia terapi alternatif ( misal steroid, atau Ig dosis
tinggi). Hitung trombosit harus > 50000/mm3 sebelum biopsi hati.

33
b. Secara profilaksis pada pasien dengan hitung trombosit < 5000 10000/mm3. Jika terdapat
infeksi tempat perdarahan yang potensial atau koagulopati. Jumlah tersebut harus
dipertahankan > 20000/mm3.

PENYAKIT VON WILLEBRAND


Penyakit ini adalah kelainan perdarahan herediter disebabkan oleh defisiensi factor von
Willebrand (FVW).
FVW membantu trombosit melekat pada dinding pembuluh darah dan antara sesamanya,
yang diperlukan untuk pembekuan darah.
Faktor von Willebrand
FVW adalah suatu glokoprotein multimer heterogen dalam plasma dengan dua fungsi utama:
1. Memudahkan adhesi trombosit pada kondisi stress berat dengan menghubungkan reseptor
membrane trombosit ke subendotel pembuluh darah.
2. Bekerja sebagai pembawa plasma bagi factor VIII, suatu protein koagulasi darah yang
penting.
Penyakit Von Willebrand (PVW)
Kelainan perdarahan kronis ditandai baik agregasi trombosit maupun pembentukan bekuan
tidak terjadi secara memadai. Kelainan adhesi trombosit mungkin akibat kelainan reseptor
trombosit intriksik atau karena kelainan atau defisiensi molekul pelekat seperti FVW.
Penyakit ini disebut juga sebagai pseudohemofilia atau hemophilia vascular.
Klasifikasi dan Patologi
PVW disebabkan oleh kelainan kuantitatifdan/atau kualitatif FVW, suatu protein factor
pembekuan yang diperlukan untuk interaksi antara trombosit-dinding pembuluh darah dan
untuk pembawa factor VIII. Pada banyak kasus juga terdapat defisiensi factor VIII. Kelainan
yang nyata pada FVW bertanggung jawab terhadap 3 tipe utama PVW.
Kelainan Kuantitatif FVW
Tipe 1 dan 3 ditandai dengan kelainan kuantitatif FVW. Identifikasi kelainan gen adalah sulit
pada tipe 1 dan 3 PVW. Tipe 1 merupakan kelainan ringan, dan menjadi kasus terbanyak.
Tipe 3 merupakan bentuk terberat tetapi jarang terjadi.

Kelainan Kualitatif FVW

34
Tipe 2 yang terdiri dari subtype 2A, 2B, 2M, dan 2N, meliputi pasien dengan kelainan
kualitatif FVW. Tipe 2 meliputi kalainan yang ringan sampai sedang, ditandai dengan gejala
gejala yang sifatnya khas. Tipe 2A ditandai dengan penurunan fungsi FVW yang terkait
trombosit dan termasuk subtype II A dan II C. Tipe 2B ditetapkan dengan meningkatnya
afinitas FVW terhadap GP 1 b trombosit. Tipe 2N, ditandai oleh kelainan ikatan FVW pada
factor VIII.
Gambaran Klinik
Gejala paling sering terjadi meliputi: perdarahan gusi, hematuria, epistaksis, perdarahan
saluran kemih, darah dalam feses, mudah memar, menoragi.
Pada PVW simtomatik, seperti pada gangguan fungsi trombosit lainnya, biasanya tampil
dengan perdarahan mukokutan, terutama epistaksis, muah memar, menoragi, dan perdarahan
gusi dan gastrointestinal. Pasien dengan kadar VIII yang sangat rendah bahkan dapat
menunjukkan hemartrosis dan perdarahan jaringan dalam tubuh. Seringkali gambaran
kelaianan ini tidak nyata sampai terdapat pemberat seperti trauma atau perdarahan. Seringkali
terdapat riwayat yang jelas dalam keluarga dengan perdarahan abnormal dan berat, namun
daya tembus dan ekspresi gen yang mengalami mutasi sangat bervariasi/. Pasien dengan gen
resesif tunggal khas asimptomatik tetapi menunjukkan kadar aktivitas antigen FVW
abnormal. Keturunan dengan heterozigot ganda, ang diturunkan dari orangtua yang
keduanya membawa gen cacat, menghasilkan penyakit berat tipe 3.
Diagnosis
Diagnosis PVW memerlukan:
1. Kecurigaan terhadap gambaran klinis tingkat tinggi dan
2. Kecakapan pemamfaatan laboratorium.
Bila pasien dalam keadaan kritis, sulit menetapkan diagnosis yang tepat. Bila PVW dianggap
merupakan factor penunjang pada perdarahan pasien, lebih dahulu harus diobati secara
empiris dan penelusuran laboratories yang rumit ditunda sampai pasien secara klinis stabil
dan tidak mendapat prosuk darah dan obat selama beberapa minggu.
PVW selain congenital juga ada yang didapat. PVW yang didapat berbeda dari PVW
congenital, jarang terjadi, tampil lambat, dan tanpa riwayat perdarahan dalam keluarga. PVW
yang didapat berkaitan dengan sejumlah penyakit kronis termasuk kelainan berikut:
1. Autoimun
2. Gamopati monoclonal
3. Limfoproliferatif
4. Keganasan epidemic

35
5. Hipotiroidisme
6. Tumor Wilm
7. Mieloproliferatif
8. Sebab pemakaian obat, termasuk siproloksasin

Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemanjangan BT
2. Penurunan kadar FVW plasma
3. Penurunan secara parallel kadar aktivitas biologi diperiksa dengan penentukan kofaktor
ristosetin
4. Penurunan aktivitas factor VIII

Evaluasi Penapisan
Untuk PVW harus mencakup pemeriksaan BT, hitung trombosit, PT, dan APTT.
1. PVW ringan tipe 1 biasanya hasil pemeriksaan normal. Bila penyakit lebih berat BT
memanjang antara 15-30 menit sedangkan hitung trombosit normal.
2. Pasien dengan defisiensi berat FVW atau kelainan factor VIII mengikat FVW berakibat
pemanjangan APTT, sekunder akibat menurunnya kadar kofaktor VIII dalam plasma.
3. Untuk menetapkan diagnosis diperlukan pemeriksaan khusus kadar FVW dan fungsinya.
D. KESIMPULAN SEMENTARA
1. Adanya gangguan hemostasis
a. DIC
b. Hemofilia
c. Thalassemia
d. ITP
2. Defisiensi vitamin K

ANAMNESIS
Nama : Amat
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat :-
Umur : 15 tahun
Keluhan utama : perdarahan yang sulit berhenti pada bekas suntikan.

36
Keluhan tambahan : demam tinggi, menggigil, nausea, vomitus, petechiae dan ekimosis
Riwayat penyakit terdahulu : -
Riwayat sosial : memiliki segudang aktivitas
Pemeriksaan fisik
Inspeksi : petechiae, ekimosis
Palpasi : demam tinggi
Perkusi :-
Auskultasi :-
Pemeriksaan Laboratorium
Thrombosit : 100.000/ mm3
Leukosit : 14.000/ mm3
PT : 18 Detik
aPTT : 45 detik

DIAGNOSA AWAL
DIC
DIAGNOSA BANDING
DIC, defisiensi vitamin K, ITP, Hemofilia
DIAGNOSA AKHIR
DIC

E. KESIMPULAN AKHIR
OS mengalami gangguan hemostasis sehingga menyebabkan perdarahan pada bekas
suntikan yang sulit berhenti.

BAB III
PENUTUP
Diagnosis anemia DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) ditegakkan berdasarkan
hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung
sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas.

37
Prinsip penatalaksanaan DIC adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta
memberikan terapi sesuai dengan faktor penyebabnya. Mencari faktor penyebab DIC pada
pasien merupakan suatu hal yang sulit dilakukan. Jika penatalaksanaannya tidak dilakukan
sesuai dengan faktor penyebabnya maka pengobatannya tidak akan berhasil. Selain itu perlu
juga diberikan pengobatan secara suportif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, Jakarta


2. Farmakologi UI, 1995, Farmakologi dan Cairan, edisi 4, Jakarta

38
3. Fakultas Kedokteran UI, 2005, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta
4. Sylvia A.Price,Lorraine M.Wilson,2005,Patofisiologi,EGC,Jakarta
5. A.V Hoffbrand,J.E.Pettit.P.A.H.Moss,2005,Kapita selekta Hematologi,EGC Jakarta
6. Fakultas Kedokteran UI,1985, Ilmu Kesehatan Anak,edisi 4,Jakarta

39

Anda mungkin juga menyukai