TUGAS PERSONAL 4
SESSION 8
ETHICAL ISSUES IN ELECTRONIC INFORMATION SYSTEM
Disusun Oleh :
2017
Personal Assignment 4
Bacalah kutipan artikel di bawah ini dan kemudian jawablah pertanyaan berikut :
1. Berikan tanggapan anda tentang penggunaan drone di medan perang dimana dalam
pendekatan tradisional perang dilakukan oleh prajurit dengan menggunakan senjata,
tetapi dengan adanya drone senjata telah menjadi prajurit, senjata bisa mengambil
keputusannya sendiri.
2. Siapa sebenarnya yang membuat keputusan akhir untuk membunuh?
3. Bisakah robot membedakan antara sasaran militer dan sipil?
4. Robot tidak bisa didakwa melakukan kejahatan perang , jika ada korban sipil yang
menjadi korban, siapa yang harus bertanggung jawab?.
Gereja Methodis di Plymouth, Inggris berdebat mengenai tindakan pemerintah Inggris bersama
sekutunya yang menyerang tersangka teroris di utara Pakistan dengan pesawat tanpa awak
(drone) dan menyebabkan ribuan orang tewas sejak 2004. Pada akhirnya mereka sepakat untuk
meminta pemerintah menghentikan tindakan yang dianggap kejam tersebut.
"Angka akurat mereka yang tewas sulit diperoleh, tetapi diperkirakan antara 1,717 dan 2,680
sejak 2004," demikian laporan yang dikutip oleh ChristianToday.com (5/7).
"Bahkan lebih sulit lagi menentukan proporsi orang yang tewas, apakah militant, teroris atau
warga sipil."
Penyerangan menggunakan pesawat tanpa awak adalah strategi untuk menurunkan resiko
tewasnya tentara. Namun tindakan pemerintah Inggris beserta sekutunya yang langsung
menyerang dengan tujuan langsung menewaskan targetnya dianggap Gereja Methodis sebagai
sesuatu yang tak jauh beda dengan yang dilakukan para teroris, karena menjatuhkan hukuman
tanpa proses hukum sebagaimana seharusnya.
Pernyataan Gereja Methodis tersebut mendapat dukungan dari United Reformed Chuch (URC)
dan Babtist Union of Great Britain (BUGD). Mereka memandang permasalahan tindakan
bangsa-bangsa dari dunia barat yang menyerang dengan membabi-buta pasca kejadian 11
September berhubungan dengan isu etika dan harus segera dihentikan.
Perang selalu menimbulkan kesedihan mendalam karena banyak orang yang berdosa juga
terkena dampaknya, bahkan tidak jarang orang sipil juga tewas. Untuk itu, tindakan Gereja
Methodis yang bersuara agar perang ini segera dihentikan patut didukung, namun tentunya juga
kewaspadaan terhadap serangan ekstrimis dan terorisme jangan melemah.
disimpulkan bahwa kebijakan serangan drone Amerika Serikat tidak sesuai dengan
kondisi reasonable hope of success. Bahwa dengan gugatan Paksitan dan Afghanistan
yang sedang tidak berperang dengan Amerika Serikat, kehancuran yang terjadi di
Pakistan dan Afghanistan tidak mencapai tujuan yang sebenarnya, karena apabila tidak
ada kemungkinan kesuksesan yang akan diraih, perang pada akhirnya tidak menghasilkan
apapun selain kekerasan dan kehancuran. Serta bahwa kesuksesan yang dilihat dari
kekalahan teroris atau jaringan Islam militan juga tidak dapat dilihat karena Amerika
Serikat tidak selalu mengklarifikasi serangan dan militan yang berhasil dibunuh pasca
serangan kepada pemerintah kedua negara tersebut maupun kepada media masa,
sebaliknya pemerintah Pakistan dan Afghanistan mengeluarkan data mengenai
pembunuhan rakyat sipil di negaranya.
Tanggapan lainnya adalah bahwa serangan drone Amerika Serikat juga terbukti
tidak relevan dengan kondisi diskriminasi yang terdapat pada prinsip jus in bello. Bahwa
drone sebagai kombatan robot yang memiliki kemampuan sense-think-act pada
kenyataannya tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk menentukan liability to
attack yang seharusnya dimiliki oleh kombatan untuk bertindak proporsional dalam
membunuh musuh. Bahwa terdapat beberapa kesalahan sensoris yang menyebabkan
drone tidak mempunyai presisi dalam menyerang, membuat pernyataan pemerintah
Amerika Serikat terkait kelebihan-kelebihan drone sebagai kombatan tidak berjalan
sesuai dengan harapan. Salah satunya datang dari beberapa kasus friendly fire serta kasus
serangan terhadap kegiatan warga sipil, serangan terhadap rumah dan truk yang
mengangkut warga sipil serta serangan terhadap sekelompok warga yang sedang
mengevakuasi dan memakamkan korban serangan drone sebelumnya.
atau tindakan radar musuh, terbang ke bandara kedua, dan membuat pendaratan yang
aman.
Walaupun drone memiliki kemampuan untuk mendeteksi musuh, keputusan akhir untuk
membunuh tetap harus manusia. Sensor drone masih memiliki bugs dalam membedakan
antara lawan dan kawan, hal ini terbukti dengan banyaknya kasus friendly fire yang
disebabkan karena kesalahan sensor drone.
4. Robot tidak bisa didakwa melakukan kejahatan perang, jika ada korban sipil yang
menjadi korban, siapa yang harus bertanggung jawab?
Presiden Obama lah sebagai kepala negara Amerika Serikat yang bertanggung
jawab dalam setiap serangan drone, beliau menekankan bahwa penggunaan drone
merupakan sebuah hal yang benar ethically, bahwa tidak ada yang salah dengan
menggunakan drone dan bahwa drone justru memberikan keuntungan kepada Amerika
Serikat karena kemampuannya yang melebihi kombatan manusia, sehingga AS akan terus
mengembangkan penggunaan drone dan teknologi robotik untuk perang di masa yang
akan datang. Obama dalam beberapa kesempatan menjelaskan bahwa kekerasan
merupakan salah satu jalan untuk mencapai kedamaian, meminjam argumentasi Teori
Perang yang Sah (The Just War Theory) bahwa, the concept of a just war emerged,
suggesting that war is justified only when certain conditions were met: if it is waged as a
last resort or in self-defense; if the force used is proportional; and if, whenever possible,
civilians are spared from violence.
Bahwa penggunaan drone sebagai kombatan perang dan bentuk pertahanan diri
(self-defense) Amerika Serikat terhadap ancaman jaringan teroris yang bersifat imminent,
merupakan sebuah hal yang sah untuk dilakukan berdasarkan etika perang.