Anda di halaman 1dari 4

1.

Pendahuluan

Kebijakan dividen adalah merupakan keputusan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan
setelah perusahaan beroperasi dan memperoleh laba. Kebijakan deviden menyangkut masalah
penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham atau keputusan apakah laba yang
diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau ditahan guna
pembiayaan investasi di masa yang akan datang.

Kebijakan deviden berpengaruh terhadap aliran dana, struktur finansial , likuiditas perusahaan
dan perilaku investor. Dengan demikian kebijakan deviden merupakan salah satu keputusan penting
dalam kaitannya dengan usaha untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Sebagaimana diketahui
bahwa nilai perusahaan dipengaruhi oleh keputusan investasi, keputusan pembiayaan, dan
kebijakan dividen itu sendiri. Ketiga keputusan tersebut saling berinteraksi satu sama lain.

2. Dana yang Bisa Dibagikan Sebagai Dividen

Prakteknya pembagian dividen dikaitkan dengan laba yang diperoleh perusahaan tersedia bagi
pemegang saham. Laba ini ditunjukan dalam laboran rugi laba yang disebut sebagai laba setelah
pajak.

Besarnya dana yang bisa dibagikan sebagai dividen (atau inviestasikan kembali) sama
dengan laba setelah pajak. Dana yang diperoleh dari hasil operasi selama satu periode tersebut
adalah sebesar laba setelah pajak ditambah dengan penyusutan. Meskipun demikian, bukan berarti
bahwa kita bisa membagikan jumlah ini sebagai dividen. Karena kalau seluruh dana tersebut
dibagikan sebagai dividen, maka perusahaan tidak akan bisa melakukan penggantian aktiva tetap
dimasa yang akan datang.

Berdasarkan teori keuangan, jumlah dana yang bisa dibagikan sebagai dividen bisa
dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

Dividen = EAT + Penyusutan Investasi A. T. Penambahan M. K.

Dimana :

EAT : Laba setelah pajak

AT : Aktiva tetap

M K : Modal kerja

Persamaan tersebut menunjukan bahwa dana yang bisa dibagikan sebagai dividen
merupakan kelebihan dana yang diperoleh dari operasi perusahaan ( yaitu EAT + Penyusutan ) di
atas keperluan investasi untuk menghasilkan laba dimasa yang akan datang( investasi pada aktiva
tetap dan modal kerja ). Hanya saja untuk menyederhanakan analisis sering diasumsikan bahwa
modal kerja dianggap tidak berubah. Sehingga dengan asumsi seperti itu maka besarnya dividen
ditentukan oleh EAT.

Maksimum Dividen = EAT


Apabila dividen yang dibagikan misalnya hanya 40% dari EAT, maka ini berarti bahwa yang
60% dipergunakan untuk menambah dana untuk penyusutan untuk investasi pada aktiva tetap dan
penambahan modal kerja.

3. Jenis-jenis Pembayaran Dividen

Setelah diuraikan bahwa maksimum besarnya dividen yang dibagikan sebesar laba setelah pajak,
maka besarnya dividen akan dipengaruhi oleh ada tidaknya kesempatan investasi. Berikut akan
diuraikan jenis-jenis alternative pembagian dividen

1) Pembayran dividen yang stabil


Perusahaan yang menganut kebijakan untuk membayarkan dividen per lembar saham dalam
umlah yang stabil cenderung untuk memiliki payout ratio yang rendah pada saat profit tinggi dan
memiliki payout ratio yang tinggi pada saat profit mengalami penurunan. Alasan untuk
memberikan dividen yang stabil dengan cara membiarkan payout ratio berfluktuasi adalah agar
harga pasar saham lebih tinggi. Hal ini mudah dipahami karena :
a) Dividen yang berfluktuasi lebih berisiko dari pada dividen yang stabil, oleh karena itu
tingkat discount rate yang lebih rendah akan diterapkan pada dividen yang stabil
sehingga nilai saham lebih tinggi.
b) Pemegang saham yang mengharapkan pendapatan dari penerimaan dividen akan lebih
suka untuk menerima dividen dalam jumlah yang stabil dan mengharapkan adanya
premium atas saham itu.
c) Persyaratan listing surat berharga mensyaratkan dividen yang stabil dan tidak terputus.

2) Residual decision of dividen


Penentuan besarnya dividen dipengaruhi oleh ada tidaknya kesempatan investasi yang
menguntungkan. Sejauh terdapat investasi yang menguntungkan maka dana yang diperoleh dari
operasi perusahaan akan digunakan untuk investasi tersebut. Kalau terdapat sisa barulah
tersebut dibagikan sebagai dividen. Apabila pendapatan ini dianut maka kita akan mengamati
pola pembayaran dividen yang sangat erratic. Suatu perusahaan membagikan dividen sangat
banya karena tidak ada investasi yang menguntungkan, pada saat lain tidak membagikan dividen
sama sekali karena seluruh dana digunakan investasi.

3) Payout ratio yang konstan


Beberapa perusahaan memilih untuk mempertahankan persentase payout atas laba yang
konstan. Dengan demikian apabila laba yang diperoleh berfluktuasi, maka didividen yang
dibayarkan juga akan berfluktuasu. Kebijakan ini cenderung tidak akan memaksimumkan nilai
saham perusahaan.

4) Pembayaran dividen regular yang rendah disertai pembayaran ekstra.


Kebijakan yang terakhir merupakan kebijakan yang moderet yaitu merupaakan kompromi
atas kedua kebijakan satu dan tiga yang lebih fleksibel.
Contoh 1
Perusahaan A sedang merencanakan untuk memperluas sarana produksinya tahun depan
dengan investasi Rp 13.000.000,-. Rasio hutang terdapat total aset saat ini adalah 40% dan itu
dianggap merupakan struktur modal yang optimum, laba setelah pajak saat ini Rp 6.000.000,-.
Jika perusahaan A berharap untuk mempertahankan 60% dividen payout rasionya, berapa banya
eksternal equity yang dioerlukan untuk membiayai ekspansi tersebut?
Jawab
Laba setelah pajak Rp 6.000.000,-
Dividen payout 60%
Dividen Rp 3.600.000,-
Laba yang ditahan Rp 2.400.000,-
Capital budget Rp 13.000.000,-
Debt to total assets 40%
Total uang Rp 5.200.000,-
Total equity 60% Rp 7.800.000,-
Laba yang ditahan Rp 2.400.000,-
Eksternal equity Rp 5.400.000,-

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen


1) Posisi kas ayau likuiditas perusahaan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk
membayar dividen.
2) Kebutuhan pembayaran kembali utang perusahaan juga berpengaruh terhadap
kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.
3) Tingkat ekspansi yang tinggi memerlukan dana yang besar, sehingga laba yang diperoleh
lebih baik ditahan.
4) Akses perusahaan dipasar modal juga berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
5) Posisi pemegang saham dalam kelompok pajak juga berpengaruh terhadap kebijakan
dividen. Kepemilikan perusahaam oleh investor yang kecil cenderung untuk memiliki
payout yang tinggi.

5. Teori teori kebijakan dividen


1) Dividen tidak relevan
Beberapa kalangan berpendapat bahwa kebijkan deviden tidak mempunyai pengaruh
terhadap harga saham perusahaan maupun terhadap biaya modalnya. Jika kebijakan dividen
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan , maka hal tersebut tidak relevan.
Pendukung dari tidak relevanya kebijakan dividen adalah Modigliani- Miller (MM)
mereka berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari aset
perusahaan. Dengan demikian nilai perusahaan ditentukan oleh keputusan investasi. MM
membuktikan pendapatnya dengan asumsi:
1. Pasar modal yang sempurna dimana semua investor bersikap rasional.
2. Tidak terdapat pajak
3. Tidak terdapat biaya emisi saham
4. Leverage tidak berpengaruh terhadap biaya modal
5. Para investor dan manajer mempunyai informasi yang sama
6. Distribusi pendapatan diantara dividen dengan laba ditahan tak berpengaruh
terhadap biaya ekuitas
7. Kebijakan capital budgeting terlepas dari kebijakan dividen

2) Teori bird in the hand


Teori ini dikemukakan oleh Myron Gordon (1959) dan john Linter (1956) yang
berpendapat bahwa ekuitas atau nilai perusahaan akan turun apabila rasio pembayaran
dividen dinaikkan, karena para investor kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan
modal yang dihasilkan dari laba tersebut.

Gordon-lintner beranggapan bahwa investor memandang satu burung ditangan lebih


berharga dari pada seribu burung diudara. Beliau juga berpendapat bahwa kemungkinan
capital gains yang diharapkan adalah lebih risikonya dibanding dengan dividend yield yang
pasti. Sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang lebih tinggi dan semakin
tinggi jika ke dipergunakan untuk mensubsidi dividen. Dengan tegas Gordon-lintner
berpendapat bahwa investor akan meminta tingkat keuntungan yang lebih tinggi untuk
setiap pengurangan dividen yield.

3) Teori preferensi pajak


Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor
mungkin lebih menyukai pembagian dividen yang rendah dari pada yang tinggi, yaitu:
- Keuntungan modal dikenakan tariff pajak lebih rendah dari pada pendapatan
dividen.
- Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual, sehingga ada efek
nilai waktu.
- Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama sekali tidak
ada pajak keuntungan modal yang terutang.

6. Clientele effect theory


Menurut Clientele theory , dividend puzzle (perdebatan) disebabkan oleh adanya investor yang
berbeda baik dilihat dari segi usia investor, kelompok investor, dan golongan. Perbedaan tersebut
telah menimbulkan preferensi yang berbeda terhadap tinggi rendahnya dividen yang akan mereka
terima.
Investor individual dengan usia lanjut dan penghasilannya hanya tergantung dari dividen
mungkin lebih menyukai dividend payout yang tinggi. Akan tetapi investor dengan penghasilan tinggi
akan lebih menyukai dividend payout rendah.

7. Signalling hypothesis
Dalam keadaan ada pajak pribadi dan pajak perusahaan , dividen tidak disukai hamir semua
pemegang saham yang membayark pajak , atau pemegang saham bersikap sama apakah berupa
dividen atau capital gain. Namun mengapa perusahaan tetap membayar dividen secara teratur dan
merata.
Rozeff (1982) menganggap bahwa dividen tampaknya memiliki informasi atau sebagai isyarat
akan prospek perusahaan. Apabila perusahaan meningkatkan pembayaran dividen mungkin
diartikan oleh pemodal sebagai sinyal harapan manajemen tentang akan membaiknya kinerja
perusahaan dimasa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai