Anda di halaman 1dari 16

Laporan Akhir V - 1

DATA PELENGKAP
5.1. Kondisi Fisik Pulau

Kondisi fisik pulau sangat dipengaruhi faktor-faktor lingkungan yang


mempengaruhi di sekitarnya, baik secara alamiah maupun anthropologis. serta
mencerminkan seberapa besar pengaruhnya terhadap kondisi pulau beserta
ekosistemnya. Bagian pulau yang berpantai terjal dan berbatu menunjukkan
pengaruh gelombang laut relatif besar terhadap pulau.

5.1.1. Karakteristik Pulau


Keseluruhan pulau yang ditemui selama melakukan inventarisasi menunjukkan
karakteristik pulau dan pantai merupakan tipe pulau berbatu dan pantai berbatu
maupun berpasir. Kondisi ini relatif mendukung eksistensi pulau beserta
ekosistemnya, karena gugusan pulau berada atau dikelilingi oleh perairan laut
dengan pengaruh gelombang yang besar khususnya di musim Barat. Gelombang
yang merambat dari laut menuju pantai mengalami perubahan bentuk karena
pengaruh perubahan kedalaman perairan laut. Berkurangnya kedalaman laut
menyebabkan semakin berkurangnya panjang gelombang dan bertambahnya tinggi
gelombang. Pada saat kemiringan gelombang (perbandingan antara tinggi dan
panjang gelombang) mencapai batas maksimum, gelombang akan pecah.
Karakteristik gelombang setelah pecah berbeda dengan sebelum pecah. Gelombang
yang telah pecah tersebut merambat terus ke arah pantai sampai akhirnya
gelombang bergerak naik dan turun pada permukaan pantai (uprush dan downrush)
dan menimbulkan daya gerus yang kuat terhadap pantai.
Pantai berbatu akan relatif tahan terhadap daya gerusan ombak (abrasi) ini.
Struktur pulau berbatu akan mampu menahan hempasan gelombang datang dan
pantai berbatu akan berfungsi sebagai penahan (barrier) maupun pemecah (breaker)
gelombang.

Penyusunan Database/Identifikasi Pulau-Pulau Kecil 2004


Laporan Akhir V - 2

Pada beberapa bagian pulau yang terlindung, ditemukan pantai dengan topografi
relatif landai berpasir yang sangat sesuai bagi habitat Penyu Laut untuk naik ke
daratan dan bertelur. Komunitas terumbu karang dan tumbuhnya jenis rumput laut
yang menjadi sumber makanannya, seperti Sargassum sp., Euchema spinosum dan
Gracillaria sp. juga hidup dan menjamin ketersediaan makanan dan menjadikannya
sebagai habitat ideal Penyu Laut.

Gambar 5.1. Struktur Pulau dan Pantai Berbatu P. Marabatuan (Desa Tengah)

Gambar 5.2. Pantai Berpasir di P. Danawan, Kawasan Bertelur Penyu Laut

Penyusunan Database/Identifikasi Pulau-Pulau Kecil 2004


Laporan Akhir V - 3

Tabel 5-1. menyajikan gambaran karakteristik tiap-tiap pulau yang teramati selama
kegiatan studi di kawasan Kecamatan Pulau Sembilan.

Gambar 5.3. Pantai Berbatu dan Vegetasi Pohon Kelapa di P. Payung-payungan

Tabel 5-1. Karakteristik Tiap Pulau di Kecamatan Pulau Sembilan


No Nama Pulau Karakteristik Pulau
1 P. Danawan Pulau berbatu, terdapat lapisan tanah
Pantai berbatu dan berpasir, ada yang curam
dan landai
Ditumbuhi vegetasi kelas rendah (rumput-
rumputan, perdu) dan tinggi (pohon-pohonan)
2 P. Marabatuan Pulau berbatu, terdapat lapisan tanah
Pantai berbatu dan berpasir, ada yang curam
dan landai
Ditumbuhi vegetasi kelas rendah (rumput-
rumputan, perdu) dan tinggi (pohon-pohonan)
3 P. Batu Tengah Pulau berbatu
Pantai berbatu dan curam
Tidak/belum ditumbuhi vegetasi
4 P. Sarang Pulau berbatu, terdapat lapisan tanah
Pantai berbatu dan curam
Ditumbuhi vegetasi kelas rendah (rumput-
rumputan, lumut-lumutan), terdapat beberapa
vegetasi kelas tinggi
5 P. Payung-payungan Pulau berbatu, terdapat lapisan tanah

Penyusunan Database/Identifikasi Pulau-Pulau Kecil 2004


Laporan Akhir V - 4

No Nama Pulau Karakteristik Pulau


Pantai berbatu dan curam
Ditumbuhi vegetasi kelas rendah (rumput-
rumputan, lumut-lumutan), dan vegetasi kelas
tinggi
6 P. Payung-payungan kecil Pulau berbatu, terdapat sedikit lapisan tanah
Pantai berbatu dan curam
Ditumbuhi vegetasi kelas rendah (rumput-
rumputan, lumut-lumutan), terdapat beberapa
vegetasi kelas tinggi
7 P. Batu Utara Pulau berbatu
Pantai berbatu dan curam
Tidak/belum ditumbuhi vegetasi
8 P. Batu Selatan Pulau berbatu, terdapat sedikit lapisan tanah
Pantai berbatu dan curam
Ditumbuhi vegetasi kelas rendah (rumput-
rumputan, lumut-lumutan), tidak ada vegetasi
kelas tinggi
9 P. Maradapan Pulau berbatu, terdapat lapisan tanah
Pantai berbatu dan berpasir, ada yang curam
dan landai
Ditumbuhi vegetasi kelas rendah (rumput-
rumputan, perdu) dan tinggi (pohon-pohonan)
10 P. Kalambau Pulau berbatu, terdapat lapisan tanah
Pantai berbatu dan berpasir, ada yang curam
dan landai
Ditumbuhi vegetasi kelas rendah (rumput-
rumputan, perdu) dan tinggi (pohon-pohonan)
11 P. Matasiri Pulau berbatu, terdapat lapisan tanah
Pantai berbatu dan berpasir, ada yang curam
dan landai
Ditumbuhi vegetasi kelas rendah (rumput-
rumputan, perdu) dan tinggi (pohon-pohonan)
12 P. Pamalikan Pulau berbatu, terdapat lapisan tanah
Pantai berbatu dan berpasir, ada yang curam
dan landai
Ditumbuhi vegetasi kelas rendah (rumput-
rumputan, perdu) dan tinggi (pohon-pohonan)
13 P. Dare Pulau berbatu
Pantai berbatu, ada yang curam dan landai
Ditumbuhi vegetasi kelas rendah (rumput-
rumputan, perdu) dan tinggi (pohon-pohonan)
14 P. Ondong Pulau berbatu
Pantai berbatu
15 P. Janda Pulau berbatu
Pantai berbatu dan berpasir, ada yang curam
dan landai
16 P. Kunyit Pulau berbatu
Pantai berbatu, curam
Ditumbuhi vegetasi kelas rendah (rumput-
rumputan, perdu) dan tinggi (pohon-pohonan)
Sumber : Data Primer diolah (2004)
5.1.2. Vegetasi

Penyusunan Database/Identifikasi Pulau-Pulau Kecil 2004


Laporan Akhir V - 5

Gambaran umum vegetasi yang ditemukan di kawasan studi untuk Pulau


Marabatuan, Matasiri, Maradapan dan Kalambau hampir didominasi oleh pohon
kelapa, sedangkan beberapa pulau kecil di sekitar Pulau Marabatuan tidak
ditumbuhi pohon apapun seperti Pulau Batu Tengah, Batu Utara dan Batu Selatan.
Dominannya vegetasi kelapa di sana karena didukung bakal/biji kelapa yang
mempunyai struktur lapisan kulit luar (epidermis) kuat dan berjumlah banyak dan
terbawa arus air serta mempunyai akar serabut yang mampu berada di kondisi
substrat tanah yang agak gembur dengan kondisi keasaman yang cenderung agak
masam, netral hingga basa.
Jenis tumbuhan/pohon yang ditemukan selain kelapa (Cocus nucifera) antara lain
adalah Cemara Laut (Casuarina quisetifolia), Kelempang (Sterculia foetida),
Kariwaya (Ficus sp), Warulaut (Thespesia populnea), Mengkudu (Morinda
citrifolia), Ketapang (Terminalia catappa), Mangga (Mangiteria sp), Jeruk Nipis
(Citrus sp), Turi (Sesbania sesban), Pepaya (Carica papaya), Pisang (Musa spp),
Lamtoro (Leucaena glauca), dan lain-lain. Sebagian besar vegetasi tersebut
merupakan tanaman budidaya.

5.1.3. Potensi Wisata


Potensi wisata Kec. Pulau Sembilan terletak di kawasan P. Danawan, P. Pamalikan,
P. Kunyit, khususnya untuk wisata ilmiah (kawasan peneluran penyu) dan wisata
laut bawah air (keindahan terumbu karang). Namun demikian, potensi ini menjadi
sangat lemah untuk diunggulkan karena aksesibilitas transportasi yang sangat
minim di kawasan tersebut.
Pada sisi lain, kepercayaan terhadap keangkeran kawasan P. Matasiri masih
merupakan risiko terhadap minat wisatawan berkunjung ke kawasan tersebut.
Keberadaan terumbu karang, hewan dilindungi (penyu) dan panorama pantai serta
laut menjadikan kawasan Pulau Sembilan memiliki kekuatan yang akan dapat
menjadi daya tarik minat kunjungan wisata. Di terumbu karang, keindahan
panorama alam bawah laut dengan keanekaragaman jenis biota laut merupakan
daya tarik yang dapat ditawarkan. Keberadaan penyu selain sebagai tujuan wisata
ilmiah (kajian ilmu pengetahuan) juga menjadi atraksi alamiah yang layak diamati.
Keindahan pemandangan pantai berpasir putih dan laut yang biru akan menambah
kemanjaan menatap keindahan alam. Unsur daya tarik wisata dengan menggunakan

Penyusunan Database/Identifikasi Pulau-Pulau Kecil 2004


Laporan Akhir V - 6

pendekatan Kriteria Penilaian dan Pengembangan Obyek Wisaya Alam dari


Direktorat TNHW (1993) dapat disajikan pada tabel berikut.

Tabel 5-2. Penilaian Potensi Pariwisata Kecamatan Pulau Sembilan Beradsarkan


Kriteria Penilaian dan Pengembangan Obyek Wisata Alam
No Kriteria Penilaian Nilai Maksimal Nilai Aktual Obyek
1 Daya Tarik (Potensi Kawasan) 200 150
2 Potensi Pasar 200 85
3 Kadar Hubungan 200 50
4 Kondisi Lingkungan 200 180
5 Tingkat Pengelolaan/Pelayanan 200 50
6 Kondisi Iklim 200 100
7 Akomodasi 200 50
8 Tingkat prasarana dan sarana 200 50
penunjang
9 Hubungan dengan obyek wisata lain 200 125
10 Kemudahan Air Bersih 200 50
TOTAL 2000 815
Sumber: Data Primer Diolah (2004)

Berdasarkan kriteria penilaian tersebut, potensi wisata kawasan ini meskipun


memiliki nilai tinggi untuk beberapa kriteria penilaian (daya tarik, kondisi
lingkungan, dan hubungan dengan obyek wisata lain), namun secara totalitas masih
memiliki kelemahan-kelemahan yang sangat membatasi kelayakannya sebagai
obyek wisata.

5.2. Infrastruktur Pulau


5.2.1. Keberadaan Fasilitas Dermaga
Dermaga permanen didapati hanya pada kondisi pulau yang ditempati secara
menetap oleh penduduk dengan memperhatikan komposisi populasi penduduk
mereka dan skala kebutuhan akan arti pentingnya sebuah dermaga dalam
pengembangan ekonomi mereka (transportasi, pelabuhan umum dan perikanan). Di
Pulau Marabatuan terdapat 2 (dua) unit dermaga yang dibangun atas prakarsa dan
swadaya masyarakat. Alasan pembangunan 2 (dua) unit dermaga untuk memberikan
alternatif sandar kapal untuk menghindari gelombang yang besar saat musim Barat
sehingga berlabuh di Desa Tanjung Nyiur yang sekitar 1,8 km sampai ke pusat
kecamatan, sedangkan 1 (satu) unit dermaga di Desa Tengah digunakan saat musim
tenang/teduh (Timur/Tenggara) karena jarak ke pusat kecamatan cukup dekat.
Namun sebagaimana fungsi dermaga lainnya dermaga-dermaga ini kurang optimal

Penyusunan Database/Identifikasi Pulau-Pulau Kecil 2004


Laporan Akhir V - 7

dimanfaatkan oleh warga selain kondisinya yang dangkal saat air surut sehingga
kapal-kapal nelayan dan kapal perintis tidak bisa merapat ke dermaga tersebut. Oleh
karena itu semestinya perlu dibuatkan sebuah design yang sistematis tentang
pembuatan dermaga yang diharapkan mampu dimanfaatkan untuk semua jenis
kapal guna mendorong sektor perekonomian. Kondisi ini juga ditemui di 2 (dua)
Pulau Maradapan dan Matasiri, sehingga untuk turun dan naik ke atas kapal atau
menuju ke daratan harus menggunakan perahu nelayan.

5.2.2. Jalan
Berdasarkan kondisi kawasan (berupa kepulauan yang tersebar) dan luasan masing-
masing pulau, maka fasilitas jalan bukan merupakan kebutuhan vital. Namun
demikian, fungsi jalan sebagai prasarana antar desa dalam satu pulau tetap
diperlukan.
Kondisi fisik jalan antar pulau di Pulau Maradapan dan Matasiri masih berupa jalan
tanah sehingga di musim penghujan menjadi becek. Selain itu topografi wilayah
menyebabkan kondisi jalan menjadi bergelombang (menanjak dan menurun) namun
secara umum hubungan antar desa dalam satu pulau dapat dicapai dengan baik,
seperti Desa Teluk Sungai maupun Labuan Barat di Pulau Matasiri dapat ditempuh
dengan jalan tanah. Kondisi ini agak ekstrim jika dibandingkan dengan jalan yang
ada di Pulau Marabatuan sebagai pusat pemerintahan kecamatan dimana jalan
utamanya yang menghubungkan antar Desa Tengah dan Tanjung Nyiur sudah
dilengkapi dengan semen cor sejauh 2,0 km (Data Monografi Kecamatan Pulau
Sembilan, 2003), termasuk jalan-jalan yang menuju ke dermaga dan lapangan
olahraga, sehingga untuk menuju ke suatu tempat dapat ditempuh jalan kaki atau
naik motor (ojek).

5.2.3. Sarana Pendidikan


Sarana pendidikan khususnya tingkat lanjutan masih terpusat di ibukota kecamatan
yang terdiri atas 2 (dua) Sekolah Dasar Negeri dengan jumlah siswa sekitar 360
anak dan 1 (satu). Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) dengan
jumlah lokal kelas 6 buah dan siswa sebanyak 180 orang per tahun (Data Dinas
Pendidikan Kabupaten Kotabaru, 2003). Pada tahun 2005 sedang diusulkan
pembentukan SMU di kecamatan ini.
Di Pulau Maradapan dan Matasiri kondisi sarana pendidikan sangat terbatas, yakni
masing-masing 1 buah SD dan hanya tersedia 2 (dua) orang guru dengan status

Penyusunan Database/Identifikasi Pulau-Pulau Kecil 2004


Laporan Akhir V - 8

pegawai negeri dan guru kontrak yang juga merangkap sebagai Kepala Sekolah.
Namun minat masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak cukup tinggi, terlihat
dari data Monografi Kecamatan Pulau Sembilan (2003) tingkat pendidikan
penduduk yang paling rendah adalah Sekolah Dasar (SD).

5.2.4. Fasilitas Pelayanan Masyarakat


Trend bahwa ibukota merupakan kumpulan atau kawasan kepentingan menjadi
lazim di sini. Pada kawasan ini hampir semua fasilitas pelayanan masyarakat dari
Puskesmas, KUA, Polsek, Koramil, Kantor Camat dan lembaga-lembaga lainnya
masih terpusat di ibukota kecamatan (Desa Tengah) di Pulau Marabatuan.

5.2.5. Jaringan Listrik dan Komunikasi


Pemanfaatan tenaga diesel untuk distribusi listrik oleh PLN sudah dirasakan oleh
warga masyarakat di Pulau Marabatuan walaupun hanya berlangsung sekitar 12
jam, dari pukul 18.30 sore sampai 06.30 pagi.
Jaringan komunikasi untuk kantor-kantor pemerintahan dilakukan melalui fasilitas
telex yang pelayanannya dapat dilakukan sampai pukul 17.00 sore.

5.2.6. Tempat Pengawetan Ikan; Seperti Bahan Baku Es dan Garam, Tempat
Pendaratan Ikan (TPI)
Untuk sarana pengawetan ikan seperti pasokan es dan garam hampir tidak dijumpai
di pulau-pulau di Kecamatan Pulau Sembilan. Pasokan es dan garam diambil dari
daerah Pagatan atau di Ibukota Kabupaten yaitu Kotabaru. Hal ini akan
berpengaruh terhadap kualitas hasil tangkapan nelayan di sana, sehingga nelayan
cenderung untuk menjual secepatnya.
Tidak adanya Tempat Pendaratan Ikan (TPI) di Kecamatan Pulau Sembilan
mengakibatkan nelayan di sana lebih banyak menjual hasil tangkapannya langsung
ke Pulau Jawa, walaupun ada juga yang membawa hasil tangkapan mereka itu ke
Banjarmasin bila fasilitas kapalnya memadai (memiliki persediaan es).
Tabulasi kondisi fisik, infrastruktur dan sosial ekonomi budaya di masing-masing
pulau disajikan pada Tabel 5-3.

Tabel 5-3. Kondisi Fisik,Infrastruktur dan Sosial Ekonomi Budaya


Infrastruktur Pulau
Karakteristik Vegetasi Sarana Fas.Pe- Jar.listrik Sosial Budaya
Nama Pulau
Pantai Dominan Dermaga Jalan Pen- layanan & ko-
didikan masyarakat munikasi

Penyusunan Database/Identifikasi Pulau-Pulau Kecil 2004


Laporan Akhir V - 9

Infrastruktur Pulau
Karakteristik Vegetasi Sarana Fas.Pe- Jar.listrik Sosial Budaya
Nama Pulau
Pantai Dominan Dermaga Jalan Pen- layanan & ko-
didikan masyarakat munikasi
P. Marabatuan Berbatu Kelapa 2 unit (di 2 km 2 SDN - - Telex -
Desa dari 1 Puskesmas Mappandretasi
Tengah utara SLTPN - Kantor -
dan ke camat Bugis/mandar
Tanjung selatan - Polsek - Dulu suku
Nyiur) pulau, - KUA Banjar
kondisi - Koramil sekarang di
jalan huni suku
semen Bugis/Mandar
cor
P. Batu Tengah Berbatu - - - - - - -
P. Sarang Berbatu - - - - - - -
P. Danawan Berbatu Kelapa - - - - - -
P. Payung- Berbatu Kelapa - - - - - -
payungan
(Besar dan
Kecil)
P. Batu Utara Berbatu - - - - - - -
P. Batu Selatan Berbatu - - - - - - -
P. Maradapan Berbatu Kelapa 1 unit Tanah 1 SDN - - Telex -
Mappandretasi
-
Bugis/Mandar
- Dulu suku
Banjar
sekarang di
huni suku
bugis/mandar
P. Matasiri Berbatu Kelapa 1 unit Tanah 1 SDN - - Telex -
Mappandretasi
-
Bugis/mandar
- Dulu suku
Banjar
sekarang di
huni suku
Bugis/Mandar
P. Kunyit Berbatu Kelapa - - - - - -
P. Pamalikan Berbatu Kelapa - - - - - -
P. Dare Berbatu Kelapa - - - - - -
P. Ondong Berbatu Kelapa - - - - - -
P. Janda Berbatu - - - - - - -
P. Kalambau Berbatu Kelapa - - - - - - Penduduk
musiman asal
dari Pagatan,
(Tanah
bumbu),
Kotabaru dan
pulau-pulau
disekitarnya
-
Bugis/Mandar

Penyusunan Database/Identifikasi Pulau-Pulau Kecil 2004


Laporan Akhir V - 10

5.3. Isu Lingkungan


Pemungutan telur penyu yang selama ini dilakukan oleh sekelompok masyarakat
dengan pola penguasaan melalui proses tender/lelang terhadap pulau-pulau
tertentu yang dianggap sebagai habitat penyu. Hal ini masih terus dilakukan
walaupun dengan alasan tetap menjaga kelestarian lingkungan bagi penyu. Namun
tidak pernah dilakukan evaluasi tegas terhadap batasan tingkatan pemulihan
(restocking) terhadap populasi penyu untuk regenerasi kelangsungan hidup di masa
mendatang. Perlu diupayakan metode pengawasan dan evaluasi kebijakan
penangkaran yang ada agar telur penyu (bakal penyu) tidak punah dan tidak akan
pernah lagi melihat spesies penyu tersebut.
Sistem pengoperasian modifikasi lampara dasar (buttom trawl) untuk menangkap
udang merupakan upaya tangkap yang tidak benar, sehingga banyak karang-karang
yang terambil dari habitatnya dan merusak ekosistem di sana. Namun
pengoperasian alat tangkap ini umumnya digunakan oleh penduduk yang bukan
berasal dari wilayah Kecamatan Pulau Sembilan.
Pengoperasian purse seine yang tidak memberikan kesempatan kepada ikan-ikan
kecil untuk tidak terikut ketika mengoperasikan alat ini sehingga anak ikan (benur)
menjadi terikut hingga saat ini masih menjadi kontroversi di masyarakat setempat.
Pemanfaatan karang sebagai pondasi rumah selain merusak ekosistem terumbu
karang, juga dapat menurunkan kualitas lingkungan laut dan pesisir karena
hilangnya barrier alamiah dan kawasan penyedia nutrien yang subur.
Dari hasil wawancara dengan masyarakat dan aparat pemerintahan di Kecamatan
Pulau Sembilan didapatkan beberapa permasalahan yang nantinya dapat
menimbulkan konflik, antara lain :
1. Perebutan Pulau Pandang-pandangan (Sambar Gelang)
2. Pembangunan menara komunikasi (menara telepon seluler)
3. Kurangnya infrastruktur yang ada di pulau (jalan, sarana pendidikan,
puskesmas, sekolah, dermaga, listrik, komunikasi, tempat pengawetan ikan
seperti bahan baku es dan garam, Tempat Pendaratan Ikan (TPI)).
4. Kurang atau tidak adanya sarana transportasi ke pulau-pulau di Kecamatan
Pulau Sembilan/ Kurang atau minimnya sarana transportasi ke pulau-pulau di
Kecamatan Pulau Sembilan.

Penyusunan Database/Identifikasi Pulau-Pulau Kecil 2004


Laporan Akhir V - 11

5. Adanya persepsi dari dari masyarakat dan aparat pemerintahan desa di


Kecamatan Pulau Sembilan bahwa daerah/desanya merupakan daerah/desa
yang terisolir.
6. Adanya temuan jenis batuan (besi/magnet) di Pulau Danawan (penghasil telur
penyu) yang mulai dilirik oleh para penambang.
7. Kurangnya kesadaran dari masyarakat di Pulau Sembilan tentang kelestarian
lingkungan pesisir (pembuangan jangkar kapal, pengoperasian alat tangkap
yang merusak, rendahnya upaya pelestarian sumberdaya penyu).
8. Berpindah masyarakat dalam satu Pulau.

5.3.1. Perebutan Pulau Pandang-pandangan


Pulau Pandang-pandangan atau Pulau Sambar Gelang termasuk gugusan pulau
yang merupakan penghasil ikan laut yang relatif cukup banyak. Hal ini menjadikan
kawasan tersebut sebagai obyek perebutan antara wilayah administasi Pulau Birah-
birahan dan Pulau Marabatuan yang berbeda kecamatan.
Bila dilihat dari jarak dan waktu tempuh ke Pulau Pandang-pandangan, jarak dari
Pulau Birah-birahan (Kec. Pulau Laut Selatan) lebih dekat dan cepat ditempuh
dibandingkan dari Pulau Marabatuan. Namun faktanya, penduduk di Pulau
Pandang-pandangan tersebut merupakan penduduk musiman (pada musim-musim
tertentu saja/ tidak menetap lama) yang sebagian besar justru berasal dari P.
Marabatuan. Masing-masing Pulau (Birah-birahan dan Marabatuan) mengklaim
bahwa Pulau Pandang-pandangan tersebut termasuk dalam wilayah administrasi
mereka.

5.3.2. Harapan Pembangunan Menara Komunikasi (Menara Telepon Seluler)


Sarana komunikasi yang ada di wilayah Kecamatan Pulau Sembilan masih
menggunakan telex, dan itupun adanya di rumah Kades dan di beberapa kantor
pemerintah di Kecamatan Pulau Sembilan sampai pukul 17.00 sore. Ada keinginan
masyarakat desa di pulau-pulau Kecamatan Pulan Sembilan untuk meminta
dibuatkan sarana komunikasi dengan bantuan satelit atau telepon seluler, namun
sampai saat ini belum tereleasi karena masih berupa wacana dan terjadi tarik
menarik antar pulau sebagai tempat pusat sarana komunikasi dengan bantuan
satelit tersebut. Tidak adanya fasilitas komunikasi telepon cukup menimbulkan

Penyusunan Database/Identifikasi Pulau-Pulau Kecil 2004


Laporan Akhir V - 12

permasalahan yang urgen dan penting karena komunikasi secara umum dan cepat
menjadi sangat terbatas dan memakan waktu. Oleh karenanya, masyarakat setempat
sangat berharap adanya pembangunan fasilitas tersebut untuk mendukung
komunikasi.

5.3.3. Kurangnya Infrastruktur yang Ada di Pulau (Jalan, Sarana Pendidikan,


Puskesmas, Dermaga, Listrik, Komunikasi, Tempat Pengawetan Ikan; seperti
bahan baku es dan garam, Tempat Pendaratan Ikan (TPI)).
Kondisi fisik jalan di Pulau Maradapan, Matasiri dan Kalambau masih jalan tanah
sehingga pada musim penghujan menjadi becek, selain itu kondisi topografi wilayah
menyebabkan jalan menjadi relatif bergelombang, menanjak dan menurun. Namun
secara umum hubungan antar desa dapat ditempuh dengan jalan tersebut. Kondisi
ini agak ekstrim jika melihat Pulau Marabatuan sebagai pusat pemerintahan
kecamatan dimana jalan utama yang menghubungkan antar Desa Tengah dan
Tanjung Nyiur sudah dilengkapi dengan semen cor sejauh 2,0 km (Data Monografi
Kecamatan Pulau Sembilan, 2003) belum lagi jalan-jalan yang menuju ke dermaga
dan lapangan olahraga. Sehingga untuk menuju ke suatu tempat dapat ditempuh
jalan kaki atau naik motor (ojek).
Pada umumnya sarana pendidikan yang ada di pulau-pulau Kecamatan Pulau
Sembilan masih kurang, hal ini dapat dilihat dari jumlah Sekolah Dasar Negeri di
Pulau Maradapan dan Matasiri yang hanya 1 unit saja, sedangkan untuk Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama tidak ada dan hanya ada di ibukota Kecamatan di Pulau
Marabatuan. Di Pulau Marabatuan telah berdiri Sekolah Dasar Negeri sebanyak 2
(dua) unit di tahun 1985 dan 1988 dengan jumlah siswa sekitar 360 siswa/i serta
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 1 (satu) unit di tahun 1990, dengan jumlah lokal
6 siswa/i 180 orang pertahunnya (Data Dinas Pendidikan Kabupaten Kotabaru,
2003), untuk tahun mendatang sedang diusulkan pembentukan SMU. Tenaga
pengajar yang ada berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil, Guru bantu/guru
kontrak yang direkruit dari masyarakat asal yang menetap di wilayah Pulau
Sembilan. Pulau Maradapan dan Matasiri kondisi sarana pendidikannya sangat
memprihatinkan hanya 2 (dua) orang guru dengan status pegawai negeri dan guru
kontrak dan juga merangkap sebagai kepala sekolah namun minat masyarakat
untuk menyekolahkan anak-anak mereka cukup tinggi. Dari data Monografi
Kecamatan Pulau Sembilan (2003) pendidikan yang paling rendah penduduk disana

Penyusunan Database/Identifikasi Pulau-Pulau Kecil 2004


Laporan Akhir V - 13

Sekolah Dasar (SD). Di Pulau Kalambau tidak ada ditemukan fasilitas pendidikan
(unit sekolah).
Puskesmas, kantor kecamatan, kepala desa dan kantor polisi sebagai gedung
pelayanan masyarakat telah ada di Pulau Marabatuan sebagai ibukota kecamatan
pulau sembilan, sedangkan di Pulau Maradapan, Matasiri dan Kalambau fasilitas ini
tidak ada/tersedia.
Dermaga permanen didapati hanya pada kondisi pulau yang ditempati secara
menetap oleh penduduk dengan memperhatikan komposisi populasi penduduk
mereka dan skala kebutuhan akan arti pentingnya sebuah dermaga dalam
pengembangan ekonomi mereka (transportasi,pelabuhan umum dan perikanan). Di
Pulau Marabatuan terdapat 2 (dua) unit dermaga yang di bangun oleh prakarsa dan
swadaya masyarakat di sana. Alasan pembangunan 2 (dua) unit dermaga untuk
menghindari gelombang yang besar saat musim barat sehingga berlabuh di Desa
Tanjung Nyiur yang sekitar 1,8 km dari pusat kecamatan dan 1 (satu) unit dermaga
di Desa Tengah digunakan saat musim tenang/teduh (tenggara) karena jarak ke
pusat kecamatan cukup dekat. Namun sebagaimana fungsi dermaga lainnya
dermaga-dermaga ini kurang optimal dimanfaatkan oleh warga selain kondisi
perairannya yang dangkal, sehingga kapal-kapal nelayan dan kapal perintis tidak
bisa merapat ke dermaga tersebut sehingga perlu dibuatkan sebuah design yang
sistematis tentang pembuatan dermaga yang mampu dimanfaatkan untuk semua
sektor perekonomian. Sedangkan demaga tidak dipunyai oleh 3 (tiga) pulau lain
yaitu Pulau Maradapan, Matasiri dan Kalambau sehingga untuk turun dan naik ke
atas kapal perintis harus menggunakan perahu nelayan.
Jaringan listrik di pulau-pulau Kecamatan Pulau Sembilan menggunakan diesel dari
pihak PLN dengan batasan waktu dari pukul 18.30 sore sampai 06.30 pagi.
Untuk sarana pengawetan ikan seperti pasokan es dan garam hampir tidak dijumpai
di pulau-pulau di Kecamatan Pulau Sembilan. Pasokan es dan garam diambil dari
daerah Pagatan atau di Ibukota Kabupaten yaitu Kotabaru. Hal ini berpengaruh
terhadap kualitas hasil tangkapan nelayan di sana.
Tidak adanya Tempat Pendaratan Ikan (TPI) di Kecamatan Pulau Sembilan
mengakibatkan nelayan di sana lebih banyak menjual hasil tangkapannya langsung
ke Pulau Sulawesi dan Jawa, walaupun ada juga yang membawa hasil tangkapan
mereka itu ke Banjarmasin.

Penyusunan Database/Identifikasi Pulau-Pulau Kecil 2004


Laporan Akhir V - 14

Trend bahwa ibukota merupakan kumpulan atau kawasan kepentingan menjadi


lazim di sini. Pada kawasan ini hampir semua fasilitas pelayanan masyarakat dari
Puskesmas, KUA, Polsek, Koramil, Kantor Camat dan lembaga-lembaga lainnya
masih berpusat di Pulau Marabatuan.

Faktor yang cukup mendasar untuk pengembangan usaha perikanan adalah


tersedianya prasarana untuk tempat berlabuh/berlindung bagi kapal-kapal
perikanan (fishing base) dan mendaratkan hasil tangkapannya. Prasarana yang
dimaksud adalah berupa Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) sebagai
tempat/pangkalan khusus bagi kapal-kapal perikanan, dengan berbagai fasilitas
penunjangnya, yang saat ini belum tersedia.

Salah satu permasalahan yang dihadapi Kabupaten Kotabaru khususnya di


Kecamatan Pulau Sembilan dalam pengembangan perikanan laut adalah belum
adanya prasarana Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI).

Di sisi lain merupakan hal yang janggal dimana Kecamatan Pulau Sembilan yang
potensial bagi penangkapan ikan di laut, tetapi tidak ada tempat pendaratan ikan.
Akibatnya banyak ikan yang didaratkan di tempat lain, bahkan hingga ke Pulau
Sulawesi dan Jawa. Tidak adanya PPI juga menyebabkan seringkali terjadi
penjualan ikan di tengah laut kepada penyambang.

Oleh karena itu keberadaan PPI mutlak diperlukan, karena selain sebagai fungsi
pendaratan ikan, juga banyak fungsi lain dari PPI, antara lain sebagai tempat
pembinaan para nelayan, tempat penjemuran ikan, tempat pengolahan ikan, tempat
pertemuan nelayan, tempat penyediaan sarana (air bersih, BBM dan es).

5.3.4. Kurang atau Minimnya Sarana Transportasi ke Pulau-Pulau di Kecamatan


Pulau Sembilan.
Untuk mencapai pulau-pulau di Kecamatan Pulau Sembilan secara umum masih
menggunakan kapal nelayan, walaupun sudah ada kapal perintis yang beroperasi,
namun intensitasnya masih dirasakan kurang, dengan rute perjalanan mulai dari
Kotabaru, Pulau Kerayaan, Pulau Marabatuan, Pulau Maradapatan dan terakhir di
Pulau Matasiri, dan selanjutnya kembali ke Kotabaru. Sedangkan rute ke Pulau
Kalambau tidak ada mengingat jumlah penduduknya yang sedikit dan musiman.
Pada saat ini masyarakat setempat menggunakan fasilitas kapal perintis ini

Penyusunan Database/Identifikasi Pulau-Pulau Kecil 2004


Laporan Akhir V - 15

mengingat kondisi laut yang ganas dengan gelombang yang tinggi serta jarak antar
pulau yang sangat jauh, dan dapat ditempuh oleh kapal perintis 10 jam dari
Kotabaru ke Pulau Marabatuan, 6 - 8 jam dari Pulau Marabatuan ke Pulau
Maradapan dan 3 4 jam dari Pulau Maradapan ke Matasiri. Bila dilihat dari jarak
dan waktu tempuh untuk menuju pulau-pulau yang ada di Kecamatan Pulau
Sembilan yang jauh dan lama tersebut, sehingga menimbulkan persepsi dari dari
masyarakat dan aparat pemerintahan desa di Kecamatan Pulau Sembilan bahwa
daerah/desanya merupakan daerah/desa yang terisolir.

5.3.5. Adanya Temuan Jenis Batuan (Besi/Magnet) di Pulau Danawan (Penghasil


Telur Penyu) yang Mulai Dilirik Oleh Para Penambang.
Dari hasil survei ke Pulau Danawan ditemuan jenis batuan (besi/magnet) dan
merupakan jenis batuan yang unik/langka, dan ini sudah diteliti oleh pihak luar
baik dari pemerintah Kabupaten Kotabaru, Arutmin dan pihak asing lainnya. Kalau
jenis batuan ini sangat berharga, ada kemungkinan nantinya batuan yang ada di
Pulau Danawan ini akan ditambang, dan ini tidak menutup kemungkinan
kelestarian penyu dan telurnya akan hilang

5.3.6. Kurangnya Kesadaran Masyarakat Atas Kelestarian Terumbu Karang


(Pembuangan Jangkar Kapal, Pengoperasian Alat Tangkap yang Merusak)
Pembuangan sauh/jangkar atau merapatnya beragam kapal saat berlabuh yang
tidak mempertimbangkan keberadaan terumbu karang telah menimbulkan
kerusakan karang, sehingga kalau ini dibiarkan berlarut-larut akan mengakibatkan
kondisi karang akan rusak sehingga fungsi fisik, biologi dan estetika karang akan
hilang. Di samping itu penggunaan alat tangkap nelayan yang tidak ramah
lingkungan seperti sistem pengoperasian modifikasi lampara dasar (buttom trawl)
untuk menangkap udang sehingga banyak karang-karang yang terambil dari
habitatnya sehingga merusak ekosistem di sana namun pengoperasian alat tangkap
ini digunakan oleh penduduk yang bukan berasal dari wilayah Kecamatan Pulau
Sembilan.
Pengoperasian purse seine yang tidak memberikan kesempatan kepada ikan-ikan
kecil untuk tidak terikut ketika mengoperasikan alat ini sehingga anak ikan (benur)
menjadi terikut dan ini masih menjadi kontroversi di masyarakat.
Pemungutan telur penyu yang selama ini dilakukan oleh sekelompok masyarakat
dengan pola penguasaan dengan proses tender/lelang terhadap pulau-pulau

Penyusunan Database/Identifikasi Pulau-Pulau Kecil 2004


Laporan Akhir V - 16

tertentu (seperti Pulau Danawan yang termasuk wilayah administrasi Pulau


Marabatuan dan Pulau Pamalikan yang termasuk wilayah administrasi Pulau
Matasiri) sebagai habitat penyu terus dilakukan walaupun dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan bagi penyu namun tidak pernah diberikan suatu batasan
tingkatan (stock) terhadap populasi penyu yang berhak untuk regenerasi untuk
kelangsungan hidup mereka di masa mendatang. Perlu diupayakan metode agar
telur penyu (bakal penyu) tidak punah dan kita tidak akan pernah lagi melihat
spesies penyu hijau tersebut.

5.3.7. Berpindah masyarakat dalam satu Pulau


Peristiwa ini terjadi di Pulau Matasiri, dimana pada musim timur/tenang penduduk
berada di Desa Teluk Sungai dan pada musim barat mereka berpindah dari Desa
Teluk Sungai ke Desa Labuan Barat) karena angin laut bertiup kencang di Desa
Teluk Sungai (untuk menghindari ganasnya gelombang dari Desa Teluk Sungai).
Secara otomatis sebagian besar penduduk Desa Teluk Sungai juga merupakan
sebagian besar penduduk Desa Labuan Barat. Fenomena ini menunjukkan sangat
bergantungnya masyarakat setempat oleh kondisi alam. Selain membatasi aktivitas,
kondisi ini juga merupakan risiko yang semestinya bisa direduksi melalui sentuhan
perkembangan teknologi.

Penyusunan Database/Identifikasi Pulau-Pulau Kecil 2004

Anda mungkin juga menyukai