Anda di halaman 1dari 10

MODEL PENGELOLAAN DAS

DAN KAWASAN PESISIR SECARA


TERPADU BAGI SUMBERDAYA
PERIKANAN BERKELANJUTAN
Eka Iriadenta
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Lambung Mangkurat
Jl. A. Yani Km. 36 Simpang Empat Banjarbaru Kalsel
Email: adenth@gmail.com
PENDAHULUAN
Daerah hulu merupakan faktor produksi dominan yang
sering mengalami konflik kepentingan penggunaan lahan
untuk kegiatan pertanian, pariwisata, perikanan,
pertambangan, pemukiman dan lain-lain. Kesalahan
pemanfaatan daerah hulu berdampak negatif pada daerah
hilir. Konservasi daerah hulu perlu mencakup aspek yang
berhubungan dengan produksi air dan konservasi itu sendiri.
Secara ekologis, hal tersebut berkaitan dengan ekosistem
tangkapan air (cathment ecosystem) yang merupakan rangkaian
siklus hidrologi. Menurut Sugandhy (1999) dalam menjaga
keseimbangan alamiah dan siklus air, vegetasi hutan di daerah
hulu menjadi sangat penting bagi komitmen terhadap
kepentingan pembangunan berkelanjutan. Dampaknya akan
mendukung pengelolaan kawasan pesisir, termasuk menjaga
sumber dan usaha perikanan berkelanjutan.
METODE
Metode kualitatif dan kuantitatif untuk mendapatkan konfirmasi
data selaras tujuan penelitian untuk mendapatkan model
pengelolaan DAS dan kawasan pesisir secara terpadu, bagi
sumberdaya perikanan berkelanjutan.
Metode kualitatif dilakukan dalam bentuk wawancara dengan
responden dalam menggali informasi terjadinya fenomena
perubahan batas temu di wilayah studi, sedangkan pelaksanaan
metode kuantitatif ditujukan untuk mendapatkan nilai pasti
parameter atau variabel penelitian.
Metode survei diterapkan di lapangan dengan melakukan
pengukuran variabel kajian, termasuk wawancara dengan
masyarakat sekitar wilayah studi.
Penelitian juga menggunakan metode observasi dan desk study
melalui penelusuran dan analisis data sekunder yang tersedia
pada instansi teknis terkait, serta alat bantu penginderaan jauh
dan sistem informasi geografis pada penetapan obyek dalam citra
satelit, untuk proses penetapan batas temu berdasar pendekatan
nilai reflektansi nipah dan perubahan tutupan lahan DAS.
Data sekunder citra dan peta DAS Asam-Asam dan tutupan lahan
DAS diperoleh dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(BPDAS) Barito dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH)
Wilayah V Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan. Data primer
sebaran nipah saat ini diambil melalui perekaman koordinat lokasi
menggunakan alat GPS, sebagai bahan analisis asosiatif
mengantisipasi kendala tidak ada data dinamika batas pertemuan
air tawar dan asin, yang didekati dengan asumsi bahwa batas
pertemuan air tawar dan air asin adalah habitat nipah paling hulu.
Data dianalisis menggunakan alat bantu komputasi data dan SIG.
Teknik ini dilakukan mempertimbangkan kesulitan perolehan data
masa lalu karena tidak adanya pengamatan batas temu air tawar
dan air asin di masa lalu.
Penentuan batas temu dilakukan dengan analisis data citra satelit
Landsat dengan alat bantu SIG. Batas temu diasosiasikan dengan
vegetasi nipah terakhir yang teridentifikasi tumbuh terjauh ke arah
bagian hulu. Menurut Whitmore, 1973 di dalam Tsuji et al. 2011,
nipah akan membentuk koloni pada sungai yang dipengaruhi
pasang tertinggi sebagai habitatnya. Pengenalan respon spektral
terhadap vegetasi nipah (Nypha fruticans) dilakukan dengan
membandingkan pantulan nilai spektral pantulan obyek
(reflectance) di antara beberapa tipe tutupan lahan yang ada di
DAS Asam-asam. Data perubahan batas pertemuan air tawar dan
air asin dianalisis dengan data perubahan penggunaan lahan
pada DAS dengan analisis statistik regresi, untuk mendapatkan
hubungan perubahan jarak batas temu air tawar dan air asin
dengan perubahan penggunaan lahan secara temporal, yang
melibatkan berbagai variabel bebas (Yati et al., 2013).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Batas temu air tawar dan air asin hasil intepretasi
data citra Landsat 7 ETM+ tahun 1991, 2000,
2003, 2006, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013 dan
tahun 2014 serta pengujian lapangan disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Analisis Batas Temu Air Tawar dan
Air Asin di DAS Asam-Asam
Citra Satelit Landsat Batas Air Tawar dan Air asin Luas Tanaman Indikator
No.
7ETM+/Landsat8 OLI-TIRS (m) (nipah) (ha)
1. 1991 8,13 505,63
2. 2000 10,19 511,20
3. 2003 10,84 534,30
4. 2006 11,52 534,30
5. 2009 17,11 625,00
6. 2010 12,15 626,36
7. 2011 12,18 617,46
8. 2012 12,39 596,00
9. 2013 12,66 545,83
10. 2014 12,88 532,63
Total 6.353,91
Rata-rata 635,39
Analisis regresi dilakukan untuk mencermati
hubungan kausal antara luas lahan DAS Asam-
Asam hasil interpretasi citra (Xn) terhadap batas
temu air tawar dan air asin (Y). Terdapat 15
variabel bebas luas tutupan lahan DAS Asam-
Asam yang dianalisis. Sebagai acuan penyusunan
model kausal, terlebih dahulu dilakukan analisis
korelasi/keeratan hubungan antara variable X
dan Y.
Tabel 7. Hasil Analisis Model Regresi Dengan Metode Stepwise
Model Koefisien regresi T Sig.
(Constant) 35954.553 12.739 .000
1
Hutan lahan kering primer -8.149 -8.700 .000
(Constant) 27913.771 16.430 .000
2 Hutan lahan kering primer -5.793 -10.993 .000
Lahan terbuka .305 6.257 .001

Model R R2 (Koefisien determinasi) F Sig.


1 .957a .915 75.686 .000b
2 .994b .989 263.686 .000c
Berdasarkan analisis di atas, diperoleh 2 model regresi terbaik
yang signifikan dan lebih dari 90% variasi data yang mampu
dijelaskan oleh model:
Y = 3.5954,553 8,149 X1 ; penurunan luas hutan lahan kering
primer sebesar 1 ha akan menaikkan batas temu air tawar dan air
asin sebesar 8,149 m. Model ini mampu menjelaskan variasi data
sebesar 95,7%.
Y = 27.913,771 5,793 X1 + 0,305 X12 ; penurunan luas hutan
lahan kering primer sebesar 1 ha akan menaikkan batas temu air
tawar dan air asin sebesar 5.793 m dan peningkatan lahan terbuka
sebesar 1 ha akan menaikkan batas temu air tawar dan air asin
sebesar 0,305 m. Koefisien determinasi 0,994, berarti model ini
mampu menjelaskan variasi data sebesar 99,4%. Secara statistikal
variabel hutan lahan kering primer dan lahan terbuka
memberikan kontribusi sebesar 99,4% terhadap perubahan batas
temu, sedangkan faktor lain di luar persamaan memberikan
kontribusi sebesar 0,6%. Pengaruh pemanasan global termasuk
dalam faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap
perubahan batas temu air tawar dan air asin.

Anda mungkin juga menyukai