Anda di halaman 1dari 16

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Persepsi

persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang


menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia.
Sub proses psikologis lainnya yang mungkin adalah pengenalan, perasaan,
dan penalaran. Rasa dan nalar bukan merupakan bagian yang perlu dari
setiap situasi rangsangan dan tanggapan, kebanyakan individu yang sadar
dan bebas terhadap satu rangsangan atau terhadap satu bidang rangsangan
sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh akal emosi, atau keduanya
(Sobur,2003). Persepsi juga disebut inti komunikasi, karena jika persepsi
tidak akurat, kita tidak mungkin berkomunikasi dengan efektif. Persepsilan
yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang
lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin
mudah dan semakin sering berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya,
semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas
(Dedy Mulyana, 2000:168).

Menurut Fisher dkk (dalam Riyanti dan Prabowo, 1998).


Komponen-komponen persepsi meliputi: komponen kognisi yang
menjawab apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek, komponen
efeksi yang memberikan evaluasi emosional terhadap objek, dan komponen
konasi yang berperan dalam menentukan kesediaan atau kesiapan jawaban
yang berupa tindakan. Sedangkan menurut Irwanto (2002), terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu: perhatian yang selektif,
ciri-coro rangsang, nilai-nilai dan kebutuhan individu, serta pengalaman-
pengalaman terdahulu. Sedangkan menurut Robbuns (2003). Ada tiga
faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang yaitu: karakteristik individu,
karakteristik individu yang dipersepsi dan situasional.

Persepsi dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor, yaitu faktor


internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah mengenai keadaan
individu yang dapat mempengaruhi hasil persepsi yaitu berhubungan
dengan segi kejasmanian dan segi psikologis. Segi kejasmanian antara lain
mengenai pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir, kerangka acuan, dan
motivasi seseorang. Faktor eksternal adalah faktor diluar individu yang
mempengaruhi proses persepsi, faktor tersebut antara lain mengenai faktor
simulasi atau perangsang serta faktor lingkungan dimana persepsi itu
berlangsung. Berpijak dari pendapat-pendapat dari beberapa ahli diatas
maka indikator-indikator persepsi yaitu:

1) Sebagai aktivitas seseorang.


2) Memberikan tanggapan atau rangsangan terhadap apa yang dipikirkan
tentang suatu objek.
3) Berdasarkan informasi dari sumber lain sehingga menimbulkan kesan,
pendapat, penilaian, dan rasa.
4) Terjadi di dalam interaksi antar individu dan komunikasi dengan
lingkungan sekitar.
B. Kemampuan guru mengelola kelas
1) Pengertian kemampuan

Setiap individu membutuhkan kekuatan dalam menjalankan


aktivitas atau pekerjaan agar mencapai hasil yang diinginkan dan optimal.
Menurut Invencevic Gibson dan Donnelly (2010: 54), kemampuan adalah
sifat (bawaan lahir atau dipelajari) yang memungkinkan seseorang
melakukan sesuatu yang bersifat mental atau fisik. Sedangkan menurut P.
Robbins (penerjemah Pujaatmaka Hadyana dan Molan Bunyamin, 2001:
46), kemampuan adalah suatu kapasitas individu untuk mengerjakan
berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.

Realita kemampuan guru saat ini masih beragam, menurut


Sudarwan Darnim (2002) mengungkapkan bahwa salah satu ciri krisis
pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukkan kerja
yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru belum sepenuhnya
ditopang oleh derajat penguasaan kemampuan yang memadai, oleh karena
itu perlu adanya upaya yang komperehensif guna meningkatkan
kemampuan guru.

Pengembangan dan peningkatan kualitas kemampuan guru


selama ini diserahkan pada guru itu sendiri. Jika guru itu mau
mengembangkan dirinya sendiri, maka guru itu akan berkualitas, karena ia
senantiasa mencari peluang untun meningkatkan kualitasnya sendiri.
Idealnya, pemerintah asosiasi pendidikan dan guru, serta satuan pendidikan
memfasilitasi guru untuk mengembangkan kemampuan bersifat kognitif
berupa pengertian dan pengetahuan, afektif berupa sikap dan nilai, maupun
performansi berupa perbuatan-perbuatan yang mencerminkan pemahaman
keterampilan dan sikap. Dukungan yang demikian itu penting, karena
dengan cara itu akan meningkatkan kemampuan pedagogik guru.

Kompetensi pedagogik menurut pandangan Slamet PH (2006),


terdiri dari Sub-Kompetensi (1) berkontribusi dalam pengembangan
kurikulum 2013 yang terkait dengan mata pelajaran yang diajarkan; (2)
mengembangkan silabus mata pelajaran berdasarkan standar kompetensi
(SK), dan kompetensi dasar (KD); (3) merencanakan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) berdasarkan silabus yang telah dikembangkan; (4)
merancang manajemen pembelajaran dan manajemen kelas; (5)
melaksanakan pembelajaran yang pro perubahan (aktif, kreatif, inovatif,
eks-perimentatif, efektif dan menyenangkan); (6) menilai hasil bellajar
peserta didik secara otentik; (7) membimbing peserta didik dalam berbagai
aspek; dan (8) mengembangkan profesionalisme disi sebagai guru.

Berdasarkan pandangan tersebut ditegaskan bahwa kompetensi


pedagogik guru merupakan kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran siswa yang meliputi pemahaman terhadap siswa, perancangan
dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan
siswa untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya, terinci ke dalam
rumusan kompetensi sebagai berikut: (1) memahami karakteristik siswa, (2)
memahami karakteristik siswa dengan kelainan fisik, (3) memahami latar
belakang keluarga dan masyarakat untuk menetapkan kebutuhan belajar
siswa dalam konteks kebhinekaan budadya, (4) memahami cara dan
kesulitan belajar siswa, (5) mampu mengembangkan potensi siswa, (6)
menguasai prinsip-prinsip dasar pembelajaran yang mendidik, (7)
mengembangkan kurukulum yang mendorong keterlibatan siswa dalam
pembelajaran, (8) merancang pembelajaran yang mendidik, (9)
melaksanakan pembelajaran yang mendidik, dan (10) menilai proses dan
hasil pembelajaran yang mengacu pada tujuan pendidikan.

2) Pengertian pengelolaan kelas

Pengelolaan kelas dalam bahasa inggris sering disebut dengan


classroom management yang berarti pengelolaan indentik dengan
manajemen. Pengertian pengelolaan atau manajemen adalah kegiatan-
kegiatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengawasan, dan penilaian. Soemarsono (2007: 21) berpendapat tentang
pengertian pengelolaan kelas adalah sebagai berikut:

Pengelolaan kelas (classroom management) adalah suatu usaha


atau kegiatan yang sengaja dilakukan atau dilaksanakan oleh guru
dengan tujuan untuk menciptakan maupun mempertahankan
kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar.
Usaha maupun kegiatan yang termasuk dalam kategori tersebut
antara lain mengatur orang maupun tingkah lakunya dan juga
mengatur ruangan kelas maupun benda-benda untuk menciptakan
suasana siswa dalam belajar.

Pengelolaan kelas menurut A. Soedomo Hadi (2005: 11) adalah


kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam rangka menciptakan,
mempertahankan, dan mengembalikan kondisi optimal bagi terjadinya
proses belajar mengajar secara efektif. Kegiatan-kegiatan itu adalah
sebagai berikut:

a) Pembinaan hubungan keakraban (rapport).


b) Penghentian tingkah laku siswa yang menyelewengkan perhatian siswa.
c) Penciptaan berbagai kemudahan dalam belajar.
d) Pemberian ganjaran (reward) bagi ketepatan waktu penyelesaian tugas.
e) Penetapan norma kelompok yang produktif.
f) Pengaturan benda-benda atau ruangan dalam kelas.
Pengelolaan kelas bertujuan untuk mengatur orang (siswa) yang
berupa tingkah laku dan pengaturan fasilitas (ventilasi, penerangan, tempat
duduk, perencanaan progran belajar mengajar dan sebagainya). Di dalam
pengelolaan kelas terdapat dua kategori yaitu kategori individual dan
kategori kelompok. Dua-duanya tidak dapat dipisahkan atau saling terkait
satu sama lainnya. Perbedaannya hanya ada dalam penekanannya saja.
Tindakan pengelolaan kelas akan efektif apabila seorang guru dapat
mengidentifikasi dengan tepat masalah yang dihadapinya, sehingga guru
dapat mengidentifikasi dengan cepat masalah yang dihadapinya, sehingga
guru dapat memberikan solusi yang tepat dalam menyelesaikannya baik itu
dalam kategori individu maupun kelompok.
Wilford A. Weber (dalam James M. Cooper, 1995:230)
pandangan-pandangan yang bersifat filosofis dan operasional dalam
pengelolaan kelas yaitu: (1) pendekatan otoriter yang berarti siswa perlu
diawasi dan diatur; (2) pendekatan intimidasi yang berarti mengawasi dan
menertibkan siswa dengan cara intimidasi; (3) pendekatan permisif yang
berarti memberikan kebebasan kepada siswa tentang apa yang ingin
dilakukan siswa dan guru hanya memantau apa yang dilakukan siswa; (4)
pendekatan resep masakan yang berarti mengikuti dengan tertib dan tepat
hal-hal yang sudah ditentukan tentang apa yang boleh dan tidak; (5)
pendekatan pengajaran yang berarti guru menyusun rencana pengajaran
dengan tepat untuk menghindari permasalahan perilaku siswa yang tidak
diharapkan; (6) pendekatan modifikasi perilaku yang berarti mengupayakan
perubahan perilaku positif pada diri siswa; (7) pendekatan iklim sosio-
emosional yang berarti menjalin hubungan yang positif antara guru dan
siswa; (8) pendekatan sistem proses kelompok atau dinamika kelompok
yang berarti meningkatkan dan memelihara kelompok kelas yang efektif
dan produktif. Dari kedelapan pendekatan diatas yang akan
mengoptimalisasikan pengelolaan kelas adalah modifikasi perilaku,
pendekatan iklim sosio-emosional, dan sistem proses kelompok atau
dinamika kelompok.
Soedomo Hadi berpendapat bahwa pengelolaan kelas memiliki
beberapa pendekatan, pendekatan itu antara lain:
a) Pendekatan behaviour modification. Pendekatan ini berpijak pada
psychologi behaviour, yang mengemukakan asumsi bahwa:
(1) Semua tingkah laku yang baik maupun yang kurang baik merupakan
hasil proses belajar mengajar.
(2) Ada sejumlah kecil proses psikologi yang fondamental yang dapat
digunakan untuk menjelaskan proses belajar mengajar yang
dimaksud. Adapun proses psikologi itu antara lain:
(a) Positive reinforcement (penguatan positif)
(b) Negative reinforcement (penguatan negatif)
b) Pendekatan sosio emotional climate. Pendekatan ini bertolak pada
psychologi klinis dan konseling, pendekatan kelas didefinisikan
sebagai:
(1) Proses belajar mengajar yang efektif yang mempersyaratkan iklim
sosio emosional yang baik dalam arti terdapat hubungan
interpersonal yang baik antara guru dengan siswa dan antara siswa
dengan siswa.
(2) Guru menduduki proses terpenting bagi terbentuknya iklim sosio
emosional yang baik.
c) Pendekatan group process. Pendekatan ini berdasarkan pada psychologi
sosial dan dinamika kelompok. Pendapat ini berasumsi bahwa:
(1) Pengalaman belajar sekolah berlangsung dalam konteks kelompok
sosial.
(2) Tugas guru yang utama dalam pengelolaan kelas adalah membina
dan memelihara kelompok yang produktif dan efektif.

Guru mempunyai peranan yang sangat penting didalam kelas,


dalam perannya sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu
mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari
lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan
diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan
pendidikan. Pengawasan terhadap lingkungan tersebut itu turut menentukan
sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan yang baik.
Lingkungan yang baik ialah bersifat menantang dan merangsang siswa
untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan
(Mochammad, 2009: 10).

Rudolf Dreikurs dan Pearl Cassel (dalam A. Soedomo Hadi,


2005: 14) berpendapat bahwa ada empat masalah siswa dalam pengelolaan
kelas oleh guru, yaitu:

a) Attention getting behaviour.


(1) Membadut di kelas (aktif).
(2) Berbuat serba lamban sehingga mendapat pertolongan ekstra.
b) Power seeking behaviour (mencari, menuntut, mendapat).
(1) Selalu mendebat atau kehilangan kendali emosional, marah-marah,
menangis (aktif).
(2) Selalu lupa pada aturan-aturan penting disekolah (pasif).
c) Revenge seeking behaviour (balas dendam).
(1) Menyakiti orang lain, memukul, menggigit, mengata-ngatai dan
sebagainya (aktif).
(2) Mogok dalam segala tugas (pasif).
d) Display of inadequacy (peragaan ketidakmampuan).
Sama sekali menolak untuk mencoba melakukan apapun karena yakin
bahwa kegagalan yang menjadi bagiannya.
Dilihat dari empat macam masalah yang ada dalam diri siswa
maka Dreikurs mengemukakan pendapatnya tentang tingkah laku anak usia
sekolah, yaitu:
a) Active consitructive, yang merupakan tingkah laku yang ekstrim,
ambisius untuk menjadi bintang di kelas, mempunyai daya usaha untuk
membantu gurunya dengan penuh semangat.
b) Active destructive, merupakan sifat yang terlihat dalam bentuk untuk
membandut (clown), kurang ajar (impertinent), memberontak (rebel),
suka marah-marah (bully).
c) Passive contructive, merupakan anak yang bekerja lamban, berusaha
agar selalu ditolong dan dimanja (charm).
d) Passif destructive, merupakan sikap pemalas dan keras kepala (stuborn).
Dalam menghadapi masalah yang dihadapi oleh guru dalam
pngelolaan kelas perlu tindakan yang tepat dan sesuai, karena apabila
terdapat kekeliruan dalam idntifikasi masalah mengakibatkan tindakan
korektif yang keliru pula. Oleh karena itu, dalam dimensi pengelolaan kelas
terdapat hal-hal yang penting antara lain:
a) Dimensi pencegahan meliputi,tingkat kesadaran diri guru, menemukan
alternatif pengelolaan, membuat kontrak sosial.
b) Dimensi tindakan (action) meliputi, melakukan tindakan (bukan
ceramah), bukan tawar menawar, kontrol kerja, peraturan dan
konsekuensinya.
c) Dimensi penyembuhan meluputi, pelanggaran besar peraturan sekolah,
tidak mau menerima atau menolak konsekuensi, menolak sama sekali
aturan khusus yang tercantum dalam kontrak sosial.

Kemudian terdapat langkah-langkah yang ditempuh dalam dimensi ini


antara lain:

a) Mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan.


b) Membuat rencana langkah-langkah yang akan ditempuh.
c) Membuat jadwal pertemuan dengan siswa.
d) Menjelaskan maksud pertemuan.
e) Menunjukkan bahwa guru bukan orang yang sempurna.
f) Guru membawa siswa kepada masalahnya.
g) Dalam pertemuan, guru dapat mengajak siswa berdiskusi.
h) Pertemuan harus membawa pemecahan masalah.
i) Melakukan kegiatan tindak lanjut.
Dari berbagai definisi di atas indikator-indikator tentang
kemampuan guru dalam mengelola kelas yaitu:
a) Kecakapan yang dimiliki oleh seorang guru.
b) Melaksanakan tugasnya dalam memelihara kondisi kelas dengan
berbagai macam masalah yang terjadi didalamnya.
c) Melakukan penanganan atau pemberian solusi yang tepat dengan tujuan
agar siswa mampu mencapai tujuan pembelajaran secara optimal dan
efesien.
Dalam rangka memperkecil masalah yang terjadi di dalam
pengelolaan kelas, menurut Saiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2006:
185). Prinsip-prinsip pengelolaan kelas dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Hangat dan antusias
Dalam proses belajar mengajar guru yang hangat dan akrab
dengan anak didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya akan
berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas.
b) Tantangan
Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja atau bahan-bahan
yang menantang akan meningkatkan gairah anak didik untuk belajar
sehingga mengurangi kemungkinan kemunculan tingkah laku yang
menyimpang.
c) Bervariasi
Penggunaan alat atau media, atau alat bantu, gaya mengajar guru,
pola interaksi antara guru dan anak didik akan mengurangi munculnya
gangguan, meningkatkan perhatian anak didik. Kevariasian dalam
penggunaan apa yang disebutkan di atas merupakan kunci untuk
tercapainya pengelolaan kelas yang efektif.
d) Keluwesan
Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi
mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan anak
didik serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif.
e) Penekanan pada hal-hal yang positif
Penekanan yang dilakukan oleh guru terhadap tingkah laku anak
didik yang positif daripada mengomeli tingkah laku yang negatif.
f) Penanaman disiplin diri
Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat
mengembangkan disiplin diri sendiri. Jadi guru harus disiplin dalam
segala hal bila ingin anak didiknya ikut disiplin dalam segala hal.
C. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah
mengalami peoses pembelajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku
tersebut tergantung pada yang dipelajari oleh pembelajar. Jika pembelajar
mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku adalah
berupa penguasaan kkonsep (Anni: 2004).
Wina Sanjaya (2008: 112) berpendapat bahwa belajar adalah
proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga mennyebabkan
perubahan tingkah laku. Aktivitas mental itu terjadi karena adalanya
interaksi individu dengan lingkungannya yang disadari. Dalam belajar
terdapat tiga kondisi yang penting yaitu kondisi eksternal, kondisi internal,
dan hasil belajar. Sedangkan menurut Bell Gredlerr yang dikutip Dimyati
dan Mudjiono (2009: 3) belajar merupakan interaksi antara keaadaan
internal dan proses kognitif siswa dengan stimulus dari lingkungan. Proses
kognitif tersebut terdiri dari informasi verbal, keterampilan, intelek,
keterampilan motorik, sikap dan siasat kognitif.
Ngalim Purwanto (2006: 84) berpendapat, belajar merupakan
perubahan yang relatif menetap pada tingkah laku yang terjadi sebagai suatu
hasil dari latihan atau pengalaman. Mengenai proses belajar, Soemarsono
(2007: 131) berpendapat, proses belajar adalah proses yang dialami secara
langsung dan aktif oleh siswa pada saat mengikuti suatu kegiatan belajar
mengajar yang direncanakan dan disajikan di sekolah baik yang terjadi
dikelas maupun di luar kelas. Proses mengajar adalah proses yang dilakukan
oleh seorang guru dalam melaksanakan perannya dalam proses kegiatan
belajar megajar yang direncanakan.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor yang
berasal dari dalam diri individu yang sedang belajar dan faktor yang berasal
dari dalam diri individu. Faktor yang terdapat dalam diri individu ini dibagi
menjadi dua faktor, yaitu faktor psikis dan fisik. Sedangkan faktor dari luar
diri individu adalah guru dalam mengelola pembelajaran di kelas, seperti
penggunaan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan
dibahas, serta dengan mempertimbangkan konsep perkembangan jiwa
peserta didik.
Horward Kingsley berpendapat (Nana Sudjana, 2006) membagi
tigas macam hasil belajar yaitu: (a) keterampilan dan kebiasaan, (b)
pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis
hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah di tetapkan dalam
kurikulum. Nana Sudjana (2006: 22) juga berpendapat hasil belajar siswa
adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima
pengalaman belajar. Hasil belajar siswa ini dibedakan menjadi tiga aspek,
yaitu kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual, afektif berkenaan
dengan sikap, dan psikomotorik berkenaan dengan ketrampilan dan
kemempuan bertindak.
Hasil belajar menurut Winkel (2005: 15) dapat dimaknai sebagai
salah satu proses yang menghasilkan perubahan perilaku pembelajar, baik
itu perubahan dari aspek berbentuk pengetahuan (kognitif), sikap (afektif),
dan keterampilan (psikomotor). Hasil belajar merupakan sesuatu yang
dicapai atau diraih dari kegiatan yang telah dikerjakan. Secara khusus
ditinjau dari fungsi pendidikan, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses
yang menyebabkan adanya perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dalam
menguasai ilmu pengetahuan, selain itu belajar juga dapat dikatakan suatu
perubahan individu dalam kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Sri Rumini
juga merumuskan definisi hasil belajar, hasil belajar siswa merupakan
kapasitas manusia yang nampak dalam tingkah laku(2006: 59).
Menurut Nana Sudjana (2005) fungsi dari hasil belajar sebagai
berikut :
a. Alat untuk mengetahui tercapai-tidaknya tujuan intruksional. Tujuan
intruksional disini yaitu perubahan tingkah laku yang diinginkan pada
diri siswa.
b. Umpan balik bagi perbaikan proses belajar mengajar.
c. Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada orang
tua.
Hasil belajar menurut Caroll yang dikutip Sudjana (2005) hasil
belajar siswa dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu bakat belajar, waktu yang
tersedia untuk belajar, waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan
pelajaran, kualitas pengajaran dan kemampuan individu. Ciri-ciri hasil
belajar optimal yang diperoleh dari proses belajar mengajar adalah sebagai
berikut:

a. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar


intrinsik.
b. Menambah kemampuan dan keyakinan pada diri siswa.
c. Hasil belajar yang dicapainya bermakna bagi dirinya seperti akan tahan
lama diingat, membentuk perilakunya, bermanfaat untuk mempelajari
aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi
dan pengetahuan lainnya, kemauan dan kemampuan untuk belajar
sendiri, dan mengembangkan kreativitasnya.
d. Hasil belajar diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni
mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah efektif atau
sikap dan apresiasi, serta ranah psikomotor, keterampilan, atau perilaku.
e. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan
dirinya terutama dalam menilai hasil yang dicapanya maupun menilai
dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.

Sardirman (2007: 27) menjelaskan pengertian hasil belajar adalah


suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Sedangkan
menurut Nana Sudjana (2005: 21) hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki setelah ia menerima pengalaman belajar. Dari
paparan diatas indikator-indikator tentang hasil belajar yaitu :

a. Perilaku yang dimiliki seseorang setelah mengalami proses belajar


mengajar.
b. Hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam diri (psikis
dan fisik) dan faktor dari luar (guru dalam pengelolaan pembelajaran
didalam kelas).
c. Perubahan tingkah laku (kognitif, afektif, psikomotor).
d. Berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan pemahaman, keterampilan, dan sikap.

Penilaian hasil belajar mempunyai tujuan yang salah satunya adalah


mengidentifikasi hasil belajar siswa tidak dapat dipisahkan dari tujuan
pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler serta tujuan
pengajaran, materi pengajaran, metode pengajaran, sumber-sumber belajar,
teknik evaluasi hasil belajar dan komponen-komponen pengajaran yang
lain.

Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan baik


tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional menggunakan klasifikasi hasil
belajar dari Benyamin Bloom (Nana Sudjana, 2009: 23-29) yang secara
garis besar membaginya menjadi tiga macam, yaitu :

a. Kognitif, yaitu berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri


dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif
tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk dalam kognitif
tingkat tinggi.
b. Afektif, yaitu berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan
internalisasi.
c. Psikomotoris, yaitu berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Terdapat enam aspek psikomotoris yaitu
gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,
keharmonisan, gerakan eksperetif dan interpretatif.
Dilihat dari fungsinya, fungsi dari hasil belajar dapat diuraikan
sebagai berikut :

a. Sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah


dikuasai siswa.
b. Sebagai lambang pemuasaan hasrat ingin tahu.
c. Sebagai informasi dan inovasi pendidikan.
d. Sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan.
e. Dapat dijadikan sebagai indikator terhadap daya serap siswa.

Prinsip penilaian dalam hasil belajar Nana Sudjana (2009: 8)


berpendapat, bahwa :

a. Dalam proses penilaian hasil belajar hendaknya dirancang sedemikian


rupa sehingga jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat
penilaian, dan interpretasi hasil penilaian.
b. Penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dari proses
belajar mengajar.
c. Agar diperoleh hasil belajar yang objektif dalam menggambaran
prestasi siswa sebagaimana adanya, penilaian hasil belajar
menggunakan berbagai alat penilaian yang sifatnya komperehensif.
d. Penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya.

Dari langkah-langkah penilaian hasil belajar yang dapat dijadikan


sebagai pegangan Nana Sudjana (2009: 9) juga berpendapat, bahwa
langkah-langkah penilaian tersebut adalah :

a. Merumuskan atau mempertegas tujuan-tujuan pengajaran dalam proses


belajar mengajar.
b. Mengkaji kembali materi-materi pengajaran berdasarkan kurikulum dan
silabus mata pelajaran.
c. Menyusun alat-alat penilaian, baik tes maupun nontes yang cocok
digunakan dalam menilai jenis-jenis tingkah laku yang ada dalam proses
belajar mengajar.
d. Menggunakan hasil penilaian untuk tujuan penilaian sebenarnya yaitu
sebagai alat untuk mendeskripsikan kemampuan siswa, kepentingan
perbaikan pengajaran, kepentingan bimbingan belajar, maupun
kepentingan laporan pertanggungjawaban pendidikan.

D. Penelitian yang Relevan


Berdasarkan observasi yang dilakukan, ditemukakan hasil penelitian

yang relevan berhubungan penelitian ini antara lain: Galuh Aulia Pratiwi

(2011) menemukan bahwa terdapatnya hubungan yang signifikan antara

kemampuan guru dalam mengelola kelas dengan pencapaian kompetensi

dasar siswa yaitu sebesar 0,729 dengan nilai R square sebesar 0,531, yang

berarti bahwa sumbangan yang diberikan oleh X terhadap Y sebesar 53,1%.

E. Kerangka Konseptual

Dalam proses pembelajaran kemampuan guru mengelola kelas


25
merupakan salah satu faktor yang diduga besar hubungannya terhadap hasil

belajar. Guru yang mampu mengelola kelas dengan baik akan membuat siswa

merasa nyaman dalam mengikuti proses belajar sehingga akan mempengaruhi

hasil belajar siswa. Secara lebih jelas dapat digambar sebagai berikut:

Persepsi siswa tentang


kemampuan guru Hasil belajar siswa
mengelola kelas

Gambar 1. Kerangka Konseptual

F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian yang dijelaskan pada bagian kerangka teoritis dan

kerangka konseptual, maka dapat dirumuskan hipotesis dari penelitian

sebagai berikut:
Terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi siswa tentang

kemampuan guru mengelola kelas dengan hasil belajar siswa.

Anda mungkin juga menyukai