OLEH
FAKULTAS KEDOKTERAN
KOTA MEDAN
2017
Lampiran 1
Informed Consent
Assalamualaikum Wr. Wb
Dengan ini saya menyatakan kesediaan untuk berperan serta menjadi subjek
penelitian dan bersedia melakukan pemeriksaan sesuai dengan data yang diperlukan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran tanpa ada paksaan dari pihak
manapun.
Medan, 2017
Ttd
_______________________________
Lampiran 1
A. Identitas Responden
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Alamat :
5. Pendidikan terakhir :
6. Agama :
7. Suku :
1. Kuesioner Pengetahuan
Lingkari jawaban yang menurut anda benar!
1. Apakah anda mengetahui bahwa tempat anda bekerja ini menghasilkan
banyak debu?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah anda tahu akibat yang ditimbulkan oleh debu?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah anda mengetahui bahwa debu dapat menimbulkan penyakit
paru?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah anda mengetahui penyakit-penyakit paru yang ditimbulkan
akibat kerja?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah anda ada mengalami sesak dan batuk akibat bekerja?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah anda ada mengalami sesak/batuk selama tidak bekerja/saat libur?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah anda mengetahui cara perlindungan paru dari debu?
a. Ya b. Tidak
8. Apakah anda mengetahui bahwa masker salah satu alat pelindung debu?
a. Ya b. Tidak
9. Apakah seluruh pegawai di pabrik diwajibkan memakai masker saat
sedang bekerja?
a. Ya b. Tidak
10. Apakah pabrik menyediakan masker?
a. Ya b. Tidak
2. Kuesioner Sikap
No Pertanyaan SS S N TS STS
1. Saya sudah paham tentang penyakitpenyakit
yang ditimbulkan oleh debu
2. Bekerja ditempat yang banyak debu dapat
menyebabkan penyakit pada paru?
3. Saya melindungi diri dari paparan debu
4. Saya memakai masker 4x seminggu saat
sedang bekerja
5. Saya memakai masker saat dilingkungan
pabrik
6. Tidak memakai masker saat bekerja dapat
menyebabkan resiko penyakit paru
7. Salah satu gejala penyakit paru akibat debu
adalah batuk / sesak
8. Saat saya batuk / sesak, saya akan langsung
berobat ke dokter / klinik terdekat
9. Sebagai seseorang pekerja, menjaga kesehatan
sangatlah penting
10. Sebagai seorang pekerja pabrik, setujukan
anda dilakukannya sosialisasi pengetahuan
kesehatan kerja
i
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Tenaga kerja merupakan tulang punggung di bidang industri yang sangat menentukan
keberhasilan dari suatu usaha untuk mempertinggi produksi, produktivitas dan efisiensi
kerja.Keberhasilan tenaga kerja sebagai sumber daya manusia perlu mendapat perhatian
khusus.Baik kemampuan, keselamatan serta kesehatan kerjanya, sekalipun faktor modal,
material yang bermutu baik, serta mesin-mesin canggih tidak dapat dijalankan oleh tenaga
kerja dengan kesehatan yang rendah dan tidak memuaskan. Maka dari itu para pekerja berhak
mendapatkan perlindungan kesehatan dan keselamatan dalam bekerja (Konvensi ILO
No.155/1981) serta mendapatkan pelayanan Kesehatan Kerja ( KonvensiILO No.197/2006;
UU No.36/2009; UU 13/2003). Maka dari itu para pekerja memerlukan pengetahuan dan
keterampilan dalam menjaga kesehatan dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja
(Kurniawidjaja L.M,2010).
Industri dan produksinya mempunyai dampak positif dan negatif kepada manusia. Di
satu pihak akan memberikan keuntungan berupa terciptanya lapangan kerja, mempermudah
komunikasi dan transportasi serta akhirnya terjadi peningkatan kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat. Di pihak lain timbul dampak negatif karena pajanan bahan-bahan yang terjadi
pada proses industri atau oleh karena produk-produk hasil industri tersebut. Pajanan bahan
tersebut dapat mempengaruhi kesehatan lingkungan antara lain berupa pencemaran air karena
pembuangan limbah dari pabrik, pencemaran udara oleh bahan-bahan yang diolah atau
karena asap pabrik tersebut (Mangunnegoro H,2003).
Penyakit akibat kerja disebabkan oleh pajanan terhadap bahan kimia dan biologis,
serta bahaya fisik ditempat kerja.Meskipun angka kejadiannya tampak lebih kecil
dibandingkan dengan penyakit-penyakit utama penyebab cacat lain, terdapat bukti bahwa
penyakit ini mengenai cukup banyak orang, khususnya di Negara- negara yang giat
mengembangkan industri (Aditama T.Y, 1999).
Ratusan juta tenaga kerja diseluruh dunia saat ini bekerja dalam kondisi yang tidak
nyaman dan beresiko terjadinya gangguan kesehatan akibat kerja. Menurut International
Labor Organization (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh
penyakit atau yang di sebabkan oleh pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta
kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat kerja dimana diperkirakan
terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan kerja baru setiap tahunnya (Buchari,2007).
Di Amerika, The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH)
memperkirakan bahwa angka kematian yang terkait dengan Penyakit Paru Akibat Kerja atau
dalam publikasi internasional disebut dengan Occupational Lung Diseases (OLD) sekitar
30% yang disebabkakan oleh pajanan di tempat kerja. Lebih dari 20 juta pekerja di Amerika
Serikat telah terpajan bahan material yang dapat menyebabkan penyakit sistem
pernapasan.Hampir 100.000 kematian akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja, sebagai
konsekuensinya banyak perusahaan beroperasi sederhana, hal ini karena
kekhawatirankesehatan dan keselamatan.
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2007, diantara semua penyakit
akibat kerja 30% sampai 50% adalah penyakit pneumokoniosis. Selain itu ILO (international
Labour Organization) mendeteksi bahwa sekitar 40.000 kasus baru pneumokoniosis (penyakit
saluran napas) yang disebabkan oleh paparan debu tempat kerja terjadi di seluruh dunia setiap
tahunnya. Hazard atau faktor resiko penyakit paru di tempat kerja bersumber dari bahan
baku, bahan sampingan, proses produksi, produk atau limbah. Hazard kesehatan paru yang
berbentuk debu/partikel yang berasal dari alam atau buatan akan terpajan tenaga kerja melalui
inhalasi udara di tempat kerja, maka penyakit paru akibat kerja dapat timbul dengan gejala
yang bervariasi yaitu dari ringan hanya batuk-batuk sampai sesak tidak dapat bernapas
dengan segala konsekuensinya : pekerja mungkin jatuh sakit, cacat dan sampai meninggal
sehingga suatu perusahaan akan merugi akibat produktivitas pekerja menurun. Hal ini
dikarenakan adanya penyempitan pada jalan napas (YunusF,2006).
5
pekerjaan keramik lebih banyak ditemukan gejala terhadap saluran pernapasan seprti batuk,
demam, dan produksi sputum (Agus D.S,2011).
pelindung adalah masih rendahnya kesadaran pekerja dalam memakai alat pelindung diri dan
mematuhinya.Hal ini juga tak terlepas dari faktor pendidikan, sosial budaya, sikap dan
perilaku para pekerja.
penelitian ini adalah bagaimana tingkat pengetahuan dan sikap tenaga kerja
6
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap tenaga kerja pabrik penghasil
pengetahuan dan sikap tenaga kerja pabrik penghasil keramik terhadap penyakit
kerja.
Kesehatan Respirasi.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGETAHUAN
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu terutama melalui mata dan telinga.Bila seseorang
dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan lancar, baik
secara lisan maupun tertulis maka dapat dikatakan mengetahui bidang tersebut.Sekumpulan
jawaban verbal yang diberikan orang tersebut dinamakan pengetahuan.Melalui lingkungan
seseorang mendapat pengalaman dan pengetahuan.Pengetahuan dapat diperoleh dari
pendidikan formal atau pendidikan informal.Makin tinggi pendidikan formal seseorang
makin luas pengetahuannya. Pengetahuan merupakan salah satu bentuk operasional dari
perilaku manusia yang dapat mempengaruhi sikap seseorang (Notoatmodjo S,2003).
a) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b) Memahami (comprehension)
8
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
c) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.
d) Analisa (analysis)
Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e) Sintesis (synthesis)
Sintesis merupakan kepala suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
materi atau objek.
2.2. SIKAP
Menurut Notoatmodjo S (2005), sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup
dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.Sikap
merupakan kesiapan untuk beraksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai
penghayatan terhadap objek.
9
Sikap juga dikatakan sebagai kecenderungan untuk bertindak, berfikir, berpersepsi,
dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukanlah perilaku, tetapi
lebih merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap.
a. Menerima (receiving)
Menerima dapat diartikan bahwa orang (subjek) mau dan bersedia mempertahankan
stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mempersiapkan dan menyelesaikan tugas yang
diberikan adalah suatu indikasi dari sebuah sikap. Karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan
itu benar attau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut
c. Menghargai (valuing)
Indikasi sikap ketiga adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi adalah bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala resiko.
a. Pengalaman pribadi
c. Pengaruh kebudayaan
d. Media massa
10
2.2.4. Cara Pengukuran Sikap
2.3. Debu
2.3.1 Pengertian
Debu adalah partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatankekuatan alami
atau mekanis, seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan pengepakan yang cepat,
peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu,
bijih logam, arang batu, butir-butir zat padat dan sebagainya (Sumamur PK, 2006).
Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang
di udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500
mikron (Pudjiastuti W,2002).
1. Sifat mengendap
Debu cenderung mengendap karena gaya gravitasi bumi. Namun karena
ukurannya yang relatif kecil berada di udara.Debu yang mengendap dapat
mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu yang terdapat di udara.
2. Permukaan cenderung selalu basah
Permukaan debu yang cenderung selalu basah disebabkan karena permukaannya
selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis.Sifat ini menjadi penting sebagai
upaya pengendalian debu di tempat kerja.
3. Sifat menggumpal
11
Debu bersifat menggumpal disebabkan permukaan debu yang selalu basah,
sehingga debu menempel satu sama lain dan membentuk gumpalan.
4. Listrik statis (elektrostatik)
Sifat ini menyebabkan debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan. Adanya
partikel yang tertarik ke dalam debu akan mempercepat terjadinya proses
penggumpalan.
5. Opsis
Opsis adalah debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancakan
sinar yang dapat terlihat pada kamar gelap.
1. Debu organik seperti debu kapas, debu daun-daunan, tembakau dan sebagainya.
2. Debu mineral yang merupakan senyawa kompleks seperti silikon dioksida (SiO2),
silikon trioksida (SiO3), arang batu dan sebagainya.
3. Debu metal merupakan debu yang mengandung unsur logam seperti timah hitam,
mercuri, aseton dan lain-lain.
Ditempat kerja debu jenis-jenis ini dapat ditemukan seperti dalam kegiatan pertanian,
pengusaha keramik, batu kapur, batubara,dan lain-lain (Pudjiastuti W,2002).
Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa
oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Sedangkan sumber debu yang
tidak sempurna akibat ulah manusia sebagian besar berasal dari pembakaran hutan,
pembakaran batubara, proses industri, dan gas buangan alat transportasi. Debu yang terdapat
di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite particulate matter adalah partikel debu yang hanya
12
berada di udara, partikel ini segera mengendap karena ada daya tarik bumi. Dan Suspended
particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap
(Yunus F,2006).
Masing-masing partikel debu umumnya memiliki bentuk tersendiri yang berbeda satu
sama lain (tidak beraturan, bulat, serat). Konsep yang digunakan untuk mengukur partikel
debu dengan standart partikel aerodinamik. Diameter aerodinamik adalah diameter satuan
kepadatan suatu partikel bulat yang akan jatuh pada kecepatan yang sama di udara.
(m)
13
terserap ke bagian tubuh bila partikel tersebut
tersimpan cukup lama.
Ukuran partikel suatu zat yang terisap mengakibatkan cara penetrasi dan area
penyimpanan yang berbeda-beda di dalam percabangan saluran pernapasan. Dengan
demikian, partikel zat kimia dibedakan menjadi tiga berdasarkan kemampuan absorpsi
partikelnya kedalam tubuh, yaitu :
a. Non-inspirable
Partikel-partikel yang dapat terisap oleh saluran pernapasan, tetapi tidak akan
diabsorpsi ke dalam tubuh karena akan terperangkap oleh mekanisme penyaringan
di hidung.
b. Inspirable
Partikel-partikel yang bila terisap oleh saluran pernapasan akan mudah masuk ke
dalam cabang-cabang bronkus dan dapat mengendap di semua bagian saluran
pernapasan, tetapi biasanya perlahan-lahan akan dibersihkan oleh mekanisme
pertahanan tubuh.
c. Respirable
Partikel-partikel yang bila terisap oleh saluran pernapasan akan mudah masuk
sampai ke alveolus sehingga dapat diabsorpsi oleh tubuh (Harrianto R ,2010)
a. Inert dust
Golongan debu ini tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi fibrosis pada paru.
Efeknya sangat sedikit atau tidak ada sama sekali pada penghirupan normal.
14
b. Poliferatif dust
Golongan debu ini di dalam paru akan membentuk jaringan parut atau fibrosis.
Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli sehingga mengganggu
fungsi paru. Debu dari golongan ini menyebabkan fibrocytic
pneumoconiosis.Contohnya: debu silika, asbestosis, kapas, berilium, dan sebagainya.
Partikel debu selain memiliki dampak terhadap kesehatan juga dapat menyebabkan
gangguan sebagai berikut :
Efek debu terhadap kesehatan sangat tergantung pada sifat debu, komposisi kimia,
konsentrasi debu dan ukuran partikel debu (Pudjiastuti W,2002).
a. Simpul I
15
yaitu pancegahan terhadap sumbernya, antara lain isolasi sumber agar tidak
mengeluarkan debu diruangan kerja dengan local echauster atau dengan
melengkapi water sprayer pada cerobong pembuang asap.
b. Simpul II
yaitu pencegahan dilakukan terhadap media transmisi udara dengan cara memakai
metode basah, yaitu penyiraman lantai dan melakukan pengeboran basah.
c. Simpul III
yaitu pencegahan terhadap tenaga kerja yang terpapar dengan menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) berupa masker.
d. Simpul IV
yaitu pencegahan terhadap penderita atau orang sakit akibat terpajan partikel debu
antara lain melalui pemeriksaan dan pengobatan serta rehabilitas terhadap korban
atau orang sakit.
Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kelainan pada paru yang timbul sehubungan
dengan pekerjaan. Berbagai bahan berupa debu, serat dan gas yang timbul pada proses
industri. Tergantung pada jenis bahan tersebut maka penyakit yang ditimbulkannya pun
bermacam-macam (Rampai B,2009).
Penyakit paru kerja yang disebabkan oleh debu dikenal sejak manusia mengenal
penambangan mineral. Berbagai jenis debu mineral dapat menimbulkan pneumokoniosis
(Cowie R.L,2005).
Untuk menentukan adanya penyakit paru yang terjadi berhubungan dengan pekerjaan,
harus dilakukan evaluasi medis yang menyeluruh.Riwayat pekerjaan sehubungan dengan
pajanan bahan harus diketahui, serta ditentukan derajat lama pajanan dan penggunaan alat
pelindung. Masa antara pajanan yang didapat sampai timbul kelainan mungkin berlangsung
lama, sehingga menimbulkan kesulitan dalam menentukan hubungan antara pekerjaan atau
penyakit (Mangunnegoro H dan Yunus F,2003).
Beberapa prinsip yang digunakan secara umum untuk menentukan penyakit paru
akibat pajanan bahan di tempat kerja atau lingkungan antara lain :
16
a. Sebagian besar penyakit paru disebabkan atau diperberat oleh pajanan dari tempat
kerja atau lingkungan. Jadi pemicu dari tempat kerja dan lingkungan, harus secara
terus-menerus diperhatikan dalam evaluasi dan penatalaksanaan penyakit paru.
b. Sebagian penyakit paru mungkin disebabkan oleh banyak faktor, dan faktor
pekerjaan bias berinteraksi dengan faktor lain. Sebagai contoh : faktor resiko kanker
paru pada pekerja yang terpajan asbes sekaligus merokok lebih besar daripada hanya
terpajan asbes atau merokok secara sendiri-sendiri.
c. Dosis pajanan penting, sebagai faktor pemicu proporsi populasi yang terkena dan
derajat keparahan penyakit. Pajanan dengan dosis yang lebih tinggi biasanya
menyebabkan lebih banyak individu yang terkena serta derajat yang lebih parah
(Rampai B,2009).
2.4.1. Pengertian
Istilah pneumokoniosis berasal dari bahasa yunani yaitu pneumo berarti paru dan
konis berarti debu (Cowie RL,2005).
1. Kelainan yang terjadi akibat pajanan debu anorganik seperti silika (silikosis), asbes
(asbestosis), dan timah (stannosis).
3. Kelainan yang timbul oleh debu organik seperti kapas (bisinosis) (Yunus F,2004).
2.4.2 Epidemiologi
17
pneumokoniosis terdiri dari 56% asbestosis, 38% silikosis, dan 6% pneumokoniosis barubara.
Resiko penyakit ini meningkat seiring dengan lama pajanan terhadap partikel silika.
Sebanyak 12% pekerja dengan masa kerja lebih dari 30 tahun menderita silikosis (Agus
D.S,2011).
Respon jaringan tubuh terhadap debu yang terinhalasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain : (Demedts M,2003)
a. Sifat fisik
Keadaan fisik yang berupa partikel uap atau gas, ukuran, dan densitasi partikel,
bentuk dan kemampuan penetrasi yeng mempengaruhi sifat migrasi dan reaksi
tubuh.Sifat kelarutan partikel juga berpengaruh, seperti asbestos dan silika yang
merupakan partikel tidak larut.
b. Sifat kimia
Sifat fibrogenitas merupakan sifat suatu bahan yang menimbulkan fibrosis
jaringan.Debu fibrogenik merupakan debu yang dapat menimbulkan reaksi jaringan
paru (fibrosis) seperti batubara, silika bebas dan asbes.Dan debu nonfibrogenik adalah
debu besi, kapur dan timah.
c. Faktor Penjamu
Faktor ini berperan penting pada respon jaringan terhadap agen/bahan
terinhalasi.Gangguan sistem pertahanan paru alami seperti kelainan genetik,
kecepatan bersihan dan fungsi makrofag. Gangguan sistem pertahanan paru didapat
contohnya karena obat-obatan, asap rokok, dan alkohol. Kondisi anatomi dan fisiologi
saluran napas dan paru mempengaruhi pola pernapasan yang akhirnya mempengaruhi
deposit agen/bahan terinhalasi. Keadaan imunologi juga berperan, contohnya alergi.
Faktor utama yang berperan pada patogenesis pneumokoniosis adalah partikel debu
dan respon tubuh khususnya saluran napas terhadap partikel debu tersebut.Komposisi kimia,
sifat fisik, dosis dan lama pajanan menentukan dapat atau mudah tidaknya terjadi
18
pneumokoniosis.Sitotoksisitas partikel debu terhadap makrofag alveolar memegang peranan
penting dalam patogenesis pneumokoniosis.Debu berbentuk quartz lebih sitotoksik
dibandingkan yang sulit larut. Sifat kimiawi permukaan partikel debu yakni aktifitas radikal
bebas dan kandungan besi juga merupakan hal yang penting (Ngurah Rai,2003).
Debu inert akan tetap berada di makrofag selanjutnya debu akan keluar dan
difagositosis lagi oleh makrofag lainnya, makrofag dengan debu di dalamnya dapat
bermigrasi ke jaringan limfoid atau ke bronkiolus dan dikeluarkan melalui saluran napas
(Ngurah Rai,2003).
Pada debu yang bersifat sitoktoksis, partikel debu yang difagositosis makrofag akan
menyebabkan kehancuran yang diikuti dengan fibrositosis. Partikel debu akan merangsang
makrofag alveolar untuk mengeluarkan produk yang merupakan mediator suatu respon
peradangan dan memulai proses proferasi fibroblast. Mediator yang paling banyak berperan
adalah Tumor Necrosis Factor (TNF)-, Interleukin (IL)-6, IL-8, platelet derived growth
factor dan transforming growth factor (TGF)- yang memacu faktor fibrogenik makrofag
alveolar atau epitel alveolar sehingga memacu pembentukan kolagen selanjutnya terjadi
fibrosis. Hilangnya integritas epitel akibat mediator inflamasi yang dilepaskan makrofag
alveolar merupakan kejadian awal proses fibrogenesis di interstitial paru. Bila partikel debu
telah masuk dalam interstitial maka nasibnya ditentukan oleh makrofag interstitial,
difagositosis untuk kemudian di transfer ke kelenjar getah bening mediastinum atau terjadi
sekresi mediator inflamasi kronik. Sitokin yang dilepaskan di interstitial seperti PDGF, TGF,
TNF, IL-1 menyebabkan proliferasi fibroblast dan terjadilah pneumokoniosis (Ngurah
Rai,2003).
19
Debu silika dan asbes mempunyai efek biologis yang sangat kuat. Reaksi parenkim
dapat berupa fibrosis nodular yaitu contoh klasik dari silikosis, fibrosis difus pada asbestosis
dan pembentukan makula dengan emfisema fokal akibat partikel debu (Yunus F,2004).
Asbes Asbestosis
Silika Silikosis
Besi Siderosis
Berilium Beriliosis
a. 5-10 m : akan tertahan oleh saluran napas atas dan menimbulkan banyak penyakit
berupa iritasi sehingga menimbulkan penyakitpharyngitis.
b. 3-5 m : akan tertahan oleh saluran pernapasan broncus / bronchioles yang dapat
menimbulkan bronchitis, allergis atau asma.
20
c. 1-3 m : akan mencapai dipermukaan alveoli.
Menurut WHO 2006 ukuran partikel debu yang membahayakan adalah ukuran 0,1-5
atau sampai 10 mikron (Pudjiastuti W,2002).
A. Anamnesis
1. Riwayat pekerjaan
a. Pencatatan pekerjaan dan kegemaran yang terus-menerus atau part time secara kronologis.
c. Hubungan antara pajanan dan gejalan yang timbul : waktu antara mulai bekerja dan gejala
pertama, perkembangan gejala, hubungan antara gejala dengan tugas tertentu, perubahan
gejala pada waktu libur / jauh dari tempat kerja.
2. Keluhan penyakit
b. Dahak (pagi/siang/malam/terus-menerus).
d. Nyeri dada.
3. Riwayat penyakit
a. Batuk
21
2. Sifat batuk (keras / tidak keras)
b. Dahak
c. Napas pendek
d. Mengi (wheezing)
e. Nyeri dada
2. Gangguan jantung
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Pleuritis
6. TB paru
7. Asma
22
4. Riwayat kebiasaan
Ditanyakan riwayat kebiasaan merokok, meliputi : jumlah rokok yang dihisap, lama
merokok, cara mengisap rokok (dangkal/dalam), umur memulai merokok, jenis rokok (buatan
sendiri/pabrik, menggunakan filter/tidak) dan kontinuiti merokok.
B. Pemeriksaan fisik
Pada kebanyakan kasus pennyakit paru akibat kerja, hasil pemeriksaan fisik relatif
tidak membantu.Pada observasi umum, penyakit paru obstruksi dapat ditemukan
sesak napas, saat istirahat maupun setelah melaksanakan aktivitas sedangkan pada
kasus pneomokoniosis ditemukan jari-jari tabuh, demam tinggi, takipnoe atau kadang
sianosis, dan biasanya ditemukan krepitasi.
C. Pemeriksaan penunjang
1. Foto toraks
Perselubungan halus
23
Kerapatan Berdasarkan konsentrasi perselubungan pada zona
yang terkena
0/- 0/0 0/1 Kategori 0 tidak terlihat perselubungan pada zona
yang terkena.
1/0 1/1 Kategori 1 terlihat perselubungan lingkar kecil dengan
jumlah relatif sedikit.
2/1 2/2 2/3 Kategori 2 terlihat beberapa perselubungan ireguler
kecil. Corakan paru tidak jelas.
3/2 3/3 Kategori 3 banyak terlihat perselubungan lingkar
kecil. Corakan paru sebagian atau keseluruhan tidak
jelas.
Perselubungan kasar
Tes fungsi paru merupakan tes kuatitatif dari faal paru, digunakan untuk
menentukan kapasitas fungsi paru dan kemampuannya untuk melakukan
pekerjaan.Dengan demikian dapat digunakan pula untuk membantu menentukan ciri-
ciri dan beratnya penyakit paru kerja.
24
a. Spirometri dapat dihasilkan pengukuran volume ekspirasi dan inspirasi
individu. Membandingkan hasilnya dengan nilai normal, hal ini berguna untuk
menilai kegagalan fungsi paru (ILO,2000).
Pada silikosis, makrofag yang ditemukan dalam BAL berisi partikel granit
yang semakin lama riwayat pajanan terdapat debu granit maka akan semakin banyak
ditemukan makrofag tersebut.
2.4.8. Tatalaksana
25
3. penggunaan APD (Alat Pelindung Diri).
APD yang baik adalah yang memenihi standart keamanan dan kenyamanan
bagi pekerjanya (Safety and Acceptation).APD yang tepat bagi tenaga kerja yang
berada pada lingkungan kerja dengan paparan debu konsentrasi tinggi adalah :
26
BAB 3
Tingkat Pengetahuan
Tindakan
1. Tingkat pengetahuan merupakan hasil dari tahudan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
2. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek.
3. Penyakit paru kerja akibat debu adalah penyakit atau kelainan pada paru yang timbul
sehubungan dengan pekerjaan yang disebabkan oleh debu.
27
BAB 4
()
1. Tingkat pengetahuan merupakan hasil dari tahudan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
2. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek.
3. Penyakit paru kerja akibat debu adalah penyakit atau kelainan pada paru yang timbul
sehubungan dengan pekerjaan yang disebabkan oleh debu.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian total sampling yaitu sampel yang
diambil dari keseluruhan tenaga kerja pabrik keramik di PT Prima Indah Sanitoun Kota
Binjai
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja di PT Prima Indah
Sanitoun Kota Binjai yaitu sejumlah 57 orang. Sampel adalah bagian dari populasi yang
mewakilkan populasi yang akan diambil (Notoadmojo S,2005).
Sampel dalam penelitian ini adalah semua tenaga kerja PT Prima Indah Sanitoun
Kota Binjai, yaitu sejumlah 57 orang.
28
4.5. METODE PENGUMPULAN DATA
Metode Pengumpulan data ialah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti
untuk mengumpulkan data. Metode (cara atau teknik) menunjukkan suatu kata yang
abstrak dan tidak di wujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat dilihat menggunakan
angket, wawancara, ujian (tes), dokumentasi dan lainnya.
Alat ukur yang digunakan dalam penetian ini adalah kuesioner.Kuesioner adalah
daftar pertanyaan yang diberikan langsung kepada responden sesuai dengan permintaan
pengguna.
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data.Pengumpulan
data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden yang dilakukan secara
langsung oleh peneliti terhadap sampel penelitian.
Data sekunder adalah data yang diperoleh langsung dari bagian administrasi PT
Prima Indah Sanitoun.
Sampel yang digunakan dalam uji validitas ini memiliki karakter yang hampir
sama dengan sampel dalam penelitian. Uji validitas dan reabilitas kuesioner dilakukan
dengan jumlah sampel sebanyak 20 subjek.
29
30