Anda di halaman 1dari 12

PERAN BANK INDONESIA DALAM STABILITAS KEUANGAN

Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak
saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem
pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh
stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang
tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas
keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas
kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter,
sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak
dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan
mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah
yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas
dan tanggung jawab Bank Indonesia.

Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem


keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga
stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:

Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui
instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu
menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan
stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan
moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan
kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas
moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting
framework.

Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang
sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui
mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan
memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini
dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah
terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah
ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat
kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada
menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem
keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan
untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap
sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank
Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.

Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem
sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu
kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat
menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank
Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem
pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem
pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross
Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran.
Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian
untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.

Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses
informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara
macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi
potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset,
Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk
mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan
menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk
meredam gangguan dalam sektor keuangan.

Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui
fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran
tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari
terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan
likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang
menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik.
Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan
likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam
menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral
hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus
diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.
Sistem Pembayaran dan Perannya dalam Perekonomian

Pendahuluan

Sesuai dengan UU no 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia,


telah ditetapkan bahwa salah satu tugas Bank Indonesia sebagai Bank Sentral adalah mengatur
dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Oleh karena itu keberadaan suatu sistem
pembayaran yang aman dan handal dapat mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia untuk
memperkuat pengendalian moneter dan meningkatkan stabilitas dan keamanan sector keuangan
termasuk perbankan. Dengan demikian, sistem pembayaran merupakan salah satu komponen
yang terintegrasi dari fungsi bank sentral lainnya yaitu moneter dan perbankan.

Keberadaan sistem pembayaran yang menjamin aliran dana yang efisien, aman, handal, dan
beresiko rendah dapat mempermudah para pelaku ekonomi untuk melakukan akses terhadap
berbagai keperluan pembayaran. Sebaliknya jika sistem pembayaran mengalami gangguan, maka
yang terkena dampaknya adalah sistem keuangan secara menyeluruh.

Salah satu cara yang dilakukan Bank Indonesia agar dapat memelihara kepercayaan masyarakat
terhadap sistem keuangan adalah dengan meningkatkan efisiensi sistem keuangan melalui
peningkatan factor keamanan dan stabilitas transaksi keuangan. Untuk mencapai sasaran telah
dilakukan berbagai pengembangan di bidang sistem pembayaran yang terkoordinasi, dapat
dipercaya, efisien dan adil (semua pihak dapat berpartisipasi sepanjang memenuhi criteria yang
ditetapkan).

Sistem pembayaran merupakan bagaian yang tidak terpisahkan dari sistem keuangan dan
perbankan suatu Negara. Keberhasilan sistem pembayaran akan menunjang perkembangan
sistem keuangan dan perbankan, sebaliknya resiko ketidaklancaran atau kegagalan sistem
pembayaran akan berdampak negatif pada kestabilan ekonomi secara keseluruhan. Berkenaan
permasalahan tersebut, maka sistem pembayaran perlu diatur dan dijaga keamanan serta
kelancarannya oleh suatu lembaga, dan umumnya dilakukan oleh bank sentral.

Pengertian Sistem Pembayaran

Sistem pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup pengaturan, kontrak/perjanjian fasilitas
operasional, dan mekanisme teknis yang digunakan untuk penyampaian, pengesahan dan
penerimaan instruksi pembayaran serta pemenuhan kewajiban pembayaran melalui pertukaran
nilai antar perorangan bank dan lembaga lainnya baik domestic maupun cross border (anatar
Negara). Dalam prakteknya transaksi pembayaran dilakukan dengan instrument tunai dan
nontunai. Instrument pembayaran yang digunakan oleh suatu masyarakat tergantung kepada
banyak factor, antara lain tingkat ekonomi budaya, dan preferensinya. Namun demikian
instrument tunai biasanya digunakan untuk transaksi bernilai kecil ditingkat ritel dan antar
individu, sementara instrumen non tunai umumnya digunakan untuk transaksi bernilai besar.

Sistem Pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang
dari satu pihak ke pihak lain. Media yang digunakan untuk pemindahan nilai uang tersebut
sangat beragam, mulai dari penggunaan alat pembayaran yang sederhana sampai pada
penggunaan sistem yang kompleks dan melibatkan berbagai lembaga berikut aturan mainnya.
Kewenangan mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran di Indonesia dilaksanakan
oleh Bank Indonesia yang dituangkan dalam Undang Undang Bank Indonesia.

Dalam menjalankan mandat tersebut, BI mengacu pada empat prinsip kebijakan sistem
pembayaran, yakni keamanan, efisiensi, kesetaraan akses dan perlindungan konsumen.

Aman berarti segala risiko dalam sistem pembayaran seperti risiko likuiditas, risiko
kredit, risiko fraud harus dapat dikelola dan dimitigasi dengan baik oleh setiap
penyelenggaraan sistem pembayaran.

Prinsip efisiensi menekankan bahwa penyelanggaran sistem pembayaran harus dapat


digunakan secara luas sehingga biaya yang ditanggung masyarakat akan lebih murah
karena meningkatnya skala ekonomi.
Prinsip kesetaraan akses yang mengandung arti bahwa Bank Indonesia tidak
menginginkan adanya praktek monopoli pada penyelenggaraan suatu sistem yang dapat
menghambat pemain lain untuk masuk.
Kewajiban seluruh penyelenggara sistem pembayaran untuk memperhatikan aspek-aspek
perlindungan konsumen.

Dalam pelaksanaannya, diperlukan adanya komponen sistem pembayaran yang memadai, antara
lain:

Institusi atau lembaga yang menyediakan jasa pembayaran

Instrument yang digunakan dalam sistem pembayaran mengatur hak dan kewajiban
keuangan peserta pembayaran
Kerangka hukum yang mengatur ruang lingkup hukum dan dan instrument sistem
pembayaran, hak dan kewajiban peserta, saksi, dan aturan lainnya untuk menjamin
terlaksananya sistem pembayaran secara hukum; dan
Kerangka kebijakan sistem pembayaran yang jelas, baik kebijakan umum maupun
operasional, yang mendasari penegmbangan sistem pembayaran.
Secara garis besar Sistem pembayaran dibagi menjadi dua jenis, yaitu Sistem pembayaran tunai
dan Sistem pembayaran non-tunai. Perbedaan mendasar dari kedua jenis sistem pembayaran
tersebut terletak pada instrumen yang digunakan. Pada sistem pembayaran tunai instrumen yang
digunakan berupa uang kartal, yaitu uang dalam bentuk fisik uang kertas dan uang logam,
sedangkan pada sistem pembayaran non-tunai instrumen yang digunakan berupa Alat
pembayaran menggunakan kartu (APMK), Cek, Bilyet Giro, Nota Debet, maupun uang
elektronik.

Instrument Pembayaran

Instrument pembayaran dapat berupa cash tunai atau noncash nontunai yang paper-based
berbasis warkat dan nonpaper-based berbasis bukan warkat .

Dahulu alat pembayaran yang kita kenal adalah barter, yaitu kegiatan tukar menukar barang atau
jasa tanpa perantara uang. Jika menengok ke belakang yakni awal mula alat pembayaran itu
dikenal dengan sistem barter antar barang yang diperjualbelikan adalah kelaziman di era pra-
moderen. Alat pembayaran dapat dikatakan berkembang sangat pesat dan maju apabila dalam
perkembangannya, mulai dikenal satuan tertentu yang memiliki nilai pembayaran yang lebih
dikenal dengan uang. Hingga saat ini uang masih menjadi salah satu alat pembayaran utama
yang berlaku di masyarakat Indonesia hingga saat ini. Kemudian alat pembayaran terus
berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran nontunai (non cash)
seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper based), misalnya, cek dan bilyet giro. Selain itu
dikenal juga alat pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik dan alat pembayaran
memakai kartu (card-based) (ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar

Instrument Pembayaran Tunai

Instrument pembayaran tunai adalah mata uang yang berlaku di Indonesia, yaitu Rupiah yang
terdiri dari uang logam dan uang kertas. Berdasarkan undang-undang yang berlaku saat ini yaitu
UU No 23 tahun 1999, Bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk mencetak dan
mengedarkan uang kartal dan uang logam. Dalam kebijakan pengedaran uang, Bank Indonesia
berupaya untuk menyediakan uang yang layak edar dan memenuhi kebutuhan masyarakat baik
dari sisi nominal maupun pecahannya.

Instrument Pembayaran Nontunai

Di Indonesia instrument pembayaran nontunai disediakan oleh sistem perbankan. Instrument


yang disediakan terdiri dari instrument yang berbasis wakat, seperti cek, bilyet giro, nota debet,
serta instrument yang berbasis bukan warkat, seperti kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit.

1. Instumen berbasis warkat


Instrument berbasis warkat telah diatur dalam hukum dan dikenal dalam praktek perbankan di
Indonesia. Instrument barbasis warkat yang saat ini digunakan antara lain :

Cek ; surat perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
Bilyat giro ; surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk
memindahbukukan (tidak berlaku untuk penarikan tunai) sejumlah dana dari rekening
yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya.
Nota debet ; warkat yang digunkan untuk menagih dana pada bank lain untuk utang bank
atau nasabah bank yang mempunayai warkat tersebut.
Nota kredit ; warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada bank lain untuk
utang bank atau nasabah bank yang menerima warkat tersebut.
Wesel bank untuk transfer ; wesel yang diterbitkan oleh bank khusus untuk sarana
transfer.
Surat bukti penerima transfer ; surat bukti penerima transfer dari luar kota yang dapat
ditagihkan kepada bank penerima dana transfer melalui kliring lokal.

2. Pemindahan dana

Saat ini bank-bank memberikan berbagai jenis layanan pemindahan dana melalui jaringan
kantornya, termasuk perintah pembayaran secara regular dan pemindahan dana secara elektronis.
Layanan pemindahan dana bagi nasabah bank dapat dilakukan oleh bank melalui:

Transfer elektronik antar bank


Sistem kliring berbasis warkat untuk transaksi lokal
Jaringan bank koresponden bagi pemindahan dana lintas wilayah
Sistem RTGS baik untuk pemindahbukuan dana lokal maupun lintas wilayah.

3. Pendebetan secara langsung

Pemakaian fasilitas pendebetan secara langsung masih dibatasi untuk transaksi didalam satu
bank. Mengingat belum ada sistem giro antar bank, perusahaan telekomunikasi dan perusahaan
listrik harus memiliki perjanjian dengan bank umum dalam menangani penerimaan pembayaran
tagihan dari nasabahanya untuk pembayaran jasa telekomunikasi dan listrik.

4. Instrument berbasis kartu

Masyarakat Indonesia telah mengenal berbagai jenis kartu pembayaran, antara lain yang bersifat
kredit seperti kartu kredit, private-label cards ( misalnya, kartu pasar swalayan dan yang
berdebet, seperti debit card dan ATM. Disamping itu dalam perkembangannya terdapt jenis kartu
yang dananya telah tersimpan dalam chip elektronik pada kartu tersebut ( dikenal sebagai smart
card atau chip card ) seperti kartu telepon prabayar.

5. Instrument melalui kantor pos


Instrument sistem pembayaran yang cukup penting yang disediakan oleh lembaga keuangan
bukan bank (PT Pos Indonesia) adalah giro dan pos wesel baik dalam negeri maupun luar negeri.
Giro digunakan trutama oleh instansi pemerintah untuk menerima penyetoran berbagai jenis
pajak, melaksanakan pembayaran gaji dan pensiunan pegawai negeri, membayar tagihan listrik
dan telepon dan berbagai transaksi pembayaran lainnya. Sementara itu, wesel pos umumnya
digunakan untuk mengirim uang kepada perorangan yang tidak memiliki rekening bank. Selain
itu, instrument lain yang disediakan oleh PT Pos Indonesia adalah Cek Pos dan Postal Travelers
Cheques.

6. Instrument berbasis internet/Telepon

Jasa electronic banking melalui internet dan atau telepon telah disediakan oleh sejumlah bank
besar sejak pertengahan 1999. Penggunaan instrument berbasis internet untuk melakukan
transaksi, selain memerlukan verifikasi pengaman seperti PIN dan password juga memerlukan
computer pribadi (PC). Penggunaan computer tersebut dapat dilakukan tanpa atau dengan
proprietary software yang dipasang oleh bank pada PC nasabah. Penggunaan instrument berbasis
telepon untuk transaksi dapat dilakukan dengan menghubungkan bank melalui dial-in telepon
dengan melalui verifikasi tertentu, seperti identitas, rekening, transaksi terakhir atau password.
Produk/jasa yang ditawarkan antara lain informasi saldo, pembukaan rekening, transfer, payment
gateway (untuk pembayaran telepon, listrik dan lain-lain), kliring dan penutupan rekening.

BI RTGS

BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan
dalam waktu seketika. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tanggal 17 November
2000, BI-RTGS berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya
untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk High Value Payment Sistem (HVPS)
atau transaksi bernilai besar yaitu transaksi Rp.100 juta keatas dan bersifat segera (urgent )

Sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4357);
memutuskan Sistem Bank Indonesia -Real Time Gross Settlement, yang selanjutnya disebut
Sistem BI-RTGS, adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang
rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika pertransaksi secara individual
Mekanisme BI RTGS

Secara umum mekanisme transfer dana antar peserta BI-RTGS sebagai berikut :

Nasabah pengirim memberi instruksi transfer kepada bank pengirim untuk melakukan
transfer sejumlah dana ke Nasabah penerima di bank penerima.
Bank pengirim memproses transfer pada komputer RTGS Terminal (RT), selanjutnya
ditransmisikan ke RTGS Central Computer (RCC) yang merupakan pusat komputer
RTGS di Bank Indonesia.
Selanjutnya, jika pesan dari bank pengirim diterima RCC, maka RCC memproses transfer
dana dengan mekanisme sebagai berikut: (1) Mengecek kecukupan saldo giro bank
pengirim di Bank Indonesia. Jika saldo giro mencukupi untuk melakukan transfer,
dilakukan pembukuan simultan dengan mendebit rekening giro bank pengirim dan
mengkredit rekening giro bank penerima. (2) Jika saldo rekening giro bank pengirim
tidak mencukupi, transfer tersebut ditempatkan dalam antrian (queue) sistem BI-
RTGS. (3) Informasi transfer yang telah diselesaikan (settled) ditransmisikan secara
otomatis oleh RCC ke RT bank pengirim dan RT Bank Penerima. Bank penerima
meneruskan perintah transfer dana yang diterima dari RCC, dengan cara mengkredit dana
yang sesuai dengan yang dikirim oleh nasabah pengirim. Kecepatan proses ini
bergantung kondisi dan standar bank penerima (LEVEL NASABAH). RTGS diperlukan
terutama bagi transfer dana yang penting atau bernilai besar, yang umumnya dana
tersebut akan sesegera mungkin digunakan.

Dari mekanisme di atas, tampak bahwa transfer dan RTGS dapat terhambat jika transaksi dalam
antrian. Selain itu, hambatan bahkan retur/kegagalan transakasi dapat terjadi sehingga transaksi
dikembalikan oleh bank penerima, jika data yang dapat diinput oleh nasabah pada formulir
transfer dana RTGS keliru, misalnya: nama dan nomor rekening tujuan transfer tidak
cocok/salah.

Peserta BI RTGS

Peserta sistem BI-RTGS adalah seluruh bank yang dikelompokan dalam peserta langsung dan
peserta tidak langsung.Peserta lansung adalah peserta yang dapat secara lansung melakukan
transaksi dengan menggunakan sistem milik bank peserta sendiri.Peserta tidak langsung tidak
dapat melakukan transaksi melalui sistem RTGS milik peserta melainkan melalui RTGS milik
Bank Indonesia. Status peserta BI-RTGS :

Peserta Pasif Yaitu pesrta yang dapat mengirim keluar, menerima masuk dan melakukan
seluruh fungsi lainnya dalam RTGS Terminal.
Peserta ditangguhkan Yaitu peserta yang dapat menerima transfer masuk, melakukan
seluruh fungsi laian dalam RTGS Terminal namun tidak dapat mengirim transfer keluar.
Hal biasanya disebabkan karena saldo rekening tidak mencukupi sampai dengan cut off
time, adanya permintaan tertulis dari pihak yang berwenang dalam melakukan
pengawasan peserta.
Peserta dibekukan Yaitu peserta yang tidak dapat mengirim transfer keluar dan tidak
dapat menerima namun dapat melakukan fasilitas enquiry. Salah satu penyebabnya
adalah adanya permintaan dari pihak yang berwenang dalam pengawasan peserta.Peserta
ditutup Peserta yang tidak dapat melakukan transaksi, seluruh transaksi ditolak oleh
RCC.Karena permintaan dari pihak berwenang dan keputusan merger, akuisisi,
konsolidasi atau pencabutan izin usaha Bank.
Jadwal RTGS

Bank Indonesia melaksanakan transaksi RTGS dengan penetapan jam pelayanan transfer RTGS
antar peserta dalam periode waktu yang seragam untuk 3 zona waktu di Indonesia (untuk
kepentingan nasabah saat ini dibatasi mulai pukul 06.30-16.30). Adapun jam pelayanan pada
masing-masing bank bergantung kondisi dan standar bank masing-masing.

Apabila nasabah memberi instruksi kepada bank untuk melakukan transfer dana melalui sistem
BI-RTGS dalam jam pelayanan bank, maka ketentuan Bank Indonesia menjamin bahwa dana
tersebut akan diterima oleh Nasabah penerima paling lambat pada hari itu juga. Sedangkan jika
anda memberi instruksi untuk melakukan transfer dana melalui sistem BI-RTGS setelah jam
pelayanan bank, maka paling lambat dana akan diterima oleh nasabah penerima paling lambat
pada hari kerja berikutnya.

Kliring

Sistem kliring yang dilaksanakan BI saat ini sudah dapat berlangsung secara nasional melalui
Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI). Maksudnya, proses kliring baik kliring debet maupun
kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Ada tiga sistem kliring lain
yang lazim dikenal, yakni:

Sistem manual, Kliring manual adalah penyelenggaraan kliring lokal yang dalam
perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring serta pemilihan warkat dilakukan secara
manual oleh setiap peserta kliring. Perhitungan kliring didasarkan pada warkat yang
dikliringkan oleh peserta kliring
Sistem Semi Otomasi adalah kliring lokal yang perhitungan dan pembuatan bilyet saldo
kliring dilakukan secara otomasi melalui alat bantu komputer. Namun pemilihan warkat
tetap dilakukan secara manual oleh bank peserta kliring.
Sistem Otomasi merupakan sistem kliring lokal yang dalam perhitungan dan pembuatan
bilyet saldo kliring dan pemilahan warkat dilakukan secara otomatis dengan bantuan
komputer.

Penyelenggara Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI)

Penyelenggara Kliring Nasional (PKN), yaitu Unit Kerja di Kantor Pusat Bank Indonesia yang
bertugas mengelola dan menyelenggarakan SKNBI secara nasional. Penyelenggara Kliring Lokal
(PKL), yaitu unit kerja di Bank Indonesia dan Bank yang memperoleh persetujuan Bank
Indonesia untuk mengelola dan menyelenggarakan SKNBI di suatu wilayah kliring tertentu.

Peserta Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI)

Setiap Bank dapat menjadi peserta dalam penyelenggaraan SKNBI di suatu wilayah kliring,
kecuali BPR (Bank Perkreditan Rakyat), Kantor Bank yang akan menjadi peserta wajib
menyediakan perangkat kliring, antara lain meliputi perangkat Terminal Pusat Kliring dan
jaringan komunikasi data baik main maupun back up untuk menjamin kelancaran kepada
nasabah dalam bertransaksi.

Mekanisme Kliring

Proses penyelenggaraan SKNBI terdiri dari 2 (dua) sub sistem, yaitu :

Kliring Debet Meliputi kegiatan kliring penyerahan dan kliring pengembalian, digunakan
untuk transfer debet antar Bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet
(cek, bilyet giro, nota debet dan lain-lain).Penyelenggaan kliring debet dilakukan secara
lokal di setiap wilayah kliring oleh Penyelenggara Kliring Lokal (PKL). PKL akan
melakukan perhitungan kliring debet berdasarkan Data Keuangan Elektronik (DKE)
debet yang dikirim oleh peserta. Hasil perhitungan kliring debet secara lokal tersebut
selanjutnya dikirim ke Sistem Sentral Kliring (SSK) untuk diperhitungkan secara
nasional oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN).
Kliring Kredit Digunakan untuk transfer kredit antar bank tanpa disertai penyampaian
fisik warkat (paperless). Penyelenggaraan kliring kredit dilakukan secara nasional oleh
Penyelenggara Kliring Nasional. Perhitungan kliring kredit dilakukan oleh Penyelenggara
Kliring Nasional atas dasar Data Keuangan Elektronik kredit yang dikirim peserta.

Batasan Nominal

Nilai nominal warkat debet tidak dibatasi kecuali untuk warkat debet yang berupa nota debet,
yaitu setinggi-tingginya Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per nota debet. Pembatasan nilai
nominal pada nota debet tidak berlaku apabila nota debet diterbitkan oleh Bank Indonesia dan
ditujukan kepada bank atau nasabah bank.

Khusus untuk transfer kredit, nilai transaksi yang dapat diproses melalui kliring dibatasi di
bawah Rp100.000.000,00 sedangkan untuk nilai transaksi Rp100.000.000,00 ke atas harus
dilakukan melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS).

Jadwal Kliring

Pengiriman transfer/data keuangan elektronik kredit pada siklus pertama dilakukan mulai pukul
08.15 WIB s.d. 11.30 WIB sedangkan pengiriman transfer/data keuangan elektronik kredit pada
siklus kedua dilakukan mulai pukul 12.45 WIB s.d. 15.30 WIB. Untuk kliring debet pengiriman
warkat/data keuangan elektronik debet ditetapkan oleh masing-masing PKL dengan batas
maksimal pengiriman hasil perhitungan kliring lokal ke PKN pada pukul 15.30 WIB.

Peran Sistem Pembayaran Dalam Perekonomian

Peran sistem pembayaran dalam perekonomian semakin hari semakin penting seiring dengan
semakin meningkatnya volume dan nilai transaksi, serta sejalan dengan pesatnya perkembangan
teknologi. Dengan semakin meningkatnya transaksi tersebut maka resiko yang ditimbulkan
menjadi semakin besar karena dengan terganggunya sistem pembayaran dapat membahayakan
stabilitas sistem dan pasar keuangan secara keseluruhan.
Menurut Sheppard (1996) peran penting sistem pembayaran dalam perekonomian adalah sebagai
berikut :

Sebagai elemen penting dalam infrastruktur keuangan suatu perekonomian untuk


mendukung stabilitas keuangan. Hal itu disebabkan sistem keuangan dan perbankan
berkaitan erat dengan sistem pembayaran. Gangguan di sistem pembayaran akan
menimbulkan keterlambatan atau kegagalan kewajiban pembayaran yang pada gilirannya
akan menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap likuiditas dan stabilitas
sistem keuangan dan perbankan. Demikian pula sebaliknya. Krisis keuangan dan
perbankan yang mempengaruhi satu atau lebih bank peserta sistem pembayaran akan
mempengaruhi setelmen antar Bank dan dapat menyebabkan gridlock kemacetan di
dalam keseluruhan sistem pembayaran. Oleh karena itu diperlukan koordinasi yang baik
antara pihak bank dan pengawas pasar keuangan dengan pengawas sistem pembayaran,
untuk memastikan agar masalah-masalah tersebut dapat diantisipasi dan diselesaikan
seawall mungkin.
Sebagai channel saluran penting dalam mengendalikan ekonomi yang efektif
khususnya melalui kebijakan moneter. Dengan lancarnya sistem pembayaran, kebijakan
moneter dapat mempengaruhi likuditas perekonomian sehingga proses transmisi
kebijakan moneter dari sistem perbankan ke sector riil dapat menjadi lancer; dan
Sebagai alat untuk mendorong efisiensi ekonomi. Keterlambatan dan ketidak lancaran
pembayaran akan mengganggu perencanaan keuangan usaha dan pada akhirnya akan
mengakibatkan penurunan produktivitas perekonomian.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peranan sistem pembayaran penting dalam suatu
perekonomian, yaitu untuk menjaga stabilitas keuangan dan perbankan, sebagai sarana transmisi
kebijakan moneter, serta sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi ekonomi suatu Negara.
Untuk itu, sistem pembayaran perlu diatur dan diawasi dengan baik agar sistem pembayaran
berjalan dengan aman dan lancer.

Tugas Bank Indonesia Dalam Sistem Pembayaran

Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan
Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk menjaga stabilitas rupiah itu
perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan kelancaran Sistem Pembayaran Nasional
(SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu didukung oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi,
semakin lancar dan hadal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter
yang bersifat time critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah
stabilitas nilai tukar.

Bank Indonesia (BI) adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai
otoritas moneter, bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain
itu, BI juga memiliki kewenangan memeberikan persetujuan dan perizinan serta melakukan
pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting secara
sistem (sistemically important), bank sentral memandang perlu menyelenggarakan sistem
settlement antar bank melalui infrastruktur BI-Real Time Gross Settlement(BI-RTGS). Selain itu
masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara sistem kliring antarbank
untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga adalah satu-satunya lembaga yang
berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran tunai seperti uang rupiah.Bank
Indonesia juga berhak mencabut, menarik hingga memusnahkan uang rupiah yang sudah tak
berlaku dari peredaran.

Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari komponen SPN ini.
Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI juga menentukan
standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak yang dapat menerbitkan dan/atau memproses
alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak menetapkan lembaga-lembaga yang dapat
menyelenggarakan sistem pembayaran. Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik
suatu sistem utuh atau hanya bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan
menunjuk lembaga yang bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti
menetapkan kebijakan terkait pengendalian resiko, efisiensi serta tata kelola (governance) SPN.

Anda mungkin juga menyukai