Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tempe adalah produk olahan kedelai hasil fermentasi jamur Rhizopus sp.
(Rusmin dan Ko, 1974). Tempe mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh
tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Kandungan protein yang
terdapat dalam tempe lebih tinggi dibandingkan dengan produk olahan kedelai yang
lain. Hermana (1985) dalam Ginting (2010) menyebutkan bahwa kandungan protein
pada tempe adalah sebesar 18,3 %, sedangkan kandungan protein pada tauco 10,4 %,
tahu 7,9 %, kecap 5,5 %, dan susu kedelai 2,8 %. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa zat gizi tempe seperti protein dan karbohidrat, lebih mudah dicerna, diserap
dan dimanfaatkan oleh tubuh. Hal ini dikarenakan jamur Rhizopus sp. yang tumbuh
pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana
yang mudah dicerna oleh manusia. Maka perlu dilakukan percobaan fermentasi
tempe agar masyarakat dapat membuat tempe untuk dikonsumsi sendiri
Dalam proses pembuatan tempe terdapat tiga tahap utama yaitu perendaman,
perebusan, dan fermentasi. Pada proses fermentasi dibutuhkan inokulum tempe yang
biasa disebut dengan ragi tempe atau usar. Inokulum tempe atau ragi tempe adalah
bahan yang digunakan sebagai agensia untuk mengubah kedelai menjadi tempe yang
mengandung jamur tempe Rhizopus sp. Jamur tempe akan tumbuh dan melakukan
kegiatan fermentasi. Istilah usar mengacu pada inokulum tempe yang dibuat secara
tradisional dengan menggunakan daun waru (Hibiscus sp.) atau daun jati (Tectona
grandis). Jamur tempe akan menempel pada permukaan bagian bawah daun jati atau
daun waru setelah beberapa hari dan dapat digunakan setelah dikeringkan terlebih
dahulu (Kumalasari, 2012)
Tempe merupakan makanan tradisional yang telah lama dikenal di Indonesia.
Di dalam SNI No. 01-3144-1992 tempe didefiniskan sebagai produk makanan hasil
fermentasi biji kedelai oleh kapang tertentu, berbentuk padatan kompak dan berbau
khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan. Tempe dibuat dengan cara
fermentasi atau peragian dengan menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus.
Pembuatan tempe membutuhkan bahan baku kedelai. Melalui proses fermentasi,
komponen-komponen nutrisi yang kompleks pada kedelai dicerna oleh kapang
dengan reaksi enzimatis dan dihasilkan senyawa-senyawa yang lebih sederhana
(Najih, 2016)
Tempe mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavor
spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada
permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan oleh miselia-miselia
jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut (Andi, 2012).

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan fermentasi tempe ini adalah untuk mengetahui cara-cara
pembuatan tempe dan membandingkan tempe yang dihasilkan dengan berbagai
perlakuan.

1.3 Rumusan Masalah


Hal-hal yang dirumuskan pada percobaan fermentasi tempe ini adalah
mengetahui cara-cara pembuatan tempe dari biji nangka ataupun bahan lain pada
umumnya serta membandingkan tempe yang dibuat dengan banyak perlakuan.

1.4 Manfaat Percobaan


Manfaat dari percobaan fermentasi tempe ini adalah praktikan dapat
mengetahui cara-cara pembuatan tempe dari biji nangka ataupun bahan lain pada
umumnya serta membandingkan tempe yang dibuat dengan banyak perlakuan.

1.5 Ruang Lingkup


Praktikum Ilmu Dasar Teknik Kimia III modul Fermentasi Tempe ini
dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Teknik, Departemen Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah asam asetat
(CH3COOH), asam laktat (CH3CHOHCOOH), aquadest, biji nangka, dan ragi
tempe. Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah beaker glass, daun
pisang, gelas ukur, kompor, panci, pH indikator, plastik, tampah, timbangan elektrik
dan sendok.

Anda mungkin juga menyukai